Anda di halaman 1dari 18

Inisiasi 6

Kartografi
Uraian tentang kartografi ini disarikan dari karya Prihandito (2009), yang berisi teks, gambar,
layout narasi, dan pustaka lain yang relevan. Kartografi adalah seni, ilmu
dan teknik pembuatan peta. Sedang peta merupakan gambaran dari permukaanbumi
dalam skala tertentu dan digambarkan pada bidang datar menggunakan simbol-
simbol tertentu melalui sistem proyeksipeta. Pada era pembangunan dewasa ini ketersediaan peta
menjadi sesuatu hal yang tak dapat ditinggalkan, terlebih-lebih tuk pembangunan fisik.
Sebagaimana kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang demikian pesat, wahana atau teknik
pemetaan pun sudah sedemikian berkembang, baik dalam hal teknik pengumpulan datanya
maupun proses pengolahannya dan penyajiannya baik secara spasial maupun sistem informasi
kebumian lainnya. Cakupan wilayah kajiannya pun menjadi tidak terbatas, demikian pula
wilayah kerjanya. Permasalahan tersebut di atas termasuk dalam wilayah kerja atau disiplin ilmu
geodesi geomatika.
Peta mengandung arti komunikasi, artinya peta merupakan suatu sinyal atau saluran
antara si pengirim pesan (pembuat peta)dan si penerima pesan (pemakai
peta). Dengan demikian, peta digunakan untuk mengirim pesan dan informasi tentang realita. Ka
dang-kadang, si pengirim pesan akan menemui kesukaran dalam menyampaikan
pesannya agar dapat dimengerti oleh sipenerima pesan. Pada keadaan ini mungkin gambarlah ya
ng dapat dipakai sebagai sarana dalam menyampaikan pesantersebut kepada si penerima pesan.
Agar pesan (gambar) itu dapat dimengerti, maka harus ada bahasa yang sama antara si
pengirim dan si penerima. Disinilahperanan si pembuat peta yang harus bisa memahami
apa yang hendak disampaikan tersebut dan diterjemahkan kedalam bahasa
simbol agar si penerima dapat mengerti. Dalam pemakaian bahasa symbol, si pembuat peta harus 
memahami betul masalahnya, bukan hanya dari bentuk simbol itu saja, tetapi juga dalam hal
penempatannya, arti simbol tersebut, desain atau dengan kata lain penyajian
secara keseluruhan dari peta itu sendiri agar peta mudah dibaca, mudah dimengerti, mudah
ditafsirkan, dan mudah dianalisa, sehingga memberi manfaat semaksimal mungkin
sesuai maksud dan tujuannya. Untuk merepresentasikan hasil (berbentuk peta/data spasial)
supaya informatif, perlu pekerjaan kartografi terutama dalamperancangan simbol dan tata letak p
eta yang baik berdasarkan kaidah yang ada di bidang kartografi. Dalam buku ini
akandijelaskan apa saja pekerjaan kartografi tersebut.
 

