KEPERAWATAN ANAK
DIRUANG TULIP
071202023
FAKULTAS KESEHATAN
B. NEONATUS PRETERM
1. Definisi
Bayi prematur adalah bayi hidup yang dilahirkan sebelum minggu ke 37 dari
HPHT (WHO).
2. Etiologi
Umumnya tidak diketahui. Prematur biasanya dikaitkan dengan kondisi berikut :
Gejala – gejala:
· Tangisan lemah
Bayi mungkin memiliki temperatur yang rendah, nafas cepat atau usaha
bernafas yang lemah. Pemeriksaan-pemeriksaan umum yang dilakukan pada bayi
prematur mencakup:
- Foto Thorax untuk menetapkan maturitas paru dan permulaan dari “Respiratory
Distress Syndrome”
- Analisis Gas Darah
- Glukosa serum
- Serum kalsium
- Serum bilirubin
5. Komplikasi
Kelahiran prematur tidak selalu dapat dicegah. Bayi yang prematur dapat
menderita RDS. Untuk mencoba mengurangi resiko ini, ibu hamil diberi
glukokortikoid secara rutin. Glukokortikoid yang diberikan biasanya adalah
betametason atau dexametason.
Intake cairan pada bayi aterm biasanya dimulai pada 60-70 ml/kg pada
hari pertama dan meningkat 100-120 ml/kg pada hari ke 2-3. Pada bayi prematur
yang lebih kecil mungkin perlu dimulai pada 70-80ml/kg pada hari pertama dan
ditingkatkan sampai 150 ml/kg/hari. Bayi dengan berat badan kurang dari 750
gram pada minggu pertama kehidupan memiliki kulit yang belum matur dan area
permukaan yang lebih luas yang menyebabkan kehilangan cairan secara
transdermal yang lebih banyak, sehingga membutuhkan cairan parenteral yang
lebih banyak. Berat perhari, urin, dan urea nitrogen serum dengan elektrolit harus
diperhatikan baik-baik untuk menentukan keseimbangan cairan dan
kebutuhannya.
Setelah intake kalori lebih besar dari 100kcal/kg/24 jam, bayi dengan berat
lahir rendah dapat diharapkan untuk menambah beratnya sebesar 15 g/kg/24 jam,
dengan balans nitrogen yang positif dari 150-200 mg/kg/24 jam, jika tidak terjadi
sepsis, prosedur operasi atau stres berat lainnya. Penambahan berat ini dapt
diperoleh pada minggu pertama hidupnya dengan memberi infuse perifer 2,5-3,5
g/kg/24 jam dari campuran asam amino, 10 g/dL glukosa dan 2-3 g/kg/24 jam
intralipid.
1. Arfin Behrman Kligman, Nelson (ed). Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi 15. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1999
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis : Asfiksia. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI
3. Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
4. Surasmi, A., S Handayani, & HN Kusuma. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta : EGC
5. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan edisi ke 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka –
Sarwono Prawiro Hardjo
6. Stell BJ. The High –Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Dalam
Kliegman RM,editor. Philadelphia, USA: Saunders 2004; hal 547-559.
7. Cochran WD & Lee KG. Assesment of The New Born “Identifying The High Risk New
Born and Evaluating Gestational Age, Prematurity, Postmaturity, Large for Gestational
Age, and Small for Gestational Age”. Manual of Neonatal Care 5th edition. Dalam
Cloherty JP & Richenwald EC, editor. Philadelphia: Lippincot Williams Wilkins 2004;
hal 33-51.
8. http://www.nichd.nih.gov/womenshealth/research/pregbirth/preterm.cfm
9. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001562.htm
10. Attar MA, Gates MR, Iatrow AM, Lang SW & Bratton SL. Barriers to Screening Infants
for Retinopathy of Prematurity after Discharge or Transfer from a Neonatal Intensive
Care Unit. Prematur Journal of Perinatology (2005) 25, 36–40.
11. Wilson SL & Cradock MM. Review: Accounting for Prematurity in Developmental
Assessment and the Use of Age-Adjusted Scores. Journal of Pediatric Psychology 2004
29(8):641-649.
12. De Escobar GM. The Hypothyroxinemia of Prematurity. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism 1998 Vol. 83, No. 2: 713-715.