TERAPEUTIK
KELOMPOK
A. LATAR BELAKANG
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam
pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat
memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada
profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam
mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Damaiyanti & Mukhripah, 2014). Untuk itu perawat
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical
dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta dalam berkomunikasi
dengan orang lain (Videbeck, 2010).
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah
menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah
sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap
sesama manusia.
Dalam MAKALAH ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of
self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari
komunikasi terapeutik.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik ?
2. Apa tujuan komunikasi terapeutik ?
3. Apa fungsi komunikasi terapeutik ?
4. Apa saja fase dalam komunikasi terapeutik ?
5. Apa saja Teknik dalam komunikasi terapeutik ?
6. Kasus apa yang berhubungan dengan komunikasi terapeutik ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Membekali mahasiswa dalam melakukan komunkasi terapeutik yang baik dan benar
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
1
4. Mengetahui fase-fase dan tehnik dalam komunikasi Terapeutik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang
terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi
terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya
(Keliat, 2010). Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart, 2013) karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses komunikasi
terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan intervensi
keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah
perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai
tanpa komunikasi.
Hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan pasien dalam pelayanan
keperawatan disebut juga sebagai komunikasi terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional
perawat (Purwaningsih & Karlina, 2012). Komunikasi termasuk dalam komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan pasien dengan tujuan untuk membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan
kecemasan pasien. Disimpulkan komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal antara perawat
dengan klien untuk membina hubungan saling percaya sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan
pada pasien.
2
C. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan pasien untuk
meningkatkan rasa saling percaya antara perawat dan pasien, apabila tidak diterapkan akan mengganggu
hubungan terapeutik yang akan berdampak pada ketidakpuasan pasien. Komunikasi terapeutik dapat
digunakan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya
pasien terhadap perawatnya (Videbeck, 2010). Dengan pemberian komunikasi terapeutik diharapkan dapat
menurunkan tingkat kecemasan pasien karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat
merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka mencapai
tujuan perawatan yang optimal, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.
Pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat pada pasiennya berisi tentang
diagnosa penyakit, manfaat, urgensinya tindakan medis, resiko, komplikasi yang mungkin dapat terjadi,
prosedur alternatif yang dapat dilakukan, konsekuensi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan
medis, prognosis penyakit, dampak yang ditimbulkan dari tindakan medis serta keberhasilan atau
ketidakberhasilan dari tindakan medis tersebut. Dengan begitu pasien dapat mengetahui informasi tindakan
yang akan dilakukan oleh dokter ketika pasien dalam posisi tidak sadar. Karena yang menangani tindakan
tersebut adalah orang-orang yang ahli dalam bidangnya pasien akan merasa lebih nyaman dan tenang
dalam menjalani tindakan invasif bedah sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan yang dialaminya
(Damaiyanti & Mukhripah, 2014).
3
E. Tehnik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik menurut Perry dan Potter (2005) meliputi interaksi sosial, menyimak
dengan penuh perhatian, menunjukkan penerimaan, mengajukan pertanyaan yang berhubungan, parafrase,
menjelaskan, fokus, menetapkan observasi, memberikan informasi yang dibutuhkan, mempertahankan
ketenangan, dan memberikan kesimpulan. Teknik komunikasi terapeutik yang dpat diterapkan kepada
pasien, (Suryani, 2005) :
1. Mendengarkan dengan aktif (activelistening).
Menjadi pendengar yang baik adalah keterampilan dasar dalam melakukan hubungan antara perawat
dengan klien. Dengan demikian perawat dapat mengetahui perasaan dan pikiran pasien. Selama
mendengarkan perawat secara aktif mengikuti apa yang dibicarakan oleh pasiennya.
2. Memberi kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambl inisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Ciptakan suasana dimana pasien merasa terlibat penuh dalam pembicaraan.
3. Memberi penghargaan.
Memberi salam kepada pasien dengan menyebutkan namanya, menunjukkan kesadaran tetang
perubahan yang terjadi dan menghargai pasien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
4. Mengulang kembali.
Perawat mengulang sebagai pertanyaan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri, yang
menunjukkan bahwa perawat mendengar apa yang dikatakan atau yang dikemukakan oleh pasien.
5. Refleksi.
Perawat mengulang kembali apa yang telah dibicarakan oleh pasien untuk menunjukkan bahwa
perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan oleh pasien.
4
Didalam pemberian gerakan tangan dapat juga diartikan sebagai usaha, pemberian tanda baca,
klarifikasi kata yang harus diucapkan. Isyarat dapat menjelaskan arti khusus dalam sebuah
komunikasi.
