Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Kebutuhan seorang Advokat dalam peristiwa Hukum


Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keadvokatan
Dosen Pengampu: Yanto Hasyim, S.H.,M.H

Di Susun Oleh :
Akor Basori (S20162057)
Minani Abadiah (S20182150)
Siti Maysaroh (S20182139)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ
JEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah tentang “kebutuhan akan seorang advokat dalam peristiwa
hukum”. Dan tidak lupa sholawat beserta salam tetap kami curahkan kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan
menuju alam terang benderang yakni agama Islam.
Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia, apabila ada
kesalahan dari pembaca atau terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini guna
perbaikan dalm pembuatan makalah kami yang selanjutnya kami mohon kepada para
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Jember, November 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2
BAB I ................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................. 3
A. Latar belakang ........................................................................................... 3
B. Rumusan maalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan penulisan ....................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ................................................................................................ 4
A. Jenis-jenis kebutuhan .................................................................................. 4
B. Kebutuhan jasa hukum seorang advokat ..................................................... 5
C. Peradilan (Litigasi) ...................................................................................... 7
D. Peradilan (Nonlitigasi) ............................................................................... 8
E. Advokat sebagai mediator dan penegak hukum ........................................... 9

PENUTUP ....................................................................................................... 10
A. Kesimpulan .............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelesaian kasus perdata dapat dilakukan dengan cara penyelesaian melalui
litigasi atau non litigasi. Litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui jalur
pengadilan. Sedangkan non litigasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan
menggunakan cara-cara yang ada di luar pengadilan atau menggunakan lembaga
alternatif penyelesaian sengketa.
Banyak pihak yang sedang mengalami sengketa memilih penyelesaian kasus
perdata melalui jalur non litigasi karena penyelesaian kasus perdata melalui
pengadilan biasanya membutuhkan waktu yang lama apalagi jika putusan pengadilan
negeri dianggap belum memuaskan maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan
banding dan mengikuti sidang lagi. Selain keunggulan tersebut penyelesaian sengketa
yang dilakukan melalui jalur non litigasi mempunyai beberapa keunggulan dibanding
penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Penyelesaian sengketa yang
dilakukan dengan jalur non litigasi dilaksanakan karena adanya sifat kesukarelaan
dalam proses karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang cepat,
keputusannya bersifat non judicial, prosedur rahasia, fleksibel dalam menentukan
syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya serta tingginya
kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan hubungan kerja
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis kebutuhan?
2. Apa saja kebutuhan jasa hukum seorang advokat?
3. Apa yang dimaksud peradilan (Litigasi)?
4. Apa yang dimaksud peradilan (Nonlitigasi)?
5. Bagaimana advokat sebagai mediator dan penegak hukum?
C. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui jenis-jenis kebutuhan
2. Untuk mengetahui apa saja kebutuhan jasa hukum seorang advokat
3. Untuk mengetahui yang dimaksud peradilan (Litigasi)
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud peradilan (Nonlitigasi)
5. Untuk mengetahui advokat sebagai mediator dan penegak hukum

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis-Jenis Kebutuhan

Semua warga masyarakat yang menghadapi masalah hukum, mengharapkan adanya


advokat. Akan tetapi di dalam kenyataannya, tidak semua orang yang menghadapi
masalah hukum, memperoleh advokat/penasihat hukum. Oleh karena itu, sering kali
dikatakan, bahwa kebutuhan akan advokat/penasihat hukum lebih bersifat subjektif,
kekurangan akan advokat lebih bersifat institusional. Maksudnya ada kekurangan-
kekurangan pada penyelenggaraan proses penasihat hukum (dari sudut pihak yang
berfungsi untuk menyelenggarakannya).
Apabila berbicara masalah kebutuhan secara umum, maka menurut Maslow dikenal
adanya 6 (enam) jenis kebutuhan manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Kebutuhan fisiologis;
2. Kebutuhan akan rasa nyaman;
3. Rasa cinta dan mengerti;
4. Ingin tahu dan ingin memiliki;
5. Kebutuhan akan penghargaan;
6. Kebutuhan akan kebebasan dalam bertingkah laku.1

Adanya kebutuhan-kebutuhan yang dikendaki oleh manusia akan menimbulkan suatu


hasrat atau motivasi untuk berperilaku, yang pada gilirannya akan tercapai tujuan-tujuan
yang dikehendaki. Kalau tujuan tersebut tercapai, maka sementara waktu terwujudlah
suatu keserasian.

