Anda di halaman 1dari 50

DRAFT MODUL

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR


(MER 2015)

Oleh
Dr. Dwi Purnomo, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
IKIP BUDI UTOMO MALANG
TAHUN 2021

MBKM  Pengembangan Bahan Ajar Matematika : Dwi i


Purnomo
DISUSUN DAN DISIAPKAN UNTUK
KEGIATAN MERDEKA BELAJAR KAMPUS
MERDEKA

KATA PENGANTAR

MBKM  Pengembangan Bahan Ajar Matematika : Dwi ii


Purnomo
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah swt. atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulisan draft modul Pengembangan Bahan Ajar
Matematika dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya walaupun naskah belum secara lengkap dapat digunakan sebagai modul
yang dapat digunakan sebagai bacaan mahasiswa.
Draft modul Pengembangan Bahan Ajar Matematika ditulis dengan maksud
sebagai bekal bagi mahasiswa sebagai calon guru dalam mengaplikasikan 4
kompetensi guru yang harus dimilikinya terutama yang berkaitan dengan kompetensi
Paedagogi dan kompetensi Profesional. Selain maksud tersebut penulisan draft
modul adalah sebagai bentuk komitmen penulis sebagai dosen pembina mata kuliah
Pengembangan Bahan Ajar Matematika dalam rangka kegiatan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu kegiatan Merdeka Belajar
Kampus Merdeka (MBKM) tahun 2021 yang melibatkan dosen dan mahasiswa antar
perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
Dengan terselesaikannya penulisan draft modul Pengembangan Bahan Ajar
Matematika, patut kiranya penulis untuk menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses pengumpulan sumber-sumber penulisan sampai
dengan proses akhir pengeditan untuk selanjutnya didistribusikan kepada mahasiswa
yang memerlukan. Penghargaan dan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada
rekan-rekan di program studi pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan Ilmu
Eksakta dan Keolahragaan IKIP Budi Utomo Malang juga para mahasiswa yang
telah menjadi inspirasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan draft modul.
Tegur dan sapa sangat penulis harapkan sehingga, kelak draft modul yang
sederhana ini dapat diperbaiki untuk dijadikan salah satu bahan acuan mahasiswa
dalam mengikuti kegiatan perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika
pada khsususnya atau di dunia kependidikan pada umumnya.
Malang, 1 September 2021
Penulis

Dwi Purnomo

DAFTAR ISI

MBKM  Pengembangan Bahan Ajar Matematika : Dwi iii


Purnomo
Halaman

Halaman Sampul i
............................................................................................
Halaman ii
Judul ...............................................................................................
Logo ……………………………………………………………………….. iii
Kata iv
Pengantar ...............................................................................................
Daftar v
Isi .......................................................................................................
Halaman Persembahan …………………………………………………….. vi
Bab I PENDAHUUAN
1.1 Teori Sebagai Pendukung Pembelajaran 1
……….......................................
1.2 Fungsi 2
Teori .............................................................................................
1.3 Definisi Beberapa 5
Istilah ..........................................................................
1.4 Bagaimana Teori Di 8
Bangun ...................................................................
1.5 Verifikasi 10
Teori ........................................................................................
Bab II BAHAN AJAR PEMBELAJARAN
2.1 Bahan Ajar 13
………………………..........................................................
2.2 Jenis-jenis Bahan Ajar 14
………………………………………………......
2.3 Langkah Penyusunan Bahan Ajar ……….............................................. 15
2.4 Menyusun Peta Bahan Ajar 16
…………………………………..................
2.5 Kriteria Menyusun Bahan Ajar
………………………………………....

MBKM  Pengembangan Bahan Ajar Matematika : Dwi iv


Purnomo
MBKM  Pengembangan Bahan Ajar Matematika : Dwi v
Purnomo
MBKM  Pengembangan Bahan Ajar Matematika : Dwi vi
Purnomo
BAB I
PENDAHULUAN

Bagian awal draft modul Pengembangan Bahan Ajar Matematika membahas


beberapa dan teori yang mendukung dibuatnya bahan ajar matematika dalam
pembelajaran, baik di kelas maupun di kelas. Hal ini dimaksudkan agar kelak ketika
mahasiswa menjadi guru yang sesungguhnya dan berhadapan dengan siswa betul-
betul dapat mengimplementasikan kompetensi yang dimilikinya, terutama
kompetensi Paedagogi dan kompetensi professional. Untuk memudahkan bagi
pembaca, dalam bab I sebagai bagian awal draft modul Pengembangan Bahan Ajar
Matematika mengupas beberapa hal yang berkaitan antara lain berkaitan dengan (1)
Teori sebagai Pendukung Pembelajaran, (2) Fungsi Teori, (3) Definisi Beberapa
Teori, (4) Bagaimana Teori di Konstrukis, dan (5) Verifikasi Teori.

Tujuan Umum:
Setelah mempelajari materi pada Bab I, mahasiswa diharapkan dapat
memahami konsep teori sebagai pendukung kegiatan pembelajaran dengan
mengukuti pola piker secara deduktif atau indukstif. Selain itu mahasiswa dapat
mengaplikasikan teori ke dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan siswa,
baik di kelas maupun di luar kelas pada tingkat satuan pendidikan tertentu..

Tujuan Khusus
Secara lebih khusus, setelah mempelajari materi Bab I diharapkan
mahasiswa:
1. Dapat mendefinisikan kembali pengertian teori sebagai pendukung kegiatan
pembelajaran;
2. Dapat menjelaskan beberapa konsep yang berkaitan dengan fungsi teori;
3. Dapat mendefinisikan beberapa istilah yang berkaiatan dengan teori dalam
pembelajaran;
4. Dapat menjelaskan langkap dan tahapan teori dapat dibangun sebagai penduung
kegiatan pembelajaran;
5. Dapat menjeleskan konsep pengembangan teori secara bertahap berdasartkan
pendekatan induktif dan deduktif.
1.1 Teori sebagai Pendukung Pembelajaran
Hal terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah bagaimana metode dan

model pembelajaran yang digunakan, teori pendukung sebagai pembangun ide dan

gagasan yang dapat muncul dalam setiap pembelajaran yang dilakukan serta strategi

apa yang mendasari pelaksanaannya. Oleh karena itu pengembangan bahan ajar

dalam matematika perlu diperhatikan oleh setiap calon guru atau bahkan guru

sekalipun. Untuk sampai pada maksud dan tujuan tersebut, diawal pembahasan Bab I

dalam bahan ajar ini terlebih dahulu dibahas tentang pengertian teori, mengapa kita

membutuhkan teori, apa fungsi teori, serta bagaimana suatu teori dapat membangun

pengetahuan melalui suatu pembuktian dan verifikasi. Fakta tersebut diharapkan

memberikan pengetahuan kepada mahasiswa calon guru serta mempunyai acuan

sebagai kerangka berpikir untuk menentukan langkah selanjutnya. Snelbecker dalam

bukunya menyatakan, perumusan teori bukan hanya penting, akan tetapi sebagai

sesuatu yang sangat vital bagi psikologi dan pendidikan sehingga menjadi maju dan

berkembang. Dengan teori juga dapat dipecahkan masalah-masalah yang ditemukan

dalam bidang pendidikan, terutama selama pembelajaran berlangsung.

Contoh.
1. Materi penjumlahan berulang sering dianggap sebagai susuatu yang tidak

menurut siswa walaupun secara nyata prosesnya berbeda. Bagi sebagian siswa

dainggapnya bentuk perkalaian 4x6 sebagai bentuk penjumlahan berulang

4+4+4+4+4+4 pada hal penulisan 4x6 = 6+6+6+6 dan 4+4+4+4+4+4 = 6x4.

Memang bahwa hasinya adalah sama yaitu 24 tetapi secara proses adalah salah
jika 4+4+4+4+4+4 = 4x6. Dengan demikian masih diperlukan pengetahuan dan

wawasan baru sehingga dikemudian hari tidak terjadi kesalahan konsep.

2. Hal lain yang juga masih sering terjadi adalah tentang pembelajaran konsep

lingkaran

r r

22
K=π . d= d
Pada pembelajaran konsep keliling lingkaran ditulis 7

Demikian pula konsep dengan luas lingkaran ditulis


L=πr 2 = (227 ) r 2

Penulisan keliling dan luas lingkaran seperti bentuk diatas menunjukkan bahwa

22 22
π= π≠ .
konstanta 7 . Konsep ini yang diluruskan kembal bahwa 7

22
Hal ini dikarenakan π adalah bilangan tidak rasional sedangkan 7 adalah

bilangan rsional.

3. Ketika membelajarkan bahan ajar soal ceritera hendaklah seorang guru atau calon

guru dapat mengedepankan konsep kontekstual dan tekstual. Kontekstual artinya

bentuk soal dikondisikan dengan lingkungan sekitar anak, dan diharapkan untuk

dapat mengurangi bentuk soal ceritera yang bersifat tektual. Dengan demikian

untuk membuat soal ceritera pada siswa sekolah dasar dapat dikondisikan dengan
lingkungan anak dimana bertempat tinggal. Artinya ketika di lingkunan tidak ada

suatu objek maka jangan dijadikan subjek tersebut sebagai materi soal ceritera.

4. Materi Sistem Persamaan Linear dengan dua Peubah (SPLDV) yang diberikan

pada siswa di satuan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, hendaknya

teori tentang cara menyelesaikan SPLDV harus dipahami dengan baik oleh

seorang guru atau calon guru. Bahwa selesaian sistem persamaan tersebut dapat

dijelaskan dengan cara susbstitusi, eliminasi, grafik. Ketiga cara dalam

menentukan selesaian sistem persamaan linear dua peubah tersebut akan

menghasilkan jawaban akhir yang sama. Namun demikian jika dikaitkan dengan

Aljabar Linear bahwa sistem persamaan linear ada yang konsisten dan tidak

konsisten. Yang konsisten dapat bersifat trivial (mempunyai satu jawab) atau

untrivial (mempunyai banyak jawab)

Sistem persamaan linear dengan dengan dua peubah dibawah ini

{2 x+y=5¿¿¿¿
Akan menghasilkan x = 2 dan y=1 sebagai selesaiannya baik menggunakan cara

substitusi, eliminasi atau menggambar grafik

Tugas kita sebagai guru dapat mengembangkannya menjadi soal yang berbentuk:

a.
{2 x−y=1¿¿¿¿ atau

b.
{ x+3y=4¿¿¿¿
Untuk bahan ajar Sistem Persamaan Linear dengan Tiga Peubah di satuan

pendidikan Sekolah Lanjutan Atas tentu akan lebih banyak cara yang dapat
digunakan untuk menyelesaikannya. Para mahasiswa dapat mempelajarinya

kembali sebagai latihan dan penguatan serta apersepsi.

n
5. Ketika guru menjelaskan bahan ajar tentang bentuk perpangkatan (a+b )

Penjelasannya dapat dimulai dengan konsep sederhana

( a+b )0 =1
( a+b )1=a+b
( a+b )2=a2 +2 ab+b2
( a+b )3 =a3 +3 a2 b+3 ab 2 +b3
( a+b )4 =a 4 +4 a3 b+6 a2 b2 +4 ab3 +b 4
................................................................
( a+b )n =(0n )a n b0 +(1n )a n−1 b1 +(2n )a n−2 b2 +(3n )a n−3 b 3 +. ..+(nn−1 )a1 b n−1 +(nn )a0 bn
n
n!
∑ (ni )an−i b i (ni )=C n i=
i=0 dengan (n−i)!i!

Selanjutnya guru atau calon guru dapat mengembangkannya menjadi berbagai

macam bentuk soal, misalnya:

1. (2 x− y )4 =( x+(− y ))4 =2x

y 7
2.
( )
x+
3
=. . .

4
3. Suku ke 4 dari (2 x− y) adalah ...

6
4. Suku ke 6 dari ( x+2 y ) adalah ...

dan seterusnya.

Bila kita baca sejarah ilmu pengetahuan, kemajuan-kemajuan yang ada di

dalamnya telah dicapai karena para ahli yang terlibat dalam menyusun gagasan selalu
mendasarkan pola pikirnya pada suatu teori tertentu. Dengan teori tersebut maka

lahirlah teori-teori baru yang sebelumnya tidak ada dan munculnya ide-ide baru

sebagai pembangun konsep, disamping itu teori juga menyebabkan suatu eksperimen

dilakukan dan dengan eksperimen dihasilkan peningkatan pengetahuan dan

pemahaman. Walaupun apa yang dihasilkan oleh psikologi dan pendidikan tidak

sehebat bidang ilmu yang lain dan teori yang ada tidak serta merta didukung oleh

data-data empiris, namun pernyataan-pernyataan empiris inilah yang lebih

mempunyai dampak dari fakta-fakta yang terpisah, bagimanapun prosedur-prosedur

sebagai langkah dalam penelitian telah dilakukan dan dilaksanakan sesuai aturan

penentunya. Dengan demikian tidak berarti bahwa observasi empiris kurang penting

daripada teori, atau ekperimen harus dilakukan untuk pertimbangan-pertimbangan

teoritis murni. Ilmu pengetahuan berkembang bila teori dan observasi empiris

berjalan seiring dengan cara saling menguntungkan. Teori menunjukkan pertanyaan-

pertanyaan yang paling bermakna untuk diajukan, dan observasi menunjukkan

dimana terletak kekurangan dari teori. Keduanya harus selalu ada, teori-teori yang

kurang sekali berlandaskan observasi sama tidak berartinya dan berbahayanya

dengan kenyataan-kenyataan yang kurang sekali berkaitan dengan teori.

1.2 Fungsi Teori

Teori sebagi pembangun ide dalam ilmu pengetahuan mempunyai beberapa

fungsi. Fungsi tersebut antara lain untuk membuat prediksi, mensistematikkan

penemuan-penemuan, melahirkan hipotesis-hipotesis, dan pada akhirnya dapat

memberikan penjelasan terhadap bidang ilmu pengetahuan tersebut.

1) Teori untuk Membuat Prediksi


Suatu teori dapat digunakan untuk melakukan prediksi, fungsi ini mirip

dengan fungsi teori untuk melahirkan hipotesis tetapi dengan implikasi yang lebih

kuat. Suatu teori bukan hanya membawa ilmuwan pada pengajuan pertanyaan-

pertanyaan yang mungkin akan berguna, melainkan juga teori itu dapat

memperlihatkan apa yang diharapkannya untuk ditemukan, bila ia telah melakukan

eksperimen atau percobaan-percobaan.

Sebagai contoh dapat dikemukakan teori Newton. Teori ini memprediksi

adanya planet-planet yang pada saat itu belum terdeteksi. Dengan menggunakan teori

Newton, dan dengan mengamati orbit-orbit dari planet yang telah dikenal, dapat

diprediksikan bahwa harus ada planet-planet pada kedudukan-kedudukan tertentu

terhadap matahari. Dengan cara ini akhirnya planet-planet luar yang lainnya

ditemukan. Demikian pula pada suatu saat dalam masa perkembangan teori genetika

diprediksi adanya kromosom-kromosom, walaupun kromosom-kromosom ini tidak

pernah diamati dengan mikroskop.

Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa kenyataan-kenyataan tertentu

ditemukan hanya sesudah (dan mungkin juga hanya karena) teori yang mempre-iksi

adanya kenyataan-kenyataan itu telah ditemukan.

2) Teori untuk Mensistematikkan Penemuan-penemuan

Suatu teori dapat digunakan untuk mensistematikan penemuan-penemuan

penelitian dan memberikan arti pada peristiwa-peristiwa yang kelihatannya seperti

ada hubungannya. Jumlah penelitian yang dilakukan dalam bidang pendidikan dan

psikologi sangat banyak, sering ditemukan beberapa hal yang bertentangan dalam

penelitian tersebut. Hal yang sama juga dapat terjadi jika kita mengamati suatu

keadaan yang bersifat sambil lalu. Kompleksnya perilaku yang diperlihatkan oleh
seseorang dalam suatu hari, apalagi prilaku yang diperlihatkan oleh satu kelas, tentu

akan mengejutkan. Dilihat sepintas keanekaragaman sikap tersebut seperti tidak

berarti. Suatu teori dapat menunjukkan bagaimana mengurangi kekomplekan sikap

tersebut sehingga dapat dilakukan analisis, juga memperlihatkan bagimana hasil-

hasil dari berbagai ekeperimen tersebut cocok satu sama lain.

Untuk menjelaskan kegunaan teori di atas secara konkrit, marilah kita ambil

teori warna. Persepsi warna dalam dunia tampak ditentukan oleh kekomplekan

permukaan yang begitu rumit. Dalam berbagai teori warna yang telah dirumuskan,

misalnya teori Young-Helmholz kekomplekan ini dianalisis sebagai hasil interaksi

dari sejumlah reseptor warna dasar (biasanya tiga warna) yang terdapat dimata. Teori

ini bukan hanya menyederhanakan, dan dengan demikian membantu pemahaman,

melainkan juga dengan adanya teori ini dapat diatur sejumlah besar fenomena

menjadi satu skema yang koheren, misalnya buta warna.

Kegunaan semacam ini dari suatu teori menunjukkan salah satu keuntungan

yang dimiliki dibandingkan dengan sekumpulan fakta-fakta.

3) Teori Melahirkan Hipotesis

Suatu teori merupakan generator yang tidak ternilai dari hipotesis-hipotesis

dalam penelitian. Salah satu kegunaan teori adalah untuk menyampaikan pada para

ilmuwan dimana mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Suatu teori

yang baik dapat menghemat usaha-usaha yang tidak berguna dengan menunjukkan

dimana kiranya terletak keuntungan jika dilakukan penelitian. Nilai heuristika yang

dimiliki oleh teori ini sangat penting untuk melakukan penelitian pada berbagai

tingkatan.
Marilah kita perhatikan kembali teori warna. Pada awalnya ditemukan teori

ini hanya terdapat tiga warna warna dasar, para peneliti terus melakukan penelitian

atas dasar psikologi seolah-olah ada warna lain yang akan muncul dan sifatnya

belum diketahui. Akhirnya dapat ditemukan berbagai warna dengan berbagai

tingkatan yang dasarnya adalah suatu teori.

Namun demikian harus tetap diperhatikan keuntungan teori ini dapat ditinjau

dari dua segi yaitu suatu teori yang kurang baik konstruksinya, atau suatu teori yang

salah dalam pokok-pokok dasarnya sehingga dapat menimbulkan pertanyaan-

pertanyaan yang salah atau dapat menyebabkan suatu penelitian yang tidak terarah.

4) Teori untuk Memberikan Penjelasan

Suatu teori dapat digunakan untuk menjelaskan sehingga dapat digunakan

untuk menjawab pertanyaan “mengapa”. Misalnya mengapa siswa dalam setiap

kegiatan pembelajaran mempunyai kemampuan yang berbeda, mengapa kayu yang

dibakar menjadi arang, mengapa dua warna yang dicampur akan menimbulkan warna

lain dan sebagainya. Banyak kejadian di dunia ini ditentukan atau disebabkan oleh

faktor-faktor yang tidak diketahui, atau diketahui tetapi hanya sebagian-sebagaian.

Dengan demikian perlu penjelasan yang sifatnya teoritis.

Fungsi teori memberikan penjelasan luas sekali maknanya dan tidak jarang

disalahgunakan. Setiap kejadian dapat dijelaskan oleh suatu teori selama penjelasan

tersebut masuk akal atau paling sedikit melibatkan kejadian yang diamati. Suatu teori

yang adekuat bukan hanya menjelaskan dengan cara post hoc, melainkan dengan

cara menghubung-hubungkannya dengan beberapa kejadian, kejadian yang satu

dikaitkan dengan kejadian yang lain. Suatu teori merupakan generator penjelasan-
penjelasan. Dengan demikian fungsi teori yang dapat memberikan penjelasan

mendekati fungsi teori yang sifatnya mensitematikkan penemuan-penemuan.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan tentunya masih banyak kegunaan-kegunaan

ldari suatu teori. Tanpa membahas semuanya, jelas terlihat bahwa teori merupakan

alat yang ampuh bagi seorang ahli. Snelbecker (1974) mengemukakan bahwa

konstruksi teori merupakan suatu bagian dari keberlangsungan pendidikan dan

psikologi, apakah yang diamati tersebut suatu proses belajar misalnya atau suatu

individu. Bahwa manusia itu belajar merupakan fakta yang nyata. Yang tidak jelas

adalah bagaimana manusia itu belajar atau mengapa manusia itu belajar. Dengan

teori belajar pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terjawab. Namun perlu diingat

bahwa bagaimanapun baiknya atau inklusifnya suatu teori, tidak setiap masalah dapat

dipecahkan oleh teori tersebut. Tetapi tanpa teori sering kita tidak tahu kemana dan

dimana kita harus memulai sesuatu.

1.3 Definisi Beberapa Istilah

Dalam bagian ini akan diberikan definisi beberapa istilah yang banyak

digunakan dalam pendidikan dan psikologi dan ditemukan dalam bahan ajar, diantara

istilah tersebut adalah teori, hipotesis, model, konstruk, hukum dan prinsip.

a. Teori

Secara umum, teori berarti sejumlah proposisi-proposisi yang terintergarsi

secara sintaktik. Artinya sekumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu

yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan yang lain dan

juga pada data yang diamati. Selanjutnya digunakan untuk memprediksi dan

menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati.


b. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu pernyataan tentang hubungan yang diduga antara

variabel-variabel. Tidak seperti teori, hipotesis tidak perlu merupakan hasil dari suatu

sistem yang tersusun dari proposisi-proposisi, hipotesis itu hanya menyatakan bahwa

suatu observasi mendatang akan mempunyai bentuk tertentu. Pernyataan ini pada

umumnya terbagi menjadi 2 kategori, pertama hubungan itu bersifat korelatif (suatu

perubahan dalam x secara sistematis berhubungan dengan suatu perubahan dalam y),

kedua hubungan tersebut bersifat causatif atau seba akibat (suatu perlakuan terhadap

y mengakibatkan perubahan pada y).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa antara teori dan

hipotesis terdapat suatu hubungan. Semua pernyataan teoritis merupakan perdefinisi

hipotesis, bila para imuwan menerima teori-teori ini sebagai pernyataan-pernyataan

yang tentantif dalam pencarian yang tidak ada hentinya tentang penjelasan yang lebih

teliti mengenai bidang studi. Namun demikian setiap hipotesis tidak perlu diturunkan

dari suatu teori.

c. Model

Model merupakan suatu analog konseptual yang digunakan untuk

menyarankan bagaimana meneruskan penelitian empiris sebaiknya tentang suatu

masalah. Jadi model adalah suatu struktur konseptual yang telah berhasil

dikembangkan dalam suatu bidang dan sekarang diterapkan, terutama untuk

membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, dan biasanya dalam bidang

yang belum begitu berkembang.

Terdapat beberapa bentuk model, diantaranya yang paling banyak digunakan

adalah model-model fisika, model-model komputer, dan model-model matematika.


Biasanya setiap model mempunyai sifat “Jika ... maka ... “, dan model-model

tersebut terikat pada suatu teori.

d. Konstruk

Konstruk-konstruk merupakan jantung teori, konstruk merupakan semacam

konsep. Seperti semua konsep, konstruk menyajikan suatu kategorisasi atau

klasifikasi dari benda-benda atau kejadian sehingga dengan satu simbul sejumlah

observasi-observasi konkrit dapat dilakukan.

Sebagai suatu konstruk, intelegensi banyak artinya dan tergantung pada

ilmuwan tertentu. Bila seorang mendefinisikan intelegensi sebagai sesuatu seperti

“jumlah neuron-neuron dalam korteks” atau “penggunaan DNA yang lebih cepat”

maka orang ini jelas menggunakan konsep tersebut sebagai suatu hipotesis.

Sebaliknya suatu definisi seperti “ intelegensi adalah sesuatu yang diukur oleh tes

intelegensi”. Adalah jelas merupakan suatu contoh variabel pengganggu. Walaupun

kedua hal yang dibahas di atas mewakili kasus-kasus yang ekstrim dan mungkin

tidak representatif, soalnya sama bila kita membicarakan konstruk-konstruk

psikologi yang lain. “Belajar” dapat berarti sesuatu yang dipandang dari segi

fisiologis, dan dapat pula dipandang dari segi prilaku. Pada umumnya apakah

seorang ilmuwan menggunakan pendekatan variabel terganggu, atau konstruk

hipotesis, itu tergantung pada kesukaan probadi illmuwan dalam mengkonstruk suatu

teori.

e. Hukum dan Prinsip


Suatu hukum merupakan suatu pernyataan tentang suatu hubungan antara

variabel-variabel dan kemungkinan terjadinya hubungan tersebut begitu tinggi,

sehingga dapat dikatakan bahwa variabel-variabel tersebut saling bergantung.

Suatu prinsip merupakan pernyataan tentang hubungan yang dapat dikatakan

mempunyai dasar empiris, namun belum dapat disebut sebagai suatu hukum. Hal ini

dikarenakan prinsip tersebut belum mendasar atau belum cukup mantap. Banyak para

ahli psikologi dan ahli pendidikan menggunakan istilah hukum dan prinsip saling

bergantian.

Untuk merangkum berbagai definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa

teori merupakan istilah yang paling inklusif dan umum, sedangkan istilah lain dapat

diturunkan dari istilah teori tersebut.

1.4 Bagaimana Teori di Konstruksi?

Ada asumsi, bahwa seakan-akan metode-metode untuk mengkonstruksi teori-

teori ini mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan secara umum

disetujui. Walaupun ada aturan-aturan bagaimana mengkonstruksi suatu teori, namun

tidak disangsikan bahwa cara untuk mengkonstruksi teori merupakan suatu proses

yang sifatnya sangat individual dan tidak dapat dimasukkan satupun dalam

klasifikasi.

Perlu diingat bahwa setiap pernyataan tentang bagaimana suatu teori itu

dikonstruksi, sangat disederhanakan, dan hanya mewakili dalam keadaan umum,

sekali-kali tidak khas bagi seseorang yang sebenarnya mengkonstruksi teori tersebut.

Dalam hal in terdapat dua metode dalam mengkonstruksi suatu teori, yaitu metode

deduktif dan induktif.


a. Konstruksi teori secara Deduktif

Ilmuwan deduktif dalam bekerjanya berangkat dari hal yang sifatnya umum

ke khusus. Ia membangun teori yang kelihatannya logis dengan dasar a priori.

Kemudian teori tersebut diuji dengan melakukan eksperimen yang sifatnya

ditentukan oleh teori tersebut. Dalam teori semacam ini mula-mula dirumuskan

sekumpulan asumsi-asumsi dasar atau postulat-postulat dengan memperhatikan

faktor-faktor tertentu yang sudah dikenal. Selanjutnya dari postulat dikeluarkan

hipotesis atau teorema-teorema. Hipotesis-hipotesis ini selanjutnya diuji dan

hipotesis yang bernilai benar dipertahankan. Dengan cara yang sama, postulat-

postulat yang menghasilkan teorema atau hipotesis yang terbukti benar tetap

dipertahankan, sehingga selama periode tertentu teori ini mengalami koreksi sendiri.

Pada umumnya ini adalah ciri-ciri teori deduktif.

Teori deduktif selalu berada dalam proses koreksi, dan karena itu banyak

meminta dilakukan penelitian-penelitian. Masalahnya dengan teori semacam ini ialah

jika sebagian besar dari postulat tersebut tidak benar, teori akan menyebabkan

dilakukannya penelitian yang sedikit tidak berguna.

b. Konstruksi teori secara Induktif

Menurut cara ini, teori-teori menjadi generalisasi–generalisasi dari fakta-fakta

empiris. Ilmuwan induktif bekerja dari khusus ke umum, menyusun sistem-sistem

yang memperhatikan hasil penelitian yang telah diuji berkali-kali. Selanjutnya

menyusun sistem-sistem yang lebih tinggi tingkatnya sebagai generalisasi dari teori

sederhana, akhirnya merumuskan suatu teori yang dapat mencakup semua

pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Pendekatan semacam ini mempunyai

keuntungan, yaitu orang yang mengkonstruksi teori ini tidak pernah jauh dari
pernyataan-pernyataan yang “kebenarannya” cukup valid. Namun demikian

konstruksi induktif mempunyai kelemahan yaitu menyebabkan timbulnya teori-teori

yang rendah tingkatnya. Diantaranya ada yang tidak khas, fungsinya bertumpang

tindih satu sama lain.

c. Keadaan Sekarang

Dua cara konstruksi teori yang telah dikemukakan di atas sebenarnya merupakan

dua hal yang ekstrim. Ilmuwan pada umumnya ada yang suka dengan deduktif, tetapi

ada juga yang menyukai konstruksi induktif. Pilihan antara metode deduktif dan

induktif didasarkan atas keyakinan tentang “hal-hal yang diketahui” dalam

bidangnya. Bila seseorang merasa bahwa bidang psikologi ada fakta-fakta tertentu

yang sudah mantap sekali, dan sudah ada cukup pemahaman tentang bekerjanya

proses-proses dasar psikologi,maka penggunaan pendekatan deduktif dibenarkan.

Sebaliknya, bila seseorang kurang yakin akan nilai-nilai ilmiah dari data psikologi

yang ada, maka pendekatan induktif akan lebih baik. Dalam bidang psikologi ada

ilmuwan yang secara sengaja mengunakan kedua pendekatan sekaligus dalam

penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Mereka ini disebut para

fungsionalis. Pendekatan para fungsionalis dalam konstruksi merupakan ciri khas

psikologi dewasa ini.