 Peta dan Pemetaan

     Klasifikasi Peta, Sistem Koordinat, Proyeksi dan Skala Peta


Hasil pekerjaan survei dan pengukuran dapat berupa: (a) Koordinat titik-titik kontrol (Jaringan
Titik kontrol); (b) Peta, baik itu peta topografi maupun peta tematik dalam bentuk soft copy
(dalam komputer) atau hard copy (cetakan); (c) Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berupa
gabungan antara gambar grafis (data spasial/peta) dan tekstual (atribut); (d) Sistem dan perangkat
lunak (software / program).
Klasifikasi suatu peta dapat ditinjau dari 4 unsur, yaitu: (1) Jenis peta; (2) Skala peta; (3) Fungsi
peta dan (4) maksud dan tujuan peta. Jenis peta meliputi: (a) Peta foto, yaitu peta yang dihasilkan
dari mosaik foto udara/ orthofoto yang dilengkapi dengan garis kontur, nama dan legenda; (b)
Peta garis yang merupakan peta yang menyajikan detil alam dan detil buatan manusia dalam
bentuk simbol titik, garis dan area; dan (c) Peta Digital, yaitu peta yang merupakan konversi
dalam bentuk dijital (angka) yang tersimpan dalam komputer.
Ilmu ukur tanah, sebagai salah satu teknik pengumpulan data wilayah muka bumi, adalah bagian
dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah
tanah untuk berbagai keperluan, seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif pada daerah
sempit agar unsur kelengkungan permukaan bumi dapat diabaikan. Geodesi mencakup kajian
dan pengukuran yang lebih luas, tidak sekadar pemetaan dan penentuan posisi di darat, namun
juga di dasar laut, penentuan bentuk dan dimensi bumi menggunakan pesawat udara, satelit dan
sistem informasinya. Survey geodesi (geodetic surveying) meliputi penentuan bentuk dan ukuran
bumi, medan grafitasi dan pembuatan jaringan control pemetaan. Aktivitasnya di sini juga
dikembangkan hingga beberapa hal tentang astronomi dan penentuan posisi dengan satelit.
Tujuan, cakupan, lingkup dan wahana untuk penyajian muka bumi berbeda-beda.
Oleh karenanya, disiplin dari surveying dapat digolongkan dalam beberapa bidang studi, yaitu:
1.         Survei geodesi (geodetic surveying)
2.      Survei permukaan tanah datar (plane surveying), yang dirinci menjadi: (a) Survei
topografi (topographic surveying), (b) Survei kadaster (cadastral surveying), (c) Survei
rekayasa (engineering surveying), (d) Survei tambang (mine surveying)
3.         Survey hidrografi (hidrographic surveying)
4.         Survei fotogrametri (photogrammetric surveying)
5.         Survei radargrametri (radargrammetric surveying)
Survei permukaan tanah datar (plane surveying) meliputi pengukuran dalam areal yang terbatas
sehingga efek kelengkungan permukaan buminya dapat diabaikan dan perhitungannya dapat
langsung direferensikan pada bidang datar. Untuk itu, titik-titik kontrol yang digunakan
merupakan perapatan dari titik kontrol geodesi, seperti halnya pada ilmu ukur tanah dan survey
rekayasa (bangunan, jembatan, terowongan dll). Survei fotogrametri (photogrammetric
surveying) meliputi aspek-aspek pengukuran dan pemetaan dari foto udara dan foto teristris
(darat), teknik penginderaan jauh dan interpretasi foto. Subyeknya meliputi: perencanaan, aspek
fisik fotografi, peralatan, perpaduan sistem (integrated system) analog dan analitis, penginderaan
jauh, foto interpretasi dan holografi. Survei radargrametri (radargrammetric surveying)
subyeknya sama dengan fotogrametri, yang berbeda hanya panjang gelombang yang digunakan
dan sensornya. Pada radargrametri menggunakan gelombang mikro dengan sensor aktif. Survei
topografi (topographic surveying) yaitu pemetaan permukaan bumi fisik dan kenampakan hasil
budaya manusia. Unsur relief disajikan dalam bentuk garis kontur. Skala peta berkisar antara 1:
1.500 sampai 1: 250.000 dengan interval garis kontur antara 0,25 - 100 meter. Peta jenis ini yang
bersakala lebih besar dari 1:2.500 disebut peta teknik, sedangkan tanpa garis kontur disebut
dengan plan. Survei kadaster (cadastral surveying) adalah pengukuran untuk menentukan posisi
batas-batas pemilikan tanah (persil), pemetaan bidang-bidang tanah untuk pendaftaran hak atas
tanah dan untuk kepastian hukum pemilikan tanah (sertifikat), serta pemetaan untuk pajak bumi
dan bangunan (PBB) atau kadastral fiskal. Survei rekayasa (engineering surveying) mencakup
pemetaan topografi skala besar sebagai dasar dari perencanaan dan desain rekayasa seperti jalan,
jembatan, bangunan gedung, jalan layang dan bendungan. Survei tambang (mine surveying)
mencakup teknik-teknik khusus yang diperlukan untuk menentukan posisi-posisi dan gambar
proyeksi obyek, baik di bawah tanah (dalam tambang bawah tanah) maupun di permukaan bumi
(tambang terbuka). Survei hidrografi (hidrographic surveying) berkaitan dengan areal permukaan
dan bawah air, yang terdiri dari dua cabang yaitu: a. Survei lepas pantai, dan b. Survei dekat
pantai.
Selain disiplin-disiplin surveying tersebut di atas, untuk keperluan penggambaran peta masih
diperlukan disiplin lain yaitu kartografi. Kartografi adalah ilmu dan seni pembuatan peta agar
penyajian peta menjadi informatif dan menarik. Subyeknya meliputi proyeksi peta, kartometri,
desain, kompilasi, reproduksi, prosedur otomatisasi dan lain-lain.
Proyeksi Peta
Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di
permukaan bumi dan di atas peta. Permukaan bumi fisis yang tidak teratur mengakibatkan
hubungan matematis antara posisi di permukaan bumi dan posisi di atas peta sulit ditentukan.
Oleh karena itu, diambil pendekatan permukaan bumi fisis yang mudah diurai secara matematis
dan mendekati bentuk bumi yang sebenarnya, yaitu bentuk ellipsoid dengan ukuran-ukuran yang
tertentu. Bentuk ini pun ternyata masih agak sulit diuraikan secara matematis, sehingga diambil
pendekatan kedua yang lebih sederhana, yaitu bentuk bola dengan jari-jari 6.370, 283 km.
Namun, dengan bantuan computer, perhitungan – perhitungan yang pada awalnya dirasa sulit
sekarang sudah tidak menjadi masalah lagi sehingga perhitungan dapat langsung dilakukan dari
bidang elipsoid ke bidang proyeksi.
Posisi titik pada permukaan bumi yang berupa bidang lengkung biasanya dinyatakan dengan
lintang dan bujur (,), sedangkan posisi titik pada peta yang berupa bidang datar dinyatakan
dengan koordinat koartesian (x,y) karena sulit untuk mendatarkan bidang lengkung tanpa adanya
perubahan-perubahan atau distorsi, baik distorsi luas, jarak, bentuk, maupun arahnya. Bidang
proyeksi yang bisa didatarkan antara lain bidang datar itu sendiri, kerucut dan bidang silinder.
Sistem proyeksi yang menggunakan bidang datar sebagai bidang proyeksi dinamakan proyeksi
azimutal, yang menggunakan bidang kerucut dinamakan proyeksi konik, sedangkan yang
menggunakan bidang silinder dinamakan proyeksi merkator.
 

