Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


MUNAKAHAT

DOSEN : Siti Masruroh, S.Ag., M.Pd.I

KELOMPOK 10
ILHAM RIDHO PRATAMA (21416255201130)

INDRA GUSTIAWAN (214162552011)

MUHAMAD BADRIO TAUPANI (21416255201157)

NUR ALI (2141625520137)

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

PRODI TEKNIK INFORMATIKA

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN


KARAWANG
2021
1. PENGERTIAN MUNAKAHAT
munakahat berasal dari kata “nakaha” yang berarti kawin atau perkawinan. Jadi, fiqih
munakahat adalah hukum yang mengatur tata cara perkawinan atau pernikahan dan segala hal
yang berkaitan dengannya.

A. Rukun dan syarat dalam ajaran agama islam


a) Rukun nikah
menurut mazhab Asy-Syafi’iyah ada empat rukun nikah sesuai ajaran Islam yaitu
shighah, suami dan istri, dua orang saksi, dan wali.
1) Shighah artinya ijab kabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya
dengan mempelai laki-laki saat akad penikahan.
2) Mempelai laki-laki atau calon suami yang akan menikah sudah harus
memenuhi syarat-syarat menikah, sudah matang secara emosional dan
mampu memberikan nafkah kepada istrinya. Pernikahan tanpa adanya
mempelai laki-laki maka tidak akan sah. Mempelai perempuan atau calon
istri yang akan dinikahi bukan merupakan mahram dan buka dari kategori
perempuan yang haram untuk dinikahi misalnya adanya pertalian darah,
hubungan kemertuaan ataupun saudara sepersusuan.
3) Dua orang saksi merupakan bagian dari rukun nikah di mana saksi ini
nanti yang akan menentukan apakah pernikahan sah atau tidak. Selain itu
dua saksi juga harus adil dan terpercaya. Untuk menjadi saksi dalam
sebuah pernikahan ada enam syarat yang harus dipenuhi yaitu Islam,
baligh, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki, dan adil.
4) Wali dalam rukun pernikahan adalah wali bagi mempelai perempuan yaitu
ayah, kakek, paman dan lain sebagainya. Orang yang berhak menjadi wali
dari mempelai perempuan harus ditentukan secara berurutan mulai dari
ayah, kakek dari pihak perempuan, saudara laki-laki kandung, saudara
laki-laki seayah, paman dan seterusnya.

b) Syarat nikah

Adapun yaitu syarat nikah agar pernikahan yang dilakukan sah :

1) Mempelai yang melakukan pernikahan bukan mahram.


2) Calon suami istri memiliki identitas yang jelas.
3) Bagi mempelai perempuan harus terbebas dari halangan nikah, seperti
masih dalam masa iddah atau masih berstatus sebagai istri orang.
4) Pernikahan dilakukan bukan atas dasar pemaksaan.
B. Tujuan pernikahan dalam islam

1) Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan
ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat
kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo,
melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan
oleh Islam.

2) Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan
manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“ Wahai para pemuda, Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya".

3) Untuk menegakkan rumah tangga yang islami

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at
Islam adalah wajib.

4) Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat
baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan
subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain,
sampai sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

5) Untuk mencari keturunan yang Shalih

Tujuan perkawinan yang diantaranya ialah untuk melestarikandan mengembangkan


bani Adam, Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 72:
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang
baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu membentuk anak
yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

C. Hukum Perkawinan

Pada dasarnya isam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam-macam, maka
hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.

1) Sunnah, bagi orang ysng berkehendak dan baginya yang mempunya biaya
sehingga dapat memberikan nafkah kepada istri dan keperluan-keperluan lain
yang mesti dipenuhi.
2) Wajib, bagi yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia
akan terjerumus dalam perzinahan.
3) Makruh, orang yang tidak mampu melaksanakan pernikahan karena tidak mampu
menafkahi istrinya atau kemungkinan lemah syahwat.
4) Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau
menyia-nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu
menafkahi istrinya.
5) Mubah, bagi orang-orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengharuskan
segera nikah atau yang mengharamkannya.

D. Nikah Siri

Nikah siri lebih dikenal dengan definisi pernikahan yang sah menurut agama,
namun tidak sah menurut Undang-Undang.

