DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
SMAN 1 KODEOHA
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
Pernikahan yang Dilarang Islam
Dalam Islam, menikah termasuk sunnah. Menikah adalah proses ibadah, karena
terdapat proses membina rumah tangga, mendidik keluarga, dan juga menjaga
keharmonisannya.
Di dalam agama islam itu sudah jelas, mana saja pernikahan yang dilarang islam dan
mana saja yang diperbolehkan. Adapun yang dimaksud dari pernikahan yang dilarang yakni
bentuk-bentuk perkawinan yang tidak boleh dilakukan seperti kawin mut'ah kawin hanya
untuk bersenang-senang, kawin syhighor, kawin muhallil dan lain-lain, bentuk perkawinan
tersebut merupakan bawaan yang berasal dari zaman jahiliyyah yang mana pada zaman itu
orang-orang bagaikan binatang yang memiliki prinsip bahwa siapa kuat dialah yang
berkuasa.
Allah SWT dan Rasulullah SAW menjelaskan berbagai pernikahan yang dilarang dalam
Islam, seperti di bawah ini.
1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam:
“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, 'Nikahkanlah aku
dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.' Atau berkata,
'Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara
perempuanku dengan dirimu.”
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar.
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut
disebutkan mas kawin ataukah tidak.
2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang ditalak tiga oleh suami
sebelumnya. Lalu laki-laki mentalaknya tersebut. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut
dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali)
setelah masa 'iddah wanita itu selesai. Nikah semacam ini haram hukumnya dan
termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melaknat muhallil [4] dan muhallala lahu.” [5]
[6]
3. Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikah seorang
laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari,
sepekan, sebulan, atau lebih. Para ulama kaum muslimin telah setuju tentang haram dan
tidak sahnya nikah mut'ah. Jika telah terjadi, maka nikahnya batal! Telah diriwayatkan
dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu 'anhu, ia berkata,
“pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut'ah pada saat Fat-hul Makkah
ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami mening-galkan Makkah, beliau
pun telah melarang kami darinya (melakukan nikah mut'ah).”
“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa 'iddahnya.” [Al-
Baqarah : 235]
Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya perempuan yang percaya lebih baik daripada perempuan musyrik
meskipun ia mampu menarik. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik
(dengan perempuan yang percaya) sebelum mereka percaya. Sungguh, hamba sahaya
laki-laki yang percaya lebih baik dari laki-laki musyrik meskipun ia mampu mampu.
Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan
izin-Nya. (Allah kepada) menjelaskan ayat-ayat-Nya manusia agar mereka mengambil
pelajaran.” [Al-Baqarah : 221]
8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya
Maupun Dari Pihak ibunya.
“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga
antara wanita dengan bibinya (dari pihak ibu).” [10]
Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk
menikahnya hingga menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar (bukan
nikah tahlil), lalu cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikah
dengan wanita itu kembali setelah masa 'iddahnya selesai. Berdasarkan firman Allah
Ta'nah:
“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika
suami yang lain menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama
dan kedua) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada
orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin
kembali dengan suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus
bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah 'iddah ia boleh
kembali kepada suaminya. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam,
Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan
sabda Nabi shallal-laahu 'alaihi wa sallam:
“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan
perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina
laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-
orang mukmin.” [An-Nuur : 3] Seorang laki-laki yang menghargainya tidak boleh
menikah dengan seorang tukang main. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya
tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina.
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang
baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan -perempuan
yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang tidak bersalahkan orang. Mereka
memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]