Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

“WAHYU”

DOSEN:

Muhammad Abduh Rahman Y.S., S.Pd.,

OLEH:

KELOMPOK 1

Anisa Jasman (2004020019)


Cahyani Yasman (2004020001)
Winarti (1704020035)

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Wahyu ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen pada mata
kuliah Ulumul Qur’an Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Wahyu bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Abdul Rahman Y.S selaku dosen
mata kuliah Ulumul Quran yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palopo ,7 April 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia ilmu telah maju dengan pesat, dan cahayanya pun menerangi segala
keraguan yang selama ini meliputi diri manusia tentang masalah apa yang ada dibalik materi (alam
ruh). Meterialisme yang selama ini meleyakkan segalanya di bawah bentuk percobaan dan
eksperimen, mulai percaya terhadap dunia gaib yang berada di balik dunia nyata ini, bahwa alam
gaib itu lebih rumit dan lebih dalam daripada alam nyata, dan sebagian besar penemuan modern
menjadikan pikiran manusia menyikap rahasia yang tersembunyi, yang hakekatnya tidak bisa
dipahami oleh ilmu itu sendiri, meskipun pengaruh dan gejalanya dapat diamati. Yang demikian
ini telah mendekatkan jarak antara pengingkaran terhadap agama-agama dan keimanan. Manusia
kini menyaksikan adanya hipnotisme yang menjelaskan bahwa hubungan jiwa manusia dengan
kekuatan yang lebih tinggi itu, menimbulkan pengaruh yang bisa mengantarkan orang kepada
pemahaman tentang fenomena wahyu. Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
bukanlah rasul pertama yang diberi wahyu. Allah juga telah menurunkan wahyu kapada rasul
sebelumnya.
“Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu (hai Muhammad), sebagaimana Kami
telah memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, dan nabi-
nabi keturunannya, Nabi Isa, Nabi Ayub, Nabi Yunus, Nabi Harun, Nabi Sulaiman; juga Kami
telah memberikan kepada Nabi Dawud; Kitab Zabur. Dan (Kami telah mengutuskan) beberapa
orang rasul yang telah Kami ceritakan kepadamu dahulu sebelum ini, juga rasul-rasul yang tidak
kami ceritakan kepadamu. Dan Allah benar-benar telah berkata secara langsung kepada Nabi Musa
dengan kata-kata.” (An-Nisaa: 163-164).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari wahyu?
2. Bagaimana cara turun dan penyampaian wahyu?
3. Bagaimana syubhat (keraguan) para penentang wahyu?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari wahyu.
2. Untuk mengetahui cara turun dan penyampaian wahyu.
3. Untuk mengetahui syubhat (keraguan) para penentang wahyu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wahyu

Secara bahasa, kata wahyu berasal dari kata Al-wahy yang berarti tersembunyi dan cepat.
Arti wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi, atau dengan kata
lain wahyu tersebut menggunakan metode sembunyi-sembunyi dalam penyampaiannya.
Pengertian wahyu menurut syara' wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT kepada orang yang
dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk dan ilmu pengetahuan yang hendak
diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak biasa bagi manusia, baik dengan perantaraan atau
tidak dengan perantara. Arti lain dalam segi bahasa berarti suara, tulisan, isyarat, bisikan, paham
dan juga berarti api. Wahyu menurut istilah adalah setiap apa yang disampaikan kepada orang lain
agar diketahuinya, namun lebih terkenal dengan arti apa yang disampaikan oleh Allah kepada nabi-
Nya. Wahyu adalah kata masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan secara tertulis atau
lisan.
Lafazh "wahyu'' ini menunjukkan bahwa penyampaian berita dari Allah Swt kepada
Rasulullah SAW menggunakan metode khusus. Hal itu dapat dibuktikan dengan digunakannya
metode sembunyi-sembunyi, dan tidak memungkinkan orang lain untuk dapat mengetahui atau
bahkan untuk sekedar merasakannya. Metode wahyu ini bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan oleh Allah Swt untuk menyampaikan kalimat-Nya kepada penutup para nabi
Muhammad saw. Akan tetapi selain itu terdapat metode-metode lain yang lebih umum
sebagaimana yang pernah dijalani oleh para utusan-Nya yang lain dalam memperoleh kitab dari
Nya. Menurut bahasa, wahyu mempunyai beberapa arti, antara lain sebagai berikut:

a) Berarti ilham gharizi atau instink yang terdapat pada manusia atau binatang contohnya, seperti
kata wahyu yang terdapat firman Allah SWT:

"Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memberi instink) kepada lebah, supaya membuat (sarang-
sarang) di bukit-bukit, di pohon-pohon, kaydan di (rumah-rumah) yang didirikan (manusia)."
(Q.S. An-Nahl: 68)

b) Berarti ilham fitri atau firasat yang hanya ada pada manusia dan tidak pada binatang. Contohnya
seperti kata wahyu dalam firman Allah SWT:

"Dan kami ilhamkan (berfirasat) kepada ibu nabi musa supaya menyusui dia (Musa)." (Q.S. Al-
Qashash: 7)

c) Berarti tipu daya dan bisikan setan, seperti arti kata wahyu dalam firman Allah SWT:

"Dan sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawan mereka agar mereka
membantah kalian." (Q.S. Al-An'am: 121)

d) Berarti isyarat yang cepat secara rahasia, yang hanya tertuju pada Nabi/ Rasul saja. Contohnya
seperti arti kata wahyu dalam firman Allah SWT.

"Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu, sebagaimana kami telah memberikan
wahyu kepada Nabi Nuh dan nabi-nabi sesudahnya."(Q.S. An-Nisa: 163)

Disebutkan dalam kitab al-masyariq bahwa wahyu itu pada asalnya adalah sesuatu yang
diberitahukan dalam keadaan tersembunyi dan cepat. Yang dimaksud diketahui dengan cepat ialah
dituangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa sekaligus dengan tidak lebih dahulu timbul pikiran
dan muqoddimah. Wahyu Allah kepada nabi-nabinya ialah pengetahuan-pengetahuan yang Allah
tuangkan ke dalam jiwa nabi dan disampaikan kepada manusia untuk menunjukkan dan
memperbaiki mereka di dalam kehidupan dunia serta membahagiakan mereka diakhirat. Sesudah
menerima wahyu itu, nabi mempunyai kepercayaan yang penuh bahwa yang diterimanya itu
adalah dari Allah. Muhammad abduh dalam bukunya Risalah at-tauhid berkata: ’’wahyu itu suatu
irfan (pengetahuan) yang didapat oleh seorang didalam dirinya serta diyakini olehnya bahwa yang
demikian itu dari jihad Allah, baik dengan perantaraan ataupun dengan tidak perataraan. Yang
dengan perantaraan bersuara dan dapat didengar atau dengan tidak bersuara.

2.2 Cara Turun dan Penyampaian Wahyu

Dari keterangan al-Qur'an jelaslah bagi kita bahwa wahyu merupakan hubungan ghaib
yang tersembunyi antara Allah Swt dan para utusan-Nya. Secara umum wahyu diturunkan, seperti
yang di identifikasikan Alqur'an. Berdasarkan Al-qur’an mengenai proses turunnya wahyu kepada
Nabi dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Wahyu yang turunkan melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas). Ini
dicontohkan pada beberapa permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam. Cara ini sering disebut dengan cara Ra'yu ash-shalihah atau impian nyata
diperolehnya dengan jalan mimpi dalam tidur, tetapi kemudian menjadi kenyataan.
Contohnya, seperti impian Nabi Ibrahim ketika menerima wahyu yang memerintahkan
supaya menyembelih puteranya Ismail. Peristiwa ini diabadikan Allah swt: "Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar". [QS.Ash Shaffat/37:102].
2. Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad saw dengan cara dibisikkan ke dalam
jiwanya. (Qs. Asy-Syura: 51-52) dengan cara menambatkan makna isi al-Qur'an tersebut
ke dalam hati Rasulullah saw, atau dengan cara menghembuskannya ke dalam jiwanya,
sehingga ia merasakan sendiri bahwa apa yg diterimannya itu berasal dari Allah Swt.
3. Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki,
sebagaimana Jibril pernah datang kepada Nabi sebagai seorang laki-laki yang bernama
Dihyah Ibn Khalifah, seorang laki-laki yang tampan. Malaikat mengucapkan kata-kata
kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar kata-kata tersebut. Sebagaimana
sabda Nabi SAW:

‫ فيفصم‬,‫ ولقد رأيته ينزل عليه الوحي في اليوم الشديد البرد‬:‫ قالت عائشة‬,‫ أحيا نا يتمثل لي الملك رجال فيكلمني فأعي ما يقول‬:‫قال‬
(‫عنه وإن جبينه يتفصد عرقا )رواه البخاري‬

