Anda di halaman 1dari 20

1

KAJIAN ETNOEKOLOGI DAN ETNOBOTANI HUTAN BUKIT KANGIN TENGANAN


PEGRIGSINGAN DALAM PERSPEKTIF PENGEMBANGAN WISATA HUTAN*)

OLEH
NYOMAN WIJANA*)
Email: nyoman.wijana@undiksha.ac.id
*)
Staf Pengajar di Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha

PENDAHULUAN
Secara kedinasan, dilihat dari sisi pendidkannya, masyarakat Desa Tenganan
Pegringsingan pada umumnya telah mengenyam pendidikan. Hal ini terlihat dari persentase
reponden yang tidak bersekolah hanya sebesar 4 persen. Masyarakat yang merupakan lulusan SD
adalah sebesar 16 persen sedangkan lulusan SMP adalah sebesar 18 persen. Pendidikan tertinggi
yang mendominasi masyarakat Tenganan adalah lulusan SMA yaitu sebesar 54 persen dan
sisanya sebesar 8 persen adalah mereka yang merupakan lulusan perguruan tinggi atau sarjana.
Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa masih ada masyarakat yang tidak tamat SD dan yang
lulus SD sebesar 16% yang berarti tingkat pendidikannya masih rendah. Demikian juga yang
tamat SMP dan SMA masing-masing berjumlah 18% dan 54%. Artinya bahwa tingkat
pendidikannya baru mencapai pada tingkat menengah. Yang berpendidikan sarjana hanya 8%,
merupakan data pendidikan yang sangat kecil bila dibandingkan dengan data lainnya (BPPS
Karangasem, 2021).
Sebagai desa agraris, mata pencaharian penduduk Desa Adat Tenganan Karangasem,
umumnya sebagai petani padi, namun sebagian kecil ada juga sebagai pengrajin. Kerajinan khas
penduduk Desa Adat Tenganan Karangasem antara lain, anyaman bambu, ukir-ukiran, lukisan di
atas daun lontar (prasi) serta kain tenun. Kain tenun yang dibuat oleh penduduk desa ini diberi
nama kain Gringsing sebagai oleh-oleh khas pariwisata yang diminati para wisatawan. Kain
Gringsing tersebut dikerjakan dengan cara teknik dobel ikat. Teknik ini hanya satu-satunya di
Indonesia, sehingga kain Gringsing hasil karya masyarakat Tenganan Pegringsingan tersebut
sangat terkenal ke seluruh dunia.

A B C D E F
Gambar 2.2. Hasil Kerajinan Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan. (A,B Prasi. C,D Kain
Pegringsingan. D,E Kerajinan Ate). Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Internet.

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
2

Bagi masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan, hutan memiliki arti yang sangat
penting terutama berfungsi untuk melindungi permukiman penduduk dari bahaya tanah
longsor. Kelestarian dan fungsi hutan yang masih terjaga hingga kini merupakan keberhasilan
masyarakat adat dalam mengelola hutan dengan bertumpu pada sistem adat setempat yang
dilakukan melalui awig-awig desa adat (Karidewi, dkk., 2012). Berbeda halnya dengan
kondisi hutan yang dikelola oleh pemerintah pada umumnya yang telah banyak mengalami
degradasi. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi hutan yang lestari, memberikan ketertarikan
tersendiri bagi peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang fenomena dan eksistetensi dari
hutan tersebut dari sisi biodiversity (Wijana, 2014).
Upaya pelestarian sumber daya alam senantiasa berhubungan secara langsung dengan
nilai dan tingkah laku penduduk lokal. Karena itu, sungguh ironis apabila interaksi penduduk
lokal dengan lingkungannya kerap kali diabaikan dalam upaya pelestarian alam (Suparmini,
dkk., 2012). Mengingat pentingnya peranan masyarakat lokal dalam pelestarian alam, maka
tak heran apabila pada KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 telah dimunculkan wacana
tentang ‘konservasi tradisional’, yang berlandaskan pada kearifan budaya tradisional, berupa
praktik-praktik pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat lokal yang masih terikat pada
pranata-pranata lokal yang menyatu dalam keseharian hidupnya (Wiratno, dkk., 2001). Oleh
karena itu, pengelolaan kawasan dan lingkungan pada masyarakat Desa Adat Tenganan
Pegringsingan dengan sosial budaya tradisionalnya, sangat penting dijadikan model pola
pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal. Dalam perspektif pengembangan wisata, hutan
Bukit Kangin memiliki potensi untuk dikembangkan sebgai obyek wisata alternative selain
obyek wisata budaya yang telah eksis di desa Tenganan Pegringsingan tersebut.

Gambar 1.1. Suasana di Hutan Bukit Kangin (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Hutan Bukit Kangin dari sisi sumberdaya alam yang ada di dalamnya memiliki peluang
untuk dikembangkan menjadi obyek wisata yang baru yaitu wisata alam, wisata hutan, atau
ekowisata. Apa saja potensi yang ada di hutan Bukit Kangin dan bagaimana disain dalam

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
3

mengembangkan hutan Bukit Kangin sebagai obyek wisata alternative kreatif? Hal ini menjadi
fokus kajian dalam penelitian ini.
HASIL KAJIAN HUTAN BUKIT KANGIN
1. Komposisi Spesies Tumbuhan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari penulis telah diketemukan 67
spesies tumbuhan yang ada di Hutan Bukit Kangin. Dari data ke 67 spesies tersebut telah
dilengkapi dengan nama ilmiah spesies, taksonomi, deskripsi, dan pemanfaatannya secara
tradisional. Dengan data dari setiap spesies tumbuhan tersebut, maka secara ilmiah sudah dapat
dipertanggungjawabkan untuk digunakan sebagai sumber informasi kepada wisatawan, baik
wisatawan umum maupun wisatawan khusus (riset, edukasi, dan lain-lain).
Dengan adanya nama ilmiah, deskripsi spesies tumbuhan dan lain-lainnya itu guide local
dapat memberikan informasi kepada pengunjung dengan berbagai karakter dari spesies
tumbuhan tersebut. Ditambah dengan informasi kebermanfaatan dari spesies tumbuhan, cara
konservasi yang dilakukan oleh masyarakat (mitos, religious, angker, tenget dan lain-lain)
menambah daya tarik dari para wisatawan untuk lebih mengenal dari spesies tumbuhan yang ada
di hutan tersebut. Semua daftar spesies tumbuhan yang ada di Hutan Bukit Kangin telah tersusun
dalam bentuk dua buku yaitu Deskripsi Spesies Tumbuhan Berguna Hutan Bukit Kangin
Tenganan Pegringsingan, dan (2) Pemanfaatan Spesies Tumbuhan Berguna Berorientasi
Sosio Budaya Bali Aga Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Berikut beberapa spesies
tumbuhan yang ada di Hutan Bukit Kangin yang telah disusun dalam buku di atas.