Gambar 7.1
Macam-macam bidang proyek dan posisinya terhadap bola bumi
(Prihandito, 1988)
 

Posisi sumbu bidang proyeksi terhadap sumbu bumi juga bisa bermacam-macam, yang sejajar
atau berimpit dinamakan proyeksi normal, yang miring dengan sudut tertentu dinamakan
proyeksi miring atau obliq, dan yang saling tegak lurus dinamakan proyeksi transversal.
Demikian pula hubungan antara bidang proyeksi dan bola bumi, ada yang besinggungan atau
tangent, ada yang memotong atau secant, dan ada pula yang tidak bersinggungan.
Posisi pusat proyeksi juga bermacam-macam, proyeksi yang berasal dari pusat bumi dinamakan
proyeksi gnomonis, proyeksi yang berasal dari kulit bumi yang berhadapan dengan bidang
proyeksi dinamakan proyeksi stereografis, dan yang pusatnya tak terhitung sehingga garis-garis
proyeksinya sejajar dinamakan proyeksi orthografis. Penggambaran permukaan bumi yang
bersifat lengkung ke bidang proyeksi yang mendatar dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus matematis tertentu.
 
 

Gambar 7.2

Proyeksi gnomonis, stereografis dan orthografis

Berdasarkan unsur-unsur yang dipertahankan kebenarannya, terhadap tiga proyeksi, yaitu (1)
Bila yang dipertahankan kebenarannya adalah bentuknya, dinamakan proyeksi konform; (2) bila
yang dipertahankan kebenarannya adalah luasnya, dinamakan proyeksi ekuifalen; dan (3) bila
yang dipertahankan kebenarannya adalah jaraknya, dinamakan proyeksi ekuidistan. Pemilihan
sistem proyeksi dipengaruhi oleh tujuan pemetaan, unsur yang dipertahankan, lokasi dan bentuk
daerah yang dipetakan, tingkat kesulitan perhitungan serta keterkaitan dengan sistem pemetaan
secara nasional. Untuk daerah yang relatif sempit (maksimum 30 km x 30 km), permukaan bumi
dapat dianggap sebagai bidang datar, sehingga pemetaan pada daerah tersebut dapat langsung
digambarkan dari hasil pengukurannya tanpa penggunakan salah satu dari sistem proyeksi peta
tersebut di atas.
     Ilmu Ukur Tanah dan Jenis-jenis Peta
Sebagaimana batas-batas pada bagian terdahulu, ilmu ukur tanah dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mengajarkan tentang teknik-teknik pengukuran di permukaan bumi dan bawah tanah
dalam areal yang terbatas untuk keperluan pemetaan dan lain-lain. Mengingat areal yang terbatas
di sini, maka unsur kelengkungan permukaan bumi dapat diabaikan sehingga sistem proyeksinya
menggunakan proyeksi orthogonal di mana sinar-sinar proyektor saling sejajar satu sama lain
dan tegak lurus bidang proyeksi. Sedangkan peta dapat didefinisikan sebagai gambaran dari
sebagian permukaan bumi pada bidang datar dengan skala dan sistem proyeksi tertentu.

Gambar 7.3

Proyeksi Orthogonal
 

Peta dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:


Atas dasar pengukurannya
1.         Peta teristris
2.         Peta fotogrametris
3.         Peta radargrametris
4.         Peta videografis
5.         Peta satelit
Atas dasar skala peta
1.          Peta skala kecil (< 1:250.000)
2.          Peta skala menengah (1:50.000 – 1:250.000)
3.          Peta skala besar (1:5000 – 1:50.000)
4.          Peta skala sangat besar / peta teknik (>1:5000)
Atas dasar isinya
1.     Peta umum (topografi)   
2.     Peta khusus (tematik)
Atas dasar penyajiannya  

1. Peta garis, adalah peta yang penyajiannya dalam bentuk garis dan symbol-simbol
tertentu.
2. Peta foto, adalah peta yang penyajiannya dalam bentuk foto yang telah direktifikasi
sehingga skalanya seragam dan dilengkapi dengan garis kontur.
3. Peta digital, adalah peta dalam bentuk data digital, baik dalam bentuk data vector, raster,
atau kombinasi keduanya. Hasil cetakan dari peta digital pada dasarnya adalah peta garis
apabila datanya dalam bentuk vector ataupun peta foto jika datang dalam bentuk foto atau
citra.
Atas dasar hirarkhinya
1.   Peta manuskrip
2.   Peta dasar (minut)
3.   Peta induk
4.   Peta turunan
 

