Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Nusa Sylva Vol 16 No 1 tahun 2016

PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DALAM KONSERVASI HUTAN


MANGROVE DI WILAYAH TARAKAN, KALIMANTAN UTARA
(Participation of Local Community in Mangrove Forest Conservation in Coastal Areas of
Tarakan, North Kalimantan)
1
Martha E. Siahaya, 2Messalina L. Salampessy, 3Indra G. Febryano, 4Erna Rositah, 5Rato F. Silamon, 6Andi C. Ichsan
1,4
Manajemen Pertanian, Politeknik Pertanian Samarinda, Indonesia
2
Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa, Jl. Sholeh Iskandar No. 4, Kota Bogor, Jawa Barat.
3
Fakultas Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Indonesia
5,6
Fakultas Kehutanan, Universitas Mataram, Indonesia

e-mail: marthasiahaya@yahoo.co.id

ABSTRACT
One important aspect of sustainable development is the participation of local communities that follows. In urban
areas, such participation is required in the mangrove forest conservation to support the development of the coastal areas.
This study aims to explain the conservation efforts undertaken in mangrove forests by local communities residing in urban
areas. The method used is a case study, in which data collection is done through in-depth nterviews and participant
observation. The results showed that the communities applying traditional ecological knowledge and establish institutions
so the mangrove preservation kept maintained. The city government and local companies also played a role by supporting
the efforts made by the local communities.

Keywords: Cultural Capital, Local Communities Mangrove, Participation, Traditional Ecological Knowledge.

ABSTRAK
Salah satu aspek penting dari pembangunan berkelanjutan adalah partisipasi masyarakat lokal yang mengikuti.
Di daerah perkotaan, partisipasi seperti itu diperlukan dalam konservasi hutan mangrove untuk mendukung
pengembangan daerah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan upaya konservasi yang dilakukan hutan bakau
oleh masyarakat lokal yang berada di daerah perkotaan. Metode yang digunakan adalah studi kasus, di mana pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat
menerapkan pengetahuan ekologi traisional dan mendirikan institusi sehingga pelestarian mangrove tetap terjaga.
Pemerintah kota dan perusahaan lokal juga memainkan peran dengan mendukung upaya-upaya dibuat oleh komunitas
lokal.

Kata kunci: Komunitas Lokal, Mangrove, Modal Budaya, Partisipasi, Pengetahuan Ekologi Tradisional.

(Artikel ini telah dipresentasikan di International Seminar on Tropical Natural Resources 2015
Universitas Mataram)

12
Jurnal Nusa Sylva Vol 16 No 1 tahun 2016

universitas, lembaga penelitian, dan lain-lain;