Gambar 1.2. Deskripsi Spesies Tumbuhan Berguna Hutan Bukit Kangin Tenganan Pegringsingan (Sumber: Wijana,
2019)

Gambar 1.3. Pemnafaatan Spesies Tumbuhan Berguna Berorientasi Sosial Budaya Bali Aga Desa Adat Tenganan
Pegringsingan (Sumber: Wijana, 2019)

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
4

2. Pemetaan Pencaran Spesies Tumbuhan


Setiap individu spesies tumbuhan berada pada situs tersendiri. Masing-masing individu
berada pada lokasi dengan GPS tertentu pula. Setiap titik tumbuh individu spesies pada lokasi
sampel penelitian telah tergambarkan dalam suatu peta yang disebut dengan peta pencaran
spesies tumbuhan. Hasil kajian ini telah disusun kedalam buku Peta Distribusi Spesies Tumbuhan
Di Hutan Bukit Kangin Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem.
Dengan adanya peta pencaran individu spesies tumbuhan ini, memudahkan untuk menemukan,
mengenal, dan memberikan penjelasan spesies tumbuhan bersangkutan. Peta pencaran spesies
tumbuhan yang telah tergambarkan adalah (1) peta pencaran seluruh individu spesies tumbuhan
sebanyak 67 spesies. (2) Peta pencaran individu spesies tumbuhan Berguna (Sandang, Pangan,
Papan, Obat-obatan, Upacara Agama Hindu, dan Industri). (3) Secara khusus dibuatkan pula peta
pencaran individu spesies tumbuhan obat. (4) Khusus peta pencaran individu spesies tumbuhan
upacara agama Hindu. Berikut diberikan beberapa contoh. Disamping telah tersusun hasil-hasil
pemetaan pencaran spesies tumbuhan ini dalam bentuk buku Pemetaan Spesies Tumbuhan di
Hutan Bukit Kangin, Tenganan Pegringsingan.

Gambar 1.4. Peta Distribusi Spesies Tumbuhan Di Hutan Bukit Kangin Tenganan Pegringsingan Kecamatan
Manggis Kabupaten Karangasem (Sumber: Wijana, 2019)

A B

Gambar 1.5. Peta Sebaran Seluruh Individu Secara Umum (A) Spesies Tumbuhan Tumbuhan Berguna (B) di Hutan
Bukit Kangin (Sumber: Wijana, 2019)

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
5

3. Spesies Tumbuhan Berguna


Di hutan Bukit Kangin ada sebanyak 77 spesies, familianya berjumlah 40 familia, dan
jumlah individu keseluruhan sebanyak 2.574 individu. Luas area hutan sebesar 32.565 M2.
Berdasarkan kriteria baku yang diadaptasi dari Menteri Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004,
yang menyatakan apabila dalam luas per hektar hutan terdapat < 1000 pohon (<1000 pohon/Ha)
maka dapat diklasifikasikan hutan tersebut memiliki tingkat kerapatan yang rendah. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kerapatan tumbuhan yang ada di area
penelitian Bukit Kangin tergolong rendah (hanya 790 pohon/Ha).
Berdasarkan data spesies tumbuhan keseluruhan yang terdapat di Bukit Kangin berjumlah
77 spesies, 46 spesies (60%) di antaranya merupakan tumbuhan yang berguna bagi masyarakat
setempat. Sedangkan 31 spesies (40%) termasuk kedalam tumbuhan tidak berguna atau tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat berdasarkan sosio-budaya Bali Aga Desa Adat
Tenganan Pegirngsingan. Berdasarkan data di atas dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar
(60 %) tumbuhan itu digunakan oleh masyarakat setempat dan 40% yang tidak digunakan secara
tradisional oleh masyarakat setempat. Kategori pemanfaatan tumbuhan terbanyak berturut-turut
yaitu upacara agama (65%), obat-obatan (39%), pangan (37%), papan (28%), industri (4%), dan
sandang (4%).
Ddiketahui bagian/organ tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Tenganan
Pegringsingan dalam memanfaatkan bagian/organ tumbuhan. Masyarakat setempat
memanfaatkan hampir seluruh bagian/organ tumbuhan tersebut. Bagian/organ tumbuhan yang
paling banyak digunakan adalah batang 28 spesies tumbuhan (45%), daun sebanyak 21 spesies
tumbuhan (35%), 21 spesies tumbuhan (35%) yang dimanfaatkan bagian/organ buah.
Marilah kita ambil contoh tumbuhan berguna yang dimanfaatkan sebagai obat secara
tradisional oleh masyarakat Tenganan Pegringsingan. Daftar spesies tumbuhan obat yang ada
di hutan Bukit Kangin, yang digunakan oleh masyarakat desa Tenganan Pegringsingan
khususnya dan masyarakat Bali umumnya, disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Rekapitulasi Data Pemanfaatan Tumbuhan di Desa Tenganan Pegringsingan

No. Jenis Pemanfaatan Tumbuhan Jumlah Jenis Persentase

1 Industri 2 4%
2 Upacara Agama 30 65%
3 Obat-obatan 18 39%
4 Papan 13 28%
5 Pangan 17 37%
6 Sandang 2 4%

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas menunjukan bahwa kategori pemanfaatan tumbuhan


terbanyak berturut-turut yaitu upacara agama (65%), obat-obatan (39%), pangan (37%), papan
(28%), industri (4%), dan sandang (4%). Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk upacara

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
6

agama memiliki nilai persentase tertinggi (65%). Salah satu upacara yang ada di Tenganan
Pegringsingan yaitu upacara Mekare-kare (perang pandan).
4. Pengolahan dan Produk Spesies Tumbuhan Berguna
Sebagaimana sudah disampaikan di atas, tumbuhan berguna dapat dimanfaatkan salah
satunya sebgai bahan obat. Penggunaan tumbuhan obat, perutukan tumbuhan obat, dan cara
pengolahannya oleh masyarakat desa Tenganan Pegringsingan pada khususnya dan masyarakat
Bali pada umumnya, disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Tumbuhan Berguna sebagai Pangan
Nama Ilmiah dan Pemanfaatan dan Cara
No Produk
Nama Daerah Pemanfaatan
Alpukat (Persea
americanda Mill.) Dikonsumsi secara langsung
dengan cara :
Buahnya yang sudah matang
1 dikonsumsu langsung, dengan
mengupas terlebih dahulu kuliot
buahnya dan dagting buahnya
dapat dikonsumsi.