       Pengumpulan, Pengolahan, dan Penyajian Data dalam Bentuk Peta


 

Ska la    Peta

Ukuran suatu titik di permukaan bumi tidak mungkin sama besar dengan ukuran titik tersebut dip
peta. Oleh karena itu, diperlukan perbandingan antara ukuran di peta dan di permukaan bumi.
Perbandingan tersebut disebut skala peta. Skala peta dapat dinyatakan dalam beberapa cara,
antara lain:
     Angka perbandingan

    Misal 1:1.000.000 menyatakan 1 cm atau 1 inchi di peta sama dengan 1.000.000 cm atau
1.000.000 inchi di permukaan bumi.
      Perbandingan nilai   

      Misal 1 inchi untuk 16 mil, 1 cm untuk 1 km


      Skala bar atau skala garis

     Garis ini ditempatkan atau digambarkan dalam peta dan dibagi-bagi dalam interval yang
sama, setiap interval menyatakan besaran panjang yang tertentu. Pada ujung yang lain, biasanya
satu interval dibagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil dengan tujuan agar pembaca peta
dapat mengukur panjang dalam peta secara lebih teliti. Sebagai contoh adalah Gambar 7.4.
 

 
 

Gambar 7.4

Skala bar atau skala garis

Beberapa skala peta yang umum dipakai di Indonesia dan ekuivalensinya antara lain sebagai
berikut:

Tabel 7.1

Skala Peta yang Umum Dipakai di Indonesia

Skala peta cm menyatakan 1 km dinyatakan menjadi


1:500
5m 2m
1:1000
10 m 1m
1:2000
20 m 0,5 m
1:5000
50 m 20 cm
1:10.000
100 m 10 cm
1:20.000
200 m 5 cm
1:25.000
250 m 4 cm
1:50.000
500 m 2 cm
1: 100.000
1 km 1 cm
1: 125.000
1,25 km 8 mm
1 : 250.000
2,5 km 4 mm
1: 500.000
5 km 2 mm
1:
10 km 1mm
1.000.000
 

          Proses Pemetaan Terestris

Pemetaan teristris adalah proses pemetaan yang pengukurannya langsung dilakukan di


permukaan bumi dengan peralatan tertentu. Teknik pemetaan mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan perkembangan peralatan ukur tanah secara
elektronis, maka proses pengukuran menjadi semakin cepat dengan tingkat ketelitian yang tinggi,
dan dengan dukungan computer langkah dan proses perhitungan menjadi semakin mudah dan
cepat dan penggambarannya dapat dapat dilakukan secara otomatis. Demikian pula, wahana
pemetaan tidak hanya dapat dilakukan secara teristris, namun dapat pula secara fotoframetris
radargrametris, videografis, bahkan sudah merambah pada wahana ruang angkasa dengan
teknologi satelit dengna berbagai kelebihannya. Setiap wahana mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, sehingga pemilihannya sangat tergantung dari tujuan pemetaan,
tingkat kerincian obyek yang harus disajikan, serta cakupan wilayah yang akan dipetakan.
Adapun proses pemetaan secara teristris dapat digambarkan seperti Gambar 7.5.
 