I. PENDAHULUAN karena kolaborasi tersebut dapat meningkatkan
posisi tawar kelembagaan lokal, sehingga
Partisipasi masyarakat lokal dalam dapat mendorong kebijakan pemerintah untuk
pengelolaan hutan merupakan aspek penting lebih berpihak pada kelembagaan lokal.
dalam pembangunan berkelanjutan. Marschke
Di wilayah perkotaan, partisipasi
dan Berkes (2005) menjelaskan bahwa masyarakat lokal juga sangat dibutuhkan
berbagai carapengelolaan berbasis masyarakat, dalam konservasi wilayah pesisirnya,
seperti pengorganisasian secara swadaya, khususnya hutan mangrove. Salampessy et al.
pengembangan kelembagaan, eksperimen, (2015) dalam studinya di wilayah pesisirkota
elaborasi pengetahuan, dan pembelajaran Ambon menunjukkan bahwa masyarakat lokal
sosialdapat membuat praktik-praktik yang mampu beradaptasi dan memodifikasi
tidak lestari menjadi lebih lestari. Hal ini lingkungannya sebagai bentuk dari cultural
sesuai dengan pendapat Darusman (2012) capital yang dimiliki, dimana masyarakat
dimana masyarakat lokal merupakan bagian menerapkan traditional ecological knowledge
dari ekosistem hutan serta bagian terbesar dari dan membentuk institutions sehingga
subyek dan obyek pembangunan, memiliki hak kelestarian mangrove tetap terjaga.
untuk mendapat kesempatan yang sama dalam Keberhasilan pengelolaan mangrove berbasis
pengelolaan sumberdaya lokal dan masyarakat menjadi sangat penting, karena
pembangunan di wilayahnya, dan memiliki
menurut Walters et al. (2008); Bosire et al.
kekuatan yang secara potensial sangat besar (2008) mangrove memiliki fungsi dan manfaat
baik kekuatan positif maupun negatif bagi yang mendukung kehidupan di daerah pesisir.
pembangunan. Berkes dan Folke (1992; 1994) menyatakan
Partisipasi masyarakat lokal dalam bahwa kemampuan menjadikan lingkungan
pengelolaan sumberdaya hutan juga muncul alam kembali ke kondisi alamiah setelah rusak
dalam pengelolaan mangrove. Menurut akibat eksploitasi disebut sebagai modal
Maconachie etal. (2008), secara umum budaya (cultural capital). Selanjutnya istilah
penerapan pengetahuan dan praktik-praktik modal budayadalam konteks pengelolaan
tradisional telah mendukung kinerja sumberdaya alam, menurut Berkes dan Folke
pengelolaan mangrove berbasis masyarakat (1992; 1994), merupakan fakor-faktor yang
yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat
menyediakan cara-cara dan adaptasi-adaptasi
tersebut, Sudtokong and Webb (2008) bagi masyarakat dalam berhubungan dengan
menggambarkan bagaimana mangrove berdiri lingkungan alam dan secara aktif
struktur milik negara tetapi dikelola oleh memodifikasinyaPemahaman tentang modal
masyarakat berada dalam kondisi yang secara budaya suatu kelompok masyarakat dapat
signifikan lebih baik daripada hutan negara menjadi pelajaran penting dalam upaya
dengan akses terbuka di Thailand. pelestarian sumberdaya alam. Oleh karena itu,
Keberhasilan kelembagaan lokal sangat penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
membantu pemerintah dalam pembangunan modal budaya masyarakat lokal dalam
wilayah pesisirnya. Hal ini didukung oleh pelestarian mangrove yang berada di pesisir
pernyataan Lopez-Hoffman et al. (2006) wilayah perkotaan.
bahwa community-based natural resources
management was mentioned as the appropriate II. METODE PENELITIAN
way to reach local sustainability, protecting
mangrove ecological characteristics and Penelitian dilakukan di Desa
responding to human needs.Namun, menurut Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur,
Febryano et al. (2014), kelembagaan lokal Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara.
perlu diperkuat melalui kolaborasi antara Penelitian ini menggunakan metode studi
kelembagaan lokal, LSM lokal dan nasional,

13
(Artikel ini telah dipresentasikan di International Seminar on Tropical Natural Resources 2015
Universitas Mataram)
Jurnal Nusa Sylva Vol 16 No 1 tahun 2016