Belimbing Buluh
(Averrhoa bilimbi) Dikonsumsi secara langsung
dengan cara :
Buahnya yang sudah matang bisa
dikonsumsi secara langsung.
2

Durian (Durio
zibetinus Murr.) Dikonsumsi secara langsung
dengan cara :
Buahnya yang sudah matang
3 dikonsumsu langsung, dengan
membuka terlebih dahulu kulit
buahnya dan daging buahnya
dapat dikonsumsi
Enau (Arenga pinata
Merr.) Dikonsumsi dengan dibuat tuak,
dengan cara :
Bunga aren digetok terlebih
dahulu dan diulang-ulang selama
1 minggu kemudian bunganya
4 dipotong dan air niranya
ditampung dalam bambu yang
sudah dipersiapkan. Selanjutnya
air nira yang sudah dikumpulkan
selanjutnya di campurkan dengan
kulit batang kayu kutat, langkah
selanjutnya adalah difermentasi.

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
7

Dengan menggunakan data di atas untuk menambah daya tarik wisatawan, karena
wisatawan mendapatkan informasi terkait dengan tumbuhan pangan yang ada di hutan tersebut.
Dengan penambahan informasi lagi oleh pemandu lokal, dengan menggunakan dasar
pengalamannya maka wisatawan akan lebih tertarik lagi, sehingga para wisatawan dapat
menginformasikan tentang tumbuhan pangan yang ada di hutan Bukit Kangin.
5. Konservasi
Terkait dengan upaya pelestarian hutan Bukit Kangin Desa Tenganan Pegringsingan
yaitu, masyarakat menerapkan kearifan lokal, aspek agama, mitos, dan awig-awig. Dalam awig-
awig Desa Tenganan Pegringsingan tertulis dalam pasal 7 yang menyatakan bahwa kawasan
Hutan Tenganan Pegringsingan merupakan Hutan Desa, sehingga sangat dijaga kelestariannya.
Dari segi kearifan lokal masyarakat berpedoman agar arif dalam berinteraksi dengan lingkungan
alam biofisik (sekala) dan supernatural (niskala). Dari aspek agama masyarakat pada hari raya
tertentu (Tumpek Uduh/Tumpeg Ngatag) maka masyarakat yang ada di desa ini menghanturkan
banten diareal Hutan Tenganan Pegringsingan, kemudian masyarakat masih meyakini adanya
hari raya tertentu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi terkait dengan keberadaan Hutan
Tenganan Pegringsingan. Dari segi mitos sejarah Desa Tenganan Pegringsingan dengan adanya
seekor kuda Onceswara yang kini potongan tubuhnya dijadikan sebagai pembatas Desa
Tenganan Pegringsingan.
Pengelolaan hutan diatur dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun
demikian desa adat mempunyai hak istimewa berupa ngalang, ngambeng, ngambang,
ngerampag untuk keperluan upacara agama (Hindu). Ngalang adalah hak untuk mengambil buah
kelapa 7 buah, pisang 5 sisir, nenas 9 buah, nangka 1 buah, mangga, wani, duku, kepundung, ron
(daun enau), busung (janur/daun kelapa) dan bambu 1 batang setiap rumpun. Ngambeng adalah
hak untuk mengambil tuak atakeh dan acutak, menurut keperluan. Ngambang adalah hak untuk
menangkap anak ayam yang masih bersama induknya sebanyak satu ekor per induk. Sedangkan
ngerampag adalah hak untuk menebang 1 pohon setiap cutak.
Dalam hal penebangan pohon, terdapat beberapa aturan sesuai dengan kriteria
pemanfaatannya, yaitu kayu api, kayu bahan bangunan, penaho, pengapih dan tumapung. Kayu
api adalah penebangan untuk keperluan kayu bakar, umumnya berasal dari pohon kutat, bayur,
wangkal, poh, pakel, gatep dan lain-lain. Kayu bahan bangunan adalah untuk keperluan
bangunan, berasal dari pohon nangka, tehep, duren, cempaka, blalu, dan aren, dengan catatan
bahwa hanya pohon yang berada di sebelah barat sungai yang terdapat di desa tersebut yang
boleh ditebang, sedangkan pohon yang berada di sebelah utara desa tidak boleh ditebang.
Penaho adalah kayu kekeran yang tumbuh di tegal nyuh dan boleh ditebang hanya bila tanaman
tersebut menaungi tanaman lain (penaho). Pengapih adalah penebangan untuk tujuan
penjarangan(Widia, 2002a,b).
Selain aturan penebangan pohon, terdapat aturan lain yang disebut nuduk ulung-ulungan,
yaitu aturan tentang pemungutan hasil hutan untuk empat jenis buah-buahan (durian, pangi,
kemiri, dan tehep). Keempat jenis buah-buahan tersebut tidak boleh dipetik oleh pemilik lahan,
tetapi buah yang jatuh boleh diambil oleh siapa saja (Widia, 2002a,b).

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
8

Adanya suatu bentuk peninggalan sejarah, yang terkait dengan sejarah desa, berupa
peninggalan megalitik (berupa batu). Oleh masyarakat setempat, peninggalan tersebut dianggap
tempat suci atau tempat-tempat pemujaan. Tempat-tempat tersebut adalah:
1. Kaki dukun. Tempat ini terdapat di bukit bagian utara Desa Tenganan Pegringsingan.
Merupakan bentuk yang menyerupai phallus (kemaluan) kuda dalam keadaan tegak.
Menurut anggapan masyarakat setempat, apabila ada sepasang suami istri belum
memperoleh keturunan dalam perkawinannya maka mereka mohon ke tempat suci kaki
dukun, agar bisa mempunyai keturunan.
2. Batu Taikik atau Batu Talikik. Tempat suci ini juga terdapat di bukit bagian utara.
Merupakan bentuk monolith yang terbesar di wilayah Desa Tenganan Pegringsingan.
Batu Taikik dianggap sebagai bekas isi perut atau kotoran kuda Onceswara. Upacara yang
dilaksanakan disini bertujuan untuk memohon kemakmuran.
3. Penimbalan. Tempat suci ini terdapat di bukit Papuhur yaitu bukit di bagian barat Desa
Tenganan Pegringsingan. Penimbalan ini berbentuk monolith yang oleh masyarakat
setempat dianggap sebgai bekas pahanya kuda. Upacara yang dilaksanakan di tempat ini
berkaitan dengan upacara untuk Teruna Nyoman (orang yang baru menginjak dewasa).
4. Batu Jaran. Tempat suci ini terdapat di bagian utara yang dianggap sebagai bekas matinya
kuda Onceswara.
Dengan adanya tempat-tempat yang dianggap suci oleh masyarakat setempat, yang
keberadaannya di tengah-tengah hutan, maka hutan tersebut ikut pula disucikan. Dengan
kepercayaan seperti ini hutan menjadi tetap lestari.

