Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanyalah milik Allah swt Rabb sekalian alam, akhirnya dengan
mengucap rasa syukur ke hadiratNya maka selesai juga makalah ini dibuat berkat limpahan
rahmat kesehatan, kesempatan, dan dukungan dari semua pihak.
Makalah yang berjudul “ Peran Kyai dan Guru Agama Modern dalam Sistem Pendidikan di
Indonesia” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang diasuh
oleh Bapak Drs.Sunarto, Mag, sebagai bahan untuk diskusi di kelas.
Penulis yakin tanpa dukungan dari semua pihak makalah ini tidak akan selesai pada waktu yang
telah ditentukan. Karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:

1. Bapak Drs. Sunarto, Mag yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga
makalah ini tersusun.

2. Suami dan anak-anak tercinta yang telah dengan ikhlas memberikan waktu kepada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini, walaupun dampaknya adalah waktu untuk mereka
menjadi berkurang.

3. Teman-teman sesama mahasiswa yang telah memberikan bantuan referensi pembuatan


makalah ini.
Sesungguhnya penulis menyadari akan banyaknya kekurangan yang ada dalam makalah ini karena
keterbatasan ilmu dan wacana. Karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan sempurnanya makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  ………………..…………………………………………………………. 1
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………… 2
1.1  LATAR BELAKANG ………………………………………………………………………..4
1.2  RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………………. 4
1.3  TUJUAN PENULISAN ……………………………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………………… 6
2.1 PERAN KYAI SEBAGAI GURU AGAMA ………………………………………………… 7
2.2 PERAN GURU AGAMA MODERN DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA ………… 8
2.3 PERBEDAAN ANTARA GURU KYAI DAN GURU AGAMA ………………………….. 9
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….. 12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren dan pemegang peranan tertinggi
di dalamnya adalah seorang kyai. Seorang kyai tidak hanya sebagai titik sentral semua kegiatan di
pesantren, namun dia juga sebagai seorang guru agama sekaligus tokoh pemberi teladan bagi
seluruh masyarakat yang ada di sekitarnya. Sedang guru agama adalah pengajar yang mengajarkan
materi agama islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah-madrasah. Walaupun keduanya
sama-sama sebagai pengajar agama Islam namun peran dan pengaruhnya di mata masyarakat
sangatlah berbeda.
Kyai sebagai guru agama tradisional yang mengajar di pesantren berbeda dengan guru agama
modern yang mengajar di sekolah umum dan madrasah, baik dari segi metode pengajaran,
orientasi mengajar, maupun kurikulum yang diajarkan. Perbedaan ini merupakan hasil dari
perkembangan sistim pendidikan khususnya pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami
pergeseran, yaitu dari sistim pendidikan tradisional (pesantren) ke pendidikan modern (sekolah/
madrasah).
Peran apa sajakah yang dapat dimainkan oleh seorang kyai dan seorang guru agama modern
dalam khasanah sistim pendidikan di Indonesia, dan apa saja kelebihan dan kekurangan masing-
masing, marilah kita lihat pada uraian berikutnya dalam makalah ini.
1.2.RUMUSAN MASALAH
– Apakah peran kyai sebagai guru agama?
– Bagaimana kedudukan guru agama dalam pendidikan di Indonesia?
– Apa saja perbedaan antara kyai dan guru agama dan apa penyebabnya?
1.3.TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja peran kyai dan guru agama
dalam sistim pendidikan di Indonesia, dan apa saja perbedaan di antara keduanya serta apa yang