Seandainya kebutuhan-kebutuhan manusia itu tidak tercapai atau kurang tercapai,


maka akan terjadi kekacauan. Jika toleransi terhadap kekacauan tersebut tidak memadai,
akan menimbulkan sebagai reaksi, misalnya agresi, dan kompensasi. Sarlito Wirawan
Sarwono pernah menjelaskan, bahwa kalau pada suatu saat terjadi dua kebutuhan

1 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hlm.34.

4
sekaligus yang sama akan timbul keadaan dalam diri orang yang bersangkutan dinamakan
konflik. 2

Konflik tersebut dapat bersifat mendekat-mendekat, menjauh-menjauh atau


mendekat-menjauh. Konflik mendekat-mendekat terjadi, apabila seseorang dihadapkan
pada pemilihan yang sama kuat niali positifnya. Adapun konflik menjauh-menjauh, terjadi
apabila pilihan melibatkan hal-hal yang sama nilai negatifnya.

Secara psikologis kebutuhan akan bantuan hokum atau seorang advokat senantiasa
harus dikaitkan dengan hal-hak di atas. Yang tidak kalah pentingnya adalah, akibat-akibat
yang harus diperhitungkan apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi.

Adnan Buyung Nasution mengatakan antara lain, yaitu “masalah kesempatan


medapatkan keadilan bukan hanya masalah hokum melainkan juga merupakan masalah
budaya, persoalannya bertambah rumit apabila kita melihat dari sudut ekonomi disebabkan
oleh kemiskinan kesehatan yang buruk.”

B. Kebutuhan Jasa Hukum Seorang Advokat

Dalam garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 Dengan tegas
dinytakan,bahwa pengembangan budaya hokum dan tegaknya Negara hokum. Tujuan di
atas adalah agar warga masyarakat menghayati hak dan kewajibanya.kecuali itu,tujuannya
adalah agar sikap pelaksana penegak hokum menuju pada tegaknya hokum,keadilan serta
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
Sebagaimana diketahui, telah banyak lembaga-lembaga yang didirikan untuk melakukan
bantuan hukum. Lembaga-lembaga tersebut ada yang berada di sektor swasta, dan ada
juga yang berada di bawah naungan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Dalam
memenuhi kebutuhan akan jasa advokat atau Lembaga Bantuan Hukum dari masyarakat
diperlukan beberapa kualifikasi yang memadai agar seorang advokat dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat tersebut.
Menurut Ropaun Rambe menjelaskan bahwa, kebutuhan akan jasa hukum dari seorang
advokat dapat berupa nasihat hukum, konsultasi hukum, pendapat hukum, legal audit,

2 Sarlito Wirawan Sarwono, Topik-Topik Psikologi Social. Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus, Materi
Dasar Pendidikan Program Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Jilid II, Jakarta: Departemen P dan
K. 1982/1983, hlm.6.

5
pembelaan baik di luar maupun di dalam pengadilan serta pendampingan didalam perkara-
perkara pidana atau malahan dalam arbitrase perdagangan dan perburuhan. 3
Selanjutnya Soerjono Soekanto pernah menjelaskan, bahwa kebutuhan akan jasa hukum
dari seorang advokat pada umumnya mencakup sebagai berikut.

a) Penerangan, yaitu memberikan informasi kepada warga masyarakat yang tidak tahu
hukum (yang kadang-kadang ditafsirkan sebagai “tidak tahu peraturan perundang-
undangan”).
b) Pemberian nasihat, yang tujuannya adalah agar warga masyarakat tersebut dapat
mengambil suatu keputusan.
c) Pemberian jasa, misalnya membantu menyusun surat gugatan.
d) Bimbingan yang merupakan suatu bentuk pemberian jasa yang bersifat permanen.
e) Memberikan peraturan antara pencari keadilan dengan lembaga pemberi keadilan.
f) Mewakili atau menjadi kuasa didalam maupun diluar pengadilan. 4

Kebutuhan di atas pada dasarnya merupakan metode atau cara penyelenggaraan


bantuan hukum yang dikenal. Dalam rangka memasuki era perdagangan bebas, kebutuhan
akan jasa advokat khususnya advokat yang bergerak di bidang business law, investment
law, cross-border acquisition, dan merger akan sedemikian meningkat sehingga tentunya
dunia bisnis membutuhkan dan menuntut kualitas advokat yang tangguh dan berwawasan
internasional.