4. Pengaturan jarak dan wilayah komunikasi
Selama seseorang melakukan interaksi sosial, orang secara sadar akan mempertimbangkan jarak
antara meraka. Seorang perawat sering mempertimbangkan dan menjadikan ruang sebagai faktor
yang amat penting dalam komunikasi. Jarak antara perawat dengan pasiennya dapat ditetapkan
sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada, jarak intim antara perawat dengan pasien kurang lebih 45
cm atau kurang dari itu dan dalam posisi duduk biasanya hanya membutuhkan jarak antara 18 inchi
atau kurang lebih 1,5 m.
5
BAB III
ANALISA KASUS
6
pertukaran perasaan dan pikiran antara perawat dan pasien, jika proses ini terlaksana dengan baik tidak
akan ada persepsi yang berbeda, apalagi jika didukung oleh Tindakan yang dilaksanakan sudah sesuai
dengan prosedur.
Komunikasi termasuk dalam komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara perawat dengan pasien dengan tujuan untuk membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan kecemasan pasien.
Tindakan yang dilakukan keluarga merupakan dampak dari kecemasan yang dialami oleh orang tua pasien,
karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman orang tua pasien terkait dengan prosedur yang dilakukan oleh
perawat. Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan pasien untuk
meningkatkan rasa saling percaya antara perawat dan pasien, apabila tidak diterapkan akan mengganggu
hubungan terapeutik yang akan berdampak pada ketidakpuasan pasien. Komunikasi terapeutik dapat
digunakan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya
pasien terhadap perawatnya (Videbeck, 2010). Jika rasa percaya tidak terbina antara perawat dan pasien
maka akan sulit mencapai kepuasan.
Tujuan komunikasi terapeutik untuk membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran pasien; membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien; membantu
memengaruhi seseorang, lingkungan fisik dan diri sendiri (Hawari, 2013). Dari kasus diatas dapat
disimpulkan bahwa komunikasi antara perawat dan orang tua pasien belum terbina dengan baik, terlihat
keluarga tidak percaya terhadap Tindakan yang dilakukan oleh perawat, menganggap bahwa Tindakan
yang dilakukan membayakan pasien dan menimbulkan kecemasan pada keluarga. Banyak factor yang
dapat mempengaruhi komunikasi salah satunya budaya dan nilai yang dianut oleh pasien, dalam
melakukan komunikasi terapeutik sebagai perawat perlu mempertimbangkan aspek budaya yang dianut
oleh pasien. Perbedaan budaya dan nilai dapat menyebabkan informasi yang disampaikan oleh perawat
tidak dapat dipahami dengan baik oleh pasien dan keluarga pasien (Anjaswarni, 2016).
Secara umum segala bentuk tindak kekerasan merupakan hal yang tidak dibenarkan apalagi
terhadap PERAWAT. Sejatinya komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat bertujuan untuk kesembuhan
dan kepuasan pasien serta menghasilkan pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas (Afrilia &
Christian, 2020).
7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah
menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta
citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia
Hak asasi manusia harus dijunjung tinggi dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam dunia
kesehatan salah satunya keperawatan. Aplikasi HAM dalam keperawatan terdiri dari hak asasi klien dan
hak asasi perawat, kedua hak asasi tersebut harus berjalan beriringan sehingga nantinya tidak ada yang
merasa dirugikan satu sama lain dan proses keperawatan akan berjalan lancar hingga menuju
kesembuhan pasien.
B. Saran
1. Perawat diharapkan mampu menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien untuk meningkatkan kepuasan dan kesembuhan pasien.
2. Perawat sebaiknya mampu mengaplikasikan tehnik-tehnik komunikasi terapeutik dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga dapat terbina rasa percaya antara perawat dan pasien
8
DAFTAR PUSTAKA
Afrilia, A. M., & Christian, L. C. (2020). Helping Relationship antara Perawat dengan Pasien dalam Penyembuhan
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Jurnal Komunikasi Dan Kajian Media, 4(1),
27–41. Retrieved from https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/komunikasi/article/viewFile/2391/1326
Anjaswarni, T. (2016). Modul Bahan Cetak Keperawatan Komunikasi Dalam Keperawatan (Vol. 148). Jakarta:
Kementerian Kesehatan R.I.
Damaiyanti, & Mukhripah. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Hawari, D. (2013). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi (2nd ed.). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia.
Purwaningsih, W., & Karlina, I. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa (Cetakan II). Jakarta: Nuha Medika.
Stuart, G. . (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (7th ed.). Philadephia: Mosby.
Videbeck, L. S. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. (R. Komalasari & A. Hany, Eds.) (Bahasa Ind). Jakarta:
EGC.