Ada dua pemahaman tentang makna nikah siri di kalangan masyarkat Indonesia,
yaitu:

1) Nikah sirih dipahami sebagai sebuah akad nikah yang tidak tercatat di pegawai
nikah, namun syarat dan rukunnya sudah sesuai dengan hukum islam.
2) Nikah sirih didefinisikan sebagai pernikahan yang dilakukan tanpa wali nikah
yang sah dari pihak perempuan.
2. Peminangan menurut islam

1) Pengertian Peminangan (khitbah)

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), peminangan adalah kegiatan upaya ke arah
terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.

ada perbedaan mendasar antara fuqaha dan Kompilasi Hukum Islam di dalam
mendefinisikan khitbah. Definisi Kompilasi Hukum Islam lebih umum mencakup pihak pria
dan wanita. Artinya, yang mengajukan peminangan tidak melulu dari pihak pria, tapi pihak
wanita pun berhak mengajukan peminangan terlebih dahulu–seperti tradisi di Minangkabau.
Berbeda dengan definisi para fuqaha yang berindikasi hanya pihak pria yang berhak
melakukan peminangan terlebih dahulu.

Pada realitanya, dalam Islam sendiri tidak ada larangan perempuan yang mengajukan
pinangan terlebih dahulu. Bahkan, bisa jadi sangat dianjurkan bila pria yang hendak dipinang
adalah orang yang saleh, seperti dalam Surah al-Qasas: 27 yang menceritakan seorang ayah
yang meminang Nabi Musa as. untuk menikahi salah satu putrinya. Yang galib di masyarakat
adalah pihak pria yang meminang terlebih dahulu bukan wanita.

Definisi di atas sama-sama menegaskan bahwa peminangan bukanlah akad, ia hanya


sekadar sebuah komitmen (wa’d) atas kesungguhan untuk membangun sebuah keluarga
bersama.

2) Hukum Peminangan

Adapun hukum meminang itu ada dua yaitu:


1. Jaiz (diperbolehkan)
a. Yaitu apabila perempuan yang dipinang itu tidak dalam status perkawinan
(bersuami) dengan orang lain.
b. Perempuan itu tidak dalam ‘iddah
“Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan
sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu
membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad
nikah, sebelum habis masa iddahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa
yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Pengampun, Maha Penyantun.”

2. Haram (dilarang)
a. Yaitu apabila perempuan itu dalam status perkawinan (bersuami)
b. Apabila perempuan itu telah dipinang lebih dahulu oleh laki-laki lain.
c. Apabila perempuan itu dalam masa ‘iddah baik dalam ‘iddah thalak raj’j, thalak
bain maupun ‘iddah karena ditinggal mati oleh suaminya.

3) Syarat-syarat khitbah

Khitbah tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, begitu pula dengan yang
dikhitbah.

Syarat-syarat orang yang boleh khitbah:

1. Seseorang yang tidak berada dalam khitbah orang lain.


Nabi Muhammad SAW telah bersabda dalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim:
“janganlah hendaknya lelaki meminang wanita yang telah dipinang orang lain,
sehingga orang itu melangsungkan perkawinan atau meninggalkannya”.

2. Seseorang yang tidak ada halangan syar’i untuk dinikahi.


Laki-laki atau perempuan yang ada halangan syar’i untuk dinikahi, tidak boleh
dikhitbah. Misalnya:
a. Laki-laki/perempuan yang memiliki hubungan darah (nasab).
b. Laki-laki yang sudah mempunyai empat orang istri.
c. Perempuan yang masih bersetatus dengan istri dan laki-laki lain.
d. Perempuan yang masih berada dalam masa ‘iddah dengan laki-laki lain.
3. Mahar dalam islam

A. Pengertian Mahar

Mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-
laki kepada mempelai perempuan, ketika dilangsungkan akad nikah. Mahar secara
etimologi artinya mas kawin baik berupa benda maupun jasa. Mahar juga
merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses pernikahan.

B. Dasar Hukum Mahar

hukum memberikan mahar dalam Islam adalah wajib. Meski hukumnya wajib,
mahar tidak harus dalam bentuk harta dengan nominal mahal.

Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 4

JK‫ َّم ِر ۤ ْئـًٔا‬JK‫ص ُد ٰقتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۗ فَا ِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِّم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوْ هُ هَنِ ۤ ْئـًٔا‬
َ ‫َو ٰاتُوا النِّ َس ۤا َء‬
Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati,
maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”

C. Syarat-Syarat Mahar
a. Harta/bendanya berharga
b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat.
c. Barangnya bukan barang gasab
Gasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya.
d. Bukan barang yang tidak jelas keadaanya

D. Macam-Macam Mahar

Ulama fiqih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu:

1. Mahar Musamma

Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar
dan besarnya ketika akad nikah, atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada
waktu nikah.

2. Mahar Mistil (sepadan)


Mahar mistil yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat
sebelum ataupun sesudah ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur
(sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat, dengan
status social, kecantikan dan sebagainya.