Advokat yang bergerak di bidang hukum bisnis disebut juga dengan konsultan
hukum. Terjadinya sengketa atau perselisihan di dalam berbagai kegiatan bisnis dapat
merugikan pihak-pihak yang bersengketa, baik mereka yang berada pada posisi yang
benar maupun pada posisi yang salah. Oleh karena itu, terjadinya sengketa bisnis perlu
dihindari untuk menjaga reputasi dan relasi yang baik ke depan. Walaupun demikian,
sengketa kadang-kadang tidak dapat dihindari karena adanya kesalahpahaman,
pelanggaran perundang-undangan, ingkar janji, kepentingan yang berlawanan, dan/atau
kerugian pada salah satu pihak.

Apabila sengketa telah terjadi, maka pihak yang merasa dirugikan tentu melakukan
konsultasi hukum kepada advokat, yang akan menawarkan dua cara yang dapat ditempuh

3 Ropaun Rambe, Teknik Praktek Advokat, Jakarta: Grasindo, 2001, hlm. 10


4 Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 301

6
dalam penyelesaian sengketa yang tepat, yaitu Peradilan (litigasi), dan Diluar peradilan
(nonlitigasi) atau alternative dispute resolution (ADR),11

C. Peradilan (Litigasi)

Peradilan merupakan jalur penyelesaian konvensional untuk menyelesaikan berbagai


macam sengketa misalnya yang timbul dari ingkar janji, keluhan konsumen, keluhan
masyarakat terhadap lingkungan, sengketa pemborongan bangunan, dan sengketa sesame
mitra bisnis. Apabila sengketa tersebut timbul, maka salah satu pihak yang merasa benar
atau dirugikan oleh pihak lain dapat membawa sengketa tersebut ke Pengadilan Negeri.
Seorang advokat akan memberikan jasa hukum kepada pelaku bisnis yang merasa
dirugikan untuk membela hak-haknya, dan memper-juangkan kebenaran dan keadilan di
pengadilan mulai dari tahap pengajuan gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian,
kesimpulan, dan putusan hakim.
Litigasi berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, tidak ada definisi yang secara
eksplisit menjelaskan litigasi. Namun dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 30
tahun 1999 tenatng arbitrase danAlternatif Penyelesaian Sengketa (UU arbitrase dan APS)
bunyi:“Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pesta melalui
alternatifpenyelesaian perselisihan yang berdasarkan pada itikad baik dengan protokol
penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri.
Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan
dengan menggunakan pendekatan hukum. Sedangkan Proses penyelesaian sengketa
melalui litigasi menimbulkan banyak masalah dan tidak efisien. Dari beberapa
kepustakaan yang ada mengenai penyelesaian sengketa melalui pengadilan dibeberapa
negara, kritik yang paling umum dilontarkan yaitu : penyelesaian sengketa melalui litigasi
sangat lambat, biaya perkara mahal, putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah,
kemampuan para hakim bersifat generalis, dan berbagai ungkapan yang mengurangi citra
peradilan.
Tahapan pertama kali yang wajib dilaksanakan oleh hakim adalah mengadakan
perdamaian kepada para pihak yang bersengketa dalam menyidangkan setiap perkara yang
diajukan kepadanya. Mendamaikan para pihak yang bersengketa itu lebih utama
dibandingkan dengan menjatuhkan putusan atas suatu perkara yang diadilinya
Penyelesaian sengketa melalui litigasi ada bermacam-macam jenisnya. Jenis kasus litigasi
seperti: Mengenai Lahan, Perbankan, Sengketa, keperdataan, kejahatan perusahaan

7
(penipuan), Penyelesaian atas tuduhan palsu atau perebutan hak asuh anak (difasilitasi
oleh pengadilan agama).
Proses penyelesaian melalui jalur peradilan atau litigasi sering disebut dengan
ultimum remedium. Jadi maksudnya, litigasi adalah sarana akhir dari penyelesaian
sengketa. Hasil akhir dari litigasi memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap pihak-
pihak yang terkait dalam sengketa tersebut Menyelesaikan masalah sengketa melalui
litigasi memiliki keuntungan tersendiri.5 Keuntungan tersebut antara lain:Proses dilakukan
secara formal oleh lembaga yang ditunjuk negara (Pengadilan hingga Mahkamah Agung)
Keputusan dibuat oleh hakim dimana tidak ada keterlibatan dari kedua belah pihak Fakta
hukum menjadi orientasi dari pengambilan keputusan dari hakim Proses dilakukan secara
terbuka waktu yang diperlukan juga relatif singkat

