LAPORAN KAJIAN 2016 Industrialisasi Perikanan
LAPORAN KAJIAN 2016 Industrialisasi Perikanan
INDUSTRIALISASI PERIKANAN
UNTUK MENDUKUNG
PEMBANGUNAN EKONOMI
WILAYAH
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan industri perikanan, khususnya terkait
industri pengolahan perikanan, terutama pada daerah-daerah sentra pengembangan perikanan dalam
rangka mengantisipasi peningkatan produksi perikanan, mendukung peningkatan mutu dan nilai tambah
produk perikanan, serta mendukung pembangunan ekonomi wilayah. Sementara itu sasaran dari kajian ini
adalah: (1) teridentifikasinya kondisi industri perikanan Indonesia, khususnya industri pengolahan
perikanan; serta (2) terumuskannya keterkaitan antarunsur dalam pengembangan wilayah berbasis
perikanan; serta (3) tersusunnya konsep strategi pengembangan industri perikanan, khususnya terkait
industri pengolahan perikanan, berbasis keunggulan spesifik daerah.
Jenis data yang digunakan dalam kegiatan ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil observasi, baik dalam bentuk kuesioner, FGD (focus group discussion), maupun
wawancara pada pihak terkait dan dokumentasi. Sementara itu, data sekunder diperoleh melalui kajian desk
study berupa data time series produksi perikanan dan pengolahan hasil perikanan, pertumbuhan ekonomi
wilayah, dan peraturan daerah yang terkait pengelolaan perikanan. Analisis data yang dilakukan dalam
kajian ini terdiri dari: (1) analisis deskriptif, diantaranya menggunakan diagram tulang ikan; (2) analisis
SWOT; (3) analisis pengembangan wilayah, melalui analisis location quotient (LQ) dan analisis shift share
(SSA).
Berdasarkan hasil analisis diagram tulang ikan, beberapa permasalahan terkait industrialisasi
perikanan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu terkait: (1) mutu bahan baku, terdiri dari: penerapan
good handling practices (GHdP), fasilitas penanganan perikanan yang dipasok untuk industri, dan
penerapan sanitasi pada pekerja dan peralatan penanganan ikan; (2) jaminan mutu, meliputi: jaminan mutu
bahan baku, jaminan mutu produk, sertifikasi mutu, dan ketertelusuran informasi produk; (3) pelayanan
pelanggan, meliputi: kesesuaian produk dengan permintaan pelanggan, ketersediaan pasokan produk untuk
konsumen, pengiriman produk tepat jumlah dan tepat waktu; dan (4) kemampuan teknologi.
Sepuluh provinsi dengan nilai LQ tertinggi adalah Provinsi Maluku (LQ = 6,40), Sulbar (LQ =
6,36), Sultra (LQ = 4,54), Gorontalo (LQ = 4,59), Bengkulu (LQ = 4,21), Maluku Utara (LQ = 4,06),
Lampung (LQ = 3,70), Sulteng (LQ = 3,68), Sulut (LQ = 3,65), dan Sulsel (LQ = 3,31). Nilai LQ lebih dari 1
menunjukkan bahwa lapangan usaha yang bersangkutan memiliki keunggulan relatif yang lebih tinggi dari
rata-rata atau disebut juga lapangan usaha basis Sementara itu, sepuluh provinsi dengan perhitungan nilai
SSA tertinggi adalah Sulsel (SSA = 1,15), Sulbar (SSA = 0,9), Sulut (SSA = 0,86), Sulteng (SSA = 0,76),
Maluku (SSA = 0,70), Sultra (SSA = 0,61), Gorontalo (SSA = 0,61), Maluku Utara (SSA = 0,50), Lampung
(SSA=0,47), dan Bengkulu (SSA = 0,45). Nilai SSA yang positif menunjukkan bahwa sektor perikanan
termasuk ke dalam sektor yang mengalami pertumbuhan. Berdasarkan analisis SWOT, didapatkan 15
strategi pengembangan industrialisasi perikanan, khususnya terkait pengembangan industri pengolahan
perikanan, yaitu: (1) Peningkatan ekonomi wilayah melalui peningkatan populasi industri pengolahan hasil
perikanan terutama UMKM; (2) Inisiasi pengembangan industri hasil perikanan yang memiliki nilai tambah
tinggi termasuk industri berbasis bioteknologi; (3) Pemberian insentif fiskal bagi usaha kecil untuk
peningkatan daya saing; (4) Peningkatan peranan pemerintah pusat maupun daerah dalam menjaga food
safety produk hasil olahan UMKM; (5) Penguatan rantai pasok, kemitraan dan perluasan pasar; (6)
Penyesuaian potensi wilayah sumberdaya perikanan terhadap industri hilir yang memiliki nilai tambah
tinggi; (7) Penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna; (8) Penerapan penangkapan yang berkelanjutan;
(9) Peningkatan suplai bahan baku memalui pemanfaatan potensi perikanan di wilayah dengan nilai LQ
tinggi; (10) Penerapan teknologi budidaya; (11) Peningkatan pendirian industri perikanan yang memiliki
nilai tambah dan diversifikasi produk tinggi; (12) Peningkatan sertifikasi kelayakan pengolahan (SKP); (13)
Penguatan infrastruktur di daerah yang memiliki potensi yang tinggi (LQ tinggi) namun pemanfaatannya
masih rendah (SSA rendah); (14) Peningkatan jaminan mutu, keamanan pangan, dan perbaikan sanitasi di
UKM dan Industri; dan (15) Akselerasi pengembangan pusat pertumbuhan industri perikanan dengan nilai
tambah tinggi di lokus pilihan (optimalisasi kapasitas terpasang industri perikanan). Selanjutnya
berdasarkan analisis LQ dan jumlah produksi pengolahan ikan per provinsi, dilakukan pemetaan provinsi
berdasarkan nilai LQ dan volume produksi UPI ke dalam sembilan kuadaran. Kemudian ke-15 strategi
pengembangan industrialisasi perikanan, khususnya terkait pengembangan industri pengolahan perikanan
juga dipetakan ke dalam sembilan kuadran tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, strategi industrialisasi perikanan, khususnya terkait pengembangan industri
pengolahan perikanan, untuk mendukung ekonomi wilayah, terdiri dari: (1) Peningkatan koordinasi
antarsektor dalam rangka hilirisasi industri perikanan, (2) Sinkronisasi kebijakan dan pengkajian ulang
kebijakan yang menghambat industrialisasi perikanan; (3) Pengembangan industri perikanan pada daerah
yang memiliki LQ tinggi (LQ>4), yaitu: Sulbar, Gorontalo, Bengkulu dan Maluku Utara, agar dapat
memberi sumbangan terhadap peningkatan ekonomi wilayah sebagai basis perikanan nasional; serta (4)
Ppemilihan skala industri yang tepat yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya perikanan yang
berkelanjutan, utilitas dan kapasitas industri, serta keunggulan wilayah.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan laporan kajian berjudul ”Kajian
Strategi Industrialisasi Produk Perikanan untuk Membangun Perekonomian
Wilayah” dapat diselesaikan. Penyusunan kajian ini didasarkan pada
pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang saat ini dihadapkan pada
berbagai tantangan, termasuk sektor hulu, aspek pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan, serta produk kelautan di sektor hilir. Permasalahan lain terkait dengan
masih rendahnya produktivitas dan daya saing usaha kelautan dan perikanan yang
disebabkan oleh struktur armada penangkapan ikan yang masih didominasi oleh
kapal berukuran kecil, belum optimalnya integrasi sistem produksi di hulu dan
hilir, serta masih terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana secara memadai.