1.5 Verifikasi Teori

Pada suatu saat mungkin timbul suatu pertanyaan tentang “kebenaran” suatu

teori yang telah dirumuskan. Sebenarnya yang menjadi masalah bukan kebenaran

teori, melainkan yang ingin diketahui apakah teori tertentu relatif lebih baik daripada

teori yang lain, dan apakah bagian tertentu dari suatu teori memerlukan perbaikan.
Oleh karena itu untuk menguji (memverifikasi) suatu teori dapat dilakukan dengan

cara sintaks, semantik, dan persimoni.

a. Secara Sintaks

Salah satu tes suatu teori adalah apakah teori tersebut secara internal konsisten

dan logis. Oleh karena semua teori disusun atas dasar postulasi hubungan antara

konstruk-konstruk, maka dari seorang ilmuwan diminta bahwa teorinya tunduk pada

aturan-aturan sintaktik dimana ilmuwan tersebut memperlihatkan bahwa konstruk-

konstruk yang digunakannya dalam teorinya dapat saling dihubungkan dan akhirnya

dihubungkan pada data sebenarnya. Aturan-aturan ini dapat bersifat matematis atau

verbalistis. Ketelitian secara sintaktik lebih diharapkan dari sains daripada psikologi

atau pendidikan, terutama sintaks matematik. Psikologi lebih banyak menggunakan

sintaks verbalistik karena sifat keilmuannya.

b. Secara Semantiks

Suatu teori terutama diuji apakah teori tersebut membuat generalisasi-

generalisasi yang benar dan prediksi yang valid. Hal ini disebut semantiks. Pada

dasarnya suatu teori dapat lulus atau gagal pada saat diuji secara eksperimen. Hal ini

berarti bahwa suatu teori harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat diuji.

Hal inilah yang merupakan masalah yang ditemukan berulang kali dalam menilai

“kebenaran” suatu teori.

Eksperimen akan banyak digunakan untuk mengetahui nilai relatif dari suatu

teori terhadap teori yang lain. Suatu teori dinilai lebih dari teori lainnya bila kedua

teori ini membuat prediksi-prediksi yang berbeda dan bukti-bukti empiris lebih

menyokong prediksi-prediksi dari teori yang satu dibandingkan dengan prediksi yang

berasal dari teori lainnya. Inilah yang disebut tes semantik suatu teori. Dalam
kenyataannya setelah dilakukan eksperimen hanya sedikit kasus yang menunjukkan

bahwa suatu teori jelas lebih unggul dari teori lainnya. Sering para peneliti

menafsirkan suatu bukti yang negatif dari tes semantik. Hal ini merupakan suatu

petunjuk bahwa masih banyak penelitian dilakukan dan bukan sebagai suatu tanda

bahwa teori ini tidak boleh digunakan lagi. Para peneliti itu dapat memutuskan

bahwa konsep yang mereka teliti mungkin berpengaruh pada proses-proses belajar,

akan tetapi mungkin mereka menemukan masalah dalam “definisi operasional.

Dalam hal ini mungkin diperlukan alat ukur yang lain atau variabel-variabel lain

yang harus diteliti. Misalnya dalam pendidikan dilakukan penelitian tentang

pengaruh umpan balik dalam belajar. Jika kesimpulan yang diambil bahwa umpan

balik belum diberikan secara jelas pada subjek, atau umpan balik diberikan terlalu

sering maka penelitian baru harus direncanakan dan dilakukan.

Hal lain yang juga harus diperhatikan ialah bagaimana “sempurnanya” prediksi

seharusnya dalam suatu teori. Tentang hal ini terdapat dua konsepsi yaitu klasik dan

probabilistik. Konsep klasik beranggapan bahwa seseorang dapat membuat prediksi

yang sempurna dan menghasilkan penjelasan yang tidak dapat disangkal. Konsep

probabilistik menekankan bahwa kita akan memperoleh derajat ketelitian tinggi

dalam membuat prediksi, tetapi kita tidak mengharapkan akan mempunyai ketelitian

sempurna dalam memprediksi. Kedua konsepsi di atas diperdebatkan dalam sains

dan filsafat sains beberapa tahun terakhir. Posisi klasik disebut juga posisi

“diterministik”.

Posisi apapun yang dianut oleh seseorang tentang hal ini, namun tes yang penting

tentang teori adalah sejauh mana prediksi yang dihasilkan suatu teori ditunjang oleh

bukti empiris.
c. Parsimoni

Yang kurang penting bila dibandingkan dengan kedua tes tentang teori yang telah

diuraikan di atas adalah parsimoni. Aturan ini mengemukakan bahwa bila dua teori

kelihatannya sama sahihnya ditinjau dari segi semantik maupun sintaktik, maka teori

yang lebih sederhana yang diterima.

Dalam psikologi dan pendidikan pada kenyataannya parsimoni tidak begitu

menjadi masalah, hal ini dikarenakan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang

belum terjawab mengenai kesachihan semantik dari sebagian besar teori-teori dalam

kedua bidang ini

Selain ketiga tes tersebut yang telah dikemukakan di atas, masih ada beberapa

cara dalam memverifikasi teori. Dengan kriteria yang ada, perlu ditegaskan bahwa

yang penting bukannya untuk menemukan suatu teori yang benar atau dipercaya atau

sempurna, melainkan untuk menemukan suatu teori yang lebih baik.


BAB II
BAHAN AJAR

Konsep yang berkaitan dengan Pengembangan Bahan Ajar Matematika


meliputi (1) Bahan Ajar, (2) Jenis-jenis Bahan Ajar, (3) Langkah dalam Penyusunan
Bahan Ajar, (3) Menyusun Peta Bahan Ajar, dan (5) Kriteria Penyusunan Bahan
Ajar. Pada Bab II drat modul konsep-konsep tersebut diperikan dengan memberikan
beberapa contoh yang dapat diaplikasi selama pembelajaran berlangsung. Dengan
demikian calon mempunyai bekal untuk dapat menyiapkan dan membuat bahan ajar
dalam pembelajaran Matematika.

Tujuan Umum:
Setelah mempelajari Bab II, mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep
bahan ajar dan cara mengembangkannya sehingga dapat merencanakan, membuat,
menyiapkan dan mengaplikasikan bahan tersebut pada tingkat satuan pendidikan
tertentu.

Tujuan Khusus
Secara lebih khusus, setelah mempelajari materi Bab I diharapkan
mahasiswa:
1. Dapat merencanakan bahan ajar yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan
tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.
2. Dapat membuat bahan ajar yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan
tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.
3. Dapat menyiapkan bahan ajar yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan
tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.
4. Dapat menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan
tertentu berdasarkan kurikulum yang berlaku.

2.1 Bahan Ajar


Bahan ajar merupakan salah satu bagian penting dalam proses pembelajaran.
Mulyasa (2006) menyatakan bahwa bahan ajar merupakan salah satu bagian dari
sumber ajar yang dapat diartikan sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran,
baik yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan pembelajaran. Dick et al (2009) menambahkan bahwa
instructional material contain the conten either written, mediated, or facilitated by
an instructor that a student as use to achieve the objective also include information
that the learners will use to guide the progress. Berdasarkan ungkapan Dick, Carey,
dan Carey dapat diketahui bahwa bahan ajar berisi konten yang perlu dipelajari oleh
siswa baik berbentuk cetak atau yang difasilitasi oleh pengajar untuk mencapai
tujuan tertentu.
Dalam hal lain Widodo dan Jasmadi dalam Ika Lestari (2013) menyatakan
bahwa bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan
materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain
secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu
mencapai kompetensi dan subkompetensi dengan segala kompleksitasnya.
Pengertian ini menggambarkan bahwa bahan ajar hendaknya dirancang dan
ditulis sesuai dengan kaidah pembelajaran, yakni disesuaikan materi pembelajaran,
disusun berdasarkan atas kebutuhan pembelajaran, terdapat bahan evaluasi, serta
bahan ajar tersebut menarik untuk dipelajari oleh siswa. Iskandar W. dan Dadang
Sunendar (2011) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat
informasi yang harus diserap peserta didik melalui pembelajaran yang
menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyusunan bahan ajar
diharapkan siswa benar-benar merasakan manfaat bahan ajar atau materi itu setelah
ia mempelajarinya. Yana Wardhana (2010) menambahkan bahwa bahan ajar
merupakan suatu media untuk mencapai keinginan atau tujuan yang akan dicapai
oleh peserta didik. Sedangkan menurut Opara dan Oguzor (2011) mengungkapkan
bahwa instructional materials are the audio visual materials (software/hardware)
which can be used as alternative channels of communication in the teaching-learning
process. Bahan ajar merupakan sumber belajar berupa visual maupun audiovisual
yang dapat digunakan sebagai saluran alternatif pada komunikasi di dalam proses
pembelajaran.
National Centre for Competency Based Training (2007) telah menegaskan
bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksudkan
dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Pandangan dari ahli lainnya
mengatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara
sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta suatu lingkungan
atau suasana yang memungkinkan siswa belajar. Menurut Panen (2001)
mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan bahan-bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008) menjelaskan
bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa
bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Berdasarkan kajian di atas, istilah bahan ajar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah suatu bahan/ materi pelajaran yang disusun secara sistematis
yang digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Dalam hal lain dapat juga disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan
komponen pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai bahan belajar bagi siswa
dan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Tindak Lanjut
Mahasiswa dapat mengembangkan lagi beberapa pengertian tentang
pengertian yang mendukungntya termasuk didalamnya harus dlihat
bagaimana penerapannya dalam satuan pendidikan dasar, menengah atau
perguruan tinggi.
2.2 Jenis-jenis Bahan Ajar
Setelah memahami definisi bahan ajar dalam pembelajaran secara umum, kita
selanjutnya dapat mengembangkan definisi bahan sesuai dengan kompetensi kita
masing-masing. Khusus yang berkaitan dengan pembelajaran matematika tentu defisi
bahan ajar yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dibawah ke ranah mata pelajaran
matematika di setiap satuan pendidikan tertentu.
Selanjutnya marilah kita kenali beberapa jenis bahan ajar dalam
pembelajaran. Mulyasa (2006), menjelaskan  bentuk-bentuk bahan ajar atau materi
pembelajaran antara lain:

A. Bahan Ajar Cetak (Printed Instruction Materials)


Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Jika bahan ajar
cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan mendatangkan beberapa keuntungan
seperti yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaedt, (1994) yaitu: (a) Bahan
tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi seorang guru
untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari dan (b)
Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit. Selain itu bahan ajar tertulis cepat
digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah.
Beberapa kemudahan yang lain dalam penggunaan bahan ajar tulis adaalah:
a) Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu
b) Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja
c) Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan
aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa
d) Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar
e) Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.
Menurut Bandono (2009) dalam menyusun bahan ajar cetak hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Susunan tampilan
Susunan bahan ajar tertulis hendaknya memperrhatikan susunannya, buatlah yang
menarik bagi siswa dan jika mungkin delengkapi dengan gambar-gambar atau
ilustrasi yang menarik sehingga mudah dan diingat-ingat oleh yang membacanya.
b) Bahasa yang mudah
Bahasa dalam penyusunan bahan ajar adalh hal yang paling utama. Oleh karena
buatlah bahan ajar dengan susunan bahasa yang mudah dipahami oleh
penggunanya.Jangan sebaliknya bahan ajar ternyata sulit diikuti alur dan
ceritanya oleh penggunannya. Jika terdapat kata-kata dalam bahasa asing
hendaknyan diperjelas maknanya.
c) Menguji pemahaman
Bahan ajar yang dibuat bertujuan untuk membantu siswa atau mahasisiwa dalam
memahami konsep, dengaan demikian jika dalam bahan ajar terdapat pertanyaan-
pertanyaan atau soal hendaknya harus dapat mengukur apa yang seharusnya
dapat diukur.
d) Stimulan
Bahan ajar yang baik adalah bahan ajar yang dapat memberikan stimulus kepada
para penggunanya, sehingga setelah membaca bahan ajar para pengguna menjadi
semakin penasaran dan merasa ingin tahu lebih banyak hal-hal yang telah dan
akan dipelajarinya.
e) Kemudahan dibaca
Mudah dibaca, berarti jika dalam bahan ajar tersebut menggunakan simbul-
simbul hendaknya menggunakan simbul yang sudah biasa digunakan oleh para
penggunannya. Atau jika terdapat perintah kepada para pembaca hendaknya jelas
maksud perintah tersebut.
f) Materi instruksional
Hendaknya materi bahan ajar ditulis secara intruksional, mencantumkan tujuan
umum dan tujuan khusus setelah penggunanya mempelajari ajar tersebut.
Termasuk didalammya adalah apa kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin
dituju dengan dibuatnya bahan ajar tersebut.
Terdapat beberapa jenis bahan ajar tertulis, diantaranya adalah handout, modul, buku
teks, lembar kegiatan siswa, model (maket), poster dan brosur.
1. Handout
Handout adalah bahan ajar yang berisikan ringkasan materi dari berbagai
sumber yang relevan dengan kompetensi dasar dibuat guru untuk menjadi pedoman
dan membatu siswa dalam proses pembelajaran. Handout merupakan bahan ajar yang
berisikan ringkasan materi yang berasal dari beberapa sumber yang relevan dengan
kompetensi dasar (Prastowo,2015). Departemen Pendidikan Nasional (2008)
memberikan batasan tenatng handout adalah bahan ajar berbentuk tulisan dari
beberapa literatur yang relevan dengan materi/KD yang disiapkan guru dengan
tujuan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Salirawati (2010) mengatakan
handout merupakan bahan ajar secara ringkas yang berguna untuk menjadi pedoman
dan membantu siswa dalam proses pembelajaran. Handout dalam proses
pembelajaran sangat bermanfaat. Yuma (2017) mengatakan bahwa handout memiliki
manfaat untuk meningkatkan minat siswa belajar, meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran, dan juga mingkatkankan kepahaman konsep siswa.
Sedangkan handout memiliki manfaat lain yaitu meningkatkan hasil belajar siswa
dalam proses belajar dan mengajar, mengurangi verbalitas materi yang disampaikan
(Raharjo, 2016). Prastowo (2015) menjelaskan bahwa prinsip handout sama dengan
prinsip bahan ajar yaitu : relevansi, konsistensi dan kecakupan. Prinsip relevansi
adalah prinsip yang menjelaskan bahwa materi harus terkait dengan pecapaian
kompetensi dasar dan standar kompetensi. Prinsip konsistensi menjelaskan bahwa
bahan ajar harus memiliki materi yang sama dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai oleh siswa. Prinsip kecukupan menjelaskan bahwa bahan ajar harus dapat
membantu siswa untuk menguasai kompetensi dasar.
Bahan ajar handout memuat beberapa komponen seperti yang dikatakan Sari
(2014) bahwa handout memuat uraian materi, bagan, tugas, dan bahan referensi yang
telah disiapkan. Sedangkan pembelajaran membutuhkan handout yang 4 5 memiliki
komponen sebagai berikut : kompetensi, materi pembelajaran sebelumnya, prosedur
pembelajaran, materi pembelajaran yang akan dipelajari, latihan, dan soal evaluasi
(Hernawan, 2012) Berikut ini adalah langkah-langkah membuat handout menurut
Departemen Pendidikan Nasional (2008) menjelaskan langkah dalam menyusun
handout, antara lain adalah 1) menganalisis kurikulum, 2) menentukan judul handout
sesuai dengan materi pokok serta kompetensi dasar, 3) mengumpulkan referensi yang
terbaru dan relevan dengan materi, 4) kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang,
5) mengevaluasi handout 6) memperbaiki kekurangan - kekurangan handout yang
telah ditemukan dan 7) menggunakan berbagai sumber untuk menambah materi
handout. Dalam penelitian ini, akan mengembangkan sebuah handout dengan
langkah-langkah seperti uraian diatas. Peneliti akan menganalisis kurikulum yang
sekarang digunakan dan kemudian menentukan judul handout yang sesuai dengan
materi serta kompetensi dasar yang akan diajarkan. Kemudian peneliti akan membuat
isi handout dengan kalimat yang sederhana dari berbagai sumber yang terbaru dan
relevan. Setelah itu peneliti mengevaluasi dan memperbaiki kekurangan handout.

2. Modul
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik

dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Nana Sujana (2002

mengemukanan definisi modul sebagai satu unit program belajar-mengajar terkecil

yang didalamnya berisikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, topik yang akan

dijadikan dasar proses belajar-mengajar, pokok-pokok materi yang dipelajari,

kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas, Peranan guru

dalam proses belajar-mengajar, alat-alat dan sumber yang akan dipergunakan,

kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan,

Lembaran kerja yang harus diisi oleh siswa, program evaluasi yang akan

dilaksanakan.

Wayan Santyasa (2002) menyebutkan bahwa modul adalah suatu cara

perorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Sedangkan


menurut Daryanto modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta

didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga

modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar. Usman

Basyiruddin mengatakan bahwa modul dirumuskan sebagai salah satu unit yang

lengkap yang berdiri sendiri, terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun

untuk membantu para siswa dalam mencapai sejumlah tujuan belajar yang telah

dirumuskan secara spesifik dan operasional. Menutur Sofwan Amri modul adalah

suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah

untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk

para guru.

Berdasrakan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa modul adalah alat

atau sarana pembelajaran yang berisi materi yang bertujuan agar peserta didik dapat

belajar mandiri atau dengan bimbingan guru dalam kegiatan belajar mengajar dan

cara untuk mengevaluasi yang dirancang  secara sistematis, dan menarik untuk

mencapai kompetensi yang diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Modul sebagai unit satuan terkecil bahan pembelajaran mempunyai beberapa

karakteristik tertentu, misalnya berbentuk unit pengajaran terkecil dan lengkap, berisi

rangkaian kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, berisi tujuan belajar

yang dirumuskan secara jelas dan khusus, memungkinkan siswa belajar mandiri, dan

merupakan realisasi perbedaan individual. Modul dapat dikatakan baik dan menarik

apabila terdapat karakteristik sebagai berikut.

a. Self Instructional

Melalui modul siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada

pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional , maka dalam modul harus;
1) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.

2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil spesifik

sehingga memudahkan belajar secara tuntas.

3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi

pembelajaran.

4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan

pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya.

5) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau

konteks tugas dan lingkungan penggunanya.

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.

7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.

8) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan

diklat melakukan self assessment.

9) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau

mengevaluasi tingkat penguasaan materi.

10) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat

penguasaan materi.

11) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi

pembelajaran dimaksud.

b. Self Contained

Materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang

dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah

memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,

karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan
pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan

hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.

c. Stand Alone

Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus

digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan

modul, pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk

mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih

menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka

media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.

d. Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan

ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan

memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul

multimedia hendaknya tetap “up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi

pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

e. User Friendly 

Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan

paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan

pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai

dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta

menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user

friendly.
Tujuan Pembuatan Modul

Penggunaan modul dalam kegiatan belajar-mengajar bertujuan agar tujuan

pendidikan bisa dicapai secara efektif dan efisien. Para siswa dapat mengikuti

program pengajaran sesuai dengan kecepatan dan kemampuan sendiri, lebih banyak

belajar mandiri, dapat mengetahui hasil belajar sendiri, menekankan penguasaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembuatan modul bertujuan agar peserta

didik:

1) Dapat belajar dengan kesanggupan dan menurut lamanya waktu yang digunakan

mereka masing-masing. 

2) Dapat belajar sesuai dengan cara dan teknik mereka masing-masing. 

3) Memberikan peluang yang luas untuk memperbaiki kesalahan dan remedial dan

banyaknya ulangan 

4) Dapat belajar sesuai dengan topik yang diminati.

Komponen-komponen Modul

Aspek-aspek yang dikembangkan dalam penyusunan modul terdiri dari empat

komponen utama, yakni:

1) Petunjuk guru

Guru harus benar-benar mengetahui dan menguasai bahan yang akan disajikan dan

prinsip-prinsip penyampaiannya. Dalam hal ini ada dua hal pokok yang harus

dikembangkan yaitu:

a) Uraian umum tentang kedudukan dan keadaan modul tertentu dalam rangka

program pendidikan yang lebih besar. 


b) Uraian khusus tentang topik modul, untuk kelas berapa modul tersebut

digunakan, berapa waktu (jam) waktu lamanya, apa tujuan instruksionalnya,

pokok-pokok materi yang dipelajari siswa, prosedur belajar mengajar, baik

kegiatan guru maupun alat-alat dan sumber yang akan digunakan.

2) Program Kegiatan Siswa

Dalam komponen ini terdapat beberapa hal, yakni; tentang identifikasi modul

yang tampak dalam sampul atau jilid yang berkenaan dengan nama, nomor modul,

kelas, dan waktu yang disediakan. Petunjuk untuk siswa yang berupa penjelasan

topik yang diberikan, pengarahan tentang langkah-langkah yang dilakukan, dalam

waktu yang disediakan untuk menyelesaikan suatu modul.  Tujuan pelajaran yang

hendak dicapai oleh siswa, pokok-pokok materi yang harus dipelajari, alat peraga

yang akan dipergunakan, dan petunjuk tentang kegiatan belajar baik untuk membaca,

mengerjakan tugas-tugas maupun cara-cara mengisi lembaran-lembaran lainnya.

3) Lembaran Kerja

Lembaran kerja ini merupakan lembaran yang memungkinkan para siswa

belajar sendiri, baik dalam bentuk pedoman observasi maupun tempat tugas-tugas.

Dalam lembaran kerja nampak topik-topik berupa persoalan yang harus diselesaikan

atau dikerjakan dalam format-format tertentu.

4) Alat Evaluasi

Alat evaluasi dalam modul bisa berupa lembar observasi atau tes. Tes ini

berisikan pedoman penggunaan lembaran tes, lembaran jawaban, dan kunci jawaban.
Tes tersebut dapat dilakukan pada pretes dan post-tes. Dengan demikian dapat dilihat

dari kemajuan anak antara sebelum dan sesudah mempelajari modul tertentu.

a) Secara garis besar langkah-langkah dalam menyusun dan mengembangkan

modul yaitu: merumuskan sejumlah tujuan intruksional secara spesifik dan dalam

tingkah laku yang operasional yang dapat diamati dan dapat diukur.

b) Urutan tujuan- tujuan tersebut menentukan langkah-langkah yang diikuti modul

tersebut.

c) Tes diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan dan

kemampuan yang telah dimilikinya sebagai prasyarat untuk mempelajari modul.

d) Menyusun alasan atau rasional akan pentingnya modul tersebut dipelajari siswa

e) Kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa

agar mencapai kompetensi dalam belajarnya.

f) Menyusun post-test untuk mengukur hasil belajar siswa, hingga seberapa jauh

mereka dapat menguasai  tujuan-tujuan instruksional yang termuat dalam modul

tersebut.

g) Sumber belajar: berisi tentang sumber-sumber belajarbyang dapat ditelusuri dan

digunakan oleh peserta didik. 

Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat
belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi
paling tidak tentang:
1. Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
2. Kompetensi yang akan dicapai
3. Content atau isi materi
4. Informasi pendukung
5. Latihan-latihan
6. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
7. Evaluasi
8. Balikan terhadap hasil evaluasi
Pembelajaran dengan modul juga memungkinkan peserta didik yang memiliki
kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih
kompetensi dasar dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Selain itu, juga
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk belajar sendiri tanpa tergantung
kepada kehadiran pendidik.

3. Buku teks
Buku teks pelajaran pada umumnya merupakan bahan tertulis yang menyajikan ilmu
pengetahuan atau buah pikiran dari pengarangnya yang disusun secara sistematis
berdasarkan kurikulum yang berlaku. Buku teks berguna untuk membantu pendidik
dalam melaksanakan kurikulum karena disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku,
menjadi pegangan guru dalam menentukan metode pengajaran dan memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk mengulangi pelajaran atau mempelajari
pelajaran baru.

4. Lembar Kegiatan Siswa


Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik.  Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk
atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.  Suatu tugas yang
diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan
dicapainya. LKS berfungsi untuk meminimalkan peran pendidik dan mengaktifkan
peran peserta didik, mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang
diberikan dan kaya akan tugas untuk berlatih.

6. Model (maket)
Model (maket) merupakan bahan ajar yang berupa tiruan benda nyata untuk
menjembatani berbagai kesulitan yang bisa ditemui, apabila menghadirkan objek
atau benda tersebut langsung ke dalam kelas, sehingga nuansa asli dari benda
tersebut masih bisa dirasakan oleh peserta didik tanpa mengurangi struktur aslinya,
sehingga pembelajaran menjadi lebih.

6. Brosur
Brosur adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara
bersistem atau cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman dan dilipat tanpa
dijilid atau selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat tetapi lengkap tentang
perusahaan atau organisasi (Kamus besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai
Pustaka, 1996).
Dengan demikian, maka brosur dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar, selama sajian
brosur diturunkan dari kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Mungkin
saja brosur dapat menjadi bahan ajar yang menarik, karena bentuknya yang menarik
dan praktis. Agar lembaran brosur tidak terlalu banyak, maka brosur didesain hanya
memuat satu kompetensi dasar saja.  Ilustrasi dalam sebuah brosur akan menambah
menarik minat peserta didik untuk menggunakannya.

7. Leaflet
Leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak
dimatikan/dijahit. Agar terlihat menarik biasanya leaflet didesain secara cermat
dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat serta
mudah dipahami. Leaflet sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat
menggiring peserta didik untuk menguasai satu atau lebih KD.

8. Wallchart
Wallchart adalah bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau grafik yang
bermakna menunjukkan posisi tertentu. Agar wallchart terlihat lebih menarik bagi
siswa maupun guru, maka wallchart didesain dengan menggunakan tata warna dan
pengaturan proporsi yang baik. Wallchart biasanya masuk dalam kategori alat bantu
melaksanakan pembelajaran, namun dalam hal ini wallchart didesain sebagai bahan
ajar.
Karena didesain sebagai bahan ajar, maka wallchart harus memenuhi kriteria sebagai
bahan ajar antara lain bahwa memiliki kejelasan tentang KD dan materi pokok yang
harus dikuasai oleh peserta didik, diajarkan untuk berapa lama, dan bagaimana cara
menggunakannya. Sebagai contoh wallchart tentang siklus makhluk hidup binatang
antara ular, tikus dan lingkungannya.

9. Foto/Gambar
Foto/gambar memiliki makna yang lebih baik dibandingkan dengan tulisan.
Foto/gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperlukan satu rancangan yang baik agar
setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar siswa dapat melakukan
sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih kompetensi dasar.
Menurut Weidenmann dalam buku Lehren mit Bildmedien menggambarkan bahwa
melihat sebuah foto/gambar lebih tinggi maknanya dari pada membaca atau
mendengar. Melalui membaca yang dapat diingat hanya 10%, dari mendengar yang
diingat 20%, dan dari melihat yang diingat 30%.  Foto/gambar yang didesain secara
baik dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Bahan ajar ini dalam
menggunakannya harus dibantu dengan bahan tertulis. Bahan tertulis dapat berupa
petunjuk cara menggunakannya dan atau bahan tes.

B. Bahan Ajar Dengar (Audio)


Bahan ajar audio merupakan salah satu bahan ajar noncetak yang didalamnya
mengandung suatu sistem yang menggunakan sinyal audio secara langsung, yang
dapat dimainkan atau diperdengarkan oleh pendidik kepada peserta didiknya guna
membantu mereka menguasai kompetensi tertentu. Jenis-jenis bahan ajar audio ini
antara lain adalah radio, kaset MP3, MP4, sounds recorder dan handphone. Bahan
ajar ini mampu menyimpan suara yang dapat diperdengarkan secara berulang-ulang
kepada peserta didik dan biasanya digunakan untuk pelajaran bahasa dan musik.

C. Bahan Ajar Pandang Dengar (Audiovisual)


Bahan ajar pandang dengar merupakan bahan ajar yang mengombinasikan dua
materi, yaitu visual dan auditif. Materi auditif ditujukan untuk merangsang indra
pendengaran sedangkan visual untuk merangsang indra penglihatan. Dengan
kombinasi keduanya, pendidik dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih
berkualitas.
Hal itu berdasarkan bahwa peserta didik cenderung akan lebih mudah mengingat dan
memahami suatu pelajaran jika mereka tidak hanya menggunakan satu jenis indra
saja, apalagi jika hanya indra pendengaran saja.
Bahan ajar pandang dengar  mampu memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada
awalnya tidak mungkin bisa dilihat di dalam kelas menjadi mungkin dilihat. Selain
itu juga dapat membuat efek visual yang memungkinkan peserta didik memperkuat
proses belajar. Bahan ajar pandang dengar antara lain adalah video dan film.

