Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK

NEONATUS PRETERM DENGAN BBLR

DIRUANG TULIP

RSUD TUGUREJO SEMARANG

REGITA AZMI PRAMESTYA

071202023

PRODI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


A. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
1. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram)
(Prawirohardjo, 2010).
2. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR :
a. Menurut harapan hidupnya :
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500
gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang
dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya :
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan
berat lahir sesuai dengan berat lahir untuk masa gestasi atau biasa
disebut sesuai untuk masa kehamilan (SMK).
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat lahir kurang dari berat lahir
seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).
3. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat lahir rendah :
a. Faktor Ibu
1) Penyakit
 Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
 Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
 Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
 Angka kejadian bayi lahir dengan berat lahir rendah tertinggi
adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
 Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
 Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan Sosial Ekonomi
 Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
 Aktivitas fisik yang berlebihan
b. Faktor Janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor Plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di
dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
4. Permasalahan pada BBLR
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai
permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan
kondisi tubuh yang belum stabil (Prawirohardjo, 2010).
a. Ketidakstabilan Suhu Tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C-
37°C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang
umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi
panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup
memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan,
produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum
matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh
relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan
panas.
b. Gangguan Pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot
respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping
itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko
terjadinya aspirasi.
c. Imaturitas Imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal
melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan
substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa
kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi
terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki
perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita
infeksi.

d. Masalah Gastrointestinal dan Nutrisi


Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang
menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut
dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus,
menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh,
meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini
menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.
e. Imaturitas Hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan
timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi
perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi
bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan
dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.
f. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula
darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan
terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat
mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40
mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress
dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun
sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat
metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat
pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi.
Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang
rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
5. Penatalaksanaan
a. Mempertahankan suhu.
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu
tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
b. Mencegah infeksi.
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan
semua bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi
BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan
dengan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi antara lain :
1. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus
melakukan cuci tangan terlebih dahulu.
2. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara
teratur. Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
3. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki
ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau
disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker ataupun
sarung tangan untuk mencegah penularan.
c. Pengawasan nutrisi/ASI.
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR
tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka
karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum
sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian
nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat
diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi
keduanya.
Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap,
menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan
penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan
menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke
lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah
mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan.
d. Penimbangan.

B. NEONATUS PRETERM

1. Definisi
Bayi prematur adalah bayi hidup yang dilahirkan sebelum minggu ke 37 dari
HPHT (WHO).
2. Etiologi
Umumnya tidak diketahui. Prematur biasanya dikaitkan dengan kondisi berikut :

- Status sosio ekonomi yang rendah, yang bisa dinilai berdasarkan


pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, tempat tinggal, kelas sosial atau
pekerjaan.
- Wanita berusia dibawah 16 tahun atau diatas 35 tahun lebih sering
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
- Penyakit ibu baik yang akut maupun yang kronis.
- Kelahiran kembar.
- Gangguan kelahiran terdahulu.
- Faktor-faktor obstetri seperti malformasi uterus, trauma uterus, plasenta
previa, solusio plasenta, kelainan hipertensi, inkompetensi serviks, riwayat
operasi serviks, dan amnionitis juga memberi kontribusi pada
prematuritas.
- Kondisi fetus seperti IUGR
- Infeksi dari serviks, uterus atau traktus urinarius, yang mungkin
disebabkan Penyakit Menular Seksual dan Streptococcus beta.
- Penyalahgunaan tembakau, alkohol atau obat-obatan lainnya.
- Nutrisi yang tidak adekuat selama kehamilan.
- Perdarahan antepartum.
- Pre-eklampsia
- Stress
3. Masalah-masalah prematuritas

- Kemampuan menghisap, menelan dan bernafas dalam keadaan


terkoordinasi belum tercapai sampai minggu ke 34-36 gestasi. Karenanya
pemberian makanan secara enteral harus dilakukan dengan menggunakan
sonde. Lebih lanjut lagi bayi prematur sering mengalami refluks esofageal
dan refleks cegukan yang belum matur, hal ini meningkatkan resiko
aspirasi makanan.
- Ketidakmaturan paru-paru. defisiensi surfaktan, sering disertai
ketidakmaturan struktural pada bayi dengan usia gestasi 26 minggu.
Kondisi ini diperumit dengan kombinasi dari paru-paru yang tidak
mengembang dan dinding dada yang mengembang.
- Ketidakmaturan kontrol pernafasan, yang menyebabkan apneu dan
bradikardi.
- Absorpsi substrat oleh traktus gastrointestinal yang rusak sehingga
mengganggu pengaturan nutrisi,
- Fungsi ginjal yang belum matur mencakup fungsi filtrasi dan tubular,
pengaturan cairan serta elektrolit yang rumit.
- Meningkatnya kerentanan terkena infeksi
- Ketidak maturan proses metabolisme, merupakan predisposisi terjadinya
hipoglikemia dan hipokalsemia.
- Bayi berat lahir rendah (BBLR) dan bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR). BBLR mengacu pada bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram. BBLSR menggambarkan bayi dengan berat kurang dari 1500
gram. BBLR dan BBLSR memiliki resiko yang lebih tinggi menderita
cerebral palsy, sepsis, penyakit paru kronis, dan kematian. Bayi-bayi ini
juga memiliki resiko yang lebih tinggi terkena hipotermia yang bisa sangat
berbahaya.
-
4. Gejala, Tanda dan Pemeriksaan Bayi Prematur

Gejala – gejala:

· Berat Bayi Lahir Rendah – kurang dari 2500 gram.

· Kulit yang tipis, halus, berkilat serta hampir transparan

· Vena-vena mudah terlihat lewat kulit

· Penampilan yang berkerut-kerut

· Kartilago telinga yang lembut dan fleksibel

· Rambut tubuh yang disebut lanugo

· Pola bernafas yang irreguler

· Tangisan lemah

· Umumnya tidak aktif, dapat pula aktif segera setelah lahir

· Refleks hisap dan menelan yang tidak efektif.

· Klitoris yang membesar (bayi perempuan)

· Skrotum yang kecil, halus tanpa rugae (bayi laki-laki)

Tanda-tanda dan pemeriksaan:

Bayi mungkin memiliki temperatur yang rendah, nafas cepat atau usaha
bernafas yang lemah. Pemeriksaan-pemeriksaan umum yang dilakukan pada bayi
prematur mencakup:

- Foto Thorax untuk menetapkan maturitas paru dan permulaan dari “Respiratory
Distress Syndrome”
- Analisis Gas Darah
- Glukosa serum
- Serum kalsium
- Serum bilirubin

5. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul mencakup:

 Hyaline membrane disease (respiratory distress syndrome) Paru-paru bayi belum


berkembang sepenuhnya. Petugas kesehatan dapat memberi bayi ini tipe tertentu
steroid yang disebut kortikosteroid untuk membantu paru-paru matur lebih cepat.
Steroid ini juga dapat mengurangi resiko cedera otak. Kadang-kadang, memberi
paru-paru sedikit dorongan dalam perkembangannya dapat membantu bayi
bernafas lebih mudah, yang memungkinkan mereka menjadi lebih kuat. Petugas
kesehatan juga dapat memberi kortikosteroid kepada wanita yang beresiko
melahirkan bayinya sebelum 34 minggu masa gestasi, untuk mencoba mencegah
bayinya mengidap RDS.