Gambar 1.6. Tempat-tempat Ditemukannya Tubuh Bangkai Kuda Onceswara : (a) Batu Keben,
(b) Batu Jaran, (c) Batu Rambut Pule, (d) Batu Kaki Dukun, (e) Batu Taikik
(Sumber : Dokumentasi Desa)
Aturan-aturan desa (awig-awig) tentang pemanfaatan hasil hutan yang cukup “kompleks”
ini mempunyai kaitan dengan cerita sejarah lahirnya Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang
mampu membentuk kearifan dan kesadaran bahwa wilayah yang mereka tempati itu merupakan
pemberian Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), sehingga patut dihormati,
dipelihara dan dijaga kelestariannya. Mitos tersebut diyakini telah memberikan andil yang cukup
besar terhadap kelestarian Desa Tenganan Pegringsingan (Windia, 2002a dan 2002b). Dengan
demikian dapat disimpulkan dalam upaya pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Adat Tenganan Pegringsingan didasarkan pada aturan (awig-awig) yang mencerminkan
*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
9

kearifan lokal dan penghormatan kepada prinsi-prinsip agama serta mitos yang diyakini secara
turun-temurun. Upaya ini terbukti cukup efektif untuk mempertahankan kelestarian kekayaan
jenis tumbuhan yang ada di daerah tersebut.
Kondisi Eksis Pariwisata Tenganan Pegringsingan
Nama desa Tenganan Pegringsingan sudah cukup dikenal di seantereo dunia di bidang
kepariwisataan. Desa ini dikenal sebagai desa tradisional. Dalam destinasi, desa ini terkenal
dengan pariwisata budaya, terutama tradisi perang pandan. Wijana (2020) mendeskripsikan
perang pandan (mekare) sebagai berikut. Desa Adat Tenganan Pegeringsingan memiliki sosio
budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini. Beberapa jenis sosio budaya yang terdapat di
Desa Adat Tenganan Pegeringsingan seperti Mekare-kare (Perang Pandan), yang mana prosesi
ini didahului dengan upacara samudana, kemudian dilanjutkan dengan upacara mabuang, baru
didahului dengan mekare secara simbolis yaitu seorang teruna membawa tapan yaitu daun
pisang yang ditekuk menyerupai setengah bentuk perahu yang berisi tuak dan tangan di sebelah
kiri memegang tamiang (berdiri di sebelah selatan) dan seorang teruna lagi berdiri di sebelah
utara sambil membawa daun pandan satu batang dan tangan kirinya juga memegang tamiang,
lalu mereka mekare. Sesudah keduanya ini selesai mekare secara simbolis, barulah mekare
dilakukan secara sungguh-sungguh dengan satu ikat daun pandan. Setelah pelaksanaan upacara
mekare-kare luka yang terjadi akibat perang pandan tersebut dioleskan obat yang dibuat dari
minyak dan bumbu kunyit oleh tetua di desa tersebut. Atraksi ini adalah ritual pemujaan
masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra, sang dewa perang dihormati dengan darah sehingga
atraksi perang pandan dilakukan tanpa rasa dendam (Aryandari, 2010).

Gambar 1.7. Upacara Perang Pandan (Mekare-kare) di Desa Tenganan Pegringsingan


(https://blog.tiket.com/desa-wisata-tenganan/=)

Disamping itu di desa Tengnan Pegringsingan memiliki upacara yang disebut


dengan Usaba Sambah yaitu upacara yang dilakukan pada bulan kelima menurut
kalender setempat. Acara usaba sambah pelaksanaannya dipusatkan di Pura Bale
Agung. Prosesi upacaranya dilakukan dalam dua tahapan (babak) yaitu babak pertama
yang disebut penyumu, nyumuin sambah sedangkan babak kedua disebut penyuud
sambah. Upacara nulak damar ini diselenggarakan pada usaba sambah (pada sasih
*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
10

kelima). Salah satu upacara dalam nulak damar ini disertai dengan pemasangan ayunan.
Setelah selesai prosesi upacaranya, sarana penulakan damar di tempatkan di salah
satu tempat duduk ayunan tersebut. Kemudian beberapa anggota teruna anyar naik
ketiang ayunan, dan ayunan yang sudah di isi sarana bebantenan mulai digerakan
perlahan memutar searah jarum jam sebanyak tiga kali putaran, dan kearah
sebaliknya. Yang naik ke ayunan itu adalah para Deha sebagai prioritas, lalu para teruna
bertugas memutar ayunan tersebut sesuai dengan arah jarum jam tadi. Ritual ini
selanjutnya menjadi obyek wisata yang sangat menarik bagi para wisatawan.

Gambar 1.8. Ayunan sebagai Salah Satu Daya Tarik Wisatawan(https://blog.tiket.com/desa-


wisata-tenganan/=)
Disamping kedua tradisi di atas yaitu berupa upacara tradisional Mekare-kare (perang
pandan) dan nulak damar di atas, juga dikenal tata ruang pemukiman yang masih tradisional.
Tata ruang dan tata kelola pemukiman di desa Tenganan Pegringsingan dengan fasilitas jalan
masih dicirikan adanya jalan yang berbatu dan berundak. Bentuk tata letak pemukiman
berbentuk lineer. Kondisi rumah masih tradisional, dengan bentuk yang unik. Kondisi yang
demikian masih diketemukan sampai saat ini.

A B C
Gambar 1.9. A. Tata Ruang Desa Tenganan Pegringsingan. B. Pintu Gerbang Desa Tenganan
Pegringsingan. C. Rumah Adat Desa Tenganan Pegringsingan (Sumber: Dokumentasi Pribadi
Disain Pengembangan Wisata Hutan Bukit Kangin

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
11

Sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Pitana dan Diarta (2009) yang mengutip
pendapatnya Dowling dan Fennel, menyampaikan bahwa pengelolaan pariwisata harus
memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan
spesial lokal yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.
2. Preservasi, proteksi dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis
pengembangan kawasan pariwisata.
3. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengatur pada khasanah budaya lokal.
4. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.
Demikian pula pendapat yang disampaikan oleh Hidayati et.al.(2003) yang menyatakan
Kegiatan ekowisata harus mengikuti prinsip pengelolaan yang berkelanjutan seperti:
1. Berbasis pada wisata alam
2. Menekankan pada kegiatan konservasi
3. Mengacu pada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan
4. Berkaitan dengan kegiatan pengembangan pendidikan
5. Mengakomodasi budaya lokal
6. Memberi manfaat pada ekonomi lokal
Oleh karenanya disain pengembangan wisata hutan Bukit Kangin seperti yang
disampaikan oleh Kurniawan (2015), Dengan demikian hasil analisis dan sintesis data yang ada
maka disain pengembangan hutan Bukit Kangin sebagai wisata hutan terintegrasikan dengan
wisata budaya yang ada di desa adat Tenganan Pegringsingan. Berikut disampaikan disain
pengembangan wisata hutan di desa adat Tenganan Pegringsingan (Gambar 1.10).

