Anda di halaman 1dari 2

Pengertian pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja adalah proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang
telah di tentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa

Karakteristik pengukuran kinerja

1. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan: Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja
karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan valid.

2. Ekspektasi Kinerja: Sebelum periode para manajer harus menjelaskan secara gamblang
tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.

3. Standardisasi: Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah
organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.

4. Penilaian yang Cakap: Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya
dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati
paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian,
para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.

5. Komunikasi Terbuka: Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui
tentang seberapa baik kinerja mereka.

6. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian: Setiap pekerja harus memperoleh akses
terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan. Menyediakan akses
terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap
kesalahannya.

7. Proses Pengajuan Keberatan due process: Dalam hubungannya dengan pengajuan


keberatan secara formal atas hasil penilainnya, penetapan due process merupakan langkah
penting.

Tujuan pengukuran kinerja

1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Penilaian kinerja berfungsi


sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan dan menunjukkan
apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari tujuan yang
ditetapkan.
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Penilaian kinerja merupakan sarana
untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan
memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, ketrampilan atau pengetahuan
kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik.
3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Penerapan penilaian kinerja dalam
jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di dalam organisasi
dengan menciptakan keadaan dimana setiap orang dalam organisasi dituntut untuk
berprestasi.
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan,
pemberian penghargaan dan hukuman. Organisasi yang berkinerja tinggi berusaha
menciptakan sistem penghargaan seperti kenaikan gaji/tunjangan, promosi atau
hukuman seperti penundaan promosi atau teguran, yang memiliki hubungan yang
jelas dengan pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi terhadap kinerja organisasi.
5. Memotivasi pegawai. Dengan adanya penilaian kinerja yang dihubungkan dengan
manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi atau baik akan
memperoleh penghargaan.
6. Menciptakan akuntabilitas publik. Penilaian kinerja menunjukkan seberapa besar
kinerja manajerial dicapai yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja
tersebut harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja sebagai bahan
untuk mengevaluasi kinerja organisasi dan berguna bagi pihak internal maupun
eksternal organisas

Pengukuran Kinerja Tradisional

Perusahaan-perusahaan selama ini banyak yang menggunakan pengukuran kinerja


yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu yang sering disebut dengan
pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal yang diukur hanyalah yang
berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan
komitmen personel, peningkatan produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis
yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit
pengukurannya. Oleh karena itu dalam manajemen tradisioanal telah terjadi
kesalahan berpikir fallancy sebagaimana dikemukakan oleh McNamara bahwa hal-
hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif secara sembarang. Jalan
pikiran seperti ini oleh McNamara disebut sebagai sesuatu yang bersifat semu
artificial dan menyesatkan Mulyadi dan Setyawan, 2001:330. Kaplan dan Norton
1996:7 menyatakan beberapa kelemahan pengukuran kinerja tradisional yaitu:

1. Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak intangible assets


dan harta-harta intelektual sumber daya manusia perusahaan, karena itu kinerja 11
keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan dan tidak
mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.

2. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang


mengarah pada manajemen strategis.

3. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan


bagian struktur asset perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai