Anda di halaman 1dari 17

Ambrosia

"Lux et Veritas"… to seek the Light and the Truth…


Main menu
Skip to content
 Home
 About
SEARCH

GO

March 23, 2013

Sistem Pemerintahan Dan Keuangan Pada


Masa Umar Bin Khattab Ra; Ruh Syariat
dalam sebuah pemerintahan. (Part One)
 Leave a comment
Oleh: Geys Abdurrahman Assegaf Lc.

Prolog

Memimpin sebuah Negara ibaratnya adalah memimpin sebuah rumah tangga, sang pemimpin haruslah arif dan
bijaksana dalam memutuskan sebuah perkara yang menyangkut maslahat semua anggotanya. Terlebih lagi
apabila terdapat hal-hal baru yang mengharuskan sang pemimpin untuk bermanuver diluar kebiasaan protokol
kehidupan masyarakatnya. Sayyidina Umar bin Khattab adalah salah seorang dari khulafa Rasyidin dan
bahkan dari pemimpin dunia yang berhasil menegaskan kepiawaiannya dalam memimpin, menganalisa,
memutuskan perkara-perkara yang menjadi persengketaan bahkan di kalangan para sahabat sendiri.

Sistem pemerintahan dan perekonomian


Secara langsung kita dapat mengunderline bahwa yang menjadi titik penentu bagi suksesnya pemerintahan
Sayyidina Umar bin Khattab ada pada sistem pemerintahan dan keuangan pada masa yang sangat berkembang
tersebut. Beberapa pakar sejarah menyebutkan bahwa system pemerintahan di masa Khulafa Rasyidin bisa
dikatakan menganut sistem sosialis (Isytirakiyyah) dan kepemimpinan terpusat (Markaziyyah) dan
memberikan kekuasaan otonom terawas pada daerah-daerah, sebagaimana akan dijelaskan dalam uraian
berikut ini.
Sumber kekayaan utama sistem ini dari sisi keuangan adalah sumber pemasukannya, dimana Negara
memusatkan perhatiannya dan menjadikan sebuah masyarakat yang cenderung kepada sistem sosialis yang
memiliki cirri utama sebagian besar lahan adalah milik Negara. Namun sebagian lahan tetap menjadi milik
perorangan apabila kepemilikannya sebelum terjadi Futuhat (Pembebasan).

Sistem keuangan ini juga bercirikan bahwa semua orang semestinya hidup dalam tingkat kehidupan yang
standard dan wajar, tidak hidup mewah dan tidak turun kebawah garis kemiskinan. Negara harus
memperhatikan kaum fakir miskin dan member hak mereka. Inilah sistem pemerintahan dan ekonomi yang
berasal dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Setidaknya, sistem ini mendapatkan uraian terperinci pada masa
khalifah Umar bin Al-Khattab yang memanfaatkan pengelolaan wilayah-wilayah yang Maftuh (Terbuka) dan
sistem didalamnya dengan bijaksana. Hingga akhirnya sistem ini mapan dan dewasa dengan perkembangan
pemikiran Islam dan kebutuhan daerah-daerah yang dibebaskan tersebut.

Keadaan Negri-negri sebelum Futuhat.

Negara-negara yang sebelumnya berada didalam kekuasaan Romawi dan Persia, oleh pemerintahannya mereka
wajib membayar pajak dalam jumlah yang sangat besar, walaupun seluruh rakyatnya tidak membayar pajak.
Ada lapisan tertentu di masyarakat yang tidak menunaikan apapun ke lumbung negara, namun ada lapisan lain
yang memberikan pajak hartanya kepada orang lain yang menyandarkan hidup darinya, mereka adalah rahib-
rahib dan pemuka agama.

Dan pajak-pajak tersebut banyak jenisnya yang diambil dari lahan-lahan amat dirasakan kesulitannya oleh
rakyat. Mereka wajib menyerahkan kepada penguasa segala penghidupannya yang berasal dari lahan pertanian
yang banyak. Mereka menyerahkan hasil pekerjaannya seluruhnya padahal hal itu adalah sesuap nasi bagi
mereka.

Permasalahan-permasalahan yang harus dipecahkan Sayyiduna Umar setelah Futuhat.

a. Masalah Pembagian Harta Rampasan Perang dan Tanah-Tanah Futuhat.


Setelah datangnya masa pembebasan (Futuhat), maka kaum muslimin menguasai mayoritas tanah-tanah
tersebut yang tadinya berada di tangan Persia dan Romawi. Tadinya dalam ketentuan hukum pembebasan
(Fath) dan peperangan bahwa tanah-tanah dan apa-apa yang ada didalamnya adalah milik para tentara
pembebas (Al-Fatihun), namun beberapa sahabar yang ikut serta dalam pembebasan tersebut, terutama dari
para pembesar-pembesarnya seperti Sa’ad bin Abi Waqash, Abu Ubaidah, dan ‘Amru bin Ash memohon agar
tanah-tanah tersebut dibagi-bagi diantara mereka sebagaimana Rasulullah saw melakukannya di tanah khaibar.
Mereka meminta Izin dan restu dari para penguasa wilayah yang berada dibawah Qiyadah (Kepempimpinan)
Sayyiduna Umar bin Khattab tentang permasalahan ini. Maka Sayyiduna Umar mempertimbangkan persoalan
ini sebagai berikut: “Jika tanah-tanah itu dibagikan kepada sesame tentara pembebas (Fatihun), maka apa yang
tersisa untuk yang datang sesudahnya? Dan apakah harta yang tersisa dari harta benda untuk membiayai
futuhat selanjutnya? Dan apa nasib para pembebas sedang mereka harus memperhatikan dan terseret kepada
tanah-tanah mereka, menanami, mengelola, hingga mereka terbuai dan terlena atas kewajiban mereka atas
futuhat mendatang?”

Realitanya, bahwa masalah ini sangatlah krusial dan Sayyiduna Umar bin Khattab sebelumnya telah
mempertimbangkannya dari sisi kemaslahatan agama dan kemaslahatan ummat, walau persoalan sebenarnya
bahwa para pembebas (fatihun) berhak atas pembagian tanah-tanah tersebut, namun pertanyaannya apakah hal
tersebut sejalan dengan ruh Islam?

Masalah ini menyita waktu yang cukup besar bagi Sayyiduna Umar untuk memikirkannya secara luas (Dalam
beberapa tafsir dikatakan 3 malam 2 hari). Dan sungguh baginya untuk memenangkan ruh Islam tanpa
melanggar teks Al-Qur’an dan Sunnah. Maka segera ia kembali kepada Al-Qur’an dan didapatkannya dua
ayat, salah satunya menetapkan pembagian tanah pembebasan yang biasanya menyambung dengan suatu
daerah dan tanah khusus. Sedangkan ayat lainnya mengisyaratkan kepada satu macam hal lain yang terbilang
mencakup tanggung jawab atas tanah Ummat Islam seluruhnya. Dan telah disebutkan pada satu konteks
tertentu bahwa tanah tersebut tidak menyambung dengan perkampungan tertentu melainkan dengan suluruh
perkampungan, jadi yang terjadi disini adalah disamaratakan tanpa ada pembatasan. Allah swt berfirman:

‫َي اَل يَ ُكونَ دُولَةً بَ ْينَ اأْل َ ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم‬ ْ ‫يل ك‬ ِ ‫ُول َولِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِك‬
ِ ِ‫ين َواب ِْن ال َّسب‬ ِ ‫َما أَفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن أَ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرس‬
ِ ‫ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

yang artinya: “Apa saja harta rampasan (fay’) yg diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yg
berasal dari penduduk kota-kota maka adl untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yg dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu. Apa yg diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yg dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Al Hasyr
Ayat 7)

َ ِ‫صرُونَ هَّللا َ َو َرسُولَهُ ۚ أُو ٰلَئ‬


َ‫ك هُ ُم الصَّا ِدقُون‬ ُ ‫ار ِه ْم َوأَ ْم َوالِ ِه ْم يَ ْبتَ ُغونَ فَضْ اًل ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َوانًا َويَ ْن‬ ُ ِ َ‫لِ ْلفُقَ َرا ِء ْال ُمه‬
ِ َ‫اج ِرينَ الَّ ِذينَ أ ْخ ِرجُوا ِم ْن ِدي‬

Yang Artinya: “(Juga) bagi orang fakir yg berhijrah yg diusir dari kampung halaman & dari harta benda
mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itulah orang-orang yg benar.” (Al-Hasyr Ayat 8)

‫ُور ِه ْم َحا َجةً ِم َّما أُوتُوا َوي ُْؤثِرُونَ َعلَ ٰى أَ ْنفُ ِس ِه ْم َولَوْ َكانَ بِ ِه ْم‬
ِ ‫صد‬ُ ‫َوالَّ ِذينَ تَبَ َّو ُءوا ال َّدا َر َواإْل ِ ي َمانَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ي ُِحبُّونَ َم ْن هَا َج َر إِلَ ْي ِه ْم َواَل يَ ِج ُدونَ فِي‬
َ ِ‫ق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَأُو ٰلَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬ َ ‫صةٌ ۚ َو َم ْن يُو‬
َ ‫صا‬ َ َ‫خ‬

Yang artinya: “Dan orang-orang yg telah menempati kota Madinah & telah beriman (Anshor) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ´mencintai´ orang yg berhijrah kepada mereka (Muhajirin).
Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yg diberikan kepada
mereka (Muhajirin); & mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. Dan siapa yg dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yg
beruntung. “ (Al-Hasyr ayat 9)

َ َّ‫ان َواَل تَجْ َعلْ فِي قُلُوبِنَا ِغاًّل لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا َربَّنَا إِن‬
‫ك َر ُءوفٌ َر ِحي ٌم‬ ِ ‫َوالَّ ِذينَ َجا ُءوا ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْ•م يَقُولُونَ َربَّنَا ا ْغفِرْ لَنَا وَإِل ِ ْخ َوانِنَا الَّ ِذينَ َسبَقُونَا بِاإْل ِ ي َم‬

Yang Artinya: “Dan orang-orang yg datang sesudah mereka (Muhajirin & Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami & saudara-saudara kami yg telah beriman lebih dulu dari kami, & janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yg beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr ayat 10)

Ayat-ayat ini berkaitan dengan Fay’ dari penduduk desa secara umum, bukan dari desa tertentu seperti
termaktub di dalam Al-Qur’an untuk kondisi tertentu seperti termaktub di dalam Al-Qur’an untuk kondisi
tertentu. Dan ayat tersebut mencakup semua kaum dan lapisan-lapisannya baik fakir, miskin, musafir,
muhajirin dan anshar kemudian mereka yang datang setelahnya yaitu mencakup ummat Islam. Pada Ayat ini
Sayyiduna Umar merenung dan berkomentar, “Hendaklah seluruh tanah-tanah tersebut tetap diperuntukkan
bagi umat dan dari mereka semua tanah-tanah tersebut ditahan (dari dibagikan kepada para fatihun untuk
dikelola bagi kepentingan rakyat).”

Namun demikian ada beberapa sahabat yang tidak sependapat, mereka tetap berpegang pada ayat yang
mengizinkan pembagian tanah seperti saat di Khaibar. Diantara mereka adalah kibar sahabat Abdurrahman bin
‘Auf, Zubair, dan Bilal bin Rabah. Adapun Bilal adalah yang paling keras dalam menentang penahanan tanah-
tanah pembebasan dari tangan kaum muslimin. Dan pada saat itu Sayyiduna Umar belum dapat melobi para
sahabat walaupun berada disisinya beberapa sahabat lainnya seperti Sadatuna Ali bin Abi Thalib, Utsman,
Mu’adz, Abdullah bin Umar dan Thalhah.

Sampai akhirnya Sayyiduna Umar terpaksa mengambil ketetapan hukum kepada suku Anshar, maka mereka
memilih lima orang dari suku Aus dan lima lagi dari suku Khazraj dan sang Khalifah memaparkan kepada
mereka dimana letak permasalahan dan perbedaan pendapat serta beliau memaparkan bahaya yang mungkin
terjadi dari pembagian tanah-tanah hasil pembebasan kepada tentara pembebas (Fatihun). Bahaya ini datang
dari dua sisi mata koin, bahaya moril dan ideologi, kaum muslimin dari cinta dunia dan materi serta bahaya
integritas bangsa-bangsa yang baru saja dirangkul serta harus dipersatukan. Hal ini akhirnya membuat mereka
berfikir dan menyerahkan kepada pendapat sang Amirul Mukminin. Disinilah terjadi kestabilan opini dari apa
yang telah dikemukakan Sayyiduna Umar dari kejeniusan akalnya dan pemahamannya yang baik terhadap Ruh
Syariah.

Dari sini sayyiduna Umar menuliskan surat-surat kepada wilayah-wilayah (Amshar) apa yang telah tetap dari
pendapat tentang masalah ini, dan beliau katakan, “Para tentara pembebas (Fatihun) akan mengambil
bagiannya dari harta rampasan perang besar (Ghanaim), adapun tanah yang dibebaskan tetap milik kaum
muslimin seluruhnya, yang mana diambil hasil dan produknya serta dibagikan kepada umat.”

Kesulitan kedua yang harus dipecahkan oleh Sayyiduna Umar datang dari pembagian pemasukan negara atau
devisa. Apa-apa saja dasar yang wajib dikonsentrasikan dalam pembagian devisa tersebut? Apakah harta
dibagikan kepada umat secara merata? Dalam hal ini Sayyiduna Umar membagikan pemasukan negara kepada
pembagian berdasarkan hajat umat pada umumnya dan juga pembagian berdasarkan kedudukan dan klasifikasi
masing-masing. Beliau berkata, “Sungguh saya tidak berpendapat bahwa orang yang berhijrah bersama
Rasulullah saw sama haknya dalam harta Fay’ dengan orang yang pernah memerangi islam dan memeluknya
belakangan.”

Bertentangan dengan pendapatnya ini adalah Sayyiduna Ali bin Abi Thalib. Namun pendapat Khalifah lebih
Rajih dari pendapat selainnya, sehingga ditetapkanlah sistem pembagian sesuai kedudukan. Dan diletakkan
urutan dalam masalah ini dari dua sisi: Pertama didasarkan kepada hajat orang terhadap harta yang akan
dinafkahkan, kedua keterdahuluannya didalam memeluk agama Islam dan memenangkannya.

Dimulailah oleh Sayyiduna Umar pertama kali dengan mengedepankan orang-orang yang sangat
membutuhkan (Dzawil Hajat) seperti Qari’ (Para Pembaca Al-Qur’an) dan faqir yang amat menghajatkan.
Keduanya ini mengambil bagian yang mencukupinya. Baru kemudian dibagikan kepada golongan yang
terdahulu dalam memeluk Islam dan Kedekatannya kepada Rasulullah saw.

Setelah diletakkannya dasar-dasar ini, maka kemudian timbullah kendala baru yaitu: Bagaimana mengatur dan
membagikannya kepada semua orang yang membutuhkan dan masyarakat seluruhnya agar dapat terlibat dalam
pemanfaatan harta tersebut ;sedang hal ini sangatlah sulit mengingat kondisi geografis yang luas dan
kebutuhan masyarakat Islam pada masa itu; dan beberapa permasalahan lainnya?

Insya Allah akan penulis bahas pada artikel yang akan datang. Hadanallah Wa Iyyakum Ajma’in.

Sayyidina Umar bin Khattab ra indeed was The Best Ruler in The Best Time. A Best Example to set for every
moslem leader is there to see. :)
About these ads
Related
Ulama adalah pewaris para Nabi, maka mintalah pendapat mereka, wahai para pemimpin.In "Philosophy"
Sistem Pemerintahan Dan Keuangan Pada Masa Umar Bin Khattab Ra; Ruh Syariat dalam sebuah
pemerintahan. (Part Two)
The Mauleed Of The Prophet Muhammad (P.B.U.H)

 Posted by Geys Assegaf in Philosophy, Uncategorizedhttps://diambrosia.wordpress.com/2013/03/23/sistem-pemerintaha


sebenarnya-dalam-sebuah-pemerintahan-part-one/

kekhalifahan Umar bin Khatab


Umar bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khatab adalah salah satu dari khulafaurasyidin
yang memimpin kekhalifahan Islam pasca wafatnya Rasulullah Muhammad SAW. Umar menjadi khalifah kedua
menggantikan Abu Bakar Shidiq. Sosok Umar sangat berpengaruh di kalangan bangsa Arab karena keberanian,
ketegasan, dan keteguhan jiwanya, bahkan pepatah Arab mengatakan keberanian Umar layaknya seperti singa.
Sebelum masuk Islam, Umar di kenal sebagai salah satu tokoh Quraisy yang menentang ajaran Islam. Ia bahkan
sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluk-pemeluk Islam. Namun, setelah masuk Islam ia menjadi seseorang
yang sangat taat dalam beragama dan keras terhadap oran-orang yang menentang Islam. Ia banyak memberikan
kontribusi dalam kemajuan agama Islam.
Makalah singkat ini mencoba untuk mendeskripsikan kehidupan Umar bin Khatab, sejarah kelahirannya, Umar
sebelum dan sesudah masuk Islam, pemerintahan Umar sebagai khalifah, hingga wafatnya.

 
A. Sejarah Kelahiran Umar bin Khatab
Umar dilahirkan di Makkah tahun 581 masehi. Ayah Umar bernama al-Khatab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah
bin Abdullah bin Qurt bin Razah bin Adi bin Ka’b, sedangkan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin al-
Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ayah Umar adalah juga orang yang sangat keras dalam menentang
agama Islam.

Semasa masa anak-anak, Umar dibesarkan seperti anak-anak Quraisy lainnya. Yang membedakannya dengan yang
lain, ia sempat belajar baca tulis, hal yang jarang sekali terjadi di kalangan mereka karena orang-orang Arab pada
masa itu tidak menganggap pandai baca tulis sebagai suatu keistimewaan.

Setelah Umar beranjak remaja, ia bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran
kota Makkah. Beranjak dari masa remaja ke masa pemuda, sosok tubuh Umar tampak berkembang lebih cepat
dibanding dengan teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar.

Setelah Nabi Muhammad diutus, dari sinilah Umar mulai menentang dan menghalangi dakwah Nabi, bahkan ia
menghalang-halangi orang-orang yang hendak masuk Islam. Sering kali ia menyakiti dan menyiksa kaum muslimin.
Ia menganggap bahwa dakwah Nabi saw telah memecah belah persatuan Quraisy, karena itulah ia memusuhi Nabi
saw dan agama Islam.