E. Kadar (jumlah) Mahar

Kalangan ulama sepakat secara bulat, Bahwa tidak ada batasan tertinggi
mahar yang diberikan mempelai pria kepada istrinya. Agama tidak menetapkan
jumlah minimum dan begitu pula jumlah maksimum dari maskawin. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam memberikan-
nya.

Mukhtar Kamal menyebutkan, “janganlah hendaknya ketidak sanggupan


membayar maskawin karena besar jumlahnya menjadi penghalang bagi
berlangsungnya perkawinan.”

4. Talak

1) Pengertian Talak

Talak atau dalam bahasa Arab disebut thalaq adalah memutuskan hubungan
antara suami istri dari ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama. Menurut
bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan
pernikahan dengan lafal talak.

2) Hukum Talak

Asal dari hukum talak adalah makruh, dikarenakan talak diperbolehkan


namun perbuatan yang dibenci Allah Swt. Para ulama memang sepakat
membolehkan talak, dan hukumnya menjadi wajib bila terjadi pertikaian suami
istri yang sudah tidak bisa diselesaikan kembali, atau akan menyiksa keduanya
jika dipaksakan bersama dengan bantuan dari hakim yang mengurus perkara
kedua belah pihak. Sedangkan hukum talak menjadi sunah bilamana suami
diperkirakan sudah tak sanggup lagi membayar atau mencukupi kehidupan
perekonomian keluarga atau istrinya tidak bisa menjaga kehormatannya. Hukum
talak menjadi dianggap haram apabila suami menjatuhkan talak pada istri dalam
kondisi haid. 

3) Jenis-jenis Talak
1. Dilihat dari sighat (ucapan) talak

a) Talak Sharih (talak langsung

Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan lafadz
atau ucapan yang jelas. Meski diucapkan tanpa ada niat atau saksi, akan tetapi
suami tetap dianggap menjatuhkan cerai.

b) Talak Kinayah (talak tidak langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan
menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung makna perceraian, meski
tidak secara langsung. Suami yang menjatuhkan talak dengan lafadz talak kinayah
dan tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, dianggap tidak jatuh talak.

Tetapi apabila suami mempunyai niat untuk menceraikan istrinya ketika


mengucapkan kalimat talak tersebut, maka talak dianggap jatuh.

2. Dilihat Dari Pelaku penceraian

a) Cerai Talak Oleh suami

Ini merupakan jenis perceraian atau talak yang paling umum terjadi, di
mana suami menjatuhkan talak kepada istrinya. Begitu suami yang
mengucapkan lafadz talak kepada istri, maka talak atau cerai tersebut telah
dianggap jatuh.

Status perceraian terjadi tanpa harus menunggu keputusan dari


pengadilan agama. Dengan kata lain, keputusan dari Pengadilan Agama
adalah sebagai formalitas kenegaraan. Talak jenis ini dibedakan menjadi lima,
yaitu:

 Talak Raj’i

Yaitu proses perceraian saat suami mengucapkan talak satu atau


talak dua kepada istrinya, tapi suami bisa rujuk dengan istrinya
saat istri masih dalam masa iddah. Saat masa iddah habis atau
lewat, rujuk yang dilakukan oleh suami tidak dibenarkan kecuali
harus dengan akad nikah yang baru.

 Talak Bain
ini adalah proses perceraian saat suami mengucapkan atau
melafadzkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kasus ini, suami
tidak boleh rujuk dengan istrinya, kecuali istri telah menikah
kembali dengan orang lain lalu istri diceraikan oleh suami barunya
dan telah habis masa iddahnya.

 Talak Sunni

Ini adalah perceraian saat suami mengucapkan talak kepada istri


yang belum disetubuhi ketika istri dalam keadaan suci dari haid.

 Talak Bid’i

Yaitu perceraian saat suami menjatuhkan talak kepada istrinya


yang masih dalam masa haid atau istri yang dalam keadaan suci
dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.

 Talak Taklik

Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab


tertentu. Jadi apabila suami melakukan sebab atau syarat-syarat
tersebut, maka terjadilah perceraian atau talak.

b) Gugat Cerai Oleh Istri

Ada dua istilah terkait gugat cerai yang dilakukan oleh istri atas suaminya, yakni:

 Fasakh

Fasakh merupakan pengajuan perceraian yang dilakukan seorang


istri atas suaminya tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh
istri kepada sang suami.

 Khulu’
Khulu' merupakan proses perceraian atas permintaan dari
pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan syarat
sang istri memberikan imbalan kepada sang suami

Anda mungkin juga menyukai