Anda di halaman 1dari 6

Unsur Interinsik

Tokoh : Raynar à

Rayna à

Ravindra

Seandainya saja aku bisa memutar waktu kembali, pasti akan aku gunakan untuk memperbaiki
semua kesalahanku. Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Ungkapan yang terngiang di dalam
benakku saat ini. Semua yang aku pikir baik , ternyata pada akhirnya hanya akan menjadi sebuah
penyesalan. Bahkan sejuta kata “maaf” pun tidak akan bisa menebus kesalahanku ini. Aku memang
bodoh. Mengapa aku begitu egois sampai semua ini terjadi ?

Aku dan Ravindra dijuluki sebagai duo rempong. Entahlah mengapa orang-orang memanggil
kami dengan sebutan itu. Mungkin karena nama kami berawalan dengan huruf kapital yang sama “ R”. Ya
itu mungkin alasan terlogis terkumandangkannya nama trio rempong. Namun aku rasa aku bukan orang
yang rempong, namun lebih kearah cool.

Pertemuan kami berdua mungkin cukup berbeda dengan kisah-kisah persahabatan lainnya. Waktu
itu aku baru saja pindah dari Surabaya. Kesan pertamaku terhadap Kota Bandung adalah kota yang
berhasil membuat seorang Raynar menggigil dalam selimut. Tapi lambat laun, aku mulai terbiasa dengan
suhu dingin kota ini.

Suatu hari, orangtuaku mengajakku pergi ke sebuah restoran cepat saji yang berada di Jalan
H.O.S Tjokroaminoto. Aku mengantri dan menunggu bagianku untuk memesan. Namun tiba-tiba,
seseorang dengan perawakan yang cukup tinggi menyerobot di hadapanku. Aku tidak terima dengan
ketidakadilan ini.

“Permisi ? Kamu tidak diajarkan untuk mengantri ?” ujarku sambil menepuk punggungnya.

“ Maaf ya, saya lagi buru-buru , jadi mohon pengertiannya saja” balasnya dengan nada dan
ekspresi yang datar.

Aku hanya terdiam sambil menyumpahi orang dihadapanku. Lebih baik aku diam saja daripada
nantinya terjadi hal yang tidak diinginkan bagi diriku namun menjadi tontonan bagi orang lain, alias
perkelahian. Setelah orang jangkung itu memesan dan mengambil makanannya, bagianku untuk
memesan. Orangtuaku mengajak makan diluar karena besok adalah hari pertamaku sekolah di tempat
yang baru. Keesokan harinya aku pergi ke sekolah dan masuk ke dalam kelas yang bertuliskan “ X-2”.
Hal pertama yang aku rasakan adalah kaget. Mood-ku untuk bersekolah seketika hilang melihat si
jangkung yang tidak bisa mengantri itu ada di dalam kelasku. Bahkan yang lebih buruk, aku ditempatkan
untuk duduk di sisi orang itu.

“Eh, kamu orang di restoran kemaren kan ?” tanyanya dengan tidak ada rasa bersalah.

“Eh, kamu orang yang tidak bisa mengantri dan tidak tahu tata krama itukan? “ balasku.

Mendengar balasku, dia hanya tertawa dan meminta maaf atas kejadian itu. Hari demi hari aku
lalui dan semakin dekat dengan dirinya. Namanya adalah Ravindra, anak basket di sekolahku. Tidak
heran semua Wanita memuja dirinya karena parasnya yang menawan dan keramahannya. Sejak
pertemuan itu, aku menjadi semakin dekat dengan dirinya sampai suatu hari dia memanggilku “sahabat”.
Revindra mempunyai satu sahabat yang lain, ia adalah seorang perempuan ambisius, juara satu bertahan,
bahkan berbagai olimpiade telah ia lampaui. Namanya adalah Rayna. Secara aku dan Ravindra adalah
sahabat, maka otomatis akupun dekat dengan Rayna. Bertemu dengan mereka sudah merubah banyak
diriku. Aku merasa benar-benar hidup dan Bahagia. Aku anggap semua ini adalah pemberian Tuhan yang
patut aku syukuri.