 
B. Umar bin Khatab Pada Masa Jahiliyah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Umar adalah sosok yang sangat disegani karena kekuatan dan kekerasan
jiwanya. Sejak mudanya ia sudah mewarisi sikap keras dan kasar itu dari ayahnya, kemudian didukung pula oleh
tubuhnya yang kekar dan kuat.Dahulu Umar senang bermain gulat. Dalam sejarah diceritakan Umar pernah bermain
gulat yang diadakan di samping pasar Ukaz . Tatkala orang banyak melihat Umar bin Khatab datang menuju ke
tempat mereka cepat-cepat mereka memberi jalan. Para penonton sudah yakin bahwa tidak ada yang bisa
mengalahkan Umar. Selain senang bermain gulat, Umar suka mendatangi tempat-tempat hiburan malam, minum
khamr dan sebagainya. Umar juga adalah seseorang yang pandai berolahraga kuda. Di samping   kemahirannya
dalam olahraga   berkuda, adu gulat dan berbagai olahraga lain, apresiasinya terhadap puisi juga tinggi. Ia suka
mendengarkan para penyair membaca puisi di Ukaz dan di tempat-tempat lain. Banyak syair yang sudah dihafalnya.
Pengetahuannya yang cukup menonjol mengenai silsilah (genealogi) orang-orang Arab yang dipelajarinya dari
ayahnya, sehingga ia menjadi orang paling terkemuka dalam bidang ini. Retorikanya baik sekali dan ia pandai
berbicara. Karena semua itulah, ia sering pergi menjadi utusan Quraisy kepada kabilah-kabilah lain.

Begitulah kehidupan Umar pada masa Jahiliyah. Karena semua kelebihan yang ia punya, ia menjadi tokoh Quraisy
yang sangat ditakuti. Tidak ada orang yang berani menentangnya bahkan dari kalangannya sendiri.

 
C. Umar bin Khatab Masuk Islam
Mengenai sebab kenapa Umar masuk Islam, beberapa sumber masih berbeda-beda. Salah satu sumber menyebutkan
bahwa pada awalnya Umar sangat sedih   karena sesama anggota masyarakatnya telah pergi meninggalkan tanah air,
sesudah  mereka disiksa dan dianiaya. Selalu ia memikirkan hendak mencari jalan untuk   menyelamatkan mereka
dari keadaan demikian. Ia berpendapat keadaan ini baru   akan dapat diatasi apabila ia segera mengambil tindakan
tegas. Ketika itulah ia  mengambil keputusan akan membunuh Muhammad, karena menurutnya selama Muhammad
masih ada, Quraisy tidak akan bersatu.

Suatu pagi ia pergi dengan pedang terhunus di tangan hendak membunuh Rasulullah dan beberapa orang sahabatnya
yang sudah diketahuinya mereka sedang   berkumpul di Darul Arqam di Safa. Jumlah mereka hampir empat puluh
orang laki-laki dan perempuan. Sementara dalam perjalanan itu ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah yang lalu
menanyakan kepada Umar : “Hendak ke mana?”. Umar menjawab: “Saya sedang mencari Muhammad, orang yang
sudah meninggalkan kepercayaan leluhur dan memecah belah Quraisy, menistakan lembaga hidup kita, menghina
agama dan sembahan kita. Akan saya bunuh dia!”. Nu’aim berkata: “Anda menipu diri sendiri, Umar. Anda kira
Abu-Manaf akan membiarkan anda bebas berjalan di bumi ini jika sudah membunuh Muhammad? Tidakkah lebih
baik anda pulang dulu menemui keluargamu dan luruskan mereka!”. “Keluarga saya yang mana?” , Tanya Umar.
Kawannya itu menjawab: “Ipar dan sepupu anda Sa’id bin Zaid bin Amr, dan adikmu Fatimah binti Khatab, mereka
berdua sudah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad. Mereka itulah yang harus anda hadapi!”. Kemudian
Umar kembali pulang hendak menemui adik perempuannya dan iparnya. Ketika itu di sana Khabbab bin al-Arat
yang sedang memegang lembaran-lembaran al-Qur’an, membacakan surat Taha kepada mereka. Begitu mereka
merasa ada Umar datang, Khabbab bersembunyi di kamar mereka dan Fatimah menyembunyikan kitab al-Qur’an
tersebut. setelah berada dekat dari rumah itu, Umar masih mendengar bacaan Khabbab tadi, dan sesudah masuk ia
berkata: “Saya mendengar suara bisik-bisik, apa itu?”. “Saya tidak mendengar apa-apa,” jawab Fatimah. “Tidak!”
kata Umar, “Saya sudah mendengar bahwa kalian berdua sudah menjadi pengikut Muhammad dan    agamanya!”.
Umar berkata begitu sambil menghantam Sa’id bin Zaid keras-keras.  Fatimah, yang berusaha hendak melindungi
suaminya, juga mendapat  pukulan   keras.  Melihat  tindakan   Umar   yang  demikian,   mereka berkata: “Ya, kami
sudah  masuk Islam, dan kami beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sekarang lakukan   apa saja sekehendak
Anda!”. Melihat darah di muka adiknya itu Umar merasa   menyesal, dan menyadari apa yang telah diperbuatnya.
“Ke marikan kitab yang saya dengar kalian baca tadi,”  kata Umar. “Akan saya lihat apa yang diajarkan
Muhammad!”. Fatimah berkata: “Kami   khawatir  akan Anda sia-siakan.” “Jangan   takut,” jawab Umar. Lalu ia
bersumpah demi dewa-dewany bahwa ia akan   mengembalikannya bilamana sudah selesai membacanya. Kemudian
kiitab al-Qur’an itu diberikan oleh Fatimah. Sesudah sebagian dibacanya, ia berkata: “Sungguh   indah dan mulia
sekali kata-kata ini!”  Mendengar kata-kata itu Khabbab yang sejak  tadi bersembunyi keluar dan ia berkata kepada
Umar: “Umar, demi Allah saya   sangat mengharapkan Allah akan memberi kehormatan kepada Anda dengan     
ajaran Rasul-Nya ini. Kemarin saya mendengar Nabi berdo’a: “Allahumma ya Allah,  perkuatlah Islam dengan
Abul-Hakam bin Hisyam (Abu Jahl) atau dengan Umar bin Khattab.”   Umar berkata: “Khabbab, antarkan saya
kepada Muhammad. Saya akan menemuinya dan akan masuk islam”. Khabbab menjawab: “ Dia denagn beberapa
orang sahabatnya berada di sebuah rumah di Safa.” Umar mengambil pedangnya dan pergi langsung mengetuk pintu
di tempat Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya berada. Mendengar suaranya, salah seorang di antara para sahabat,
mengintip dari celah pintu. Ia melihat Umar yang sedang menyandang pedang. Ia kembali ketakutan sambil berkata:
“Rasulullah, Umar datang membawa pedang”.         Hamzah bin Abdul Muthallib berkata: “ Izinkan ia masuk, jika
kedatangannya dengan tujuan yang baik, kita sambut dengan baik; jika tujuannya jahat, kita bunuh ia dengan
pedangya sendiri”. Kemudian Rasululah saw berkata: “Izinkan ia masuk”. Lalu rasulullah saw menemui Umar dan
berkata; “Ibnu Khatab, apa maksud kedatanganmu?”. Umar menjawab: “Rasulullah, saya datang untuk menyatakan
keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya serta segala yang datang dari Allah”. Maka Rasulullah saw bertakbir sebagai
ungkapan rasa syukur karena do’anya telah dikabulkan.
Saat itu juga Umar mengucapkan dua kalimat syahadat, memecah kesunyian dan mencairkan hati para sahabat Nabi
saw yang sebelumnya merasa ketakutan. Masuknya Umar ke dalam agama Islam, segera diikuti oleh putra
sulungnya, Abdullah, dan isterinya, Zainab binti Maz’un. Selain itu, keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-
tokoh Arab lainnya masuk Islam. Sejak saat itu, berbondong-bondonglah orang masuk Islam sehingga dalam waktu
singkat pengikut Islam bertambah dengan pesatnya. Umar telah membawa cahaya terang dalam permulaan
perjuangan Islam. Dakwah Islam, yang semula dijalankan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi, kini disiarkan
secara terang-terangan. Umar menjadi pembela dan pelindung umat Islam dari segala gangguan. Ibnu Asir
mengungkapkan bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata, “Islamnya Umar adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah
suatu pertolongan, dan pemerintahannya adalah rahmat. Semula, umat Islam tidak berani mengerjakan salat dengan
terang-terangan, takut dianiaya oleh kafir Kuraisy, tetapi setelah itu mereka dapat beribadah dengan leluasa tanpa
merasa tertekan.” Umar telah menunjukkan kesetiaan dan pengabdiannya tanpa pamrih demi kejayaan Islam, seolah-
olah ia hendak menebus segala kesalahan dan dosa yang diperbuatnya pada masa jahiliah.Umar menjadi orang yang
paling keras membela Nabi saw dan melawan orang-orang yang memusuhi Islam, sebagaimana ia keras melawan
Nabi saw dan orang-orang yang membela Islam ketika ia belum masuk islam dahulu.
 