Hasil dari kajian ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi dari
permasalahan tersebut, dan juga dapat digunakan sebagai acuan bagi penyusunan
kebijakan/strategi operasional dan perencanaan bagi stakeholders dan pelaku
usaha perikanan dalam pengembangan industri perikanan, terutama pada daerah-
daerah sentra pengembangan perikanan, mendukung peningkatan mutu dan nilai
tambah produk perikanan, serta mendukung pembangunan ekonomi wilayah.
Terakhir, kami mengucapkan terima kasih terutama kepada: Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, dan Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi DI Yogyakarta, serta semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan
dan penyempurnaan laporan kajian ini. Kami menyadari bahwa penyusunan
laporan kajian ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan hasil kajian ini.
Desember 2016,
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................................ 5
1.3 Tujuan dan Sasaran ................................................................................ 6
1.4 Ruang Lingkup Kegiatan ........................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................... 8
2.1 Pengertian Perikanan .............................................................................. 8
2.2 Pengertian Industrialisasi Perikanan ...................................................... 8
2.3 Klasifikasi Industri ............................................................................... 10
2.4 Mutu Produk Perikanan ........................................................................ 11
2.5 Konsumsi Ikan ..................................................................................... 12
2.6 Produk Perikanan Non Konsumsi ......................................................... 13
2.7 Nilai Tambah pada Industri Pengolahan Ikan........................................ 13
2.8 Perdagangan Internasional Produk Perikanan ....................................... 14
2.9 Konsep Wilayah, Daerah, dan Kawasan ............................................... 15
2.10 Pewilayahan sebagai Alat Pendeskripsian dan Perencanaan.................. 17
2.11 Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif.......................... 18
BAB III METODE KAJIAN ........................................................................... 20
3.1. Kerangka Pikir ..................................................................................... 20
3.2. Metode Pengambilan Data.................................................................... 22
3.3. Metode Analisis Data ........................................................................... 23
3.4 Lokasi Kunjungan Lapang .................................................................... 27
3.5 Jadwal Pelaksanaan Kajian ................................................................... 27
BAB IV ISU, PERMASALAHAN, DAN SASARAN STRATEGIS
DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN .............. 29
4.1 Permasalahan dalam Pengembangan Industrialisasi Perikanan.............. 29
4.1.1 Perikanan Tangkap ....................................................................... 29
4.1.2 Perikanan Budidaya ...................................................................... 30
4.1.3 Pengolahan Perikanan ................................................................... 31
4.1.4 Pemasaran Hasil Perikanan ........................................................... 32
4.1.5 Bidang Kewilayahan ..................................................................... 33
4.2 Sasaran Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan Nasional ....... 34
BAB V REVIEW KEBIJAKAN INDUSTRI DAN PENGOLAHAN
PERIKANAN ................................................................................................... 36
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
Tabel 1. Posisi Indonesia sebagai Produsen Hasil Perikanan Dunia Tahun 2014
Rumput
Perikanan Perikanan Perikanan
Laut/Aquatic
Tangkap Laut Tangkap Darat Budidaya
Farmed Plants
Peringkat ke-1 China China China China
Dunia (14,81 juta ton) (2,30 juta ton) (45,47 juta ton) (13,33 juta ton)
Peringkat Peringkat ke-2 Peringkat ke-7 Peringkat ke-3 Peringkat ke-2
Indonesia di (6,02 juta ton) (0,42 juta ton) (4,25 juta ton) (10,08 juta ton)
Dunia
Sumber: The State of Worls Fisheries and Aquaculture, FAO 2016
besar yaitu rata-rata 0,5% dan 1,9%. Total volume impor untuk kebutuhan
konsumsi domestik sebesar 10.753 ton. Volume impor terbesar adalah jenis ikan
beku 5.313 ton atau 49,41% dan ikan segar 5.215 ton atau 48,50%. Sementara
volume impor jenis ikan kering, asin atau asap 56,4 ton atau 0,52%; dan ikan
diolah atau diawetkan 168,4 ton atau 1,57% (KKP 2012).
Indonesia bersaing dengan Cina, Vietnam dan Thailand di tingkat Global
dalam merebut pasar produk olahan ikan di Eropa dan Amerika. Perubahan pola
konsumsi dan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia dalam pemenuhan
kebutuhan protein hewani yang sehat, mudah diperoleh, berkualitas, dan ramah
lingkungan (environmental friendly) menjadi tantangan besar industri pengolahan
perikanan nasional. Menurut FAO (2014), tingkat konsumsi ikan dunia meningkat
pesat dari 71% tahun 1980-an menjadi lebih dari 86% dari total produksi ikan
global yaitu sekitar 136 juta ton tahun 2012 (FAO 2014).
Preferensi masyarakat dunia terhadap produk pengolahan ikan pun sangat
besar. Dari total produksi ikan dunia untuk konsumsi, 54% merupakan produk
ikan olahan terdiri dari 12% produk pengeringan, penggaraman, dan pengasapan;
13% produk prepared dan preserved; dan 29% produk beku. Produk perikanan
yang paling diminati masyarakat dan memiliki harga tinggi dipasaran global
adalah jenis ikan yang diperdagangkan dalam keadaan hidup, segar, dan dingin
yaitu sebesar 46% dari total pemasaran produksi ikan yang dikonsumsi atau
sekitar 63 juta ton tahun 2012 (FAO 2014).
Peningkatan jumlah ekspor maupun nilai produk perikanan Indonesia
masih memiliki peluang yang besar. Peluang tersebut juga didukung oleh adanya
peningkatan konsumsi produk perikanan global. Walaupun demikian, kondisi
perdagangan global dengan tingkat persaingan yang tinggi menuntut daya saing
yang kuat dalam perdagangan berbagai barang dan jasa termasuk juga
perdagangan produk perikanan. Industri pengolahan ikan harus mampu
menghasilkan beragam produk kompetitif dengan mutu yang baik sehingga
memuaskan konsumen dan mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh
negara-negara lain.
Berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap produk perikanan, saat ini
unsur kesehatan, nutrisi serta keamanan pangan semakin ditekankan selain
4
(2) Sasaran
Sasaran dari kajian ini adalah: (1) teridentifikasinya kondisi industri
perikanan Indonesia, khususnya industri pengolahan perikanan; serta (2)
terumuskannya keterkaitan antarunsur dalam pengembangan wilayah berbasis
perikanan; serta (3) tersusunnya konsep strategi pengembangan industri
perikanan, khususnya terkait industri pengolahan perikanan, berbasis keunggulan
spesifik daerah.
berkualitas dan harga yang kompetitif, sehingga berdaya saing tinggi, baik di
pasar nasional maupun pasar global.
(3) penguatan pelaku industri kelautan dan perikanan: industrialisasi kelautan dan
perikanan akan mendorong penguatan struktur industri, yaitu peningkatan
jumlah dan kualitas industri perikanan dan pembinaan hubungan antarentitas
sesama industri, industri hilir dan hulu, industri besar, menengah dan kecil,
serta hubungan antara industri dengan konsumen pada semua tahapan rantai
nilai (value chain).
(4) berbasis komoditas, wilayah, dan sistem manajemen kawasan dengan
konsentrasi pada komoditas unggulan: kebijakan industrialisasi kelautan dan
perikanan difokuskan pada komoditas unggulan sesuai dengan permintaan
pasar, baik pasar domestik maupun luar negeri. Agar terintegrasi
pelaksanaannya dilakukan berbasis wilayah dan sistem manajemen kawasan,
yaitu berdasarkan pada distribusi sumber daya alam di wilayah-wilayah
potensial dan dengan sistem manajemen kawasan di sentra-sentra produksi
potensial dan prospek pertumbuhannya di masa depan.