D. Bahan Ajar Interaktif (Interactive Teaching Material)


Bahan ajar interaktif adalah bahan ajar yag mengombinasikan beberapa media
pembelajaran (audio, video, teks atau grafik) yang bersifat interaktif untuk
mengendalikan suatu perintah atau perilaku alami dari suatu presentasi. Bahan ajar
interaktif memungkinkan terjadinya hubungan dua arah antara bahan ajar dan
penggunanya, sehinnga peserta didik akan terdorong untuk lebih aktif.
Bahan ajar interaktif dapat ditemukan dalam bentuk CD interaktif, yang dalam
proses pembuatan dan penggunaannya tidak dapat terlepas dari perangkat komputer.
Maka dari itu, bahan ajar interaktif juga termasuk bahan ajar berbasis komputer.
Pembagian dan kelompok bahan ajar juga dapat dibedakana berdasarkan cara
kerjanya. Menurut cara kerjanya bahan ajar dapat dibedakan menjadi lima macam
sebagai berikut:
1. Bahan ajar yang tidak diproyeksikan
Bahan ajar yang tidak diproyeksikan yakni bahan ajar yang tidak memerlukan
perangkat proyektor untuk memproyeksikan isi di dalamnya, sehingga peserta didik
bisa langsung mempergunakan (membaca, melihat, dan mengamati) bahan ajar
tersebut. Contohnya: foto, diagram, display, model, dan lain sebagainya.
2. Bahan ajar yang diproyeksikan
Bahan ajar yang diproyeksikan, yakni bahan ajar yang memerlukan proyektor dalam
penyampaian bahan ajar terhadap peserta didik. Contohnya: Slide, Film Strips,
Overbead Tranparancies (OHP) Dan Proyeksi Komputer.
3. Bahan Ajar Audio
Bahan Ajar Audio, yakni bahan yang berupa sinyal audio yang direkam dalam suatu
media rekaman .Untuk mempergunakannya, kita mesti memerlukan alat pemain
(player) media rekaman tersebut, seperti: Tempo Compo, CD Player, VCD Player,
Multimedia Player, dan lain sebagainnya. Contohnya: Kaset, Cd ,Flash Disk, dan
lain-lain.
4. Bahan Ajar Video
Bahan Ajar Video, yakni bahan ajar yang memerlukan alat pemutar yang biasa
berbentuk video tape player, VCD player dan sebagainnya. Karena bahan ajar ini
hampir mirip dengan bahan ajar audio, maka bahan ajar ini juga memerlukan media
rekaman, hanya saja bahan ajar ini dilengkapi dengan gambar. Jadi dalam tampilan ,
dapat diperoleh sebuah sajian gambar dan suara secara bersamaan. Contohnya:
Video, Film, dan lain sebagainnya.
5. Bahan Ajar (media) komputer
Bahan Ajar (media) komputer, yakni bebagai jenis bahan ajar non cetak yang
membutuhkan komputer. Contohnya: Computer Mediated Instruction Dan Computer
Based Multimedia Atau Hypermedia.

Bahan ajar juga dapat dibedakan berdasarkan sifatnya. Menurut sifatnya


dapat dibagi menjadi empat macam, hal ini sebagaimana disebutkan
Rowntreedalambelawti, dkk; Bahan ajar yang berbasiskan cetak misalnya: famlet,
panduan belajar peserta didik, bahan tutorial, buku kerja peserta didik, peta, charts,
majalah, koran dan sebagainya.
1. Bahan ajar yang berbasiskan cetak
Misalnya: Buku Famlet, Panduan Belajar Siswa, Bahan Tutorial, Buku Kerja Siswa,
Peta, Charts, Foto bahan dari majalah atau koran, dan lain sebagainnya
2. Bahan ajar yang berbasiskan teknologi
Misalnya: Audio Cassette, Siaran Radio, Slide, Filmstrips, Film, Video Cassetes,
Siaran Televisi, Video Interaktif, Computer Based Tutorial, dan Multi Media
3. Bahan ajar yang dipergunakan untuk praktek atau proyek
Misalnya: Kits Sains, Lembar Observasi, Lembar Wawancara, dan lain sebagainya
4. Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama untuk
keperluan pendidikan jarak jauh)
Misalnya: Telepon, Hand Phone, Video Conferencing, dan lain sebagainnya.
2.3 Langkah-langkah Penyusunan Bahan Ajar
Ada beberap langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan
penyusunan bahan ajar, adapaun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Melakukan Analisis Kebutuhan Bahan Ajar
Langkah pertama pembuatan bahan ajar adalah melakukan analisis kebutuhan
bahan ajar. Lantas, apakah yang dimaksud dengan analisis kebutuhan bahan ajar?
Perlu kita pahami bersama bahwa analisis kebutuhan belajar adalah suatu proses
awal yang dilakukan untuk menyusun bahan ajar. Dalam analisis kebutuhan bahan
ajar, di dalamnya terdapat tiga tahap. Tahapan dalam analsis kebutuhan bahan ajar
terdiri dari: analisis terhadap kurikulum, analisis sumber belajar, dan penentuan jenis
serta judul bahan ajar. Keseluruhan proses tersebut menjadi bagian integral dari suatu
proses langkah-langkah pembuatan bahan ajar yang tidak bisa kita pisah-pisahkan.
Berikut penjelasan tahap-tahap dalam analisis kebutuhan bahan ajar. Pada langkah
ini ada empat tahap, adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagi berikut :
1)      Menganalisis Kurikulum
Tahap pertama ini ditunjukkan untuk menentukan kompetensi-kompetensi
yang memerlukan bahan ajar. Dengan demikian, bahan ajar yang kita buat benar-
benar diharapkan dapat menjadikan peserta didik menguasai segala kompetensi yang
ditentukan. Untuk mencapai hal tersebut, kita perlu mempelajari lima hal sebagai
berikut:

a) Standar Kompetensi
Standar kompetensi yaitu kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
mendiskripsikan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan
dapat dicapai pada setiap tingkatan. Standar kompetennsi terdiri dari beberapa
kompetensi dasar sebagai acuan baku yang wajib dipenuhi dan berlaku secara
nasional. Dalam konteks pembuatan bahan ajar, maka tugas kita adalah menentukan
standar kompetensi yang ingin dipenuhi oleh peserta didik.
b). Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator
kompetensi. Untuk pembuatan bahan ajar, maka dalam hal ini kita mesti
mengidentifikasikan kompetensi dasar-kompetensi dasar yang diharapkan bisa
dikuasai oleh peserta didik.
c) Indikator Ketercapaian Hasil Belajar
Indikator yaitu rumusan kompetensi yang spesifik, yang dapat dijadikan
sebagai acuan kriteria penilaian dalam menentukan kompeten atau tidaknya peserta
didik. Setelah menganalisis kompetensi dasar, maka indikator adalah hal berikutnya
yang mesti kita analisis. Sehingga, kita dapat mengetahui kompetensi yang spesifik,
yang nantinya dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan bahan ajar
yang tepat.
d) Materi Pokok
Materi pokok adalah sejumlah informasi utama yang berisi pengetahuan,
keterampilan, auan nilai yang disusun sedemikian rupa oleh pendidik agar peserta
didik menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Materi pokok adalah objek
analisis berikutnya yang harus kita telaah. Jadi setelah menganalisis indikator, maka
kita berlanjut pada analisis materi pokok. Materi pokok ini menjadi salah satu acuan
utama dalam menyusun isi bahan ajar.
e) Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar adalah suatu aktivitas yang didesain oleh pendidik supaya
dilakukan oleh para peserta didik agar mereka menguasai kompetensi yang telah
ditentukan melalui kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan. Jadi, pengalaman
belajar haruslah disusun secara jelas dan operasional, sehingga langsung bisa
dipraktikkan dalam kegiatan pembelajaran.
Itulah lima komponen utama yang harus kita pahami sebelum kita melakukan
analisis kurikulum. Selanjutnya, dalam hubungannya dengan analisis kurikulum,
analisis pengalaman belajar ditunjukkan untuk mengidentifikasi bentuk serta bahan
ajar yang tepat dan sesuai untuk aktivitas pembelajaran yang dilakukan peserta didik.
Kemudian, jika kita sudah sampai pada analisis pengalaman belajar (yang akan
dilakukan oleh peserta didik) tersebut.
Berdasarkan analisis kurikulum ini, maka kita dapat mengetahui jumlah
bahan ajar yang harus dibuat dan disiapkan dalam satu semester tertentu. Selain itu,
kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi jenis bahan ajar yang relevan dan cocok
untuk digunakan.
Kebutuhan bahan ajar dapat dilihat dari silabus mata pelajaran. Sedangkan
jenis bahan ajar agar dapat diturunkan dari pengalaman belajarnya. Semakin jelas
pengalaman belajar diuraikan, maka akan semakin mudah bagikita untuk
menentukan jenis bahan ajarnya. Dan jika analisis dilakukan terhadap seluruh standar
kompetensi, maka akan diketahui pula banyaknya bahan ajar yang harus disiapkan.
2)       Analisis Sumber Belajar
Setelah melakukan analisis kurikulum, langkah selanjutnya dalam menganalis
kebutuhan belajar adalah menganalisis sumber belajar. Apa dan bagaimana analisis
sumber belajar itu dilakukan, tidaklah susah. Yang penting kita harus memahami
terlebih dahulu bahwa sumber belajar yang akan digunakan sebagai bahan untuk
penyusunan bahan ajar perlu dilakukan analisis. Andapun kriteria analisis terhadap
sumber belajar tersebut dilakukan berdasarkan kesesuaian, ketersediaan, dan
kemudahan dalam memanfaatkannya. Cara analisis sumber belajar adalah dengan
menginventarisasi ketersediaan sumber belajar yang dikaitkan dengan kebutuhan.
Berikut ini merupakan penjelasan kriteria dalam menganalsis sumber belajar.
a.       Kriteria Ketersediaan
Kriteria ketersediaan berkenaan dengan ada tidaknya sumber belajar di
sekitar kita. Jadi kriteria pertema ini mengacu pada pengadaan sumber belajar.
Usahakan agar sumber belajar yang kita gunakan prakti dan ekonomis, sehingga kita
mudah untuk menyediakannya. Jika sumber belajar tidak ada atau tempatnya jauh,
maka sebaiknya jangan kita gunakan.
b.      Kriteria Kesesuaian
Kriteria kesusaian maksudnya adalah apakah sumber belaar itu sesuai atau
tidak dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jadi, hal utama yang
dilakukan dalam kriteria kedua ini adalah memahami kesesuaian sumber belajar yang
dipilih dengan kompetensi yang mesti dicapai oleh peserta didik. Jika sumber belajar
tenyata dinilai membantu peserta didik untuk menguasai kompetensi yang harus
mereka kuasai, maka sumber belajar itu layak untuk digunakan. Namun, jika tidak,
sebaiknya jangan digunakan.
c.      Kriteria Kemudahan
Kriteria kemudahan maksudnya adalah mudah atau tidaknya sumber belajar
itu disediakan maupun digunakan. Jika sumber belajar itu membutuhkan persiapan,
keahlian khusus, serta perangkat lain yang rumit, sedangkan kita jelas-jelas belum
mampu untuk menggunakannya, maka sebaiknya jangan digunakan. Kita sebaiknya
memilih sumber belajar yang mudah pengadaan maupun pengoperasiannya. Dengan
demikian, bahan ajar itu bisa benar-benar efektif membuat peserta didik menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan.
3)     Analisis Karakteristik Siswa
Analisi karakteristik siwa ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan
perkembangan siswa, yaitu siswa yang akan menjadi sasaran bukub teks. Kebutuhan
atau motivasi siwa merupakan kekuatan yang dapat menimbulkan tingkat antusiasme
dan semangat dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam
diri individu itu sendiri maupun dari luar individu itu sendiri.