Mungkin sekitar 1 tahun lebih mengenal mereka, sesuatu terjadi. Aku dan Davindra ternyata
menaksir perempuan yang sama. Aku mengetahui itu saat aku dan Davindra sedang bermain truth or
dare. Davindra terpilih untuk memilih salah satu diantara “truth” atau “ dare”. Jika ia memilih truth,
maka ia harus menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan peserta lain. Namun jika memilih dare,
maka ia harus melakukan apapun yang disuruh peserta lain. Davindra memilih “truth”.

“ Siapa orang yang kamu suka ?” tanyaku langsung setelah ia memilih “truth”.

“ Jangan beritahu siapa-siapa ya, sebenarnya aku menyukai Rayna. Dan aku akan
memperjuangkan dia sampai ia menjadi milikku,” jawabnya.

Disitu hatiku seperti ingin pecah rasanya. Aku tidak menyangka bahwa aku dan Davindra akan
menyukai perempuan yang sama. Sebenarnya itu hak dia untuk menyukai Rayna. Namun yang ada di
dalam benakku adalah bagaimana aku bisa melawan sahabatku sendiri untuk mendapatkan Wanita yang
aku sukai. Aku tidak bisa merelakannya begitu saja, karena Rayna bukanlah uang ataupun barang. Namun
di sisi lain, aku juga tidak mau persahabatanku kandas karena masalah cinta ini.

Hari demi hari aku renungkan semua ini. Mana yang lebih baik aku perjuangkan ? Cinta atau
persahabatan ? Hal itu yang terus berputar-putar dalam pikiranku. Bahkan aku memasukkan persoalan ini
ke dalam doaku. Karena jika aku hanya memendam dan suatu kali Sampai suatu hari, aku melihat sebuah
tayangan di media sosial Instapon. Seorang Influencer ditanya mengenai “Perjuangkan Cinta atau teman
?”

“ Ya aku sih pasti milih cinta. Karena cinta itu untuk jangka Panjang hidup kita. Sedangkan teman
hanya akan menemani kamu secara temporal saja. Teman SMA biasanya hanya akan menemani kita
sampai lulus SMA, begitupun teman kuliah” ujar influencer tersebut.
Sontak aku merasa aku menemukan kunci kotak permasalahan ini. Pikiranku yang sedangkan
panas karena merenungkan ini terus-menerus seakan menjadi dingin seperti sejuknya Bandung. Aku pun
berjanji pada diriku untuk mendapatkan Rayna apapun yang terjadi.

Setelah tekad itu tertanam di dalam hatiku, aku mulai menjauhi Davindra. Tentu Davindra dapat
merasakan itu. Ia terus mengejarku dan bertanya alasan aku menjauhi dirinya. Setiap ia bertanya,
balasanku hanyalah sebuah senyum dengan ratusan arti di dalamnya. Sampai di satu titik, mungkin dia
sudah tidak tahan dengan sikap dinginku kepadanya. Ia pun berhenti menanyai hal itu kepadaku dan aku
mulai mendekati Rayna. Langkah pertamaku untuk mendapatkan Rayna yaitu dengan memberikannnya
perhatian. Setiap pagi saat di sekolah aku menyapa dan mengajaknya berbincang sesaat. Rayna yang
melihat kesenggangan antara aku dan Davindra pun menimbulkan rasa penasaran yang mendalam. .

“Ray, kamu dan Davindra kok terlihat menjauh ya ?” tanya Rayna dengan tatapannya yang begitu
menusuk sampai ke dalam ragaku.

“ Hahaha, bukan apa-apa. Kita biasa saja kok” ujarku sambil menggaruk-garuk kepala.

Dari ekspresi Rayna, aku melihat bahwa ia mengetahui sesuatu. Ekspresinya menimbulkan
sebuah tanda tanya besar. Ia terlihat seperti tidak percaya kepadaku. Tapi aku tidak terlalu memikirkan itu.

Langkah selanjutnya untuk mendapat Rayna adalah mengajaknya ia pergi alias PDKT. Aku
memberanian diri untuk menghubungi dia dan mengajak pergi ke bioskop. Selain itu juga aku dan Rayna
menyukai genre film yang sama. Sehingga akhirnya aku mengajak ia pergi.