Artinya:
Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara
denganku. Maka aku kuasai apa yang dikatakannya. "Aisyah lalu berkata: "Saya pernah melihat
beliau menerima wahyu pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau,
maka bercucuranlah keringat di pelipis beliau SAW. (H.R. al-Bukhari).
Cara ini terasa berat bagi Nabi, sehingga seolah-olah beliau seperti mengigau atau pingsan,
melainkan karena sedang penuh konsentrasi dalam menghadapi malaikat dalam alam rohani. Hal
ini sesuai dengan keterangan Al-Qur'an:

َ ‫ِإنَّا َسن ُْلقِى‬


‫علَيْكَ قَ ْو اًل ثَق ا‬
‫ِيال‬
Artinya:
" Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat." (Q.S. Al-
Muzammil:5)

4. Wahyu datang kepada Nabi saw melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli
dengan enam ratus sayap yang menutup langit. Hal tersebut terdapat dalam al-Qur'an surat
An-Najm ayat 13 dan 14 yang artinya "Sesungguhnya Muhammad telah melihatnnya pada
kali yang lain, ketika ia berada di Sidratil Muntaha"
5. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada
Nabi saw di belakang hijab atau tabir, baik dalam keadaan Nabi sadar atau sedang terjaga,
sebagaimana di malam Isra’, atau Nabi sedang tidur
" Dan tidak ada bagi seseorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia, kecuali
dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat), lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki.
Sesungguhnya dia maha tinggi lagi maha bijaksana". (Q.S. Asy-Syura: 51)
6. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa
wahyu Al-qur’an. Menurut ‘Amir Asy-Sya’by, Israfil menyampaikan kalimat dan
beberapa ketetapan kepada Nabi saw selama tiga tahun, sesudah itu, barulah Jibril datang
membawa wahyu Al-qur’an.
7. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah s.w.t.,
menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat sebagaimana Allah
pernah berfirman secara langsung kepada Nabi saw.
8. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah.
9. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara gemercikan lonceng, yakni Nabi
mendengar suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan
gemercingannya. Menurut riwayat-riwayat yang shahih, Nabi saw menerima wahyu yang
datang dengan suara keras menyerupai suara lonceng. Dengan sangat berat, ke luar peluh
dari dahi Nabi saw, meskipun ketika itu hari sangat dingin. Bahkan unta yang sedang
ditunggangi beliau menderum ke tanah. Pernah pula Nabi menerima wahyu dengan cara
yang sama, ketika itu karena beratnya, beliau letakkan pahanya di atas paha Zaid bin Tsabit
dan Zaid pun merasakan betapa beratnya paha Nabi saw

‫ كيف يأتيك الوحي؟ فقال رسول هللا صلى هللا عليه‬,‫ يا رسول هللا‬:‫ان الحارث بن هشام سأل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال‬
‫ فيفصم عني وقد وعيت عنه ما قال‬,‫ أحيانا يأتيني مثل صلصلة الجرس وهو أشده علي‬:‫وسلم‬.

Artinya:
Sesungguhnya al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata: "Wahai
Rasulullah bagaimana wahyu itu datang kepadamu? Maka Rasulullah SAW menjawab, bersabda:
Kadang-kadang datang kepadaku seperti gemuruhnya bunyi lonceng, dan itu yang paling berat
bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah menguasai apa yang sudah diucapkan-
Nya. (Subhi Shahih, 1985: 25).