D. Pemerintahan Umar bin Khatab
Sebelum wafat, Abu Bakar memanggil beberapa orang sahabat besar untuk dimintai pendapatnya tentang rencana
penunjukan khalifah yang akan menggantikannya. Umar merupakan calon tunggal Abu Bakar dan para sahabat
dapat menyetujui pilihan Abu Bakar. Demikianlah tercatat dalam sejarah, pada tahun 13 H/634 M Umar dibaiat
menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar. Dialah khalifah pertama dan satu-satunya yang mendapat gelar
Amirulmukminin (Panglima Orang-Orang Beriman).

Keberhasilan yang dicapai di masa pemerintahan Umar bin Khattab, banyak ditentukan oleh berbagai kebijakan
dalam mengatur dan menerapkan sistem pemerintahannya. Kualitas pribadi dan seperangkat pendukung lainnya,
tentu juga memiliki andil yang besar dalam pemerintahan Umar bin Khattab. Adapun prestasi yang dicapai pada
masa kekhalifahannya antara lain adalah:

1. Perluasan Wilayah Islam.


Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu Bakar, maka khalifah Umar
menganggap bahwa tugas yang pertama ialah mensukseskan ekspedisi yang telah dirintis oleh pendahulunya, maka
dari itu pada masa Umar gelombang ekspansi (perluasan wilayah kekuasaan) banyak terjadi antaranya, ibu kota
Syria, Damaskus jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah dalam perang
Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh di bawah kekuasaan Islam dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ’Amr bin Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin abi Waqash.
Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan pada tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh di bawah kekuasaan
Islam. Al-Qadasiah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada
masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam telah meliputi jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar
kota Persia dan Mesir. Bersamaan dengan ekspansi tersebut, pusat kekuasaan Madinah mengalami perkembangan
yang amat pesat. Khalifah telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani
tuntunan masyarakat baru yang berkembang. Umar mendirikan dewan-dewan, membangun Baitul Māl, mencetak
uang, mengatur gaji, menciptakan tahun hijriah dan sebagainya. Di samping itu karena wilayah kekuasaan semakin
luas, maka wilayah Islam dibagi menjadi unit-unit administratif yang diatur menjadi delapan wilayah propinsi yaitu:
Mekah, Madinah, Jasirah, Basrah, kufah, Palestina, dan Mesir.
1. Penataan Struktur Pemerintahan.
Sejalan dengan semakin luasnya wilayah Islam, maka Umar melakukan berbagai macam penataan struktur
pemerintahan, anatara lain:

1. Administrasi Pemerintahan.
Penataan administrasi pemerintahan dilakukan Umar dengan melakukan desentralisasi pemerintahan. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menjangkau wilayah Islam yang semakin luas. Wilayah Islam dibagi dalam beberapa propinsi
yaitu ; Mekah, Madinah, Palestina, Suria, Iraq, Persia dan Mesir. Umar yang dikenal sebagai negarawan,
administrator, terampil dan cerdas, segera membuat kebijakan mengenai administrasi pemerintahan.Pembagian
Negeri menjadi unit-unit administratif sebagai propinsi, distrik dan sub bagian dari distrik merupakan langkah
pertama dalam pemerintahan. Unit-unit ini merupakan tempat ketergantungan efesiensi administratif yang besar.
Umar merupakan penguasa muslim pertama yang mengambil kebijakan dengan melakukan disentralisasi semacam
itu. Setiap daerah diberi kewenangan mengatur pemerintahan daerahnya tetapi tetap segala kebijakan harus sesuai
dengan pemerintahan pusat.