Aku rasa nonton bioskop bersamanya lancar dan dia pun nyaman-nyaman saja berada di dekatku.
Namun setelah selesai menonton, aku mulai geram. Karena semua topik yang kami bicarakan adalah
tentang Davindra. Aku serasa ingin melenyapkan Davindra dari dunia ini dan mengubur jejaknya
sedalam-dalamnya. Sebelum Rayna pulang, tak sengaja menyentuh tangannya. Di situlah keberanianku
untuk mengungkapkan perasaanku terkumpul. Dengan berani aku ungkapkan perasaanku kepadanya.’

“Na, aku mau ngomong sesuatu nih. Seiring kita semakin dekat, aku rasa sekarang ini waktunya
yang tepat untuk mengutarakan ini semua. Hmmm, sebenarnya aku sudah lama menyimpan rasa suka
kepadamu. Hehehe…,” kataku sambil menggenggam tangannya.

Namun ia melepaskan genggaman tangan itu.

“Apa sih Ray ? Jangan macem-macem deh kamu. Kita kan sahabat, mana mungkin kamu bisa
suka kepadaku ?” ujar Rayna yang kebingungan dengan ucapanku.

Saat aku ingin menjelaskan ulang semua ini, ia segera pamit dari hadapanku dan mengatakan
kalau dia sudah dijemput. Aku pun hanya bisa mematung dan melihat ia jalan menjauh dariku. Namun
sejak aku mengungkapkan perasaanku, aku tidak mendapatkan respon positif. Aku malah dijauhi oleh
Rayna. Telihat dari tingkah lakunya saat ku sapa, ia hanya tersenyum dan tidak mengatakan sepatah kata
apapun. Hal terburuknya adalah Rayna dan Davindra malah terlihat semakin dekat. Api cemburu sudah
berhasil membakar amarahku. Aku tidak bisa tidur semalaman hanya untuk memikirkan itu semua.
Di keesokan harinya, aku mendengar sebuah berita yang sangat menyayat hatiku. Bahkan berita
ini menjadi gossip terbesar hari ini di sekolah. Aku tidak menyangka bahwa Davindra dan Rayna malah
berpacaran. Padahal aku sudah mengungkapkan perasaanku pada Rayna. Perasaanku sudah tidak
terbentuk lagi saat itu. Dipikiranku hanya ada 1 hal “ Davindra adalah dalang dari semua ini !”. Aku
sangat yakin bahwa Davindra sudah mencuci otak Rayna untuk menjauhi diriku dan mejelek-jelekan
diriku di depan Rayna.

“AKU INGIN MENGHANCURKAN MU DAVINDRA !” seruku sambil menangis bercampur


aduk dengan amarah. Aku memukul-mukul tembok sambil berteriak. Tanganku penuh dengan memar dan
biru-biru. Rasa sakit tersebut sudah tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit dikhianati. Di balik
rasa sakit itu, muncul sebuah ide untuk menghancurkan Ravrinda.

Sepulang sekolah, aku langsung menyusun sebuah artikel untuk aku sebar ke seluruh warga
sekolah. Untung saja di sekolahku ada platform untuk memberikan informasi secara menyeluruh sehingga
semua siswa bisa melihat berita yang akan aku sebar luaskan. Rencananya aku akan mengunggah berita
tersebut tepat jam 9.00 yaitu saat jam istirahat dengan tujuan agar semua siswa bisa melihat berita itu
secara bersamaan saat notifikasi berbunyi.

Detik-detik menjelang jam 9.00, aku sudah bersiap untuk menekan tombol “unggah” dan
menghancurkan Ravrinda. Rasanya sudah tidak sabar menanti datangnya hari ini. Jiwa semangatku
meronta bagaikan gerak atom di suhu tinggi. Dan 3...2….1…, ku tekan tombol unggah di ponsel ku.
Seketika bunyi notifikasi muncul di mana-mana. Semua orang mulai membaca berita tersebut dan
ekspresi syok bertebaran di mana-mana. Aku melihat Ravindra kebingungan saat semua orang mulai
menatapinya dengan tatapan jijik. Lalu ia membuka ponselnya dan melihat berita yang tertera di platform
tersebut.

“ Sosok yang Hidup dari Uang Hasil Korupsi Orang Tua nya : RAVINDRA”

Ravindra sepertinya tahu siapa dalang di balik itu semua. Ia menatap diriku sambil tersenyum dan
mengangguk. Lalu dia pergi. Rayna yang berada di sebelahnya seketika menatapku. Lalu ia
menghampiriku.