menyebabkan timbulnya perbedaan itu. Semoga dengan mengetahui hal-hal tersebut di atas
menambah kearifan kita dalam bersikap kepada kyai dan juga guru agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PERAN KYAI SEBAGAI GURU AGAMA
Menurut asal usulnya , perkataan kyai di Jawa dipakai pada tiga jenis gelar yang berbeda yakni:
sebagai sebutan kehornatan bagi barang atau hewan yang yang dianggap keramat; gelar
kehormatan bagi orang tua pada umumnya; gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang
ahli agama yang memiliki dan menjadi pengasuh di sebuah pesantren[1]. Dulu orang menyandang
gelar kyai hanya patut diberikan kepada orang yang mengasuh dan memimpin pesantren, tetapi
sekarang gelar kyai juga diberikan kepada beberapa orang yang memiliki keunggulan dalam
menguasai ajaran-ajaran agama Islam serta mampu memberikan pengaruh yang besar kepada
masyarakat[2].
Dalam masyarakat tradisional seseorang dapat menjadi kyai atau berhak disebut kyai, jika ia
diterima masyarakat sebagai kyai, karena banyak orang yang minta nasehat kepadanya, atau
mengirimkan anaknya untuk belajar kepadanya. Memang untuk menjadi kyai tidak ada kriteria
formal, seperti persyaratan studi, ijazah dan lain sebagainya. Namun ada beberapa persyaratan
non formal yang harus dipenuhi oleh seorang kyai, sebagaimana juga terdapat syarat non formal
yang  menentukan seseorang menjadi kyai besar atau kecil.
Menurut Abu Bakar Aceh sebagaimana dikutip oleh Karel A. Steenbrink dalam bukunya Pesantren
Madrasah Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, ada empat faktor yang menyebabkan
seseorang menjadi kyai besar yaitu: 1. pengetahuannya, 2. kesalehannya, 3. keturunannya, dan 4.
jumlah murid atau santrinya.
Walaupun harus diakui faktor keturunan ini tidak selalu merupakan faktor yang harus dimiliki
oleh seorang kyai. Sehingga bisa saja seorang kyai yang tidak mempunyai jalur langsung dari
keturunan kyai, dan sebaliknya banyak keturunan kyai yang tidak sempat menyandang predikat
kyai.
Ketika berbicara mengenai kyai maka tidak akan lepas dari pembahasan tentang pesantren sebab
kyai adalah salah satu elemen dari pesantren yang tidak dapat dipisahkan. Sistem pendidikan
pesanten telah lama ada sebelum datangnya Islam ke Indonesia, kemudian pada saat  Islam
tersebar di Indonesia pesantren mengalami perubahan dari awal bentuk isinya yakni dari Hindu
ke Islam. Sebagai pengajar di pesantren kyai meliliki pengaruh yang kuat bagi keseluruhan elemen
pesantren. Bahkan profesinya sebagai pengajar dan penganjur Islam berbuah pengaruh yang
melampaui batas-batas pesantren itu berada[3]. Selain profesinya sebagai pengajar ada beberapa
faktor yang dapat berpengaruh pada masyarakat secara umum yakni sifat wibawa, kesalehan, serta
ketinggian ilmu yang membawa daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Peran kyai dalam pendidikan pesantren adalah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang
sifatnya absolut, sehingga dalam seluruh kegiatan yang ada di pesantren haruslah atas persetujuan
kyai. Bahkan dalam proses pentransformasian ilmu pun yang berhak menentukan adalah kyai. Ini
terlihat dalam penentuan buku yang dipelajari, materi yang dibahas, dan lama waktu yang
dibutuhkan dalam mempelajari sebuah buku, kurikulum yang digunakan, penentuan evaluasi, dan
tata tertib  yang secara keseluruhan dirancang oleh kyai. Keabsolutan ini juga dipengaruhi oleh
tingginya penguasaan kyai terhadap sebuah disiplin ilmu. Oleh karena itu kecakapan, kemampuan,
kecondongan kyai terhadap sebuah disiplin ilmu tertentu akan mempangaruhi sistem pendidikan
yang digunakan dalam sebuah pesantren. Sehingga ada beberapa kyai yang mengharamkan