3) Memilih dan Menentukan Bahan Ajar


Tahap ketiga dalam analisis kebutuhan bahan ajar adalah memilih dan
menentukan bahan ajar. Langkah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu kriteria
bahwa bahan ajar harus menarik dan dapat membantu peserta didik untuk mencapai
kompetensi. Karena pertimbangan tersebut, maka langkah-langkah yang hendaknya
kita lakukan antara lain menentukan dan membuat bahan ajar yang sesuai dengan
kebutuhan dan kecocokan dengan kompetensi dasar yang akan diraih oleh peserta
didik, serta menetapkan jenis dan bentuk bahan ajar berdasarkan analsis kurikulum
dan analisis sumber bahan.
Berkaitan dengan pemilihan bahan ajar, ada tiga prinsip yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam memilih dan menentukan bahan ajar, yaitu :
a.    Prinsip Relevasi
Arti dari prinsip relevansi yaitu bahan ajar yang dipilih sebaiknya ada
hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
b.    Prinsip Konsistensi
Dalam prinsip konsistensi, bahan ajar yang dipilih harus mempunyai niai
keajegan. Jadi, antara kompetensi dasar yang mesti dikuasai peserta didik dengan
bahan ajar yang telah disiapkan mempunyai keselarasan dan kesamaan.
c.    Prinsip Kecukupan
Dalam prinsip kecukupan, ketika kita memilih bahan ajar, hendaknya dicari
yang memadai untuk membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.

2.4 Menyusun Peta Bahan Ajar


Setelah proses analisis kebutuhan bahan ajar selesai kita laksanakan,
selanjutnya dalam membuat dan menyusun bahan ajar kita akan mengetahui jumlah
bahan ajar yang mesti kita siapkan dalam satu semester tertentu. Maka, langkah yang
perlu kita lakukan berikutnya adalah menyusun peta kebutuhan bahan ajar. Hal ini
penting kita lakukan mengingat peta bahan ajar mempunyai banyak kegunaan.
Menurut Diknas, paling tidak ada tiga kegunaan penyusunan peta kebutuhan bahan
ajar. Kegunaan dari penyusunan peta bahan ajar adalah:
a) Dapat mengetahui jumlah bahan ajar yang harus ditulis
b) Dapat mengetahui sekuensi atau urutan bahan ajar (urutan bahan ajar ini sangat
diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan)
c) Dapat menentukan sifat bahan ajar
Berkaitan dengan sifat bahan ajar, penting bagi kita untuk memahami bahan
ajar yang bersifat dependent dan independent. Bahan ajar dependent adalah bahan
ajar yang ada kaitannya antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lainnya,
sehingga dalam penulisannya harus saling memperhatikan satu sama lain, apalagi
jika masing-masing bahan ajar itu saling mempersyaratkan. Sedangkan bahan
ajar independent adalah bahan ajar yang berdiri sendiri atau dalam penyusunannya
tidak harus memperhatikan atau terikat dengan bahan ajar lainnya.
Jika peta kebutuhan bahan ajar telah kita buat, maka tahap berikutnya
dalam menyusun bahan ajar adalah menyusun bahan ajar menurut struktur bentuk
bahan ajar masing-masing. Dengan demikian, perlu kita pahami bahwa masing-
masing bentuk bahan ajar memiliki struktur yang berbeda-beda. Maka dari itu, kita
juga harus memahami struktur dari berbagai bentuk bahan ajar tersebut.

2.5 Kriteria dalam Menyusun Bahan Ajar


Sebelum melaksanakan pemilihan bahan ajar, terlebih dahulu perlu diketahui
kriteria pemilihan bahan ajar. Kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau materi
pembelajaran harus disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
(menurut kurikulum KTSP) atau disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi
dasar (menurut kurikulum 2013). Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang
dipilih untuk diajarkan oleh guru atau dosen di satu pihak dan harus dipelajari siswa
atau mahasiswa di lain pihak hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-
benar menunjang tercapainya kompetensi yang diharapkan. Pemilihan bahan ajar
haruslah mengacu atau merujuk pada standar kompetensi. Setelah diketahui kriteria
pemilihan bahan ajar yang baik, sampailah kita pada langkah-langkah pemilihan
bahan ajar.
Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi:
1. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
2. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
3. Memilih jenis materi yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan
4. Memilih sumber bahan ajar.

Bahan ajar yang baik dan menarik mempersyaratkan penulisan yang


menggunakan ekspresi tulis yang efektif. Ekspresi tulis yang baik akan dapat
mengkomunikasikan pesan, gagasan, ide, atau konsep yang disampaikan dalam
bahan ajar kepada pembacapemakai dengan baik dan benar. Ekspresi tulis juga dapat
menghindarkan salah tafsir atau pemahaman. Bahan ajar yang diberikan kepada
mahasiswa haruslah bahan ajar yang berkualitas. Bahan ajar yang berkualitas dapat
menghasilkan mahasiswa yang berkualitas, karena mahasiswa mengkonsumsi bahan
ajar yang berkualitas.
Beberapa Langkah Penyusunan Bahan Ajar dan Komponen Bahan Ajar
Secara garis besarnya, penyusunan bahan ajar atau pengembangan modul
menurut S. Nasution dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk kelakuan
mahasiswa yang dapat diamati dan diukur.
2. Urutan tujuan itu yang menentukan langkah-langkah yang diikuti dalam bahan
ajarl itu.
3. Tes diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan, dan
kemampuan yang telah dimilikinya.
4. Menyusun alasan atau rasional pentingnya bahan ajar ini bagi mahasiswa. Ia
harus tahu apa gunanya ia mempelajari bahan ajar ini, siswa harus yakin akan
manfaat bahan ajar itu agar ia bersedia mempelajarinya dengan sepenuh tenaga.
5. Kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing
mahasiswa agar mencapai kompetensi-kompetensi seperti dirumuskan dalam
tujuan.
6. Menyusun post-tes untuk mengukur hasil belajar murid, hingga manakah ia
menguasai tujuan-tujuan bahan ajar. Dapat pula disusun beberapa bentuk tes
yang pararel. Butir-butir tes harus bertalian erat dengan tujuan-tujuan bahan ajar.
7. Menyiapkan pusat sumber-sumber berupa bacaan yang terbuka bagi mahasiswa
setiap waktu ia memerlukannya.
Secara teoritis penyusunan bahan ajar dimulai dengan perumusan tujuan,
akan tetapi dalam prakteknya sering dimulai dengan penentuan topik dan bahan
pelajarannya dapat dipecahkan dalam bagian-bagian yang lebih kecil yang akan
dikembangkan menjadi bahan ajar. Baru sebagai langkah kedua, dirumuskan tujuan-
tujuan bahan ajar yang berkenaan dengan bahan yang perlu dikuasai itu. Pannen dan
Purwanto 2001 menyatakan komponen bahan ajar sebagai berikut.:
1. Tinjauan mata kuliah
2. Pendahuluan setiap bab, penyajian daam setiap bab, penutup setiap bab, daftar
pustaka, dan senarai. Setiap komponen mempunyai sub bab komponen sendiri
yang saling berintegrasi satu sama lain. Cakupan bahan ajar banyak diutarakan
dalam berbagai referensi.
Kementerian Pendidikan Nasional 2008 memberikan cakupan bahan ajar,
meliputi “1 judul, 2 materi pembelajaran, 3 standar kompetensi, 4 kompetensi dasar,
5 indikator, 6 petunjuk belajar, 7 tujuan yang dicapai, 8 informasi pendukung, 9
latihan, 10 petunjuk kerja, dan 11 penilaian”. Mbulu 2004:88 menyatakan bahwa
penyusunan bahan ajar harus memuat: 30 1. Teori, istilah, persamaan 2. Contoh soal
dan contoh praktik 3. Tugas-tugas latihan, pertanyaan, dan soal-soal latihan 4.
Jawaban dan penyelesaian tugas-tugas itu, 5. Penjelasan mengenai sasaran belajar,
contoh ujian 6. Petunjuk tentang bahan yang dianggap diketahui 7. Sumber pustaka
8. Petunjuk belajar Sulistyowati 2009 menyatakan bahwa komponen bahan ajar
terdiri atas: 1. Petunjuk belajar petunjuk siswaguru 2. Kompetensi yang akan dicapai
3. Content atau isi materi pembelajaran 4. Informasi pendukung 5. Latihan-latihan 6.
Petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja 7. Evaluasi 8. Respon atau balikan
terhadap hasil evaluasi.
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa komponen
bahan ajar terdiri atas 1 identitas mata kuliah, meliputi judul, materi, kompetensi,
indikator, tujuan 2 petunjuk belajar, meliputi petunjuk untuk mahasiswa dan guru, 3
isi materi pembelajaran, 4 informasi pendukung, 5 latihan-latihan, lembar kerja, 6
penilaian, 7 respon balikan refleksi.
Menurut Arif dan Napitupulu (1997), kriteria bahan ajar yaitu : 1) Bahan
ajar hendaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran, 2) sesuai dengan kebutuhan
peserta didik, 3) benar-benar dalam penyajian faktualnya, 4) Menggambarkan latar
belakang dan suasana yang dihayati peserta didik, 5) mudah dan ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Nana Sudjana. (2004). Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo


Usman Basyiruddin. (2002). Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:
Ciputat Pers
Santyasa, Wayan,” Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan
Modul”, dalam http://maskursmkn.files.wordpress.
com/2009/07/teori_modul.pdf 
Daryanto. (1993). Media Visual untuk Pengajaran Teknik. Bandung: Tarsito
Sofwan Amri, et.al.(2010). Kontruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Prestasi
Pustaka

Anda mungkin juga menyukai