2.3 Syubhat Para Penentang Wahyu

Orang-orang Jahiliyyah baik yang klasik ataupun yang modern selalu berusaha
menimbulkan keraguan (syubhat) terhadap wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong. Tetapi
syubhat itu lemah dan tidak dapat diterima.
1. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi dari pribadi Muhammad.
Dialah yang menciptakan maknanya, menyusun “bentuk gaya dan bahasanya. ”Ini adalah
asumsi batil. Apabila Nabi menghendaki kekuasaan untuk dirinya sendiri dan menantang
manusia dengan mukjizat-mukjizat untuk mendukung kekuasaannya, tidak perlu beliau
menisbahkan semua itu kepada pihak lain. Dapat saja menisbahkan Al-Qur’an kepada
dirinya langsung, karena hal itu cukup mengangkat kedudukannya dan menjadikan
manusia tunduk kepada kekuasaannya. Sebab, kenyataannya semua orang Arab dengan
segala kefasihan bahasanya, tidak mampu menjawab tantangan itu. Bahkan ini mungkin
lebih mendorong mereka untuk menerima kekuasaannya, karena dia juga salah seorang
dari mereka yang dapat mendatangkan apa yang mereka sanggupi.Asumsi syunhat di atas
menggambarkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, termasuk pemimpin
yang berperilaku suka berdusta, curang dalam mencapai tujuan. Syubhat itu kontradiktif
dengan fakta sejarah tentang perilaku Rasulullah yang jujur dan amanah. Baik musuh
maupun kawannya sendiri telah menyaksikan bagaimana ketinggian moralnya. Orang yang
memiliki sifat-sifat agung yang dihiasi dengan tanda-tanda kejujuran tidak pantas
diragukan ucapannya ketika dia menyatakan tentang dirinya bahwa bukan dialah yang
membuat Al-Qur’an,”Katakanlah. Tidaklah patut bagiku untuk menggantikannya dari
pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali wahyu yang diwahyukan kepadaku.”
(Yunus:15)
2. Orang-orang jahiliyyah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah mempunyai
ketajaman akal, penglihatan yang dalam, firasat yang kuat, kecerdikan yang hebat,
kejernihan jiwa dan renungan yang bena, yang menjadikannya mampu manimbang ukuran-
ukuran yang baik dan buruk, benar dan salah melalui ilham (intuisi), mengenali perkara-
perkara yang rumit melalui kasyaf, sehingga Al-Qur’an itu tidak lain daripada hasil
penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya
bahasa dan retorikanya yang hebat.
3. Orang-orang jahiliyyah klasik dan modern berasumsi bahwa Muhammad telah menerima
ilmu-ilmu Al-Qur’an dari seorang guru. Itu tidak salah, akan tetapi guru yang
menyampaikan Al-Qur’an itu ialah malaikat pembawa wahyu, bukan guru yang berasal
dari kaumnya sendiri atau kaum lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam makalah ini maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yakni adalah:
1.Pengertian wahyu dari segi bahasa adalah petunjuk yang di sampaikan secara sembunyi.
Pengertian wahyu menurut syara' wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT kepada orang yang
dipilih dari beberapa hamba-Nya mengenai beberapa petunjuk dan ilmu pengetahuan yang
hendak diberitahukannya tetapi dengan cara yang tidak biasa bagi manusia, baik dengan
perantaraan atau tidak dengan perantaraan.

2. Proses turun dan penyampaian wahyu yaitu dengan beberapa cara:


a. Wahyu yang turunkan melalui mimpi yang hakiki (terbayang dengan jelas).
b. Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara dibisikkan ke dalam jiwanya.
c. Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki.
d. Wahyu datang kepada Nabi s.a.w., melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli
dengan enam ratus sayap yang menutup langit.
e. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada Nabi
SAW di belakang hijab atau tabir.
f. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-
qur’an.
g. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah SWT
menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat.
h. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah.
i. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara gemercikan lonceng.

3. Keraguan para penentang wahyu yaitu adalah:


a. Mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi dari pribadi Muhammad.
b. Orang-orang jahiliyyah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah mempunyai
ketajaman akal, penglihatan yang dalam, firasat yang kuat.
c. Orang-orang jahiliyyah klasik dan modern berasumsi bahwa Muhammad telah menerima ilmu-
ilmu Al-Qur’an dari seorang guru.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

As-Shalih, Subhi, Dr. 1985. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Beirut: Pustaka Firdaus

Saebani, Ahmad, Beni. 2007. Filsafat Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia

Effendy, Ahmad Fuad. 2013. Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran. Malang: MISYKAT
INDONESIA

Hasbi ash-shidiqhi.2009. Ilmu al-Qur’an & Tafsir. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://rosda.co.id/agama/69-ulumul-
quran-ilmu-untuk-memahami-wahyu-revisi.html&ved=2ahUKEwjb1OX8o-
7vAhUTOisKHXMYCVcQFjAJegQIBBAC&usg=AOvVaw1L-t9FhMnz-
zU_mxlLVauC&cshid=1617893374045

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://store.ums.ac.id/buku/ulumul-
quran-ilmu-untuk-memahami-wahyu.html&ved=2ahUKEwjb1OX8o-
7vAhUTOisKHXMYCVcQFjAKegQIBxAC&usg=AOvVaw3iRV7bTF8bo9l7W_AbYYcf&csh
id=1617893374045

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://journal.iainkudus.ac.id/index.
php/Hermeneutik/article/download/885/821&ved=2ahUKEwjb1OX8o-
7vAhUTOisKHXMYCVcQFjADegQIEBAC&usg=AOvVaw1meKxhGqi2luK53KtIJz-
j&cshid=1617893374045

Anda mungkin juga menyukai