kasus, dimana pengumpulan data dilakukan vegetasi secara keseluruhan dapat


melalui wawancara mendalam dan memerangkap sedimen.
pengamatan terlibat. Informan kunci terdiri Luasan hutan mangrove di Kota Tarakan
dari tokoh masyarakat dan masyarakat yang sekitar 1.587 hektar yang tersebar di pesisir
berperan aktif dalam upaya konservasi dan pulau-pulau kecil di Kota Tarakan. Pada
mangrove. Data yang terkumpul selanjutnya tahun 2005 luas hutan mangrove menjadi 766
dianalisis menggunakan teori modal budaya hektar. Dalam waktu 5 tahun telah terjadi
oleh Berkes & Folke (1992; 1994) dengan penurunan luasan hutan mangrove sebesar
mengkaji pengetahuan ekologis tradisional dan 51,73%. Kondisi ini berimplikasi pada
kelembagaan lokal yang ada di masyarakat timbulnya permasalahan di wilayah pesisir
setempat. Kota Tarakan antara lain potensi abrasi yang
cukup tinggi, berkurangnya vegetasi mangrove
III. HASIL DAN PEMBAHASAN di pesisir timur Kota Tarakan sehingga
menyebabkan garis pantai mendekati daratan.
Kondisi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kondisi ini semakin diperparah sejak
Kota Tarakan maraknya pembukaan areal tambak oleh
Kota Tarakan merupakan salah satu masyarakat baik secara tradisional maupun
pulau yang berada di Propinsi Kalimantan modern (Anonim, 2010).
Utara yang secara geografis memiliki posisi Berbagai kerugian akibat abrasi pantai
sangat strategis sebagai jalur transportasi skala terutama dirasakan masyarakat yang
regional maupun skala internasional. Menurut bermukim di sepanjang pantai, seperti adanya
Rachmawani (2007) ekosistem pesisir Kota masyarakat yang harus memindahkan
Tarakan didominasi oleh keberadaan hutan rumahnya karena terkikis oleh gelombang
mangrove, karang tepi, padang lamun, dan pasang. Rusaknya ekosistem mangrove dan
pantai berpasir. Ekosistem-ekosistem tersebut terumbu karang telah mengakibatkan
menyediakan sumberdaya alam produktif baik penurunan kualitas lingkungan sumber daya
sebagai sumber pangan, tambang mineral dan ikan sehingga terjadi penurunan produksi
energi, media komunikasi maupun kawasan perikanan. Penebangan hutan mangrove yang
rekreasi atau pariwisata. di konversi menjadi tambak dan permukiman
Sebagai bagian dari ekosistem pesisir di di daerah pantai juga telah mengakibatkan
Kota Tarakan, keberadaan ekosistem terjadinya intrusi air laut ke daratan.
mangrove di sepanjang pantai memberikan
kontribusi yang sangat penting baik manfaat Pengetahuan Ekologis Tradisional dan
langsung maupun tidak langsung. Manfaat Kelembagaan Lokal dalam Konservasi
tersebut diantaranya secara fisik, khususnya Mangrove
dalam melindungi pantai dari gelombang, Kota Tarakan yang juga merupakan
angin dan badai. Tegakan mangrove dapat pulau kecil, sebagian besar wilayahnya
melindungi pemukiman, bangunan dan merupakan wilayah pesisir yang didiami oleh
pertanian dari angin kencang dan intrusi air kaum Etnis Tidung. Masyarakat etnis Tidung
laut. Mangrove juga memainkan peranan memiliki ciri khas tersendiri, dimana
penting dalam melindungi pesisir dari terpaan kebudayaannya lahir sebagai jawaban atas
badai. Kemampuan mangrove untuk proses adaptasi yang dipahami oleh
mengembangkan wilayahnya ke arah laut masyarakat tersebut. Corak ragam budaya
merupakan salah satu peran penting mangrove yang dimilikinya dipengaruhi oleh lingkungan
dalam pembentukan lahan baru. Akar kepulauan, sehingga memunculkan aspek-
mangrove mampu mengikat dan menstabilkan aspek tradisi lokal yang mencerminkan
substrat lumpur, pohonnya mengurangi energi aktivitas ritual yang berhubungan dengan laut,
gelombang dan memperlambat arus, sementara termasuk ekosistem hutan mangrove. Setiap

(Artikel ini telah dipresentasikan di International Seminar on Tropical Natural Resources 2015
Universitas Mataram)
14
Jurnal Nusa Sylva Vol 16 No 1 tahun 2016