pelajaran umum diajarkan di pesantren karena adanya pengaruh yang kuat terhadap cara berfikir
dan pandangan hidup kyai.
Selain kekharismaannya seorang kyai juga memiliki tingkat keshalehan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Salah satunya terlihat dari keikhlasannya
dalam mentransformasikan suatu displin ilmu kepada santrinya, sehingga ia tidak menuntut upah
dari usahanya dalam memberikan ilmu. Ini dapat dilakukan karena orientasinya adalah
pengabdian secara menyeluruh dalam mengemban tugasnya sebagai  pengajar atau pendidik
pendidikan Islam dan sebagai pemuka agama. Karena inilah kyai dijadikan sebagai teladan bagi
seluruh orang yang ada disekitarnya.
Penguasaan kyai terhadap suatu disiplin ilmu didapatkan dari pengembaraanya selama ia menjadi
santri. Penguasaan disiplin ilmu tersebut sudah sangat memadai untuk dijadikan sebagai bahan
ajar bahkan terkadang tingkat intelektualnya lebih tinggi dibandingkan dengan guru agama yang
memiliki banyak gelar akademik. Karena itu sebutan kyai tidak saja diberikan bagi orang yang
berpengaruh dalam masyarakat tetapi juga menuntutnya untuk memiliki kedalaman penguasaan
terhadap sebuah disiplin ilmu. Namun saat ini penguasaan terhadap suatu disiplin ilmu saja tidak
cukup sebab dibutuhkan juga adanya kemampuan memberikan pengajaran dengan metode dan
inovasi-inovasi pendidikan yang memadai.
Kekurangan kyai dalam pendidikan adalah kurang beragamnya metode pengajaran yang
digunakan. Sistem yang digunakan oleh kyai dalam mengajar adalah sistem pengajaran berbentuk
halaqah dimana kyai hanya membacakan kitabnya dan santri menyimak, kemudian kyai
menterjemahkan dan menjelaskannya[4]. Tetapi seiring dengan berkembangnya sistem
pendidikan, maka cara seperti inipun mulai ditinggalkan. Sebab  dinilai kurang efektif karena
interaksi hanya berjalan satu arah. Selain kurangnya metode pengajaran kekurangan lain dari kyai
adalah kurang berkerja sama dengan pengajar lain secara maksimal sehingga hasil pengajarannya
kurang optimal jika dihadapkan pada santri dalam skala besar.
Hubungan atara kyai dengan murid sangatlah erat dan cenderung saling bergantung, karena
pengaruh yang diberikan oleh kyai kepada santrinya. Hal ini menyebabkan santri menyerahkan
dan mengabdikan dirinya untuk kyai sebagai bentuk kesetiaan santri kepada kyainya dan karena
mengangap hal itu sakral[5]. Meski sikap ketergantungan ini dinilai baik tetapi menyebabkan pola
pikir santri menjadi tidak berkembang. Namun saat ini kesetiaan pada kyai sudah tidak banyak
berpengaruh karena pola pikir para santri dalam menghadapi kehidupannya  sudah mulai
berkembang.
2.2. PERAN GURU AGAMA MODERN DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Secara umum kedudukan guru agama dengan guru-guru yang lain adalah sama yang membedakan
hanyalah pada bahan ajar yang diberikan. Guru agama modern memiliki gelar S.Ag atau Drs yang
diperoleh setelah menamatkan sekolah di perguruan tinggi. Sedangkan pengakuan sebagi guru
baru didapatnya saat mereka bertugas sebagai pengajar di sebuah sekolah atau lembaga
pendidikan yang bersifat formal. Gelar yang dimiliki oleh guru agama modern ini hanya dilihat
dari segi intelektualnya saja tanpa melihat aspek lain yang berhubungan dengan kesalehan dan
pengaruhnya kepada masyarakat.
Guru agama modern mengajar berdasarkan kurikulum paket yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yang sifatnya nasional, sehingga program-program yang ada dalam pengajaran harus
disesuaikan dengan  kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk itu guru agama