Penjelasan
1. Sumber Daya Lingkungan Alam dan Sosial Budaya
Sebagaimana kita ketahui bahwa unsur-unsur pariwisata khususnya sumber daya alam dan social
budaya, sangat penting dipertimbangkan didalam hal merintis kepariwisataan itu sendiri. Demikian
pula halnya didalam merintis untuk mengembangkan hutan Bukit Kangin sebagai obyek wisata
hutan, sangat penting memperhatikan dan mempertimbangkan unsur-unsur kepariwisataan sumber
daya alam dan sosial budaya tadi. Dalam pengembangan wisata hutan Bukit Kangin, sebenarnya
sudah memiliki modal dasar yang dapat menunjang didalam pengembangannya sebagai obyek wisata
rintisan. Modal dasar yang dimaksud adalah obyek wisata yang telah eksis di desa tersebut berupa
wisata social budaya. Dimana wisata budayanya telah terkenal dikalangan wisatawan dan pelaku
wisata. Banyak keunikan-keunikan budaya yang dimiliki oleh desa Tenganan Pegringsingan yang
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan hal ini menjadi karakter yang spesifik dimiliki oleh
desa tersebut. Di satu sisi hutan Bukit Kangin telah digali melalui suatu penelitian yang telah
dilakukan oleh Wijana dan kawan-kawan terkait dengan vegetasi hutan itu sendiri, baik dari sisi
etnoekologisnya maupun dari sisi etnobotanisnya. Sehingga banyak data yang dapat digunakan
sebagai daya tarik bagi wisatawan itu sendiri. Kemampuan mengemas dan mengolah sumber daya
ligkungan alam sedemikian rupa, sehingga wisatawan yang datang ke desa, tidak hanya selesai pada
rekreasi budaya saja akan tetapi menjadikan semakin tertarik untuk mengunjungi hutan Bukit Kangin
itu sendiri. Dengan demikian, kedepannya pengelola wisata setempat berupaya untuk

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
12

mengintegrasikan wisata budaya dengan wisata hutan menjadi satu kesatuan paket didalam
mengelola kunjungan wisatawan.

Atraksi bufaya sebagai pendukung untuk menarik


wisatawan. Atraksi di hutan dengan pengenalan spesies
tumbuhan dan konservasi, kebermanfaatan dan Optimalisasi
pengolahannya. Atraksi pengolahan tumbuhan berguna promosi
dan produknya oleh masyarakat
Transportasi
umum untuk
Potnsi Hutan Bukit Kangin
menuju ke desa
Seperti yang sudah diuraikan
sudah baik dan
di dalam Potensi hutan Bukit
bagus. Tracking
Kangin dan Desa Adat
menuju hutan
Tenganan Pegringsingan perlu
Bukit Kangin
dioptimalkan dan dirintis
perlu penataan
sebagai wisata hutan

Tidak perlu
dibangun
akomodasi
seperti hotel,
restoran dll,
cukup artshop
berbasis
masyarakat

Pengembangan
rest area di
sepanjang jalur Kelembagaan
tracking ke
Berbasis Desa Adat
hutan Bukit
Tenganan
Kangin perlu Pegringsingan
dilakukan

Artshop sudah ada di lokasi Keunikan dalam konservasi hutan


parkir sudah memadai., tetap dilestarikan, masyarakat tetap
demikian juga yang ada di dilakukan edukasi dalam menjaga
rumah masyarakat. Fasilitas di kearifan local, tetap berpartisiasi
puncak Bukit Kangin perlu dalam mengembangkan wisata
dikembangkan seperti tempat
istirhat, tempat selfi, toilet,
dan warung kecil.

Gambar 1.10. Disain Pengembangan Hutan Bukit Kangin Terintegrasi Dengan


Wisata Budaya Desa Adat Tenganan Pegringsingan

2. Akomodasi
Terkait dengan fasilitas akomodasi dalam unsur pariwisata, untuk di desa Tenganan Pegringsingan,
melihat dan dilandasi oleht tradisi yang ada dan menjadi modal utama di dalam wisata budaya, maka
pembangunan baru yang berupa restoran, hotel, pusat souvenir, dan lain-lain dipandang tidak perlu
dilakukan, sudah cukup dengan akomodasi yang sudah ada saat ini. Artshop yang dimiliki masyarakat
*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
13