tahun masyarakat etnis Tidung melakukan (subsisten). Jika tidak ada mangrove, maka
pesta adat yang diberi nama “pesta iraw dapat dipastikan hasil produksi dari laut dan
tengkayu”. Tradisi ritual tersebut dilakukan pantai yang mereka usahakan akan berkurang
sebagai wujud nyata tanda syukur masyarakat secara nyata. Selain itu masyarakat
etnis Tidung atas hasil laut dan keselamatan berpandangan bahwa keberadaan mangrove
mereka dalam melakukan aktivitasnya sebagai memiliki peranan penting dalam melindungi
nelayan. Menurut Anonim (2001) masyarakat daerah pantai terutama pemukiman mereka
etnis Tidung selalu menjaga keselarasan dari abrasi maupun angin kencang yang sering
hubungan yang harmonis antara alam terjadi.
(ekosistem flora dan fauna), manusia, dan Bentuk partisipasi masyarakat Desa
penguasa jagad raya. Mamburungan dalam pelestarian mangrove,
Kondisi ekosistem hutan mangrove di antara lain sebagai berikut:
pesisir Pulau Tarakan yang mengalami 1. Masyarakat, khususnya masyarakat yang
degradasi cukup serius telah mendorong sumber mata pencahariannya sebagai
masyarakat lokal untuk meningkatkan nelayan, memiliki inisiatif dan kesadaran
partisipasinya dalam konservasi mangrove. sendiri untuk melakukan penanaman
Masyarakat sangat memahami bahwa mangrove. Bibitnya diambil dari buah-
keberadaan hutan mangrove sangat besar buah mangrove di sekitar jalur sungai
peranannya bagi masyarakat yang tinggal di yang mereka lalui ketika melaut.
sekitar kawasan tersebut. Pemahaman ini Penanaman ini dimaksudkan sebagai
ditunjang oleh upaya masyarakat dalam pengayaan tanaman ataupun
memanfaatkan pengetahuan ekologis menggantikan mangrove yang sudah mati.
tradisionalnya dan mengembangkan 2. Masyarakat memunguti sampah-sampah,
kelembagaan lokal berupa norma dan nilai baik organik maupun anorganik, yang
budaya yang sangat berperan bagi konservasi tersangkut di akar-akar mangrove ketika
mangrove. Masyarakat percaya bahwa aturan- terjadi banjir atau pasang tinggi. Sampah-
aturan tertulis maupun tidak tertulis dapat sampah tersebut kemudian dipilah-pilah
berfungsi menjaga kelestarian alam terutama lagi dan sebagian besar sampah-sampah
kawasan mangrove baik dari segi penguasaan anorganik dijual ke pemulung. Namun,
maupun pemanfaatannya. sampah-sampah berupa botol-botol air
Ada tiga jenis vegetasi mangrove primer mineral digunakan kembali sebagai
yang terdapat di kawasan konservasi mangrove pelampung yang digunakan dalam
Desa Mamburungan, yaitu: jenis Avicennia sp, budidaya rumput laut.
Rhizopora sp dan Sonneratia sp. Masyarakat 3. Masyarakat nelayan biasanya hanya
di desa ini memiliki kepercayaan bahwa menangkap kepiting jantan saja,
mangrove di desanya merupakan sumber sementara kepiting betina dilepaskan
kehidupan yang menjadi sumber pakan utama kembali ke laut. Hal ini dilakukan untuk
bagi keberadaan ikan, udang, kepiting, kerang, menjaga perkembangbiakan kepiting yang
dan lain-lain yang mereka manfaatkan. Agar terdapat di mangrove, sehingga pada
hasil laut tersebut selalu tersedia melimpah akhirnya akan berimbas positif pada
maka keberadaan mangrove di harus terjaga kelestarian hasil bagi nelayan.
dengan baik. Untuk itulah maka masyarakat Bentuk partisipasi masyarakat Desa
baik secara individu ataupun berkelompok Mamburungan di atas didukung oleh studi
secara sukarela berupaya untuk menjaga yang dilakukan Arbain (2012) mengenai nilai-
kelestarian hutan mangrovenya. Hasil laut nilai kearifan lokal masyarakat etnis Tidung,
dipanen dengan tujuan untuk dijual antara lain:
(komersial) ataupun sebagai konsumsi (1) Masyarakat Etnis Tidung adalah sosok
keluarga untuk pemenuhan ekonomi keluarga masyarakat yang unik dan senantiasa