1. Lembaga Peradilan.
Pada lembaga pengadilan Umar tidak lagi memonopoli struktur pengadilan, sudah ada orang-orang yang ditunjuk
dan diberi wewenang melaksanakan peradilan pada kasus-kasus tertentu. Urusan pengadilan diserahkan kepada
pejabat-pejabat yang diangkat dan diberi nama Qadi. Pemisahan kekuasaan antara kekuasaanyudikatif dan eksekutif
oleh Umar belum total sama sekali, sebab khalifah dan juga gubernur-gubernurnya tetap memegang peradilan pada
kasus-kasus hukum jinayah yang menyangkut tentang hudud dan qisas. Namun wilayah yang jauh dari pusat
khalifah, wewenang itu diberikan.
1. Korps Militer.
Pada masa pemerintahan Umar negara Islam menjadi negara adikuasa yang banyak memiliki wilayah kekuasaan
ketika itu Persia dan Bizantium juga ditaklukkan Umar. Kemampuan Umar melakukan ekspansi besar-besaran
tersebut tentu tidak bisa lepas dari sistem militer yang tangguh sebagai basis pertahanan dan keamanan negara.
Umar membentuk organisasi militer yang bertujuan menjaga kecakapan militer bangsa Arab, untuk itu Umar
melarang pasukan Arab menguasai tanah pertanian negri-negri taklukan, sebab penguasaan  atas tanah pertanian
tersebut dihawatirkan akan melemahkan semangat militer mereka, beliau juga melarang pasukan muslim hidup
diperkampungan sipil, melainkan mereka hidup diperkampungan militer, dan Umar tidak ingin tentara memiliki
propesi lain seperti dagang, bertani yang mengakibatkan perhatian mereka berkurang terhadap kepentingan militer.

1. Bait al-Mal.
Pendirian bait al-Mal  dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji tentara
militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada
yang berhak menerima zakat, adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya.
Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah terbaginya wilayah kepada beberapa
propinsi, bait al mal memiliki cabang-cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana
sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim kepusat.
Demikian beberapa kebijakan politik yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dalam pemerintahanya, yang membawa
Islam berkembang pesat, baik dari aspek ajaran maupun aspek wilayah teritorial.
 

1. E.  Ijtihad Umar bin Khatab


Di kalangan fukaha (ahli fikih) ia dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad. Meskipun demikian, ia
tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah. Ijtihadnya mencakup berbagai masalah kehidupan, baik dalam
bidang ibadah maupun bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Dalam bidang peribadatan, antara lain pendapatnya
mengenai empat takbir dalam salat jenazah, penyelenggaraan salat tarawih berjemaah, penambahan kalimat as-salat
khaiun mim an-naum (salat lebih baik dari tidur) dalam azan subuh. Dalam bidang kesejahteraan umat, di antara
gagasannya adalah pemberian gaji bagi para imam dan muazin (tukang azan), pengadaan lampu penerangan dalam
masjid-masjid, pengorganisasian khotbah-khotbah, pendirian baitulmal, penghapusan pembagian tanah rampasan
perang (fay’), pembangunan terusan dan kota-kota seperti Basra, Kufah, Fustat, dan Mosul, dan pembangunan
sekolah-sekolah.

Dalam bidang hukum ijtihadnya adalah mengenai pembagian harta warisan, perumusan prinsip kias, talak tiga,
pendirian pengadilan-pengadilan, pengangkatan para hakim, pemakaian cambuk dalam melaksanakan hukum badan,
penetapan hukuman 80 kali dera bagi pemabuk, pemungutan zakat atas kuda yang diperdagangkan, dan larangan
penyebutan nama-nama wanita dalam lirik syair. Penentuan kalender hijriah juga merupakan hasil ijtihad Umar yang
diabadikan sampai sekarang.

1. F.  Kematian Umar
Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses, mujtahid (ahli ijtihad) yang ulung, dan sahabat Rasulullah SAW
yang sejati. Kesuksesannya dalam mengibarkan panji-panji Islam mengundang rasa iri dan dengki di hati musuh-
musuhnya.

ketika hendak wafat beliau pernah berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Sesungguhnya kita telah diciptakan, kita ini
awalnya tidak berarti apa-apa sampai akhirnya Allah memuliakan kita dengan Islam. Maka jika kita pergi untuk
mencari kemuliaan pada selain-Nya, maka niscaya Allah akan menghinakan kita.” Tak pernah usai beliau merasa
bimbang terhadap dirinya sendiri, “Apa yang hendak kau katakana pada Rabbmu besok di akhirat?” beliau
senantiasa melantunkan syair untuk menasihati dirinya, “bukankah kamu adalah seorang yang rendah, lalu Allah
mengangkatmu. Bukankah kamu dahulu adalah orang yang sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepadamu.
Bukankah kamu dahulu adalah orang yang hina, lalu Allah memuliakanmu. Lalu apa yang hendak kau lakukan
kepada Rabbmu dihari esok (akhirat)?”

Saat itu, Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M, saat memimpin sholat subuh Umar bin Khattab ditikam oleh Abu
Lu’lu’ah dari belakang menggunakan pisau. la wafat dalam usia 63 tahun setelah kurang lebih 10 tahun
menggenggam amanat sebagai khaIifah.

 
G. Penutup
Umar bin Khattab adalah seorang sahabat Nabi saw dan khalifah kedua setelah Abu Bakar. Jasa dan pengaruh ya
terhadap penyebaran Islam sangat besar, hingga Michael H.Heart menempatkannya sebagai orang yang paling
berpengaruh nomor 51 sedunia, sepanjang masa. Keislaman Umar telah memberikan andil besar bagi perkembangan
dan kejayaan Islam. Umar adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan
kaum muslimin. Tidak diragukan lagi bahwa Umar adalah pemimpin yang cerdas dalam menjalankan roda
kepemerintahannya.

Hikmah yang dapat diambil bahwa hendaknya para pemimpin memperhatikan dan mempelajari sejarah mengenai
sistem-sistem kepemimpinan yang telah mencapai kesuksesan dan keberhasilan untuk kemudian diimplementasikan
dalam kepemimpinan masa kini.