(5) modernisasi sistem produksi hulu dan hilir: kemajuan sektor kelautan dan
perikanan dapat dipercepat dengan modernisasi sistem produksi yang mampu
meningkatkan produk kelautan dan perikanan bernilai tambah dan berkualitas
tinggi dengan memperhatikan seluruh rantai nilai (value chain). Modernisasi
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, percepatan, dan peningkatan skala
produksi di hulu dan hilir, sekaligus mendorong upaya pengembangan
komoditas dan produk produk unggulan untuk menghadapi persaingan pasar
global yang makin kompetitif; serta mendorong perubahan sistem produksi
hulu skala UMKM dengan menggunakan teknologi dan manajemen usaha
yang lebih efisien dan menguntungkan.
(6) kesimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan
lingkungan yang berkelanjutan: industrialisasi kelautan dan perikanan akan
dilaksanakan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu
keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan
(7) perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat modern (transformasi sosial):
industrialisasi kelautan dan perikanan diharapkan dapat mendorong
10
(1) usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan, dengan aset maksimal Rp.50 juta dengan omset per
tahunnya mencapai Rp.300 juta.
(2) usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil, dengan aset antara
Rp.50 juta – Rp.500 juta dengan omzet per tahunnya berkisar antara Rp.300
juta – Rp.2,5 miliar.
(3) usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar, dengan aset antara Rp.500 juta – Rp.10 miliar dengan omzet per
tahunnya berkisar antara Rp.2,5 miliar – Rp 50 miliar.
(4) usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta,
usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di
Indonesia, dengan aset lebih dari Rp.10 miliar dengan omzet lebih dari Rp.50
miliar.
Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan
tenaga kerja, sementara faktor pasar yang berpengaruh ialah harga output, upah
kerja, harga bahan bakar dan input lain. Prosedur analisis nilai tambah
diperlihatkan pada Tabel 1.
(1) Wilayah Homogen, adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria
mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama, misalnya dalam hal
ekonomi dan. Wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragamannya secara
internal (internal uniformity). Contoh wilayah homogen adalah Pantai Utara
Jawa Barat, yang merupakan wilayah homogen sentra produksi ikan jenis
pelagis kecil, ikan asin dan kerupuk ikan.
16
(2) Wilayah Nodal. Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional
mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah belakangnya
(hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk,
faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi.
Soekirno (1985) menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling
ideal digunakan dalam analisis mengenai ekonomi wilayah, yaitu mengartikan
wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa
pusat kegiatan ekonomi. Batas wilayah nodal ditentukan oleh sejauhmana
pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh
dari pusat kegiatan ekonomi lainnya.
(3) Wilayah Administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan
berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti:
provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan.
Peningkatan target produksi ikan dan hasil perikanan yang cukup tinggi
hingga mencapai 40-50 juta ton pada tahun 2019 tentunya akan mempengaruhi
kondisi pasokan bahan baku untuk industri pengolahan perikanan serta
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di sentra-sentra produksi perikanan dan
sentra pengolahan perikanan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan kajian
strategi industrialisasi perikanan untuk meningkatan mutu, nilai tambah, dan daya
saing produk perikanan agar mampu mendukung pengembangan wilayah.
Menurut data dari FAO (2015), Indonesia merupakan salah satu negara penghasil
21
produksi perikanan utama di dunia, baik untuk ikan yang berasal dari perikanan
tangkap, perikanan budidaya, maupun rumput laut. Namun keunggulan tersebut
belum diikuti dengan kemampuan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah
dan memenuhi kecukupan pangan nasional. Indeks ketahanan pangan Indonesia
berdasarkan kriteria affordability, availability, quality, and safety berada di urutan
ke-64, atau berada di bawah negara-negara Asia Pasifik seperti New Zealand,
Jepang, Australia, Korea Selatan, Malaysia, China, Thailand, Vietnam, dan
Filipina.
Produk
Pabrik Es Rantai pasok
konsumsi
teknologi
PDRB Wilayah Perlengkapan
informasi
Lahan dan
akses pasar Mesin
bangunan
Jumlah
akses modal Kapal
badan/kelemba
relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam
suatu wilayah. Asumsi yang digunakan adalah terdapat sedikit variasi dalam pola
pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing-
masing industry menghasilkan produk atau jasa yang seragam.
Analisis LQ menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada
substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi pasar ke luar
wilayah tersebut (ekspor). Hal ini memberikan suatu gambaran tentang industri
yang terkonsentrasi dan industri mana yang tersebar (Shukla, 2000).
Metode analisis LQ dirumuskan sebagai berikut:
Di mana:
Xij = derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i
Xi = total aktivitas di wilayah ke-i
Xj = total aktivitas ke-j di semua wilayah
Xn = derajat aktivitas total wilayah
a b c
dimana:
a = komponen share
b = komponen proportional share
c = komponen differential share
X = nilai total aktivitas dalam total wilayah
Xi = nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah
Xij = nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu
tt = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Kajian Industrialisasi Perikanan untuk Mendukung Ekonomi Wilayah
kegiatan IUU fishing. Masalah IUU fishing juga terkait dengan perbatasan dengan
negara tetangga, seperti kasus nelayan tradisional yang melanggar lintas batas
masuk ke negara lain. Meskipun upaya untuk edukasi dan peningkatan keasadaran
nelayan RI mengenai batas-batas laut sudah dilakukan, namun kemungkinan
nelayan tradisional untuk melintas batas dan melakukan pelanggaran ke negara
lain masih ada. Perbatasan laut merupakan salah satu isu dalam pengawasan
sumber daya perikanan dan kelautan di wilayah perairan Indonesia. Hingga saat
ini, masih terdapat perundingan terkait perbatasan wilayah dengan negara
tetangga yang belum terselesaikan.
Permasalahan lainnya yang dihadapi adalah terkait masih rendahnya
produktivitas dan daya saing usaha kelautan dan perikanan yang disebabkan oleh
struktur armada penangkapan ikan yang masih didominasi oleh kapal berukuran
kecil, belum optimalnya integrasi sistem produksi di hulu dan hilir, serta masih
terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana secara memadai. Di samping itu,
aspek sangat mendasar yang mempengaruhi lemahnya daya saing dan
produktivitas adalah kualitas SDM dan kelembagaannya. Saat ini jumlah SDM
yang bergantung pada kegiatan usaha kelautan dan perikanan sangat besar, namun
pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi dan aksesibilitas terhadap
infrastruktur dan informasi belum memadai dan belum merata di seluruh wilayah
Indonesia, terutama di wilayah kepulauan.
(2) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi USD 9,5 miliar pada
tahun 2019.
(3) meningkatnya konsumsi ikan menjadi sebesar 54,5 kg/kapita/tahun.
(4) pertumbuhan PDB perikanan sebesar 7,2% per tahun pada tahun 2019.
Arah kebijakan yang ditetapkan untuk mencapai sasaran tersebut
diantaranya adalah: (1) peningkatan produksi perikanan melalui: ektensifikasi dan
intensifikasi produksi perikanan, penguatan faktor input dan sarana pendukung
produksi, penguatan keamanan produk pangan perikanan; (2) peningkatan mutu,
nilai tambah dan inovasi teknologi perikanan; (3) peningkatan kualitas sarana dan
prasarana perikanan; (4) peningkatan advokasi dan konsumsi makan ikan; (5)
penyempurnaan tata kelola perikanan; dan (6) pengelolaan perikanan
berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut dan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya kelautan dan perikanan, KKP melalui Permen KP No. 25/PERMEN-
KP/2015 tentang Rencana Strategis (Renstra) KKP 2015-2019 telah menetapkan
visinya untuk mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri,
maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional dengan misi kedaulatan,
keberlanjutan dan kesejahteraan. Pencapaian visi dan misi pembangunan tersebut
dilaksanakan dengan memperhatikan tiga dimensi pembangunan nasional, yakni
sumber daya manusia (SDM), sektor unggulan, dan kewilayahan.