(Artikel ini telah dipresentasikan di International Seminar on Tropical Natural Resources 2015
Universitas Mataram) 15
Jurnal Nusa Sylva Vol 16 No 1 tahun 2016

memegang teguh amanat warisan para mendukung pembangunan wilayah pesisir


leluhurnya tentang bagaimana menjaga perkotaan telah mendorong Pemerintah Kota
dan melestarikan ekosistem alam. Mereka Tarakan untuk turut mendukung berbagai
senantiasa menyatu dengan alam, dekat upaya dalam merehabilitasi dan melindungi
dengan alam, dan selalu berinteraksi ekosistem mangrove di wilayahnya, antara
dengan alam sekitarnya. Kepedulian lain:
masyarakat Tidung dalam menjaga dan (1) mengeluarkan peraturan daerah yang
melestarikan ekosistem mangrove terlihat berkaitan dengan ekosistem mangrove
jelas dalam amanat yaki yadu berikut: diantaranya Perda No 04 Tahun 2002
“Bebilin yadu yaki, sama muyu tentang Larangan dan Pengawasan Hutan
ngusik/ngacow de upun bakau, geno baya Mangrove di Kota Tarakan dan SK
buyag binatang tanga maupun tad de Walikota No 591/HK-V/257/2001 tentang
dumud, upun bakau penyangga timuk Pemanfaatan Hutan Mangrove Kota
bunsuk, bua upun bakau kalap tenugos de Tarakan;
uwot, upun bakau no baya buyag kuyad (2) membentuk tiga model pengelolaan
bekare baya no gium buyag dan konservasi hutan mangrove yaitu:
mangow”. (“Berpesan nenek dan kakek, Kawasan Konservasi Mangrove dan
bagi anak-anak keturunanku, jagalah dan Bekantan (KKMB) seluas sekitar 9 ha
lestarikan hutan bakau, jangan kau ganggu yang secara intensif dikelola oleh
hutan bakau itu, karena pohon bakau itu pemerintah kota, KKMM Kawasan
tempat hidupnya binatang laut dan darat, Konservasi Mangrove Mamburungan
hutan bakau sebagai penyangga banjir, (KKMM) seluas sekitar 200 ha dikelola
buah pohon bakau dapat menjadi obat, dan dengan pola kerjasama masyarakat
tempat hidupnya kera/monyet bekantan dengan Pemerintah Kota Tarakan, dan
dan tempatnya beradaptasi dan Kawasan Konservasi Mangrove Aurora
berkembang biak”). (KKMA) seluas 4 ha di kawasan industri
(2) Tolong-menolong atau kerja sama dalam cold storage udang ekspor yang dikelola
segala aspek kemasyarakatan merupakan oleh PT Mustika Aurora.
bagian tak terpisahkan dari masyarakat (3) berbagai kegiatan penanaman mangrove
Etnis Tidung. Mereka saling membantu oleh dinas-dinas terkait, kalangan usaha,
dalam membuat perahu, dayung, dan alat pendidikan dan LSM.
tangkap ikan, serta mencari hasil Selain dukungan Pemerintah Kota Tarakan
tangkapan lautnya. Mereka juga bersama- yang sangat besar dalam upaya konservasi
sama melakukan kegiatan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat
kemasyarakatan di daerah pesisir pantai lokal, ada pula peran dari berbagai stakeholder
(tengkayu). lainnya, seperti: Pertamina, WWF Indonesia,
(3) Masyarakat Tidung adalah masyarakat beberapa perusahaan dan organisasi lainnya.
yang menganut pola hidup sederhana.
Pengambilan hasil laut oleh masyarakat IV. KESIMPULAN DAN SARAN
tidak dilakukan secara berlebihan, tetapi A. Kesimpulan
hanya di ambil sesuai kebutuhan sehari-
hari saja. Modal budaya berupa pengetahuan
ekologis tradisional dan kelembagaan lokal
Kebijakan Pemerintah Kota Tarakan dan yang ada di masyarakat setempat telah
Dukungan Berbagai Stakeholder dalam berperan penting dalam konservasi mangrove
Pelestarian Mangrove di wilayah pesisir Kota Tarakan. Pentingnya
Pentingnya ekosistem hutan mangrove ekosistem hutan mangrove dan partisipasi
dan partisipasi masyarakatnya dalam masyarakatnya telah mendorong Pemerintah