https://rumahputihku.wordpress.com/2012/06/21/kekhalifahan-umar-bin-khatab/

Umar terkenal sebagai sosok yang keras dan kuat. Satu ayunan pukulannnya bisa
langsung merontokan gigi siapa saja. Dia juga seorang yang ahli dalam strategi
peperangan. Dengan segala kelebihannya tersebut tidak heran Umar menjadi sosok yang
disegani dan ditakuti di seantero Mekah. Mungkin itu jugalah alasan Rasulullah memohon
kepada Allah secara khusus untuk memberikan hidayah kepada Umar agar dakwah beliau
bisa menjadi lebih mudah. Apalagi sebelum memeluk Islam Umar terkenal salah satu yang
paling keras penentangannya kepada Rasul, tidak sedikit umat muslim yang mendapatkan
siksaan dari Umar. Namun setelah Umar memeluk Islam, dengan kekuatan dan
keberaniannya Ia selalu berada di garda terdepan untuk melindungi Rasulullah. Ia siap
mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk membela agama Allah dan selalu tanpa kompromi
terhadap segala kebatilan yang terjadi di hadapannya. Itulah yang kemudian membuat
Rasulullah memberikan julukan Al-Faruk kepada Umar, yang berarti orang yang
memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Itulah sekelumit gambaran tentang Umar bin Kahttab. Kalau boleh jujur, diantara empat
sahabat utama Rasulullah yakni Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, Umar lah yang paling
saya idolakan dan yang paling ingin saya teladani kepribadiannya. Tentu bukan
berrmaksud mengesampingkan kepribadian tiga sosok sahabat Rasul lainnya. Ketiganya
tetap lah sosok istimewa dan luar biasa berjasa membantu Rasulullah dalam meraih
kesuksesan mendakwahkan Islam di muka bumi. Ketiganya memiliki kelebihan akhlak
masing-masing yang tentu sangat layak atau bahkan harus dijadikan teladan oleh umat
muslim selain teladan utama dari Rasulullah. Abu Bakar terkenal dengan kedermawanan
dan pahala ibadahnya yang sulit untuk ditandingi, Usman terkenal dengan kelembutan dan
sifat pemalunya (sampai-sampai Malaikat pun malu kepadanya), dan Ali terkenal sebagai
pemuda tangguh dan keluasan ilmunya. Namun bila melihat dan merasakan kondisi
kehidupan saat ini, saya merasakan bahwa sosok kepribadian Umar yang sangat keras
juga berani dalam menegakan kebenaran dan memberantas kebatilan sebagai kepribadian
yang sangat ingin saya teladani dan sangat perlu untuk dimiliki oleh orang-orang yang
punya cita-cita menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.

Sebelum memeluk Islam, Umar menggunakan kepribadian keras dan kuatnya untuk
membela kepentingan kelompoknya dari gangguan kelompok lain, dan mungkin tanpa
mempertimbangkan benar atau salah. Tapi setelah memeluk Islam, Ia menggunakan
kepribadian keras, kuat, dan beraninya untuk membela agama Allah. Kerasnya Ia
dilandaskan kepada perlu atau tidaknya dilakukan menurut perintah Allah dan Rasul-Nya,
sedangkan kuatnya Ia dilandaskan kepada keyakinan bahwa tidak ada daya dan tidak ada
upaya dari manusia melainkan kekuatan hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam, dan
keberaniannya dilandaskan kepada ketakutan kepada Allah.

Saat ini saya yakin sangat banyak orang yang memiliki keinginan untuk melakukan amar
ma’ruf nahi munkar dalam setiap detik kehidupannya. Tapi keinginan itu seringkali gagal
karena dilakukan dengan terlalu lembut saat dakwah sebetulnya sedikit perlu sikap keras,
gagal karena melakukannya dengan lemah dan dikalahkan oleh kekuatan penguasa, dan
juga gagal karena mental yang terlalu ciut karena dihadapkan pada suatu kondisi yang
menakutkan. Sebaliknya banyak juga sebetulnya orang yang memiliki watak dan sikap
keras, kuat, dan berani. Hanya saja watak kerasnya digunakan untuk melakukan
kezaliman, kekuatannya dilakukan untuk melindungi kelaliman, dan keberaniannya
digerakan oleh hawa nafsu untuk menuruti bisikan syetan.

Sungguh tidaklah mudah menjadi sosok yang keras, kuat, dan berani. Atau mungkin lebih
tepatnya sangat sulit menjadi sosok keras, kuat, dan berani, yang semuanya itu
dilandaskan atas ketaatan dan ketakutan kepada Allah swt. Tetapi justru sangatlah mudah
sebetulnya untuk menjadi sosok yang keras, kuat, dan berani, yang dilandaskan kepada
kekeringan iman dan digerakan oleh hawa nafsu syetan.

Tetapi dengan tekad dan doa kita harus yakin bahwa siapapun bisa meneladani Umar.
Apalagi jika semuanya dinginkan karena diniatkan untuk meraih ridha Allah swt. InsyaAllah,
Allah Yang Maha Besar pemilik langit dan bumi akan menganugerahkan watak dan sikap
keras, kuat, dan berani kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Yang paling penting sekarang
adalah bagi siapa saja yang merasa telah punya watak atau sikap seperti Umar, agar bisa
mempergunakannya di jalan Allah. Karena orang-orang seperti anda saat ini sangat
dibutuhkan untuk menegakan dan mengembalikan kejayaan Islam di muka bumi ini. Dan
bagi siapa saja yang saat ini sedang berusaha melatih dan menempa diri, disertai doa
kepada Allah untuk meneladani Umar bin Khattab diharapkan agar tetap istiqomah saat
kepribadian Umar yang dinginkan mulai Allah tanamkan di dalam jiwa raga.

Dengan sikap keras nan tegasnya seorang pemimpin dalam memperjuangkan kebenaran ia
akan disegani anggotanya, tentunya ia juga harus tahu kapan momen yang tepat untuk
menggunakan sikap keras dan ketegasannya itu. Sementara itu pribadi yang kuat seorang
ulama bisa mematahkan gangguan dari pihak-pihak yang mencoba mengganggu aktivitas
dakwahnya, misalnya gangguan dari preman yang sedang mabuk dengan gagah ia hadapi
karena punya ilmu bela diri yang telah ia pelajari. Dan dengan keberanian dalam melawan
kebatilan seseorang tak perlu takut untuk mengatakan SALAH pada perbuatan
kontrakejujuran dan mengatakan BENAR kepada perbuatan memperjuangkan kejujuran,
sekalipun ia dihadapkan kepada ancaman-ancaman yang membahayakan termasuk
ancaman kehilangan nyawa.

Beberapa hal tersebut hanyalah sedikit contoh. Banyak hal lain untuk menegakan agama
Allah ini yang memerlukan sosok-sosok seperti Umar bin Khattab. Saya, anda, dan kita
semua tentu sangat ingin meneladani Umar. Menjadi sosok yang keras, kuat, dan berani
dalam menentang, melawan, dan memusnahkan segala kemungkaran dan kezaliman di
muka bumi ini, demi tegaknya agama Allah dan demi tercapainya tujuan hidup kita di dunia
ini, yakni menggapai ridha Allah swt.

Wallahualam, http://www.kompasiana.com/mohamadrianarisandi/seperti-umar-bin-
khattab_551b3dbea33311af23b65d89

     Abu Lu’luah membunuh Umar karena rasa ketidakpuasannya atas keadilan yang diberikan
oleh Umar terhadapnya menyangkut permasalahan upeti dan dihancurkannya kerajaan Persia.
Abu Lu’luah pernah mengadu kepada Umar tentang berat dan benyaknya upeti yang harus
dikeluarkannya. Tetapi Umar menjawab, “Upetimu tidak terlalu banyak.” Kemudian ia
menggerutu, “Keadilam Umar menyangkut semua orang kecuali aku.”