 Paru-paru kehilangan material penting. Agar paru-paru dapat bekerja dengan


baik, batasnya harus dilapisi sepenuhnya dengan lapisan berbusa licin yang
disebut surfaktan. Fetus yang sedang berkembang tidak memproduksi surfaktan
yang cukup untuk bernafas di luar kandungan sampai titik tertentu perkembangan.
Bayi-bayi yang dilahirkan prematur hanya memiliki sekitar 5 % dari surfaktan
yang dibutuhkan, yang menyebabkan mereka memiliki resiko yang tinggi
menderita RDS. Melalui penelitian yang dilakukan NICHD, bayi prematur
sekarang dapat menerima surfaktan pengganti untuk melapisi paru-paru mereka
dan memungkinkan untuk bernafas lebih mudah. Pada kasus tertentu,
mendapatkan surfaktan pengganti dapat mencegah timbulnya RDS sepenuhnya,
pada kasus lainnya, surfaktan pengganti menyelamatkan bayi dari kerusakan
jangka panjang.
 Retinopati dan kebutaan atau kehilangan penglihatan yang terkait. “Retinal
neovascularizing disorder” mempengaruhi bayi prematur yang dapat
menimbulkan kebutaan. Intervensi berkala dengan cryoterapi atau terapi laser
dapat menurunkan progresifitas penyakit. Pemeriksaan inisial yang
direkomendasikan adalah pada waktu bayi berusia 42 hari atau 32 minggu setelah
konsepsi.
 Hiperplasia bronkopulmoner
 Penyakit jantung
 Inflamasi usus berat (necrotizing enterocolitis)
 Jaundice
 Infeksi atau septikemia
 Anemia, anemia pada prematuritas timbul pada bayi BBLR 1-3 bulan setelah
dilahirkan dan dikaitkan dengan kadar hemoglobin di bawah 7-10 g/dl dan
bermanifestasi klinis antara lain pucat, apnue, kurangnya pertambahan berat,
aktivitas yang menurun, takipnue, takikardi dan gangguan pemberian makan.
 Gula darah rendah (hipoglikemia)
 Gangguan tumbuh kembang Bayi yang lahir prematur 3-5 minggu, dengan berat
yang cukup untuk masa kehamilan dan dengan komplikasi medis minimal
sepertinya memiliki perkembangan yang serupa dengan bayi aterm, walau
kadang-kadang lebih lambat, mungkin menunjukkan lebih banyak waktu statis.
Kelompok bayi prematur ini dapat mengejar ketertinggalannnya dalam waktu 1
tahun.
 Retardasi mental dan gerak
 Hypothyroxinemia dari bayi prematur mencerminkan ketidakmaturan
hipotalamus-kelenjar pituitari-dan tiroid. Kita setuju dengan ide bahwa keadaan
ini adalah fisiologis untuk neonatus prematur karena lingkungan intrauterus akan
menghindarkan keadaan hipotiroksinemia dan sebagai hasil dari TSH yang tinggi
menyebabkan maturasi tiroid. Konsekuensi dari kontrasnya titik pandang ini agak
berbeda dengan tindakan terapi untuk menghindari hipotiroksinemia yang
biasanya diidentikan dengan gangguan perkembangan saraf.
6. Terapi

Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menghadapi bayi prematur


menunda kelahiran selama mungkin atau mempersiapkan kelahiran bayi prematur
dengan baik. Kedua cara ini dapat digunakan secara bersamaan.

Kelahiran prematur tidak selalu dapat dicegah. Bayi yang prematur dapat
menderita RDS. Untuk mencoba mengurangi resiko ini, ibu hamil diberi
glukokortikoid secara rutin. Glukokortikoid yang diberikan biasanya adalah
betametason atau dexametason.

Ketika kelahiran prematur berlangsung dan tidak dapat dihentikan secara


medis, rencana untuk penanganan bayi prematur dan ibunya dibuat, yang
mungkin mencakup transportasi ibu ke tempat dengan fasilitas perawatan bayi
prematur, seperti NICU.