“ Apa kamu biang kerok dari semua ini ?” tanya Rayna sambil menarik bajuku hingga kusut.

Aku hanya diam dan menatap wajahnya. Aku menaikan satu alisku untuk menandakan aku tidak
tahu apa-apa. Tapi aku malah mendapat tamparan di sisi kanan wajahku. Tanda tamparan di sisi kanan
wajahku telah menunjukkan bahwa aku berhasil menghancurkan Ravrindra. Ravrinda terlihat langsung
keluar dari sekolah dan menuju ke parkiran motor. Rayna menyusul Ravrinda, tapi Ravrinda
mengacuhkannya.

Ravindra langsung keluar dari lingkungan sekolah mengendarai motornya. Ia melaju dengan
sangat cepat bahkan ia menerobos lampu merah. Tanda ia sadari dari samping, melaju juga sebuah motor
dengan kecepatan tinggi. Motor tersebut mengklelakson terus-menerus, namun Ravrinda terlambat
menyadari motor tersebut. Seketika terjadi motor yang dikendarai Ravrinda ditabrak dari samping dengan
kecepatan yang tinggi juga. Ravrinda terpental dan melambung tinggi hingga mendarat di sisi jalan.
Namun sayangnya kepalanya terbentur trotoar. Orang-orang yang berada di sekitar situ langsung
mengerumuninya dan berusaha menolongnya. Namun Tuhan berkehendak lain. Saat Ia berusaha dilarikan
ke rumah sakit, ia meregang nyawa di dalam ambulance.

Saat aku sedang di dalam pelajaran, mungkin sekitar 30 menit dari istirahat, tiba-tiba seorang
guru masuk ke kelas sambil menangis.

“Ravrindra sudah tidak ada. Ia tewas di dalam kecelakaan yang terjadi saat dia pulang secara
tiba-tiba tadi” seru guru tersebut dengan tersendak.

Mendengar hal itu, kelas langsung dipenuhi oleh tangisan para murid yang lain. Aku yang
mendengar itu sontak terdiam. Aku termenung seakan tak menyangka bahwa apa yang kulakukan telah
membunuh sahabat ku sendiri hanya karena cinta. Aku bodoh dan hanya memikirkan egoku sendiri.
Tiba-tiba keluar air mata dari mataku, aku tak kuasa menahan tangis dalam diriku. Aku keluar dari kelas
dan langsung menuju ke tempat dimana jenazah Ravrinda berada. Di tengah perjalanan, aku hanya bisa
menangis dan menyesal akan apa yang telah aku lakukan. Aku memukul diriku sendiri dalam tangisan.

“Mengapa aku sangat bodoh! Bodoh ! Bodoh !” seruku sambil memukuli stang motor yang ku
kendarai.

Bahkan teriakanku mengalahkan suara berisiknya kendaraan yang ada di jalanan. Aku
mendapatkan info bahwa jenazah Ravindra sudah ada di rumah duka. Setibanya aku tiba di rumah duka,
aku memasuki ruangan dan melihat Ravrinda sudah berbaring tenang. Aku langsung tersungkur dan
menangis tersedu-sedu. Orang tua Ravrinda menghampiriku dan menyuruh ku duduk. Sambil duduk, aku
tak bisa berhenti menangis. Lalu aku menoleh ke samping dan melihat ada tas Ravrinda di sana yang
berlumuran darah. Aku mengambil tas tersebut dan membukanya. Terlihat selembar kertas yang
bertuliskan namaku. Aku mengambil kertas itu dan membacanya. Tulisannya benar-benar menunjukkan
ciri khas dari dirinya.

Ray…..
Entah apa yang membuat kamu menjadi sangat dingin kepadaku

Aku benar-benar tidak mengerti, sebenarnya apa yang terjadi ?

Aku meminta maaf jika aku telah berbuat salah kepadamu

Aku harap kita tetap bisa menjadi teman seperti sediakala

Namun jika kamu tidak bersedia, aku akan tetap menerimanya

Terima kasih untuk semuanya ! Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya.

Meskipun kamu mungkin akan melupakanku, namun satu hal yang pasti

Aku tidak akan pernah melupakanmu.

Anda mungkin juga menyukai