36
beserta dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan norma hukum ini, maka
masyarakat dapat mengambil inisiatif mengusulkan rencana zonasi. Undang-
undang perubahan ini juga telah memberikan pengakuan hak asal-usul
masyarakat hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah dikelola
secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan
pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh
masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat
setempat.
(2) UU No. 32/ 2014 tentang Kelautan, yang memuat penyelenggaraan
pembangunan kelautan ke depan, antara lain: (i) wilayah laut, (ii)
pembangunan dan pengelolaan kelautan, (iii) pengelolaan ruang laut dan
perlindungan lingkungan laut, (iv) pertahanan, keamanan, penegakan hukum,
dan keselamatan di laut, dan (v) tata kelola dan kelembagaan.
(3) Kebijakan terkait dengan upaya pemberantasan IUU Fishing,yaitu: (i) Permen
KP No. 56/PERMEN-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium)
Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia; (ii) Permen KP No. 57/PERMEN-KP/2014
tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia, yang melarang transhipment; (iii) Permen KP No.
59/PERMEN-KP/2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hiu Koboi
(Carcharhinus longimanus) dan Ikan Hiu Martil (Sphyrna spp.) dari Wilayah
Negara Republik Indonesia ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia.
(4) Permen KP No. 1/ 2015 tentang Penangkapan Lobster (panulirus spp),
Kepiting (scylla spp) dan Rajungan (portunus pelagicus spp), yang melarang
penangkapan species tersebut dalam kondisi bertelur dan mengatur ukuran
yang boleh ditangkap, dalam rangka menjamin keberadaan dan ketersediaan
stok Lobster, Kepiting dan Rajungan yang saat ini telah mengalami
penurunan populasi
(5) Permen KP No. 2/ 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan
Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), dalam rangka penataan
kembali pengelolaan perikanan untuk kelestarian sumber daya ikan,
39
produk (product traceability), serta Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB),
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan penerapan sertifikasi hasil
tangkapan ikan (SHTI); (ii) peningkatan efektivitas karantina perikanan
untuk pengendalian penyakit, jaminan mutu produksi dan keamanan pangan
melalui sistem karantina yang terintegrasi (Integrated Quarantine and Safety
Control Mechanism) dan pencegahan/ penanggulangan penyakit ikan
(Biosecurity) dan (iii) pengembangan produk perikanan berkualitas dan
memenuhi standar Hazard Analysis and Critical Control/ HACCP untuk
menjamin keamanan produk dan mutu pangan olahan.
Sementara itu, kebijakan terkait Peningkatan Advokasi dan Konsumsi
Makan Ikan pada RPJMN 2015-2019 diarahkan melalui: (1) penguatan promosi,
advokasi dan kampanye publik untuk konsumsi ikan dan produk olahan berbasis
ikan, melalui gerakan ekonomi kuliner rakyat kreatif dari hasil laut, bazaar, lomba
inovasi menu ikan, pengembangan pusat promosi dan pemasaran hasil perikanan;
(2) peningkatan peran serta berbagai pemangku kepentingan dalam upaya
penggalakkan minat dan konsumsi makan ikan di masyarakat; (3) Pengembangan
sistem informasi produk perikanan dan harga ikan yang mudah diakses
masyarakat; (4) pemenuhan ketersediaan komoditas perikanan yang berkualitas,
mudah dan terjangkau di masyarakat dalam rangka mendukung ketahanan
pangan; dan (5) diversifikasi konsumsi produk olahan perikanan.
Dalam upaya mendukung akselerasi dan menyukseskan gerakan makan
ikan (Gemarikan), pada tahun 2006 KKP telah membentuk Forum Peningkatan
Konsumsi Ikan Nasional (Forikan) Indonesia berdasarkan Kepmen KP No.
29/MEN/2006 Tanggal 9 September 2006 dan dikukuhkan oleh Menteri Kelautan
dan Perikanan pada tanggal 20 September 2006. Forikan Indonesia merupakan
forum kerjasama yang beranggotakan unsur lintas lembaga, lintas sektoral, lintas
profesi dan lintas budaya baik dari kalangan pemerintah, swasta, maupun
masyarakat.
agar produk pangan, dalam hal ini hasil perikanan, yang dipasarkan untuk
konsumsi manusia harus mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditetapkan
sehingga dapat menjamin kesehatan manusia.
Berdasarkan PP No. 57/ 2015 tentang Sistem Jaminan Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan serta Peningkatan Nilai Tambah Produk Hasil
Perikanan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan adalah upaya
pencegahan dan pengendalian yang harus diperhatikan dan dilakukan sejak pra-
produksi sampai dengan pendistribusian untuk menghasilkan hasil perikanan yang
bermutu dan aman bagi kesehatan manusia, meliputi kegiatan: (1) pengembangan
dan penerapan persyaratan atau standar bahan baku; (2) pengembangan dan
penerapan persyaratan atau standar higienis, teknik penanganan, dan teknik
pengolahan; (3) pengembangan dan penerapan persyaratan atau standar mutu
produk; (4) pengembangan dan penerapan persyaratan atau standar sarana dan
prasarana; (5) pengembangan dan penerapan persyaratan atau standar metode
pengujian; (6) pengendalian mutu; (7) pengawasan mutu; dan (8) sertifikasi.
Selanjutnya, terkait peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan dan
jaminan ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan, meliputi kegiatan: (1)
penanganan bahan baku; (2) pengolahan hasil perikanan; dan (3) distribusi hasil
perikanan. Sementara itu, jaminan ketersediaan bahan baku industri pengolahan
ikan dilakukan melalui: (1) optimalisasi produksi perikanan tangkap dan budidaya
berdasarkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan; dan (2) dengan
memastikan bahan baku Industri pengolahan ikan tidak berasal dari kegiatan
perikanan yang melanggar hukum, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.
Persyaratan dan tata cara pemeriksaan mutu yang harus dipenuhi oleh
produk hasil perikanan yang berada atau didistribusikan di Indonesia diatur dalam
Kepmen KP No. 6/ 2002. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga keamanan
serta terjaminnya mutu hasil perikanan yang tidak membahayakan konsumen.
Kegiatan pemeriksaan mutu hasil perikanan dilakukan dengan cara melakukan
pengujian terhadap mutu produk di laboratorium serta melakukan pemeriksaan
terhadap dokumen-dokumen.
43
2. Peraturan Menteri KP Nomor 57 Tahun 2014 Adanya larangan transhipment hasil penangkapan ikan di Pengkajian ulang transhipment dengan pengawasan dan
Tentang transhipment tengah laut dimana sebelumnya transshipment diperbolehkan izin yang ketat, karena transhipment mampu menghemat
asalkan dilakukan antar kapal dalam satu kesatuan manajemen BBM dan menjaga mutu ikan segar
dengan persyaratan ketat
3. Permen KP No. 2/Permen KP/2015 tentang Adanya larangan KKP untuk penggunaan 17-macam alat Perlu ditinjau kembali karena tidak semua alat tangkap
larangan penggunaan alat penangkapan ikan tangkap berjenis pukat termasuk alat tangkap cantrang yang merusak lingkungan dan secepatnya dicari solusi
pukat hela dan pukat tarik di wilayah sudah lama digunakan secara tradisional oleh nelayan, juga mengenai alat tangkap yang lebih baik atau sama
pengelolaan perikanan negara Republik pelarangan alat tangkap Pukat Udang (PU). efektifitasnya dengan cantrang.