Ketika lahir, perawatan yang dibutuhkan untuk membersihkan jalan


nafas, pernafasan pertama, perawatan tali pusar dan mata, serta pemberian
vitamin K adalah sama antara bayi-bayi prematur dengan bayi aterm.
Pertimbangan lainnya adalah kebutuhan untuk pengaturan suhu dan menjaga
denyut jantung serta respirasi, terapi oksigen dan perhatian khusus pada
pemberian makanan.Untuk menjamin keadaan sistem pernafasan dan jantung
serta mengantisipasi masalah umum lainnya berkaitan dengan prematuritas,
evaluasi segera dan jika perlu dilakukan resusitasi setelah kelahiran. Bayi akan
dikirim ke perawatan bayi beresiko tinggi dengan petugas terlatih dalam
perawatan bayi prematur.

Bayi ditempatkan dibawah penghangat atau diisolasi dengan suhu yang


dikontrol dimana observasi dan perawatan dilakukan.Temperatur lingkungan yang
optimal untuk kehilangan panas minimal dan konsumsi oksigen minimal untuk
bayi yang tidak berpakaian adalah 36,5-37 °C.
Menjaga kelembapan relafif 40-60% yang membantu menjaga temperatur
tubuh dengan mengurangi kehilangan panas pada temperatur ruangan yang lebih
rendah, mencegah kekeringan dan mencegah iritasi pada epitel jalan nafas
terutama selama pemberian oksigen dan selama atau setelah intubasi endotrakeal.
Tergantung dari derajat prematuritas, bayi mungkin tidak langsung bernafas
segera setelah lahir, atau usaha bernafas mungkin tidak cukup untuk
mengembangkan dada dan mengirim oksigen ke tubuh bayi. Pada kasus semacam
ini pipa untuk bernafas diselipkan ke trakea dari bayi, dan pernafasan buatan
diberikan dengan respirator.

Pemberian makanan dapat dilakukan dengan menyisipkan pipa ke dalam


lambung, karena bayi ini biasanya tidak mampu menghisap dan menelan sebelum
minggu ke 34 masa gestasi. Pemberian makanan dengan IVFD dapat diberikan
pada bayi yang sangat parah.

Kebutuhan cairan bervariasi tergantung dari masa gestasi, keadaan


lingkungan, dan tingkat penyakit. Memperkirakan kehilangan cairan minimal
dalam feces bayi yang tidak mendapatkan cairan secara oral, kebutuhan cairan
mereka sama dengan “insensible water loss”, ekskresi dari ginjal, pertumbuhan,
dan kehilangan cairan yang tidak biasa. “Insensible water loss” sangat erat terkait
dengan masa gestasi; bayi yang sangat prematur (<1000 gram) dapat kehilangan
2-3 ml/kg/hr, sebagian dikarenakan kulitnya yang belum matur, kekurangan
jaringan subkutan serta area besar permukaan yang terbuka. Bayi prematur yang
lebih besar (2000-2500 gram) yang dirawat dalam inkubator mungkin mengalami
“insensible water loss” sekitar 0,6-0,7 ml/kg/hr.

Intake cairan pada bayi aterm biasanya dimulai pada 60-70 ml/kg pada
hari pertama dan meningkat 100-120 ml/kg pada hari ke 2-3. Pada bayi prematur
yang lebih kecil mungkin perlu dimulai pada 70-80ml/kg pada hari pertama dan
ditingkatkan sampai 150 ml/kg/hari. Bayi dengan berat badan kurang dari 750
gram pada minggu pertama kehidupan memiliki kulit yang belum matur dan area
permukaan yang lebih luas yang menyebabkan kehilangan cairan secara
transdermal yang lebih banyak, sehingga membutuhkan cairan parenteral yang
lebih banyak. Berat perhari, urin, dan urea nitrogen serum dengan elektrolit harus
diperhatikan baik-baik untuk menentukan keseimbangan cairan dan
kebutuhannya.