(Artikel ini telah dipresentasikan di International Seminar on Tropical Natural Resources 2015 16
Universitas Mataram)
Jurnal Nusa Sylva Vol 16 No 1 tahun 2016

Kota Tarakan untuk turut mendukung berbagai http://dx.doi.org/10.1016/j.apgeog.2008.08.00


upaya dalam merehabilitasi dan melindungi 3.
Marschke M, Berkes F. 2005. Local level sustainability
ekosistem mangrove di wilayahnya. Kegiatan planning for livelihoods: A Cambodian
tersebut juga didukung oleh berbagai experience. International Journal of
stakeholder lainnya. Sustainable Development and World Ecology
12: 21-33.
UCAPAN TERIMA KASIH Rachmawani D. (2007). Kajian Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Secara Berkelanjutan Kota
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Tarakan Kalimantan Timur (Studi Kasus Desa
Masyarakat Mamburungan dan Dinas Binalatung Kecamatan Tarakan Timur).
Institut Pertanian Bogor
Kehutanan Tarakan Kalimantan Utara yang Salampessy ML , Febryano IG, Martin E, Siahaya ME,
telah sangat membantu penulis dalam Papilaya R. 2015. Cultural capital of the
pengambilan data di lapangan hingga communities in the mangrove conservation in
terpublikasi artikel ini. the coastal areas of Ambon Dalam Bay,
Moluccas, Indonesia. Procedia Environmental
Sciences 23:222–229. International Conference
DAFTAR PUSTAKA on Tropical and Coastal Region Eco-
Development 2014 (ICTCRED 2014).
Anonim. 2001. Tarakan Kota Tengkayu http://dx.doi.org/10.1016/j.proenv.2015.01.03
Anonim, 2010. Buku Status Lingkungan Hidup Daerah 4.
Kota Tarakan Tahun 2010. Badan Pengelolaan Sudtokong C, Webb EL. 2008. Outcomes of state- vs.
Lingkungan Hidup Kota Tarakan. community-based mangrove management
Arbain M. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan
Lokal Tidung (Menelusuri Kearifan Lokal
in Southern Thailand. Ecology and
Masyarakat Etnis Tidung untuk Pengembangan Society 13(2):27.
Pendidikan Karakter di Indonesia).
http://tarakancitybaiz.blogspot.com/2012/11/p
endidikan-karakter-berbasis-kearifan.html
Berkes F, Folke C. 1994. Investing in Cultural Capital
for Sustainable Use of Natural capital. In
Jansson AM, Hammer M., Folke C., Costanza
R, eds. Investing in Natural Capital The
Ecological Economics Approach to
Sustainability. Washington DC: Island Press.
Berkes F, Folke C. 1992. A systems perspective on the
interrelations between natural, human-made
and cultural capital. Ecological Economics 5:
1-8.
Darusman D. 2012. Kehutanan Demi Keberlanjutan
Indonesia. Bogor: IPB Press.
Febryano IG, Suharjito D, Darusman D, Kusmana C,
Hidayat A. 2014. The roles and sustainability
of local institutions of mangrove management
in Pahawang Island. Jurnal Manajemen Hutan
Tropika 20(2):69–76.
http://dx.doi.org/10.7226.jtfm. 20.3.69.
Lopez-Hoffman L, Monroe IE, Narvaez E, Martinez-
Ramos M, Ackerly DD. 2006. Sustainability
of mangrove harvesting: how do harvesters’
perceptions differ from ecological analysis?
Ecology & Society 11(2):14.
Maconachie R, Dixon AB, Wood A. 2008.
Decentralization and local institutions
arrangements for wetland management in
Ethiopia and Sierra Leone. Applied Geography
29(2):269-279.

(Artikel ini telah dipresentasikan di International Seminar on Tropical Natural Resources 2015 17
Universitas Mataram)

Anda mungkin juga menyukai