Indonesia dan Keppres No. 85 Tahun 1982
4. Permen KP nomor 42/Permen KP/2014 Adanya pembatasan GT bagi kapal penangkap ikan. Perlu pengaturan zonasi penangkapan dan jalur trayeknya.
tentang perubahan keempat atas peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan nomor
02/Men/2011 tentang Alur penangkapan ikan
dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah
pengelolaan perikanan negara Republik
Indonesia.
5. Peraturan pajak PER.20.PJ.2015 , Surat Adanya beban pajak tambahan untuk PBB Sektor Lainnya menyebabkan adanya tambahan biaya operasional yang
Edaran Dirjen Pajak SE No. 33.PJ.2015, dan untuk Usaha Perikanan Tangkap (PBB perikanan) diterapkan tinggi
Keputusan Dirjen Pajak nomor berdasarkan jumlah kapal yang dimiliki dan diberlakukan tanpa
KEP.126.PJ.2015 memperhatikan kondisi kapal bisa operasi atau tidak
49
1,40
1,20 1,15
0,76
0,80 0,70
0,61 0,61
0,60 0,50 0,47 0,45
0,40
0,20
0,00
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Utara
Maluku
Sulawesi Tenggara
Lampung
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Maluku Utara
Bengkulu
ekspor, penerapan sanitasi oleh pekerja maupun peralatan penanganan ikan sangat
diperhatikan.
Penerapan sanitasi dimulai dari kegiatan budidaya ataupun penangkapan
perikanan dengan menjaga kebersihan tempat dan wadah penyimpanan produk
perikanan, serta nelayan. Standar sanitasi peralatan yang digunakan dalam
penanganan perikanan diterapkan oleh perusahaan. Fasilitas penting yang
berkaitan dengan sanitasi bahan baku maupun lingkungan penanganan bahan baku
adalah ketersediaan air bersih.
c. Sertifikasi mutu
Sertifikasi mutu berkaitan erat dengan diperolehnya sertifikat jaminan
mutu oleh perusahaan. Peran penting kepemilikan sertifikat mutu oleh industri
adalah mampu meningkatkan daya saing industri melalui kepercayaan pelanggan
dan penerimaan produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Untuk
meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan Indonesia, Permen KP No.
01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan mengharuskan setiap industri pengolahan ikan untuk memiliki sertifikat
jaminan mutu yang meliputi Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Sertifikat
Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) dan Sertifikat Kesehatan.
Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan
kepada unit pengolahan ikan yang telah menerapkan Good Manufacturing
Practices (GMP), serta memenuhi persyaratan Standard Sanitation Operating
Procedure (SSOP) dan Good Hygiene Practices (GHP) sesuai dengan standar dan
regulasi dari Otoritas Kompeten. Sertifikat Penerapan PMMT atau HACCP
merupakan sertifikat yang diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan
konsep HACCP sebagai sistem mutu. Sertifikat Kesehatan adalah sertifikat yang
dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah yang menyatakan
bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan
keamanan untuk dikonsumsi manusia.
Pada kurun waktu 2010-2015, jumlah peningkatan sertifikasi Unit
Pengolah Ikan (UPI) telah berhasil menurunkan penolakan ekspor produk
perikanan dalam negeri (Gambar 7). Dengan demikian jaminan mutu merupakan
faktor penting dan berperan dalam Industrialisasi Perikanan Nasional. Kebijakan
industrialisasi diharapkan menjadikan program peningkatan mutu produk melalui
peningkatan jumlah UPI yang tersertifikasi menjadi priorotas, terutama untuk UPI
58
skala kecil dan menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai 60.885 unit (KKP
2015).
perlakuan dalam proses pengolahan, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap
produk yang dihasilkan. Bagi industri pengolahan ikan, pelaksanaan sistem
ketertelusuran berkaitan erat dengan jaminan keamanan pangan, mutu dan
pelabelan. Pelabelan produk bukan berarti seluruh informasi yang terkait dengan
produk dicantumkan pada label produk. Berdasarkan standar TraceFish yang
diterapkan di negara-negara Uni Eropa, pelabelan produk dalam sistem
ketertelusuran adalah pelabelan setiap unit barang yang diperdagangkan dengan
suatu nomor ID yang unik (Liu, 2002). Nomor ID tersebut mempermudah
pengguna melakukan penelusuran informasi pada dokumen ketertelusuran produk.
27,4
27,2
27
Utilitas (%)
26,8
26,6
26,4
26,2
26
NTB
Sumbar
Lampung
Jateng
Kalbar
Sulteng
Maluku
Sumsel
Babel
DKI Jakarta
Bali
NTT
Kalsel
Jatim
Kaltara
Malut
Sultra
Aceh
Bengkulu
Jabar
Banten
Kalteng
Gorontalo
Sulbar
Pabar
Sumut
Kepri
Kaltim
Sulut
Sulsel
Papua
Provinsi
35
Nilai Tambah dan Keuntungan (%)
30
15
10
0
A B C D E F
Aktivitas Pengolahan Perikanan pada Rantai Pasok
Keterangan: A: Penanganan di TPI; B: Pemasaran Ikan Segar; C: Kerupuk Ikan; D: Jambal Roti;
E: Fillet di Pasar Lokal; F: fillet di Pasar Ekspor
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
A B C D E F G H I
Kegiatan Pengolahan di Jawa Timur
bahan baku ikan segar; dan (6) produk lokal kurang kompetitif dibanding China,
Vietnam dan Thailand.
82
Tabel 6. Matriks SWOT Industrialisasi Perikanan untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah
STRENGTH (S) WEAKNESS (W)
1. Potensi sumber daya laut yang besar (perikanan tangkap, 1. Ekspor produk hasil laut masih rendah
perikanan budidaya dan rumput laut) 2. Pemanfaatan potensi Perikanan untuk Industri perikanan tidak
2. Pasar domestik yang besar dengan konsumsi per kapita hasil merata (LQ tidak berbanding lurus dengan SSA)
STRENGTH (S) & perikanan dan produk turunannya 3. Kemampuan Teknologi masih rendahpembangunan industri
WEAKNESS (W) 3. Kebijakan pemerintah dan dukungan akademisi bagi masih pada bidang pengolahan yang memiliki nilai tambah
pengembangan industri pengolahan hasil laut. dan pengolahan yang rendah
4. Dukungan pemerintah daerah atas pengembangan perikanan 4. Infrastruktur untuk mendukung pengembangan industri
5. Produsen Ikan terbesar ke-2 di Dunia pengolahan hasil laut belum merata
6. Sebaran UPI didominasi oleh UMKM yang berpotensi dalam 5. Kapasitas produksi industri pengolahan ikan tidak sesuai
OPPORTUNITY (O) & peningkatan ekonomi wilayah dengan suplai bahan bakau)
THREAT (T) 6. Jaminan Kualitas dan Mutu Produk masih sangat rendah
7. Tidak meratanya sumberdaya perikanan tangkap (banyak
daerah overfishing)
1. Kebutuhan konsumsi dunia ataupun nasional atas produk S-O W-O
hasil perikanan yang semakin meningkat (besarnya
peluang ekspor) Peningkatan ekonomi wilayah melalui peningkatan populasi Penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna
OPPORTUNITY (O)
2. Meningkatnya kegiatan diversifikasi produk hasil laut industri pengolahan hasil perikanan terutama UMKM Penerapan penangkapan yang berkelanjutan
3. Tingginya keuntungan dan nilai tambah hasil laut non Inisiasi Pengembangan Industri Hasil Perikanan yang Peningkatan Suplai Bahan Baku memalui pemanfaatan
pangan. memiliki nilai tambah tinggi termasuk industri berbasis potensi perikanan di wilayah dengan nilai LQ tinggi
4. Besarnya peluang untuk membangun industri Bioteknologi Penerapan Teknologi Budidaya
pengolahan di Wilayah penghasil lumbung ikan nasional Peningkatan pendirian industri perikanan yang memiliki nilai
(LQ tertinggi) tambah dan diversifikasi Produk tinggi.
5. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah yang Peningkatan sertifikasi kelayakan pengolahan (SKP)
memiliki potensi perikanan tinggi ( Gap antara LQ dan
SSA).
1. Isu tentang food safety S-T W-T
2. Industri Hasil Perikanan di Indonesia saat ini masih
memiliki nilai tambah rendah Pemberian Insentif Fiskal bagi usaha kecil untuk Penguatan Infrastruktur di derah yang memiliki potensi yang
3. Industri Pengolahan Perikanan Negara ASEAN memiliki peningkatan daya saing tinggi (LQ tinggi) namun pemanfaatannya masih rendah (SSA
nilai tambah dan keuntungan yang tinggi Peningkatan peranan pemerintah pusat maupun daerah dalam rendah)
THREAT (T)
menjaga food safety produk hasil olahan UMKM Peningkatan jaminan mutu, keamanan pangan, dan perbaikan
Penguatan Rantai Pasok, Kemitraan dan Perluasan Pasar sanitasi di UKM dan Industri
Penyesuaian potensi wilayah sumberdaya perikanan terhadap Akselerasi Pengembangan Pusat Pertumbuhan Industri
industri hilir yang memiliki nilai tambah tinggi Perikanan dengan nilai tambah tinggi di lokus pilihan
(Optimalisasi kapasitas terpasang industri perikanan)
84
(5) S5: Strategi 5, Penguatan rantai pasok, kemitraan dan perluasan pasar
(6) S6: Strategi 6, Penyesuaian potensi wilayah sumberdaya perikanan terhadap
industri hilir yang memiliki nilai tambah tinggi
(7) S7: Strategi 7,Penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna
(8) S8: Strategi 8, Penerapan penangkapan yang berkelanjutan
(9) S9: Strategi 9, Peningkatan suplai bahan baku memalui pemanfaatan potensi
perikanan di wilayah dengan nilai LQ tinggi
(10) S10: Strategi 10, Penerapan teknologi budidaya
(11) S11: Strategi 11, Peningkatan pendirian industri perikanan yang memiliki
nilai tambah dan diversifikasi produk tinggi.
(12) S12: Strategi 12, Peningkatan sertifikasi kelayakan pengolahan (SKP)
(13) S13: Strategi 13, Penguatan infrastruktur di derah yang memiliki potensi yang
tinggi (LQ tinggi) namun pemanfaatannya masih rendah (SSA rendah)
(14) S14: Strategi 14, Peningkatan jaminan mutu, keamanan pangan, dan
perbaikan sanitasi di UKM dan Industri
(15) S15: Strategi 15, Akselerasi pengembangan pusat pertumbuhan industri
perikanan dengan nilai tambah tinggi di lokus pilihan (optimalisasi kapasitas
terpasang industri perikanan)
85
Berdasarkan hasil analisis pada Bab VI dan hasil rumusan para pemangku
sektor perikanan dan pengembangan wilayah, strategi industrialisasi perikanan,
khususnya industri pengolahan, untuk mendukung pengembangan ekonomi
wilayah disusun dengan menggabungkan strategi industrialisasi perikanan dengan
hasil analisis kewilayahan berdasarkan nilai LQ dan volume produksi UPI
menjadi sebuah matriks yang dapat dilihat pada Gambar 12.
4 C
Nilai LQ
100 200
Volume Produksi UPI
Sulawesi Barat
Gorontalo
Bengkulu
Maluku Utara
Maluku
2
DI Yogyakarta
Jambi
Kalimantan Utara
Kalimantan Tengah Jawa Barat
Kalimantan Barat
Kep. Riau Jakarta
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan Jawa Tengah
Sumatera Utara
Sumatera Barat Jawa Timur
Riau
Kalimantan Timur
Banten
100 200
Volume Produksi UPI
I
IV VII
(S1, S2, S3, S4, S7, S9, S10,
(S4, S9, S11, S15) (S9, S11)
S11, S13, S14)
II V VII
(S1, S2, S3, S7, S9, S10, S11, (S2, S3, S5, S6, S9, S10, S12, (S2, S3, S5, S6, S9, S10,
S13, S14, S15) S15) S12)
III VI IX
(S1, S2, S3, S5, S6, S9, S13, (S2, S3, S5, S6, S8, S9, S10, (S2, S3, S5, S6, S8, S9, S10,
S14) S14, S15) S12)
(3) Pemberian Insentif Fiskal Bagi Usaha Kecil untuk Peningkatan Daya
Saing
Pemerintah diharapkan dapat menetapkan kebijakan insentif fiskal dan
moneter untuk menyelamatkan eksistensi serta membantu peningkatan daya saing
sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dan industri padat karya. Pemberdayaan
UKM akan optimal apabila terdapat jaminan kesempatan seluas-luasnya bagi
UKM untuk memasuki kegiatan ekonomi. Dukungan yang diperlukan terutama
berupa bantuan peningkatan kemampuan untuk memperoleh akses pasar,
teknologi, dan permodalan yang dikembangkan melalui bank maupun bukan
bank.
89
8.1 KESIMPULAN
1. Strategi industri perikanan nasional, khususnya terkait industri pengolahan
perikanan mengikuti kondisi ekonomi wilayah dibagi menjadi 3 cluster
wilayah, yaitu: (1) LQ tinggi dengan volume produksi rendah; (2) LQ rendah
dengan volume produksi tinggi; dan (3) LQ dan volume produksi tinggi,
dengan rincian pada Tabel 7.
Cluster Strategi
saing
(7) Peningkatan peranan pemerintah pusat maupun daerah dalam
menjaga food safety produk hasil olahan UMKM
(8) Penyesuaian potensi wilayah sumberdaya perikanan terhadap
industri hilir yang memiliki nilai tambah tinggi
LQ dan Volume (1) Pemberian Insentif Fiskal bagi usaha kecil untuk peningkatan daya
Produksi tinggi saing
(2) Penguatan Rantai Pasok, Kemitraan dan Perluasan Pasar
(3) Pemberian Insentif Fiskal bagi usaha kecil untuk peningkatan daya
saing
(4) Penguatan Rantai Pasok, Kemitraan dan Perluasan Pasar
8.2 REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan hasil rumusan para pemangku kepentingan
sektor perikanan, rekomendasi strategi industrialisasi perikanan untuk mendukung
ekonomi wilayah terdiri atas:
1. Peningkatan koordinasi antarsektor dalam rangka hilirisasi industri perikanan.
2. Sinkronisasi kebijakan dan pengkajian ulang kebijakan yang menghambat
industrialisasi perikanan.
3. Pengembangan industri perikanan pada daerah yang memiliki LQ tinggi
(LQ>4), yaitu: Sulawesi Barat, Gorontalo, Bengkulu dan Maluku Utara, agar
dapat memberi sumbangan terhadap peningkatan ekonomi wilayah sebagai
basis perikanan nasional.
4. Kajian tentang pemilihan skala industri yang tepat yang berkaitan dengan
pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan, utilitas dan kapasitas
industri, serta keunggulan wilayah.
96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
100
X .. X. X .. X X.
1
( t 1) j ( t 1) ( t 1) ij ( t 1) j ( t 1)
SSA
X .. (t 0 ) X. j (t 0) X ..