Pemberian makanan intra vena harus dapat menyediakan cairan yang


mencukupi, kalori, asam amino, elektrolit dan vitamin untuk menjaga kelancaran
pertumbuhan bayi dengan berat lahir rendah. Tujuan pemberian makanan
parentral adalah untuk menyediakan kalori yang cukup dari glukosa, protein, dan
lemak untuk menunjang pertumbuhan. Cairan infus harus mengandung 2,5-3 g/dl
dari asam amino sintetis dan glukosa pada kisaran 10-15 g/dL dengan tambahan
sejumlah elektrolit, mineral dan vitamin. Jika vena perifer yang digunakan
disarankan untuk menjaga konsentrasi glukosa dibawah 12,5 g/dL. Jika vena
sental yang digunakan, konsentrasi glukosa setinggi 25g/dL dapat digunakan
kadang-kadang. Emulsi lemak intra vena seperti 20% Intralipid (2,2kcal/ mL)
dapat diberikan untuk persediaan kalori tanpa pemberian osmotik sehingga
menurunkan kebutuhan untuk memberikan cairan infuse glukosa pada kadar yang
lebih tinggi dan biasanya mencegah defisiensi asam lemak.

Setelah intake kalori lebih besar dari 100kcal/kg/24 jam, bayi dengan berat
lahir rendah dapat diharapkan untuk menambah beratnya sebesar 15 g/kg/24 jam,
dengan balans nitrogen yang positif dari 150-200 mg/kg/24 jam, jika tidak terjadi
sepsis, prosedur operasi atau stres berat lainnya. Penambahan berat ini dapt
diperoleh pada minggu pertama hidupnya dengan memberi infuse perifer 2,5-3,5
g/kg/24 jam dari campuran asam amino, 10 g/dL glukosa dan 2-3 g/kg/24 jam
intralipid.

Pemberian makanan secara oral tidak diperbolehkan pada bayi dengan


distress pernafasan, hipoksia, insufisiensi sirkulasi, sekresi yang berlebihan,
tersedak, sepsis, depresi sistem saraf pusat. Pada bayi-bayi ini kebutuhan cairan,
kalori dan elektrolit didapatkan lewat pemberian makanan secara parentral atau
pemberian makanan dengan sonde. Pada bayi preterm sekitar masa gestasi 34
minggu atau lebih pemberian makanan dilakukan dengan menggunakan botol atau
dengan pemberian ASI.

Perawatan diperlukan sampai bayi mampu menerima makanan secara oral,


menjaga suhu tubuh, dan menambah berat badan sekitar 2500 gram
DAFTAR PUSTAKA

1. Arfin Behrman Kligman, Nelson (ed). Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi 15. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1999
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis : Asfiksia. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI
3. Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
4. Surasmi, A., S Handayani, & HN Kusuma. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta : EGC
5. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan edisi ke 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka –
Sarwono Prawiro Hardjo

6. Stell BJ. The High –Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Dalam
Kliegman RM,editor. Philadelphia, USA: Saunders 2004; hal 547-559.

7. Cochran WD & Lee KG. Assesment of The New Born “Identifying The High Risk New
Born and Evaluating Gestational Age, Prematurity, Postmaturity, Large for Gestational
Age, and Small for Gestational Age”. Manual of Neonatal Care 5th edition. Dalam
Cloherty JP & Richenwald EC, editor. Philadelphia: Lippincot Williams Wilkins 2004;
hal 33-51.

8. http://www.nichd.nih.gov/womenshealth/research/pregbirth/preterm.cfm

9. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001562.htm

10. Attar MA, Gates MR, Iatrow AM, Lang SW & Bratton SL. Barriers to Screening Infants
for Retinopathy of Prematurity after Discharge or Transfer from a Neonatal Intensive
Care Unit. Prematur Journal of Perinatology (2005) 25, 36–40.

11. Wilson SL & Cradock MM. Review: Accounting for Prematurity in Developmental
Assessment and the Use of Age-Adjusted Scores. Journal of Pediatric Psychology 2004
29(8):641-649.
12. De Escobar GM. The Hypothyroxinemia of Prematurity. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism 1998 Vol. 83, No. 2: 713-715.

Anda mungkin juga menyukai