saat ini sudah cukup untuk melayani wisatawan yang datang ke desa tersebut. Suatu bentuk wisata
yang alami, berbasis alam, green destination, untuk saat ini menjadi ikon tersendiri bagi dunia wisata.
Sudah umum berlaku bahwa suatu tatanan kepariwisataan pada dasarnya adalah untuk
mensejahterakan masyarakat dimana obyek wisata itu berada. Oleh karenanya usaha ekonomi berbasis
masyarakat sangat penting untuk dikembangkan. Untuk kepentingan akomodasi lebih lanjut akan
dikembangkan oleh desa-desa lain yang ada di sekitar desa Tenganan Pegringsingan, seperti obyek
wisata Candidasa yang tidak terlalu jauh lokasinya dengan desa Tenganan Pegringsingan yang telah
banyak memiliki dan berdiri fasilitas akomodasinya.
3. Atraksi dan Kegiatan Wisata
Salah satau daya tarik bagi wisatawan yang dating ke salah satu obyek wisata adalah untuk atraksi dan
kegiatan wisata. Seperti disinggung berulang-ulang, bahwa di desa Tenganan Pegringsingan telah
memiliki modal social budaya yang menjadi ikon sendiri didalam menunjukkan unsur wisata atraksi
ini berupa atrakasi ritual Mekare-kare atau perang pandan. Atraksi ini sudah cukup terkenal di
kalangan wisatawan dan pelaku wisata. Oleh para pelaku wisata, jadwal penyelenggaraan atraksi ini
sudah menjadi schedule tetap yang dirancang oleh para pelaku wisata tersebut. Dalam kaitannya
dengan pengembangan wisata hutan Bukit Kangin, telah diketemukan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Wijana dan Sanusi (2020) berbagai spesies tumbuhan berguna. Spesies tumbuhan
berguna adalah spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat berbasis
kearifan lokal. Pemanfaatan spesies tumbuhan berguna untuk keperluan bahan sandang, papan,
pangan, obat tradisonal, upacara agama Hindu, dan industri. Dari berbagai kebermanfaatannya
tersebut, masyarakat dapat mensimulasikan atau meragakan suatu model proses pengolahannya dan
didemokan di hadapan pengunjung. Di hutan ada tumbuhan jaka atau aren dimana tumbuhan jaka ini
bias menghasilkan tuak. Maka dalam kaitannya dengan atraksi ini, petani dapat meragakan bagaimana
proses pembuatan tuak tersebut dari sumber utama pohon jaka itu. Atraksi yang lain untuk di
perumahan oleh masyarakat, mensimulasikan pemanfaatan tumbuhan obat secara tradisional, dapat
diragakan bagaimana proses pembuatannya, mulai dari bahan yang digunakan, alat-alat yang
diperlukan, proses pengolahannya, bentuk produknya, khasiatnya, dan disertai dengan promosi hal-hal
“super natural” yang ada terkait dengan pemanfaatan tumbuhan obat tersebut. Jadi banyak hal yang
bias dijadikan atraksi yang menjadi ciri khas ketradisonalannya desa itu.
4. Transportasi dan Infrastruktur Lainnya
Transportasi sangat penting bagi wisatawan untuk memudahkan pencapain obyek wisata yang akan
dikunjungi. Transportasi dari bandara internasional Ngurah Rai, Pelabuhan Laut di Bali, secara umum
sudah sangat lancer dan dalam kondisi sangat bagus. Untuk mencapai desa adat Tenganan
Pegringsingan, nampaknya tidak ada kendala yang dialami. Yang perlu sekarang diperhatikan adalah
transportasi untuk mencapai hutan Bukit Kangin. Transportasi berupa jalur tracking menuju ke lokasi
hutan Bukit Kangin, sementara ini sudah ada. Penataan sepanjang jalu tracking itu sangat penting
dipertimbangkan agar selama perjalanan mengikuti jalur tracking itu, wisatawan mendapatkan
kenyamanan, keamanan, keindahan, dan kesehatan. Hal-hal tersebut wajib dijadikan fokus didalam
pengelolaan wisata hutan itu sendiri. Transportasi, terutama jalur trackingnya perlu ditata sedemikian
rupa, disertai dengan pendampingan oleh guide lokal, perlengkapan tracking, P3K, petunjuk arah jalur
yang jelas dan benar, rest area di jalur tracking, posko keamnan, nomor kontak darurat, dan lain-lain,
yang pada intinya memberikan layanan yang prima.
5. Fasilitas Pendukung Wisata Lainnya

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
14

Sudah banyak disinggung di atas bahwa fasilitas pendukung wisata lainnya yang berupa artshop
berbasis masyarakat sebagai souvenir bagi para pengunjung sudah tersedia dan tertata rapi, baik yang
ada di kawasan parker maupun yang ada di perumahan masyarakat. Yang penting di dalam
pengembangan wisata hutan ini adalah fasilitas pendukung wisata yang diperlukan untuk berkontribusi
dan sebagai pelayanan prima kepada wisatawan. Seperti sudah disampaikan pada sub transportasi dan
infrastruktur lainya telah dinyatakan bahwa pentingnya fasilitas berupa rest area, tempat selfi, toilet,
pos keamanan, dan lain-lainnya. Tidak jauh berbeda dengan fasilitas yang dibutuhkan untuk di lokasi
puncak bukit, diperlukan hal-hal seperti tadi, bisa ditambahkan dengan ketersediaan gubuk atau saka
pat, warung kecil yang semuanya itu terkesan alamiah, tidak ada bangunan yang permanen dan
terkesan mewah, namun nyaman bagi wisatawan.
6. Unsur Institusi/Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia
Unsur institusi atau kelembagaan dalam unsur wisata ini, untuk desa adat Tenganan Pegringsingan,
secara umum dikelola oleh dinas (kepemerintahan) di bawah kepemimpinan perbekel, dan adat yang
dibawah kepemimpinan kepengrusan adat. Didalam kaitannya dengan kepariwisataan di desa adat
Tenganan Pegringsingan, sepenuhnya ada dan dikeola oleh adat. Hal ini tidak lepas dari obyek wisata
itu adalah terkait dengan budaya atau adat, maka wajar pengelolaan pariwisata itu dilakukan oleh adat.
Demikian juga halnya dengan hutan Bukit Kangin merupak asset yang dikelola oleh adat. Dengan
demkian semua yang terkait dengan obyek wisata yang ada di desa adat Tenganan Pegringsingan
sepenuhnya ada di bawah adat. Sistem kelembagaan yang ada di desa adat Tenganan Pegringsingan
sangat berbeda dengan desa adat lainnya yang ada di Bali. Sistem kelembagaan adat di desa adat
Tenganan Pegringsingan terdiri dari Luanan, Bahan Duluan, Bahan Tebenan, Tambalapu Duluan,
Tambalapu Tebenan, dan Pengeluduan. Mereka-mereka ini memiliki peran masing-masing. Sistem
kelembagaan ini dilandasi oleh awig-awig di desa tersebut. Merekamereka inilah yang mengambil
keputusan melalui musyawarah mufakat. Dengan demikian pengelolaan wisata hutan Bukit Kangin
yang dirancang untuk dikembangkan ini dilakukan berbasis adat.
7. Pasar Wisatawan Domestik/Manca Negara
Pemasaran atau marketing sangat penting dan strategi didalam pengembangan suatu usaha, termasuk
di dalamnya adalah usaha pariwisata. Pasar untuk pariwisata tidak hanya lokal atau domestik tetapi
merambah ke tingkat internasional atau manca Negara. Persaingan pasar di bidang pariwisata sungguh
sangat luar biasa ketatnya. Oleh karena itu, karakter obyek yang dipasarkan harus jelas dan
menonjolkan dari keunikan yang ada sehingga menjadi ciri khas dai obyek wisata tersebut. Obyak
wisata desa adat Tenganan Pegringsingan sudah memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan
obyek wisata lainnya di Bali, sehingga obyek wisata Tenganan Pegringsingan memiliki pasar wisata
tersendiri. Obyek wisata yang sudah menjadi karakter tersendiri itu di desa adat Tenganan
Pegringsingan adalah wisata budaya dimana budaya tradisonalnya itu memiliki keunikan lain yag
tidak ada di obyek wisata lainnya. Untuk mengembangkan wisata hutan Bukit Kangin yang ada di
desa adat Tenganan Pegringsingan, maka harus menunjukkan keunikannya tersediri pula. Keunikan-
keunikan sebagai potensi yang ada di hutan Bukit Kangin itu adalah dari berbagai spesies tumbuhan
yang ada di hutan tersebut. Di antaranya adalah ada tumbuhan yang sudah termasuk tumbuhan langka,
pemanfaatan untuk tumbuhan obat, tumbuhan industri, tumbuhan untuk upacara agama Hindu, yang
semuanya itu dilandasi pemanfaatannya oleh sosial budaya tradisonal yang ada di desa tersebut.
Tumbuhan yang ada di hutan Bukit Kangin sudah disusun ke dalam ensiklopedia yaitu Ensiklopedia
Floristik Tumbuhan Bukit Kangin Tenganan Pegringsingan. Di dalam ensiklopedia berisikan nama
daerah, nama ilmiah, deskripsi spesies, dan pemanfaatannya. Dengan adanya ensiklopedia ini
*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
15