dalam mengajar memiliki satuan waktu yang ada pada setiap minggunya. Guru agama modern
digaji secara profesional sesuai dengan jam ajar yang telah diberikan kepada muridnya. Oleh
karena itu tidak heran jika sering kali guru agama modern menolak untuk mengajar di luar jam
yang telah ada dengan alasan bayaran yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan,
jikapun mereka menerima maka mereka meminta dibayar lebih dari yang biasa[6].
Sebagian guru agama juga memiliki sifat kesalehan akan tetapi tidak sama dengan kesalehan yang
dimiliki oleh kyai, karena kesalehan yang dimiliki oleh guru agama modern merupakan nilai plus
darinya sebab yang menjadi tolak ukur seorang guru agama modern adalah tingginya
intelektualitas dan hal-hal lain yang berhubungan dengan sistem belajar mengajar yang dimiliki. 
Meski secara umum pengabdian dengan ikhlas dalam memberikan pengajaran juga masih
diutamakan, namun seorang guru agama tetap mengharapkan gaji untuk mencukupi
kebutuhannya sehari-hari.
Hubungan antara murid dengan guru agama terbatas hanya sebagai pendidik dan peserta didik,
hubungan ini tidak seerat hubungan antara santri dengan kyai pada sistem pendidikan tradisional.
Hubungan yang demikian ini menyebabkan kurangnya rasa tanggung jawab guru agama terhadap
murid di luar sekolah, bahkan terkadang terlihat cenderung acuh tak acuh, karena kehidupan
sehari-hari murid tidak  terlalu diperhatikan oleh guru agama.
2.3.PERBEDAAN ANTARA KYAI DAN GURU AGAMA
Sebagaimana yang telah kita ketahui ada banyak perbedaan antara guru agama tradisional atau
kyai dengan guru agama modern. Khozin (2001:96) menampilkan perbedaan antara kyai dengan
guru agama modern yang ditulis dalam bentuk tabel seperti di bawah ini:
No Dimensi-dimensinya Guru Agama
Tradisional (K.H) Modern (Drs, S.Ag)
1. Syarat formal Tidak dipentingkan Mutlak dipentingkan
2. Syarat non-formal Relatif dibutuhkan Kurang diperhatikan
3. Kesalehan Sangat dipentingkan Dicontohkan, tetapi bergeser
ke kualifikasi intelektual
4. Organisasi Lokal/terbatas Luas dan saling bergantung
5. Kurikulum Disusun sendiri dan berlaku dalam Disusun oleh institusi yang
lingkup terbatas dibentuk negara dan berlaku
secara luas
6. Hubungan guru dengan Murid taat secara absolut kepada Bersifat kontraktual dan
murid kyai saklek
7. Otoritas dalam menaf- Relatif berkurang, karena diambil Membuka peluang kepada
sirkan ajaran agama oleh lembaga-lembaga keagamaan murid untuk mengakses
sumber-sumber informasi
keagamaan
Perbedaan ini terjadi karena adanya pergeseran dari guru agama tradisional menjadi guru agama
modern seiring dengan terjadinya pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam buku Karel A Steenbink (1986:42) disebutkan bahwa pembaharuan pendidikan disebabkan
oleh:
1. Muncul  keinginan untuk kembali kepada Al Quran dan Sunnah yang dijadikan titik tolak
untuk menilai kebiasaan beragama dan kebudayaan yang ada. Sentral kecenderungannya
adalah menolak taqlid, meskipun ada beberapa yang masih berpegang pada mazhab.
2. Sifat perlawanan nasional terhadap penguasaan kolonial Belanda.
3. Usaha yang kuat dari orang-orang islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial
ekonomi.
4. Pembaharuan pendidikan islam karena adanya ketidakpuasan dengan metode tradisional
dalam mempelajari Al quran dan studi agama Islam.
Pembaharuan pendidikan Islam tersebut merupakan awal berkurangnya dominasi kyai dalam
sistem pendidikan Islam. Karena anak-anak yang ingin belajar agama tidak harus datang kepada
kyai, namun mereka dapat belajar pada madrasah yang sudah lebih maju dalam hal metode
pengajarannya. Akan tetapi pergeseran ini tidak sepenuhnya menggusur kedudukan kyai di mata