  
Gambar 7.5

Bagan Pemetaan Teristris

Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi

Peta dasar, selain Peta Topografi juga tersedia Peta Rupabumi yang disusun oleh Bakosurtanal
(BIG), sedangkan Peta Topografi dibuat oleh Dinas Topografi TNI-AD. BIG juga menghasilkan
jenis peta dasar yang lain yaitu Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan
Laut Nasional (LLN). Kedua peta tersebut disusun dalam rangka proyek Marine Resources
Evaluation Project (MREP) di tahun 1990-an.
Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan
rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pengumpulan, pengolahan,
penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi geospasial dasar, penyiapan pelaksanaan
penelitian dan pengembangan, dan pelaksanaan kerja sama teknis di bidang pemetaan rupabumi
dan toponim. Fungsi dari lembaga ini adalah:    
     Penyusunan rencana dan program di bidang pemetaan rupabumi skala kecil dan menengah,
pemetaan rupabumi skala besar, dan toponim;
    Penyiapan perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang pemetaan rupabumi skala
kecil dan menengah, pemetaan rupabumiskala besar, dan toponim;
    Penyusunan norma, pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi di bidang pemetaan rupabumi
skala kecil dan menengah, pemetaan rupabumi skala besar, dan toponim;
Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi geospasial dasar
di bidang pemetaan rupabumi skala kecil dan menengah, pemetaan rupabumi skala besar, dan
toponim;
Pemutakhiran data dan informasi geospasial dasar di bidang pemetaan rupabumi skala kecil dan
menengah, pemetaan rupabumi skala besar, dan toponim; dan
Pelaksanaan kerja sama teknis dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat
di dalam dan/atau luar negeri di bidangpemetaan rupabumi skala kecil dan menengah, pemetaan
rupabumi skala besar, dan toponim.
Di dalam pusat pemetaan ini, diselenggarakan unit kerja pemetaan sesuai skalanya yaitu bidang
pemetaan Rupabumi skala kecil dan menengah, skala besar dan bidang toponim, penetapan
nama-nama geografis. Uraian dari masing-masing bidang disajikan berikut ini:
Bidang Pemetaan Rupabumi Skala Kecil dan Menengah
Bidang Pemetaan Rupabumi Skala Kecil dan Menengah mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan penyusunan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan
teknis, penyusunan norma, pedoman, prosedur, standar, spesifikasi, pengumpulan, pengolahan,
penyimpanan, penggunaan, pemutakhiran data dan informasi geospasial dasar, serta pelaksanaan
kerja sama teknis dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam
dan/atau luar negeri di bidang pemetaan rupabumi dengan skala lebih kecil dari 1:10.000.
Bidang Pemetaan Rupabumi Skala Besar
Bidang Pemetaan Rupabumi Skala Besar mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
penyusunan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, penyusunan
norma, pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan,
penggunaan, pemutakhiran data dan informasi geospasial dasar, serta pelaksanaan kerja sama
teknis dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar
negeri di bidang pemetaan rupabumi dengan skala 1:10.000 dan lebih besar.
Bidang Toponim
Bidang Toponim mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, penyusunan norma, pedoman, prosedur,
standar dan spesifikasi, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penggunaan, pemutakhiran
data dan informasi geospasial dasar, dan pelaksanaan kerja sama teknis dengan badan atau
lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat di dalam dan/atau luar negeri di bidang toponim.
 
Peta Rupabumi

Peta Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur
alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Unsur-unsur kenampakan rupabumi dapat
dikelompokkan menjadi 7 tema, yaitu:
Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan sebagainya
Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan sebagainya
Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur
Tema 4: Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya lainnya
Tema 5: Transportasi dan utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan jembatan
Tema 6: Batas administrasi: batas negara provinsi, kota/kabupaten, kecamatan dan desa
Tema 7: Toponim: nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat, nama gunung dan
sebagainya
Berikut adalah indeks, data ketersediaan, dan tahun pembuatan peta RBI dalam skala 1:250.000,
1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000. Indeks Peta RBI Jawa, Bali dan Nusa Tenggara disajikan
pada gambar di bawah ini.
 

Gambar 7.6

Indek Peta untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara

Berikut adalah peta RBI dalam skala 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000. Indeks Peta
RBI Kalimantan, Maluku dan Papua disajikan padaGambar 7.7 di bawah ini.

Gambar 7.7

Indeks Peta Wilayah Kalimantan, Maluku dan Papua

Berikut adalah peta RBI dalam skala 1:250.000, 1:50.000, 1: 25.000, dan 1:10.000 dengan indeks
Peta RBI Sulawesi dan Sumatra disajikan pada Gambar 7.8 di bawah ini.
Gambar 7.8

Indeks Peta Sulawesi dan Sumatera

Keterangan Istilah dan Definisi:

Nomor Lembar Peta (NLP): grid-grid ukuran peta yang diberikan nomor secara sistematis dari
Peta RB yang dihasilkan Oleh Bakosurtanal, di mana seluruh wilayah Indonesia dibagi ke dalam
ukuran tertentu sesuai skala.
Indeks Peta RBI: kumpulan dari satuan NLP yang dibuat sesuai skala. Masing-masing skala
memiliki jumlah yang berbeda.
Data Primer: merupakan data utama yang akan diolah dalam pekerjaan. Contohnya: foto udara,
ORRI dan DSM dari data Ifsar, terrasar dan Alos palsar.
Peta Rupabumi: adalah peta dasar yang memberikan informasi spasial secara Khusus wilayah
darat yang terdiri atas 8 (delapan) tema yaitu garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi,
batas wilayah, transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum serta penutup lahan.
Hidrografi: adalah garis unsur perairan yang dituangkan dengan gambar dan umumnya warna
cyan atau biru.
Permukiman; adalah sekelompok rumah dan bangunan di kawasan daerah/wilayah yang dihuni
masyarakat dengan berbagai aktifitas di dalamnya.
Hipsografi: adalah kontur yang dibentuk dari unsur ketinggian terdiri dari breakline, sungai, alur,
dan spot height (titik tinggi).
Transportasi: adalah unsur akses jalan yang menghubungkan antara tempat yang satu dengan
tempat yang lainnya.
Layer: adalah suatu liputan geografis yang berisikan jenis informasi/tema tertentu. Bermacam
jenis informasi pada liputan geografis yang sama disebut multi layer, untuk konteks citra
penginderaan jauh digital dan band mengandung pengertian yang sama.
Keterangan singkatan:
RBI: Rupabumi Indonesia
NLP: Nomor Lembar Peta
ORRI: Orthorectified Radar Image
DSM: Digital Surface Model
 