memudahkan untuk mengenal tumbuhannya dan nama daerah, nama ilmiah, rupa tumbuhannya, dan
hal lain dari tumbuhan tersebut. Disamping itu sudah ada peta distribusi spesies tumbuhan yang ada di
hutan Bukit Kangin sehingga memudahkan untuk mencari tempat tumbuhnya. Hal yang sangat penting
diperhatikan dalam pemasaran ini adalah melakukan promosi. Promosi bisa dilakukan melalui
berbagai media, baik media cetak maupun media sosial. Saat ini sudah bisa dilakukan baik yang
memerlukan biaya maupun non biaya. Bahkan pengunjung itu sendiri akan menjadi pasar promosi
yang sangat signifikan pengaruhnya dalam memajukan pariwisata.
8. Masyarakat Lokal
Peran masyarakat lokal sangat penting di dalam merintis, memajukan, memelihara, melanjutkan, dan
lain-lain terhadap obyek wisata yang ada di desanya sendiri. Modal keramahan terhadap wisatawan,
pelayanan yang prima, menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan, semuanya itu adalah peran
dari masyarakat lokal. Oleh karena itu masyarakat desa adat Tenganan Pegringsingan senantiasa ikut
serta berpartisipasi di dalam membuka, merintis dan mengembangkan obyek wisata hutan Bukit
Kangin. Edukasi kepada masyarakat lokal tetap dilakukan, agar jangan sampai timbul permasalahan
yang menimbukan kerugian pada obyek wisata itu sendiri yang semuanya itu akan bermuara pada
kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Nampaknya masyarakat lokal atau warga masyarakat desa
Tenganan Pegringsingan sudah tidak diragukan lagi atas loyalitas dan dedikasinya terhadap desa
termasuk kepariwisatannya. Hal ini megingat semua tatanan social dan kegiatan yang ada di
masyarakat desa Tenganan Pegringsingan terbingkai didalam awig-awig desa. Awig-awig desa ini
sangat ditaati dan dihormati oleh krame dan prajurunya. Hal ini terus dilestarikan melaui edukasi
kepada generasi penerus yang ada di desa. Kembali lagi ditekankan bahwa tujuan dari kepariwisataan
itu adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya masyarakat setempat
senatiasa ikut serta didalam mengembangkan obyek wisata hutan yang ada di Bukit Kangin Tenganan
Pegringsingan ini.
Pengembangan Jalur Tracking ke Bukit Kangin
Pengembangan jalur tracking ke Bukit Kangin maksudnya adalah pengembangan hutan
Bukit Kangin sebagai obyek wisata hutan memerlukan jalur yang dapat dilalui oleh para
wisatawan dari desa adat Tenganan Pegringsingan ke puncak Bukit Kangin. Ada beberapa jalur
yang bias ditempuh untuk mengikuti wisata hutan ini yakni:
1. Jalur lewat desa Bungaya. Jalur ini masuk dari arah jalur utama obyek wisata Candidasa,
menuju ke arah desa Bungaye. Ujung akhir dari jalur ini langsung berada di puncak Bukit
Kangin. Jalur ini bisa ditempuh dengan menggunakan mobil. Namun perlu sangat hati-
hati karena jalannya masih berupa tanah dan jalannya sempit, hanya untuk satu jalur
kendaraan mini bus.
2. Masih mengikuti jalur desa Bungaya, dengan menggunakan mobil, namun tidak langsung
menuju ke puncak Bukit Kangin. Mobil berhenti di pertigaan jalan yang menuju ke arah
pincak Bukit Kangin. Pertigaan ini berada pada lokasi ± 100 m dari puncak Bukit Kangin
ke arah utara. Dari pertigaan jalan ini menuju ke arah barat melalui jalur tracking dengan
jalan yang sudah disemen. Dengan menggunakan sepeda, sepeda motor, atau berjalan
kaki, maka jalur menuju ke arah masuk ke desa Tenganan Pegringsingan melalui Utara
desa Tenganan Pegringsingan. Jalur ini tidak menuju ke hutan Bukit Kangin. Namun bila

