Dua bentuk kebijakan Presiden Jokowi yang bertentangan dengan nilai Pancasila
1. Beri Grasi ke Koruptor
Pelaksanaan kebijakan ini sangat tidak sesuai dengan nilai Pancasila sila ke-5. Karena hal ini, komitmen Jokowi dalam memerangi kejahatan korupsi di Indonesia masih dipertanyakan. Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tanggal 25 Oktober 2019 tentang pengurangan masa hukuman kepada salah satu koruptor suap alih fungsi hutan di Riau, yakni mantan Gubernur Riau, Annas Maamun dari masa hukuman yang semula 7 tahun menjadi 6 tahun lamanya. Tanggapan Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan tentunya kecewa dengan keputusan tersebut. Terlebih lagi, di Mahkamah Agung, Annas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi kasus alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Keputusan ini sangatlah tidak bijaksana karena dengan hal ini tidak akan membuat para koruptor jera, tetapi sebaliknya hanya akan menambah lahirnya para koruptor baru. 2. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Sistem perekonomian Indonesia saat ini masih belum bisa berjalan dengan mulus. Dalam pelaksanannya, ada saja yang bertentangan dengan nilai Pancasila bahkan bisa menyebabkan kemerosotan dalam bidang ekonomi. Pada 1 Januari 2020 silam, Presiden Jokowi menyetujui untuk menaikkan iuran BPJS kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan adanya kebijakan ini, tentunya akan menghambat laju perekonomian karena warga yang miskin akan semakin miskin dan yang kaya akan semakin kaya. Contoh nyatanya adalah kenaikan iuran bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU) yang meningkat menjadi Rp42.000 per orang per bulan dari sebelumnya Rp25.500 untuk ruang perawatan kelas III. Alasan iuran BPJS naik untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan. Akan tetapi sebaliknya, kebijakan ini sangatlah memojokkan rakyat kecil sehingga akan memperparah ketimpangan ekonomi di negara ini