     Ketika diberitakan kepada Umar bahwa yang membunuhnya adalah Abu Lu’luah, maka
khalifah Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku di
tangan orang yang mengaku Muslim.”

     Kemudian Umar berwasiat kepada putranya, “Wahai Abdullah, periksalah utang-
utangku!”

     Menjelang wafatnya, beliau membentuk dewan pemilihan khalifah yang terdiri dari 6 orang
sahabat, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Sa’ad bin Abu Waqqash, Abdurrahman bin
Auf, Az-Zubair bin Al-Awwam, dan Thalhah bin Ubaidullah.

     Setelah itu Umar juga memerintahkan putranya untuk menghadap Ummul Mukminin Aisyah
guna meminta izin untuk dikuburkan berdampingan dengan kedua sahabatnya, yaitu Rasulullah
dan Abu Bakar.

     Maka Aisyah pun memberikan izin kepadanya.


     Maka selesailah tugas kekhalifahan Umar dalam mengendalikan roda kepemimpinan kaum
Muslimin.

     Akhirnya Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab pun meninggalkan dunia yang sementara
ini dan menghadap kepada Allah Yang maha Esa. Allah dan Rasul-Nya telah memberikan kabar
gembira kepadamu:

     Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Ketika aku tidur, aku bermimpi
berada di surga. Ada seorang wanita berwudhu di samping istana, aku bertanya,
‘Punya siapa istana ini?’ mereka menjawab, ‘Kepunyaan Umar.’ Maka aku teringat
akan rasa cemburumu. Lalu aku pun berpaling ke belakang. Maka Umar pun menangis
dan berkata, ‘Apakah kepadamu aku akan cemburu, wahai Rasulullah?’.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)

     Ali bin Abu Thalib berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Abu Bakar dan Umar adalah
penghulu para penghuni surga dari kalangan orang tua mulai dari orang-orang yang
pertama sampai orang-orang yang terakhir, selain para nabi dan rasul. Janganlah
engkau beri tahu kepada mereka berdua—wahai Ali—ketika mereka berdua masih
hidup.” (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani)

     Abdullah bin Abbas berkata, “Ketika Umar telah diletakkan di atas pembaringannya
(setelah ditikam), maka orang-orang mengelilingi dan mendoakannya sebelum beliau
diangkat. Ketika itu aku berada di antara mereka, tiba-tiba seorang lelaki muncul dari
belakangku sambil memegang pundakku. Ternyata ia adalah Ali bin Abu thalib. Ia
mendoakan rahmat bagi Umar seraya berkata, ‘Tidaklah aku tinggalkan seorang lelaki
yang aku ingin menghadap kepada Allah dengan membawa amal seperti amalnya
selain engkau, wahai Umar. Demi Allah, aku menduga bahwa Allah akan
mengumpulkanmu bersama kedua sahabatmu, karena serig sekali aku mendengar
Rasulullah bersabda, ‘Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama
Abu Bakar dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar’.’.” (HR. Al-Bukhari)
http://pendalaman-tokoh.blogspot.co.id/2014/01/umar-bin-al-khattab-sahabat-rasululah.html

Haekal, Muhammad Husain. 2011.Umar Bin Khattab.Pustaka Litera Antar


Nusa:Jakarta  
Toriq, Nuruddin. 2002. Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab. RA. Dan
Pengaruhnya terhadap Perkembangan Dakwah Islam. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta
http://djazoelly07.blogspot.co.id/2015/06/sekilas-gaya-kepemimpinan-umar-bin.html

Kepemimpinan yang sukses tak lepas dari kesahajaan Umar atas kehidupan berdasarkan keimanannya.
Inilah yang menjadikan pertolongan Allah atas prosesnya menjadi  kunci keberhasilan Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab adalah pribadi yang begitu takut kepada Allah SWT. Seluruh tindak taduknya
sebagai pemimpin didasari atas perhitungan jangka panjang  ketika dia akan menghadap Allah SWT.
Keyakinan yang telah teguh dalam dirinya mengenai Islam menjadikannya seorang yang mengigit kuat
amanah yang jatuh untuk dirinya.
Dalam suatu kutipan percakapan dengan Abu al Hasan, Umar pernah mengatakan “Jika saja seekor sapi
tersasar  di tepi sungai Eufrat, Umar akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak 4.” Dari
kutipan tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa rasa takut yan teramat sangat atas Zat yang hakiki
menjadikannya seorang yang selalu warak dan hati-hati dalam setiap proses yang dilaluinya sebagai
pemimpin.
Adapun rangkaian keberhasilan atas kepemimpinan Umar bin Khattab adalah,
Diadakannya lembaga wakaf, dan dakwah, keilmuan, kesehatan, pemerintah dan administrasi negara
(Nizham Qadha’i), pemisahan antara eksekutif dan yudikatif, ahl al-hall wa  al-‘Aqd, asas syura, penegak
hukum, lembaga konsultasi hukum, perbandaharaan negara, pembangunan dan infrastruktur 5.
Dari berbagai poin diatas pemisahan antara  eksekutif dan yudikatif adalah salah satu terobosan terbesar
di masa kepemimpinan Umar bin khattab. Memisahkan antara ranah hukum dan pengoprasi… adlah
sebuah kebijakan yangcukup arif, karena dari dikotomi ini akan didapati sebuah sistem pemerintahan
yang lebih profesional dan fokus terhadap bidangnya masing-masing. Ketika kebijakan pemerintah
dijalani, akan ada badan pengawas yang dengan secara ketat menjamin alur yang dilalui kebijakan itu
berada pada koridor  melihat perkembangannya.
http://eramadina.com/kepemimpinan-dua-umar/

44 teladan kepemimpinan Muhammad, Herry Mohammad,Gema Insani Jakarta 2008


khotbah dan wasiat umar ibnul khattab, DR MUHAMMAD AHMAD ASYUR, GEMA INSANI
JAKARTA 2004
the art of leadership in Islam, DR MUHAMMAD FATHI.jakarta khalifa 2009
melahirkan pemimpin masa depan Dr thariq M.AS-SUWAIDAN IR.FAISHAL UMAR
BASYARAHIL GEMA INSANI JAKARTA 2005

SEJARAH PERADABAN ISLAM Drs. Samsul Munir Amin, M.A . amzah Jakarta 2013

Anda mungkin juga menyukai