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
16

ingin menuju ke hutan Bukit Kangin, dari desa Tenganan Pegringsingan mengikuti jalur
atau rurung pendakian menuju ke puncak Bukit Kangin.
3. Dari desa Tenganan Pegringsingan dapat menuju ke hutan Bukit Kangin dengan
mengikiuti tiga jalur atau tiga rurung. Ketiga rurung itu berutur-turt dari selatan ke arah
utara adalah:
a. Rurung Naga Sulung. Jalur atau rurung ini menuju ke puncak Bukit Kangin, di mana
di puncak Bukit Kangin ada pura yang disebut Pura Naga Sulung.
b. Rurung Tegal Gimbal. Jalur atau rurung ini menuju ke puncak Bukit Kangin, di
mana puncak Bukit Kangin ini ada pura yag disebut Pura Tegal Gimbal.
c. Rurung Kubu Langlang. Jalur atau rurung ini menuju ke puncak Bukit Kangin di
mana di puncak Bukit Kangin ada pura yang disebut dengan Pura Kubu Langlang.
Ketiga rurung tersebut biasa dilalui oleh para deha (remaja putri) pada saat melakukan
persembahyangan di ketiga pura tersebut.
Dari ketiga rurung tersebut, dalam rangka untuk pengembangan jalur pendakian atau
tracking dari desa Tenganan Pegringsingan menuju ke Bukit Kangin, disarankan menggunakan
rurung Kubu Langlang. Saran ini didasarkan atas penataan jalan yang masih bagus, jalurnya
lebih landau, dan kondisi alamnya sangat menakjubkan.
Terkait dengan rurung Kubu Langlang ini, telah diujicobakan untuk dilalui menuju ke
Puncak Bukit Kangin. Pendakian atau tracking ini memberikan data seperti di bawah ini, dan
kemudian dikembangkan untuk tersedianya rest area sepanjang perjalanan pendakian menuju ke
puncak Bukit Kangin. Dasar untuk memberikan rekomendasi disiapkannya rest area adalah (1)
Pertimbangan ergonomik yaitu tingkat kelelahan berdasarkan denyut nadi sudah berada pada
titik optimum, sehingga memerlukan fase istirahat/relaksasi. (2) Keterbukaan ruang di tengah
hutan. Di tempat yang dirancang sebagai rest area itu, adanya ruang terbuka secara alami. Ruang
ini dapat dimanfaatkan untuk membuat sarana istirahat berupa sakepat/joglo yang tidak
permanen, tempat duduk, tempat selfie, dan lain-lain. Semua sarana tersebut terbuat dari bahan-
bahan alami yang ada di hutan tersebut. Sebagai contoh, bangunan sakepat diambil dari pohon
yang ada di hutan tanpa menebang yang penuh. Tempat duduk diambilkan dari batang atau
rantig kayu yang ditata sehingga dapat digunakan sebagai tempat duduk. Sarana selfie berbahan
dari kayu alami yang ada di tempat tersebut, dengan catatan terjamin keamanannya.
Adapun data yang tercatat selama perjalanan pendakian ke puncak Bukit Kangin
disajikan pada Gambar 1.11 dan Tabel 1.3.

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
17

Gambar 1.11. Suasana Pendakian dan Kondisi Pemandangan dari Puncak Bukit Kangin

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021
18

Tabel 1.3. Data Rest Area yang Direkomendasi Jalur Pendakian Jalur Rurung Kubu Langlang Ke Hutan Bukit
Kangin, Tenganan Pegringsingan
NO REST SUHU KELEM KECEPAT TITIK ALTITUDE MAP GAMBAR
AREA BABAN AN KORDINAT
ANGIN GPS
1. Rest 31,6oC 65% 14,7 KM/J 8O28’27’S 120 m
Area 1 115O34’7” E elevation
(Bagian
Bawah
Bukit
Kangin)

2. Rest 31,6oC 65% 14,7 KM/J 8O28’27’S 160 m


Area 2 115O34’10” E elevation
(Bagian
Tengah
Bukit
Kangin)

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA
Undiksha tanggal 9 Desember 2021
19

3. Rest 31oC 64% 13,1 KM/J 8O28’26’S 200 m


Area 3 115O34’12” E elevation
(Bagian
Bawah
Puncak
Bukit
Kangin)

4. Rest 31oC 64% 13,1 KM/J 8O28’26’S 215 m


Area 115O34’12” E elevation
Puncak

Pura Kubu Langlang

Rest Area Puncak


Bukit Kangin ± 50 m
sebelah utara pura
Kubu Langlang

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA
Undiksha tanggal 9 Desember 2021
20

SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat dismpulkan bahwa
1. Pengembangan wisata hutan Bukit Kangin Desa Adat Tenganan Pegringsingan memiliki
perspektif yang sangat tinggi untuk dikembangkan, hal ini didukung oleh hasil kajian dari sisi
etniekologis dan etnobotani dan dari sisi wisata yang telah eksis di desa adat Tenganan
Pegringisingan.
2. Disain pengembangan hutan Bukit Kangin sebagai wisata hutan, dengan mengitegrasikan
antara wisata hutan dengan wisata budaya yang telah ada di Desa Adat Tenganan
Pegringsingan dengan memperhatikan unsur wisata yang meliputi Sumber Daya Lingkungan
Alam dan Sosial Budaya, Akomodasi, Atraksi dan Kegiatan Wisata, Transportasi dan
Infrastruktur Lainnya, Fasilitas Pendukung Wisata Lainnya, Unsur Institusi/Kelembagaan
dan Sumber Daya Manusia, Pasar Wisatawan Domestik/Manca Negara, dan Masyarakat
Lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Aryandari, Citra. 2010. “Gringsing” Jalinan Estetika-Mitos Ritus Perang Pandan. Jurnal Resital,
Vol. 11 No. 2
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karangasem. 2021. Kecamatan Manggis Dalam Angka.
Karangasem. BPS Karangasem
Hidayati, D. Mujiyani. Rachmawati, L. 2003. Ekowisata : Pembelajaran dari Kalimantan Timur.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Karidewi, Ritohardoyo dan L.W. Santosa. 2012. Desa Tenganan Pegringsingan Dalam
Pengelolaan Hutan di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangsem, Bali. MGI Vol.
26. Np. 1, Maret 2012 (26-45).
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup  Nomor : 201 Tahun 2004 tentang kriteria Baku
dan Pedoman penentuan Kerusakan Mangrove.
Kurniawan, wawan. 2015. Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Pariwisata Umbul Sidomukti
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Pitana, I Gde. dan Surya Diarta, I Ketut. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Suparmini, Sriadi Setyawati, dan Dyah Respati Suryo Sumunar. 2012. Pelestarian Lingkungan
Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 18, No.1,
April 2013: 8-22.
Widia, M.I.W. 2002a. Tradisi dalam Melestarikan Lingkungan dengan Awig-Awig di Desa Adat
Tenganan Pegrinsingan Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.
Makalah disampaikan dalam lokakarya di Jakarta tanggal 7 Maret 2002.
Widia, M.I.W. 2002b. Selayang Pandang Desa Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis,
Kabupaten Karangasem. Dokumen Desa. Tidak diterbitkan.
Wijana, Nyoman. 2014. Analisis Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan di Hutan
Desa Bali Aga Tigawasa, Buleleng-Bali. Jurnal Sains dan Teknologi. ISSN: 2303-3142Vol.
3, No. 1, April 2014.
Wiratno, Daru Indriyo, Ahmad Syarifudin, dan Ani Kmtikasari, 2001,Berkaca dicermin Retak :
“Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi pengelolaan taman Nasional”, Jakarta: The
Gibon Foundation.

*)
Makalah disampaikan pada Hybrid Seminar Akadamik pada Program Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan FMIPA Undiksha tanggal 9 Desember 2021

Anda mungkin juga menyukai