masyarakat karena kekharismaannya dalam kepemimpinan, kesalehannya dalam beribadah dan
keikhlasannya dalam memberikan pengajaran. Ketiga ciri khas ini tidak dapat ditemui pada guru
agama modern yang ada saat ini. Sehingga  masih banyak masyarakat yang mempercayakan
penentuan kehidupannya kepada kyai yang ada di sekitar mereka.
Selain faktor pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, pergeseran ini juga dipengaruhi oleh
adanya beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa badan untuk pendidikan di Indonesia.
Salah satu contoh kebijakan itu adalah kebijakan BPKNP yang menyebutkan para guru
mendapatkan gaji dari pemerintah, atau kebijakan Islamic Education in Indonesia oleh Depag
yang menyebutkan adanya pengadaan pendidikan guru agama[7].
Kebijakan-kebijakan ini dibuat semata-mata  atas dasar keinginan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap peningkatan standar kualitas pendidikan secara umum yang termasuk
didalamnya pendidikan agama Islam. Untuk itu perlu adanya peningkatan kemampuan pada
setiap pengajar pendidikan agama Islam. Sehingga  para guru agama tidak hanya memiliki
pengetahuan mendalam tentang ajaran agama saja, tetapi ia juga dituntut untuk dapat
memberikan metode pengajaran dan inovasi pendidikan yang lebih maju.
BAB III
KESIMPULAN
Peran dan pengaruh kyai dalam proses pendidikan ala pesantren memang cukup dominan, namun
apakah tuduhan sementara manusia modern tentang pesantren yang terkesan sumbang semuanya
benar ?. Untuk memperoleh jawaban yang akurat tentu perlu  penelitian lebih cermat. Karena kita
tentu akan melihat bahwa kaum santri yang concern dengan tradisi pesantren tentu akan menolak
pandangan negatif dari sementara orang yang mengatasnamakan manusia modern, yang
dialamatkan kepada pesantren tersebut. Sebab diyakini bahwa pandangan negatif akan
menghambat transformasi nilai-nilai Islam yang sedang gencar dilakukan oleh pesantren, yang
tentunya termasuk penghormatan santri teradap kyai.
Secara umum kyai memiliki wewenang penuh di dalam membawa perjalanan pesantren untuk
diarahkan kepada suatu tujuan yang telah digariskan. Oleh sebab itu pelaksanaan proses
pendidikan yang terjadi di dalam pesantren pun sangat tergantung kepada kyai untuk
mengaturnya. Walaupun biasanya operasionalnya dilakukan oleh para guru atau para
pembantunya, namun ide-ide yang mewarnainya tetap tidak lepas dari campur tangan kyai.
Seorang guru agama modern tidak akan bisa mempunyai peran besar seperti seorang kyai kalau
dia hanya mengandalkan tingkat intelektualitas saja, tanpa dibarengi dengan tingginya tingkat
kesalehan dan besarnya kharisma di mata masyarakat. Namun dalam rangka mengembangkan
pendidikan Islam di Indonesia agar lebih maju, alangkah indahnya jika antara kyai dan guru
agama modern saling bersinergi untuk saling mentransfer ilmu yang dimiliki. Sehingga seorang
guru agama modern walaupun hanya sebagai seorang pengajar agama di madrasah akan menjadi
seorang yang dihormati dan dicintai serta dijadikan teladan oleh murid-muridnya layaknya
seorang kyai. Dan seorang kyai akan menjadi guru agama yang handal dengan metode dan
kurikulum yang disesuaikan kebutuhan santri layaknya seorang guru agama modern.
 
MAKALAH
Sejarah pendidikan islam indonesia

Tentang
“Kyai dan Guru Agama Modern tentang proses
Pergeseran Orientasi dan Peran”

Disusun Oleh ;
Kelompok 24
MUNTAZA FRIDAY YUSRI

Dosen Pembimbing :
NURSALIMAH. MA

UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH LABUHANBATU


TAHUN AJARAN 2020/2021

UNIVERSITAS LABUHANBATU
RANTAUPRAPAT

Anda mungkin juga menyukai