Anda di halaman 1dari 2

6 Stages of Moral Development (Kohlberg Theory) dalam Diri saya

Tahap pertama, terjadi pada usia sekitar 6-9 tahun. Waktu itu saya masih duduk di
bangku SD. Orang tua saya selalu mengajarkan saya untuk bisa menjadi anak penurut dan
tidak nakal di sekolah. Jika saya nakal di sekolah atau di lingkungan pertemanan saya akan di
perhadapkan dengan sabetan lidi di betis dan di punggung. Tapi itu bukanlah hal yang
kelewatan menurut saya, karena itu tidak terjadi di setiap saya berbuat hal yang tidak baik.
Namun, bisa membuat saya harus patuh dan tunduk akan apa yang orang tua saya katakan
atau himbau kan kepada saya.

Tahap kedua, terjadi pada usia 10-12 tahun. Di masa itu saya adalah seorang anak
yang aktif dalam berbagai bidang seperti sepak bola, game online, dan tinju. Saya kerap
menjadi “ujung tombak” teman-teman saya dalam perkelahian. Tapi itu saya lakukan
supaya saya dikenal di sekolah dan menjadi sosok yang di segani di tengah lingkungan
pertemanan saya. Dan itu adalah suatu harga bagi saya pada masa itu. Disini saya mulai
memahami, jika saya sering membantu orang lain dalam hal apapun, terdapat keuntungan
yang bisa kita ambil.

Tahap ketiga, terjadi pada usia sekitar 13-14 tahun. Ini terjadi di saat saya masih
duduk di bangku SMP. Saya bertekad untuk menjadi beda dari kenakalan di waktu SD.
Karena di masa ini saya juga sudah berpindah ke pulau Sumatera, tepatnya Kota Jambi.
Sewaktu saya SD di Solo, Jawa Tengah; saya merasa memiliki teman yang banyak dan telah
melekat kepribadian dan kebiasaan Jawa pada diri saya. Sesampainya saya di Kota Jambi,
saya merasa berbeda dengan orang Sumatera pada umumnya, walaupun saya adalah
keturunan Batak dari Sumatera Utara. Saya berusaha untuk bisa menyesuaikan diri sebaik
mungkin dengan teman-teman dan mencoba untuk meninggalkan kenakalan saya selama
SD. Saya memang tidak terlalu baik di semua mata pelajaran di sekolah, tetapi saya memiliki
beberapa keterampilan non akademik yang lumayan baik di bidang takraw dan futsal pada
masa itu. Itu semua saya lakukan agar saya unggul dan baik di bidang non akademik.

Tahap keempat, terjadi pada usia 15-18 tahun. Lagi dan lagi saya harus pindah
sekolah. Saya pindah ke daerah Sumatera Selatan tepatnya di Kecamatan Bayung Lencir.
Disini saya mulai mempelajari dan memahami dari setiap pengalaman yang telah saya lewati
di beberapa kondisi dan tempat saya tinggal. Saya mulai menjadi orang yang sedikit bijak
dalam mengambil keputusan dan pertimbangan kepada setiap orang yang saya hadapi. Saya
mencoba untuk tidak lagi menjadi orang yang lebih mementingkan kepentingan diri sendiri.
Setiap keputusan yang saya buat, saya mencoba untuk memikirkan nya matang-matang dan
jangan sampai melukai atau menyinggung perasaan orang lain. Tanggung jawab juga saya
tingkat kan. Menyangkut usia yang bukan hitungan anak-anak lagi, saya mencoba untuk
menjadi orang yang selalu mempertanggung jawabkan apa yang akan dan telah saya
lakukan.

Tahap kelima, pada usia 18-20. Di masa ini saya mulai belajar untuk mempelajari
sesuatu dari berbagai aspek dan tidak memandang hanya dari “kacamata” saya sendiri.
Permasalahan yang sebelumnya telah terjadi membuat saya paham bahwa setiap masalah
tidak lah perlu di perbesar namun harus di perkecil bahkan ditiadakan. Dimasa ini juga saya
sadar bahwa “kemenangan” kita di setiap permasalahan atau perdebatan dengan orang lain
itu tidak lah membuat kita tampak hebat nan bijaksana, justru membuat kita tampak seperti
orang yang egois dan arogan.

Tahap Keenam, pada usia 20 hingga sekarang. Tepatnya disaat saya harus masuk di
dunia Teologi. Sebelumnya sudah banyak perubahan menuju ke arah kedewasaan yang baik
mulai saya terapkan dalam setiap bidang hidup saya. Namun setelah masuk di dunia
perkuliahan Teologi ini, saya berharap dapat belajar hal-hal yang baru yang dapat memicu
adrenalin saya dan bisa mengajarkan saya setiap pemahaman berbeda. (Masih harapan)

Anda mungkin juga menyukai