Peta Topografi

Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur-unsur alam (asli) dan unsur-unsur buatan
manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut diusahakan untuk diperlihatkan pada
posisi yang sebenarnya. Peta topografi disebut juga sebagai peta umum (bersifat umum). Peta
topografi menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi dan perlu memperhitungkan
skala yang sangat terbatas. Peta topografi dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan.
Selain itu, peta topografi dapat digunakan juga sebagai dasar (base map) dalam pembuatan peta
tematik, seperti: peta kehutanan, peta turis, peta tata guna tanah dan sebagainya. Skala sangat
erat hubungannya dengan maksud/tujuan peta. Sesungguhnya tidak ada suatu skala yang "ideal"
untuk peta topografi, yang dapat memuaskan semua pihak. Karena satu skala saja tidak akan
dapat memenuhi semua keinginan dari si pemakai peta. Jadi, mungkin saja suatu daerah akan
disajikan dalam beberapa skala. Tiap negara mempunyai variasi dalam skala, sebab
kepentingannya bermacam-macam. Misalnya, untuk peta perencanaan, biasa dipakai skala besar
sedangkan untuk daerah yang tidak banyak kegunaannya akan digambarkan dalam skala kecil.
Skala peta topografi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.1: 1.000 sampai 1: 5.000 adalah skala sangat besar, terutama untuk tujuan perencanaan.
2.1: 5.000 sampai 1: 25.000 adalah skala besar
3.1: 25.000 sampai 1: 100.000 adalah skala sedang
4.1: 100.000 sampai 1: 1.000.000 adalah skala kecil
Pengelompokan ini tentu dapat juga bervariasi, yang penting adalah suatu standarisasi yang jelas,
karena keuntungannya dapat membandingkan unsur- unsur yang disajikan dalam peta, terutama
bagi negara-negara yang berbatasan.
Unsur-unsur Buatan Manusia (Man Made Features)
Unsur-unsur buatan manusia yang umumnya disajikan dalam peta topografi dapat dibagi dalam
beberapa kelompok:
a.Unsur-unsur perhubungan: jalan, jalan kereta api, pengangkutan udara, unsur-unsur hidrografi
yang digunakan sebagai transport/komunikasi, jembatan, terowongan, penyeberangan dan lain-
lain.
b.Gedung-gedung
c.Konstruksi-konstruksi lain: bendungan, jalur pipa, jaringan listrik, dll.
d.Unsur-unsur luas/daerah yang khusus: (a) daerah yang ditanami dengan tumbuh-tumbuhan, (b)
lapangan olah raga, (c) taman-taman, (d) makam, € batas-batas: batas administratif yang
ditetapkan oleh pemerintah.
 
Unsur-unsur Alam (Natural Features)

Disamping bentuk penyajian dari relief, umumnya keadaan alam yang disajikan pada peta
adalah:
1.Unsur-unsur hidrografi, termasuk sungai, danau dan bentuk garis pantai.
2.Tanaman, yang umumnya dikelompokkan menurut jenis atau faktor-faktor lain seperti
kegunaan tanaman tersebut, bahan export yang penting dan sebagainya.
3.Unsur-unsur lain yang terdapat pada permukaan: seperti permukaan es, salju, pasir dan
sebagainya
 

Warna yang Digunakan pada Peta Topografi


Ada lima warna pokok yang umumnya digunakan pada peta topografi:
1.Hitam: digunakan untuk detail planimetris, detail penghunian, lettering, tumbuhan karang dan
tapal batas.
2.Biru: digunakan untuk unsur hidrografi (air) termasuk nama unsur tersebut seperti sungai,
danau, laut dan sebagainya.
3.Hijau: umumnya digunakan untuk memberi tanda pada bentuk tumbuhan (vegetasi).
4.Coklat: digunakan untuk kontur atau kadang-kadang jalan raya.
5.Merah: untuk memperlihatkan jalan raya, terutama untuk jalan yang penting, kadang-kadang
digunakan untuk bentuk gedung-gedung
Kelima warna tersebut adalah wama-wama yang sering digunakan, di samping warna tambahan
yang umumnya pernah juga dipakai, seperti:
6.Kuning: untuk memperlihatkan jalan yang kurang penting dan sering dipakai untuk menyajikan
daerah pasir.
7.Abu-abu: digunakan untuk memperlihatkan daerah perkotaan yang sudah dibangun (built up
area). Pada peta tematik biasanya dipakai untuk wama peta dasarnya.
8. Oranye : untuk jalan-jalan yang tidak begitu penting.
9. Ungu : warna ini agak jarang digunakan, tetapi sering dipakai untuk
daerah overlap pada system grid atau gratikul
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan warna dalam peta topografi : (1) dengan
memakai banyak warna berarti biaya bertambah, kesulitan dalam reproduksi, terutama waktu dan
biaya, (2) masalah yang sering dijumpai dalam pencetakan warna-warna ini adalh masalah
register, sering kali dijumpai register yang tidak tepat terutama untuk warna yang dibatasi garis,
seperti: garis ganda (double line) yang berwama hitam, untuk menunjukkan suatu jalan raya yang
penting yang diberi "isi" (infill) dengan warna merah. Jadi, register harus diperhatikan agar tidak
ada overlap atau gap dari wama-warna.
Diagram Reproduksi Peta Topografi 1: 50.000
 