(t 0) X ij ( t 0 ) X.
j ( t 0)
a b c
Keterangan:
a = komponen regional share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift, dan
X.. = nilai total aktifitas wilayah kab secara agregat
X.i = nilai total aktifitas tertentu di unit wilayah kab ke-i
Xij = nilai di wilayah kab ke-i dan aktifitas ke-j
t1 = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal
Kinerja perubahan aktivitas/ sektor dapat dilihat dari komponen analisis SSA
yaitu:
(1) Komponen laju pertumbuhan total (total shift), yang menyatakan pertumbuhan
total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah,
(2) Komponen pergeseran proporsional (pro-portional shift), menunjukkan
pertumbuhan total aktivitas atau sektor tertentu secara relatif, dibandingkan
dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan
dinamika sektor atau aktivitas total wilayah.
(3) Komponen pergeseran diferensial (differential shift), menjelaskan tingkat
competitiveness suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan
total sektor atau aktivitas tersebut dalam wilayah.
102
Ket:
2.500 A: Pembekuan
B: Penggaraman
2.159 C: Pemindangan
2.024 D: Pengasapan
E: Fermentasi
2.000 F: Pereduksian/Ekstraksi
G: Pelumatan Daging Ikan
1.616 H: Penanganan Produk Segar
I: Pengolahan Lainnya
1.453
Jumlah UPI
1.500
1.000
632
500 362
204
141
38
0
A B C D E F G H I
Jenis Kegiatan Pengolahan
Jumlah UPI tertinggi pada pengasapan sebesar 2.159 Unit. Produk utama
dari pengasapan adalah ikan asap. Ikan asap merupakan salah satu produk olahan
yang digemari konsumen di Indonesia karena rasa dan aroma yang khas. Teknik
pengolahan ikan melalui pengasapan relatif mudah sehingga banyak dilakukan di
lingkungan permukiman dalam bentuk home industry. Dengan kondisi ini, maka
seringkali ruang ruang untuk wadah proses pengasapan ikan ini berbentuk tidak
103
beraturan dengan penataan yang seadanya, sehingga dari aspek sirkulasi, alur
produksi dan kesehatan tidak memenuhi persyaratan higienitas dalam pengolahan
produknya (Wibawa, 2015). Jumlah UPI Pengasapan Ikan di Jawa Timur yang
tinggi, disebabkan karena teknologi yang sederhana dan mudah diaplikasikan.
Kabupaten sidoarjo ikan asap yang diolah dari bahan baku bandeng merupakan
salah satu produk unggulan daerah. Selain itu di surabaya ikan asap merupakan
salah satu produk khas untuk oleh-oleh. Bahan baku ikan asap bisa dari produksi
budidaya misalnya bandeng dan patin atau ikan laut. Jika ditinjau dari aspek
produksi, produk ikan asap ini sangat prospektif untuk dikembangkan karena
teknologi sederhana, bahan baku yang mudah didapatkan serta tidak tergantung
dengan musim tangkapan (produksi dari budidaya). Kendala lainya adalah sanitasi
yang rendah, teknologi tepat guna, serta permodalan.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
PACITAN
115
67
PONOROGO
TRENGGALEK
345
TULUNGAGUNG
544
45
BLITAR
19
KEDIRI
79
MALANG
47
LUMAJANG
JEMBER
BANYUWANGI
340 336
23
BONDOWOSO
SITUBONDO
382
PROBOLINGGO
310
PASURUAN
471
SIDOARJO
344
MOJOKERTO
34 28
JOMBANG
NGANJUK
MADIUN
MAGETAN
10 23 10 20
NGAWI
KOTA/KABUPATEN
BOJONEGORO
224
TUBAN
980
LAMONGAN
685
GRESIK
758
BANGKALAN
679
SAMPANG
646
PAMEKASAN
148
SUMENEP
3
KEDIRI
18
BLITAR
Gambar 2. Jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) per Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2015
42
MALANG
PROBOLINGGO
114
PASURUAN
194
MOJOKERTO
10
MADIUN
SURABAYA
513
BATU
110
111
2.000 2.003
Ket:
1.800 A: Pembekuan
1.692 B: Penggaraman
C: Pemindangan
1.600 D: Pengasapan
E: Fermentasi
1.369 F: Pereduksian/Ekstraksi
1.400 G: Pelumatan Daging Ikan
H: Penanganan Produk Segar
Jumlah Setifikat
I: Pengolahan Lainnya
1.200
1.000 919
800 Belum
Ada
SKP
600
PIRT
400 305 MD
197 205 232 237
200 92
67 54 21 23 44 17 80
10 6 0 0 45 11 4 9 26 13 3 0 0 0 3 1 21 11
0
A B C D E F G H I
Jenis Kegiatan pengolahan
Ket:
28.000 26.161 A: Pembekuan
B: Penggaraman
26.000 C: Pemindangan
24.000 D: Pengasapan
E: Fermentasi
22.000 F: Pereduksian/Ekstraksi
G: Pelumatan Daging Ikan
20.000
Jumlah tenaga Kerja
16.000
14.000 12.871
11.749
12.000
10.000
7.869
8.000
5.306 5.723 5.384
6.000 4.397 3.975
4.000 2.160 2.347
2.000 216 597 251131 234 260
42
0
A B C D E F G H I Laki Laki
Jenis Kegiatan
Perempuan
50.000.000.000 Ket:
A: Pembekuan
45.000.000.000 B: Penggaraman
40.000.000.000 C: Pemindangan
D: Pengasapan
35.000.000.000 E: Fermentasi
F: Pereduksian/Ekstraksi
Upah (Rp)
Pengembangan UPI di Jawa Timur masih berbasis program padat karya. padat
karya merupakan program pemerintah melalui bappenas untuk memberi lapangan
kerja terutama yang kehilangan pekerjaan pada masa sulit. Kegiatan pengolahan
tradisional dengan program padat karya membuka lapangan kerja bagi keluarga-
keluarga miskin atau kurang mampu yang mengalami kehilangan penghasilan
atau pekerjaan tetap. Namun masalah yang dihadapi dalam program kerja padat
karya adalah faktor upah yang ideal bagi seorang pekerja. Solusi yang ditawarkan
agar faktor upah ini ideal bagi pekerja adalah mengurangi program padat karya
dengan menjadikan pengolahan tradisional berbasis teknologi tepat guna,
sehingga perusahaan/UPI dapat memproduksi produk secara efisien. Selain itu
penggunaan teknologi tepat guna.
Ket:
A: Pembekuan
B: Penggaraman
700.000.000 C: Pemindangan
D: Pengasapan
600.000.000 E: Fermentasi
F: Pereduksian/Ekstraksi
500.000.000 G: Pelumatan Daging Ikan
H: Penanganan Produk Segar
I: Pengolahan Lainnya
Jumlah
400.000.000
100.000.000
0
A B C D E F G H I
Jenis Kegiatan Pengolahan
Gambar 6. Volume dan Nilai Bahan Baku menurut Jenis Kegiatan Pengolahan
100 93,33
Realisasi Produk Terhadap Kapasitas
90 84,95 82,76
79,85 80,07
80 76,18 Ket:
71,77 69,78 72,93
A: Pembekuan
70 B: Penggaraman
Terpasang (%)
C: Pemindangan
60 D: Pengasapan
50 E: Fermentasi
F: Pereduksian/Ekstraksi
40 G: Pelumatan Daging Ikan
H: Penanganan Produk Segar
30 I: Pengolahan Lainnya
20
10
0
A B C D E F G H I
Jenis Kegiatan Pengolahan
yang paling besar digunakan untuk budidaya adalah budidaya laut dimana
Kabupaten Sumenep menjadi kabupaten dengan luas lahan budidaya laut terluas
di Jawa Timur yang mencapai 287.325 ha (99%). Jumlah produksi perikanan
budidaya Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 929.173,87 ton dengan
kontributor terbesar dari budidaya laut yang mencapai 563.087,4 ton (61%).