D. Di Luar Peradilan (Nonlitigasi)

Selain advokat memberikan jasa hukum di dalam persidangan pengadilan, advokat


juga memberikan jasanya di luar siding pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mulai berlaku
tanggal 12 Agustus 1999. Di dalam undang-undang tersebut mengatur mengenai
penyelesaian suatu sengketa antarpara pihak dalam hubungan tertentu yang telah
mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa
atau beda pendapat yang timbul atau mungkin timbul dari hubungan hukum akan
diselesaikan dengan prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara negosiasi/perundingan (negotiation), mediasi/ penengahan
(mediation), dan arbitrase (arbitration).
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan implementasi dari proses
penyelesaian sengketa yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia.
Saat ini terdapat Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Namun, sebelumnya pada tahun 1894 Pemerintahan Hindia
Belanda melalui Reglement Op Burgerlijke Rechtvordering atau Rv telah menerapkan
sistem.
penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi yaitu arbitrase (termasuk mediasi).
Penyelesaian non-litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan menggunakan

5 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentan advokat

8
cara-cara yang ada di luar pengadilan atau yang biasa disebut dengan lembaga alternatif
penyelesaian sengketa.Penyelesaian sengketa di jalur non litigasi ada berbagai bentuk.6
Salah satunya adalah arbitrase. Arbitrase, menurut UU No 30 Tahun 1999 adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

E. Advokat Sebagai Mediator dan Penegak Hukum

Advokat juga berperan sebagai mediator terutama jika perkara belum memasuki tahap
penyidikan. Peranan yang dilakukan advokat dalam menerapkan mediasi merupakan
bentuk dari pemberian jasa hukum dan bantuan hukum non litigasi terhadap kliennya.
Dalam mediasi berperan sebagai mediator Mediator, yaitu sebagai pihak ketiga yang
memimpin dan menengahi jalannya perundingan secara netral berdasarkan pilihan atau
kesepakatan para pihak.7

Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18
Tahun 2003, Advokat merupakan salah satu instrumen pelaksana kekuasaan kehakiman
yang memiliki kedudukan sebgai penegak hukum yang setara dengan aparat penegak
hukum lainnya dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan.

Profesi Advokat senantiasa dibutuhkan dalam setiap proses hukum, baik dalam
perkara pidana, perdata maupun tata usaha negara, baik yang diselesaikan secara litigasi
melalui prosedur di Pengadilan ataupun secara nonlitigasi melalui prosedur arbitrse dan
alternatif penyelesaian sengketa. Dengan demikian, jelaslah bahwa profesi Advokat
memiliki kedudukan dan peran yang penting dalam penegakan hukum.

6 Kadafi, Binziad et.al, Advokat Indonesia Mancari Leitimasi, Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
Indonesia , 2002.
7 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3529/cari-alamat

9
Kesimpulan

Berbicara masalah kebutuhan secara umum, maka menurut Maslow dikenal adanya 6
(enam) jenis kebutuhan manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

 Kebutuhan fisiologis;
 Kebutuhan akan rasa nyaman;
 Rasa cinta dan mengerti;
 Ingin tahu dan ingin memiliki;
 Kebutuhan akan penghargaan;
 Kebutuhan akan kebebasan dalam bertingkah laku

Menurut Ropaun Rambe menjelaskan bahwa, kebutuhan akan jasa hukum dari
seorang advokat dapat berupa nasihat hukum, konsultasi hukum, pendapat hukum, legal
audit, pembelaan baik di luar maupun di dalam pengadilan serta pendampingan didalam
perkara-perkara pidana atau malahan dalam arbitrase perdagangan dan perburuhan

Apabila sengketa telah terjadi, maka pihak yang merasa dirugikan tentu melakukan
konsultasi hukum kepada advokat, yang akan menawarkan dua cara yang dapat ditempuh
dalam penyelesaian sengketa yang tepat, yaitu Peradilan (litigasi), dan Diluar peradilan
(nonlitigasi) atau alternative dispute resolution (ADR),

10
Daftar Pustaka

Kadafi, Binziad et.al, Advokat Indonesia Mancari Leitimasi, Jakarta : Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia , 2002.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentan advokat
Ropaun Rambe, Teknik Praktek Advokat, Jakarta: Grasindo, 2001,
Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Bandung: Alumni, 1983,
Sarlito Wirawan Sarwono, Topik-Topik Psikologi Social. Proyek Normalisasi Kehidupan
Kampus, Materi Dasar Pendidikan Program Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi,
Jilid II, Jakarta: Departemen P dan K. 1982/1983,

11

Anda mungkin juga menyukai