Gambar 7.9

Diagram reproduksi peta topografi skala 1: 50.000

        Batas - Garis Lembar Peta pada Peta Topografi (Topographic Sheet Limits)

Batas garis lembar peta dari setiap rangkaian peta topografi merupakan suatu hal yang harus
ditentukan pada permulaan pembuatan peta tersebut. Garis lembar peta yang dimaksud
adalah "map face" merupakan garis yang membatasi "muka" atau luasan dari suatu daerah pada
suatu lembar peta. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan garis lembar peta tersebut
adalah:
Ukuran lembar kertas (sheet size)

Ukuran lembar kertas yang cukup besar akan mempengaruhi jumlah lembar kertas yang
dibutuhkan untuk suatu rangkaian peta disebabkan daerah yang dipetakan luas. Dari segi
ekonomi, hal ini memberi keuntungan baik dari pihak pemakai peta maupun pembuat peta.
Ukuran lembar kertas biasanya sudah ada standartnya yang umum disesuaikan dengan ukuran
pada mesin cetak.
 

          Batasan garis lembar peta (sheet limit)

Dalam satu rangkaian peta (map series) semua lembar peta dicetak dalam satu ukuran. Untuk
membatasinya, dipakai dua sistem: a. Grid, dan b. Gratikul (graticule). Kedua sistem ini
mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Sistem gratikul memungkinkan si pemakai peta dapat
dengan segera menetapkan lokasi geografi tempat tertentu, sedangkan sistem grid untuk
penentuan lokasi geografinya harus dilakukan dengan tabel konversi. Tetapi akhir-akhir ini
dipakai suatu system UTM grid, sehingga penentuan lokasi geografinya dapat dengan mudah
ditentukan.
 

                                                  Keadaan  khusus

Kadang-kadang diperlukan suatu keadaan khusus misalnya diberi "inset" (peta daerah yang kecil
di luar sistem grid/gratikul yang ada hubungannya dengan daerah utama).
 

          Organisasi dan Pengelolaan (Managemen) Pemetaan Peta Topografi

Pada umumnya di setiap negara, pemetaan topografi ini ditangani oleh badan- badan pemerintah
dan sering juga dibawah kontrol dari organisasi militer. Di Indonesia pemetaan ini dulu
dikerjakan oleh Jawatan Topografi A.D. dengan koordinasi dari BAKOSURTANAL (Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Alasan utama adalah persoalan security negara,
walaupun pada hakekatnya peta tersebut diproduksi untuk dapat dijual kepada umum juga.
Produksi peta topografi yang bersifat nasional membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang
cukup lama. Pemetaan ini tidak pernah akan selesai karena perbaikan/revisi peta, periodik
ataupun "cyclic", selalu diperlukan. Organisasi pemetaan topografi dapat dibagi atas seksi-seksi:
    Pekerjaan/pengukuran lapangan yang memberi data dan hasil pengukuran jaringan dasar
triangulasi, titik-titik kontrol untuk aerial fotogrametri, ukuran-ukuran detail, kompilasi dan
checking.
     Fotogrametri, yang memberikan data kuantitatif untuk triangulasi udara, ploting dan mosaik.
     Kartografi, untuk penggambaran dan penyajian dari peta yang akan dihasilkan.
Keuangan, yang akan membiayai proyek pemetaan tersebut meskipun tujuan utamanya bukan
untuk mengambil keuntungan.
Pengelolaan (managemen), yang akan mengelola dan bertanggung jawab atas rencana pemetaan
ini serta mengkoordinasi seluruh pekerjaan, menjaga dan memelihara kerjasama yang baik antar
seksi-seksi.
Pembagian seksi-seksi tersebut dapat bervariasi, yang penting dalam pemetaan topografi
diperlukan suatu perencanaan, kerjasama, koordinasi dari semua unsur yang menangani
pemetaan tersebut. Produksi dari rangkaian peta topografi (peta seri) harus mengikuti suatu pola
yang sama, terutama dalam penentuan proyeksi yang dipakai, spheroid yang dipakai, spesifikasi
yang sudah ditetapkan, penyajian simbol-simbol, penggunaan warna dan sebagainya.
Perencanaan pemetaan topografi akan menghadapi persoalan-persoalan sebagai berikut:
Cara mendapatkan data dapat dengan: (1) Pengukuran lapangan, (2) Metoda fotogrametri, (3)
Diturunkan dari peta yang ada, dan (4) Kombinasi dari hal-hal tersebut di atas.
Penyajian peta, meliputi (1) Desain simbol, (2) Menyiapkan gambar
aslinya, "scribing" (penggoresan), masking, penempatan nama dan kombinasi dari hal-hal
tersebut, (3) Reproduksi: dipilih cara yang efisien dalam usaha menunjang pemasaran peta-peta
tersebut, (4) Pemasaran dan distribusi: hal ini ditujukan sipemakai peta, dan (5) Perbaikan
(revisi) : yang biasanya dimulai dari permulaan lagi.
 