Usaha pasca panen atau off-farm perikanan memanfaatkan output perikanan
onfarm baik dari perikanan tangkap maupun budidaya. Usaha pengolahan ikan
terbanyak adalah penggaraman, pengasapan dan pemindangan. Berbagai usaha
pengolahan ikan tersebar hampir merata di seluruh wilayah Jawa Timur.
0,80
Nilai LQ
0,60
LQ
0,40
0,20
0,00
2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 1 Perkembangan nilai LQ Jawa Timur 2010-2014
119
A. Potensi Wilayah
A. 1 Sumatera Utara
dan Karo (Mebidangro) untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 123 ayat (4)
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro berperan sebagai
alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sebagai alat
koordinasi pelaksanaan pembangunan di kawasan Mebidangro. Peraturan
Presiden No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan ketentuan Pasal 123 ayat (4) Peraturan Pemerintah
No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera
(www.sumut-pemprov.go.id)
Kawasan Andalan Sektor Unggulan
Perkotaan Metropolitan Medan-Binjai- industri, perkebunan, pariwisata, pertanian,
Deli Serdang-Karo (Mebidangro) perikanan
Pematang Siantar danSekitarnya Perkebunan, pertanian, industri, pariwisata
Rantau Prapat-Kisaran Perkebunan, kehutanan, pertanian, perikanan,
industri
Tapanuli dan Sekitarnya Perkebunan, pertambangan, perikanan laut,
pertanian, industri, pariwisata
Nias dan Sekitarnya Pariwisata, perkebunan, perikanan
Laut Lhokseumawe-Medan dan Perikanan, pertambangan
Sekitarnya
Laut Selat Malaka dan Sekitarnya Perikanan, pertambangan
Laut Nias dan Sekitarnya Perikanan, pertambangan
Sumber: PP No. 26 Tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional
serok, dan jaring angkat lainnya. Pancing terbagi menjadi rawai hanyut lain selain
rawai tuna, rawai tetap, pancing tonda dan pancing lainnya, sedangkan perangkap
dibagi menjadi bubu dan perangkap lainnya. Alat pengumpul terbagi menjadi alat
pengumpul kerang. Alat tangkap lainnya terbagi menjadi jala, tombak dan
sebagainya. Jumlah nelayan di Jawa Timur mencapai 251.849 orang. Sebaran
nelayan di pantai utara Jawa Timur terbanyak terdapat di Kabupaten Sumenep
sebanyak 40,015 orang (18%), selanjutnya jumlah nelayan terbanyak di pantai
Selatan Jawa Timur adalah Kabupaten Banyuwangi sebanyak 25.598 orang atau
11% dari jumlah nelayan di Jawa Timur.
Kegiatan usaha on-farm perikanan selain perikanan tangkap adalah
perikanan budidaya yang meliputi tambak, laut, kolam, karamba, jaring apung,
sawah tambak dan minapadi. Kegiatan budidaya perikanan ditandai dengan
penebaran benih ikan yang dibudidayakan. Berdasarkan jenisnya, benih ikan
berasal dari air tawar dan air laut. Benih dari air tawar meliputi ikan tawes, ikan
mas, ikan mujair, ikan nila, ikan gurami, ikan lele, ikan patin, ikan hias air tawar,
katak, udang galah, dan lobster air tawar. Benih dari air payau yakni ikan kerapu,
ikan kakap, ikan bandeng, udang windu, udang vaname, udang putih, gracilaria,
dan rumput laut cottoni.
Jumlah terbanyak adalah pembudidaya kolam, diikuti pembudidaya laut
dan tambak. Jumlah pembudidaya terbanyak terdapat di Kabupaten Sumenep
sebesar 80.567 (29%) diikuti Lamongan sebesar 46.395 (16,9%). Luas areal lahan
yang paling besar digunakan untuk budidaya adalah budidaya laut dimana
Kabupaten Sumenep menjadi kabupaten dengan luas lahan budidaya laut terluas
di Jawa Timur yang mencapai 287.325 ha (99%). Jumlah produksi perikanan
budidaya Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 929.173,87 ton dengan
kontributor terbesar dari budidaya laut yang mencapai 563.087,4 ton (61%).
Usaha pasca panen atau off-farm perikanan memanfaatkan output perikanan
onfarm baik dari perikanan tangkap maupun budidaya. Usaha pengolahan ikan
terbanyak adalah penggaraman, pengasapan dan pemindangan. Berbagai usaha
pengolahan ikan tersebar hampir merata di seluruh wilayah Jawa Timur.
127
Usaha Penangkapan
Nelayan di Provinsi Yogyakarta lebih banyak yang berusaha secara
berkelompok dibandingkan dengan perseorangan, masing-masing sebesar 56,86%
dan 43,14%. Walaupun kebanyakan nelayan melakukan usaha penangkapan
secara berkelompok, namun jenis perahu/kapal yang digunakan oleh nelayan
adalah kapal motor tempel (39,22%) dan motor (17,65%). Alat tangkap utama
yang digunakan paling banyak adalah jaring insang (80,00%) disusul jaring
angkat (20,00%). Untuk lokasi pembongkaran hasil tangkapan adalah sepenuhnya
di darat yaitu 100%. Dari hasil tangkapan tersebut, seluruhnya dijual di lokasi
setempat (daerah asal) tidak keluar ke kabupaten/kota, dengan menggunakan alat
pengangkut seluruhnya menggunakan tenaga manusia. Hasil tangkapan tersebut
dijual paling banyak di TPI/PPI/PP (98,00%), restoran/rumah makan (2,00%).
Pada umumnya hasil tangkapan tersebut dijual dalam keadaan segar yaitu sebesar
98,00%, dan dalam keadaan hidup sebesar 2,00%.
B. STATISTIK PERIKANAN
B1. PRODUKSI PERIKANAN
1600000
1400000
1200000
Produksi (ton)
1000000
Sumut
800000
Yogyakarta
600000
Jatim
400000
Sulut
200000
0
2010 2011 2012Tahun2013 2014
120 Sumut
100
Yogyakarta
80
60 Jatim
40 Sulut
20
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
100
80
Jumlah UPI
60 Sumut
40 Yogyakarta
Jatim
20 Sulut
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
131
Analisis LQ
Penggunaan analisis metode LQ, kita dapat mengamati keunggulan-
keunggulan kompetitif suatu wilayah terhadap wilayah sekitarnya. Nilai LQ yang
lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa sektor/sub sektor ini lebih unggul
dibandingkan dengan sektor/sub sektor yang sama di wilayah lainnya. Sebaliknya,
nilai LQ yang kurang dari 1 berarti bahwa sektor/sub sektor yang diamati tidak
kompetitif. Analisis LQ provinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara
dan Yogyakarta berdasarkan perkembangan PDRB provinsi dibandingkan PDRB
nasional pada tahun 2010-2014. Perkembangan nilai LQ lokus 4 provinsi pada
tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Gambar 1.
4,00 3,66
3,50
Location Question (LQ)
3,00
2,50
2,00
1,50 1,21
1,06
Rata-rata
1,00
2010-2014
0,50 0,19
0,00
Jawa Timur Sulawesi Sumatera Yogyakarta
Utara Utara
Provinsi
Analisis SSA
1,00
0,87
0,90 0,82 0,79
0,80
0,70 0,64
Nilai SSA
0,60
0,50
0,40
0,30 Nilai SSA
0,20 2010-2014
0,10
0,00
Jawa Timur Sulawesi Sumatera Yogyakarta
Utara Utara
Provinsi