        Peta Manuskrip, Peta Dasar, Peta Induk dan Peta Turunan

Peta Manuskrip: adalah suatu produk pertama dari suatu peta yang akan direproduksi dalam
keseluruhan proses pemetaan. Misal: a. Hasil penggambaran dengan tangan, hasil survei
lapangan (dalam skala besar), b. Hasil ploting fotogrametris, c. Hasil penggambaran peta-peta
tematik, dan lain-lain. Peta Dasar (base map): adalah peta yang dijadikan dasar untuk pembuatan
peta-peta lainnya seperti peta-peta tematik, peta-peta topografi atau peta-peta turunan. Peta dasar
untuk peta tematik disebut peta kerangka, biasanya dipakai peta topografi sebagai peta dasar.
Peta dasar untuk peta topografi dan peta turunan disebut peta induk (basic map). Peta induk
untuk peta topografi adalah peta topografi yang disusun dari survei langsung. Biasanya berskala
1: 10.000 sampai 1:50.000. Peta Turunan (derived map): adalah peta yang diturunkan dari peta
induk dan skalanya lebih kecil dari peta induknya. Peta turunan umumnya sudah mengalami
proses generalisasi (penyederhanaan).
        Seri/Rangkaian, Edisi dan Sistem Penomoran Lembar Peta

Hal yang penting bagi peta adalah mempunyai suatu referensi yang dapat memberi petunjuk,
baik dalam penggunaannya maupun untuk identifikasi biasa. Petunjuk yang dimaksud adalah    
     Seri /Rangkaian. Seri dari peta-peta topografi dibuat berhubungan dengan skala, misalnya
Seri 1: 50.000 (topografi). Seri yang baru akan dibuat bila ada perubahan secara menyeluruh
dalam "gaya" (style) atau isi peta. Contoh: 1: 10.000 seri pertama 1: 10.000 seri kedua, dan
seterusnya. Masing-masing seri di atas mempunyai isi yang berbeda.
       Edisi. Edisi selalu berhubungan dengan tanggal atau tahun waktu lembar peta dicetak. Kalau
ada suatu revisi yang bukan menyeluruh dari peta tersebut, maka pada umumnya dinyatakan
dalam edisi yang baru. Contoh: 1: 10.000 seri pertama, edisi pertama (1955), 1: 10.000 seri
pertama, edisi kedua (1962). Perubahan-perubahan kecil dalam isi atau bentuk penyajian
kadangkadang memberikan petunjuk mengenai edisi. Contoh: 1: 10.000 seri pertama, edisi
pertama (tidak berwarna); 1: 10.000 seri pertama, edisi kedua (berwarna).       
        Sistem Penomoran Lembar Peta

Penomoran lembar peta akan inemberikan petunjuk tentang kedudukan lembar peta dalam setiap
seri. Pada umumnya selalu diusahakan supaya sistem penomoran ini mempunyai suatu bentuk
yang seragam. Sistem tersebut dihubungkan dengan system grid, gratikul ataupun sembarang
saja. Sistem penomoran ini hams jelas, hal ini akan banyak menolong terutama dalam mencari
letak suatu tempat dalam lembar peta secara keseluruhan, juga dalam hubungannya dengan skala.
Contoh: Sistem grid di Indonesia (lihat Gambar 7.10)
Skala 1: 50.000 seri pertama, edisi kedua (1962), XXXIX / 38 C. Angka XXXIX memberi
petunjuk tentang nomor system grid dalam proyeksi tertentu (dalam bagian derajat 20° x 20° ),
angka 38 memberi petunjuk tentang nomor lembar petunjuk tentang nomor lembar peta tersebut
sedangkan huruf C memberi petunjuk bahwa daerah yang ada pada lembar tersebut adalah C.
Setiap negara mempunyai system sendiri-sendiri mengenai Seri, Edisi dan Nomor Lembar Peta.
Kartografi adalah seni, ilmu dan teknik pembuatan peta. Sedang
peta merupakan gambaran dari permukaanbumi dalam skala tertentu dan digambarkan pada bidang
datar menggunakan simbol-simbol tertentu melalui sistem proyeksi peta.

Pengukuran tanah bertujuan untuk mendapatkan data data hasil pengukuran yang bisa dipakai untuk
membuat peta. Hubungan antara satu dengan yang lain yaitu setelah dilakukan pengukuran
(pengukuran tanah) dan hasil pengukuran tersebut dibuat dalam bentuk peta (dengan Kartografi)

Anda mungkin juga menyukai