Anda di halaman 1dari 7

BAB II LANDASAN TEORI 1.

Bendung Pengertian Bendung Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi
meninggikan muka air sungai agar bisa di sadap. Bendung merupakan salah satu dari bagian
bangunan utama. Bangunan utama adalah bangunan air (hydraulic structure) yang terdiri dari
bagian-bagian: Bendung (weir structure), bangunan pengelak (diversion structure), bangunan
pengambilan (intake structure), bangunan pembilas (flushing structure), dan bangunan
kantong lumpur (sediment trapstructure). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tentang
pedoman perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk bangunan di sungai adalah bangunan ini
dapat didesain dan dibangunan sebagai bangunan tetap, bendung gerak, atau kombinasinya,
dan harus dapat berfungsi untuk mengendalikan aliran dan angkutan muatan di sungai
sedemikian sehingga dengan menaikkan muka airnya, air dapat dimanfaatkan secara efisien
sesuai dengan kebutuhannya. Definisi bendung menurut analisa upah dan bahan BOW
(Burgerlijke Openbare Werken), bendung adalah bangunan air (beserta kelengkapannya)
yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga dapat dialirkan
secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Fungsi utama dari bendung adalah untuk
meninggikan elevasi muka air dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan
dialirkan ke saluran lewat bangunan pengambilan (intake structure), dan untuk
mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat
dimanfaatkan secara aman, efisien, dan optimal, (Mawardi & Memet, 2010). 4

2 Klasifikasi Bendung

Adapun klasifikasi bendung sebagai berikut: 1. Bendung berdasarkan fungsinya: a. Bendung


penyadap, digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai keperluan seperti untuk
irigasi, air baku dan sebagainya. b. Bendung pembagi banjir, dibangun di percabangan sungai
untuk mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit
rendah sesuai dengan kapasitasnya. c. Bendung penahan pasang, dibangun dibagian sungai
yang dipengaruhi pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin. 2.
Bendung berdasarkan tipe strukturnya: a. Bendung tetap, bendung tetap adalah jenis bendung
yang tinggi pembendunganya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak
dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Pada bendung tetap elevasi muka air dihulu bendung
berubah sesuai dengan debit sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik
ataupun turun). Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada daerah hulu
sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih curam dari pada di daerah hilir. b.
Bendung gerak, bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendunganya dapat
diubah susuai yang dikehendaki. Pada bendung gerak elevasi muka air di hulu bendung dapat
dikendalikan naik atau turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu
air. Bendung gerak biasanya dibangun pada hilir sungai atau muara. 3. Berdasarkan dari segi
sifatnya: a. Bendung permanen, seperti bendung pasangan batu, beton, dan kombinasi beton
dan pasangan batu. b. Bendung semi permanen, seperti bendung broncong. c. Bendung
darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung tumpukan batu dan
sebagainya. (Mawardi dan Memet 2010)

3 Komponen Utama Bendung

Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi terdiri atas berbagai
komponen, yaitu: 1. Tubuh bendung, antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung
dengan bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah aliran sungai
saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama menuju bendung dan yang keluar
dari bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik
bangunan pembilas dan intake. 2. Bangunan intake, antara lain terdiri dari lantai/ambang
dasar, pintu, dinding banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan,
rumah pintu dan perlengkapan lainnya. Bangunan ini terletak tegak lurus (90 ) atau menyudut
(45-60 ) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di tikungan luar aliran sungai,
sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke intake. 3. Bangunan pembilas,
dengan indersluice atau tanpa indersluice, pilar penempatan pintu, saringan sampah, pintu
bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya. Terletak
berdampingan dan satu kesatuan dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar
tembok pangkal bendung, dan bersama-sama dengan intake, dan tembok pangkal udik yang
diletakkan sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan luar aliran (coidal flow). Aliran
ini akan melemparkan angkutan sedimen ke arah luar intake/bangunan pembilas menuju
tubuh bendung, sehingga akan mengurangi jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.
4. Bangunan pelengkap lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu tembok pangkal,
sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah arus tanggul banjir dan tanggul
penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga,
penduga muka air, dan sebagainya. (Mawardi dan Memet 2010).

4 Syarat-Syarat Konstruksi Bendung \Syarat bendung harus memenuhi beberapa faktor yaitu:
1. Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu banjir. 2. Pembuatan
bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung tanah di bawahnya. 3. Bendung
harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh aliran air sungai dan aliran air
yang meresap ke dalam tanah. 4. Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka
air minimum yang diperlukan untuk seluruh daerah irigasi. 5. Bentuk peluap harus
diperhitungkan, sehingga air dapat membawa pasir, kerikil dan batu-batu dari sebelah hulu
dan tidak menimbulkan kerusakan pada tubuh bendung Pemilihan Lokasi Pembangunan
Bendung Pemilihan lokasi bendung harus didasarkan atas beberapa faktor, yaitu: 1. Keadaan
topografi a. Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus dilihat
elevasi sawah tertinggi yang akan diari. b. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah
diketahui maka elevasi mercu bendung dapat ditetapkan. c. Dari kedua hal di atas, lokasi
bendung dilihat dari segi topografi dapat diseleksi. 2. Keadaan hidrologi Dalam pembuatan
bendung, yang patut diperhitungkan juga adalah faktor: a. Faktor faktor hidrologinya, karena
menentukan lebar dan panjang bendung serta tinggi bendung tergantung pada debit rencana.
b. Faktor yang diperhitungkan, yaitu masalah banjir rencana, perhitungan debit rencana,
curah hujan efektif, distribusi curah hujan, unit hidrograf, dan banjir di site atau bendung.

5 8 1. Kondisi topografi Dilihat dari lokasi, bendung harus memperhatikan beberapa aspek,
yaitu: a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi. b. Trase saluran induk terletak di tempat
yang baik. 2. Kondisi hidrologi dan morfologi a. Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan
arahnya pada waktu debit banjir. b. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir. c.
Tinggi muka air pada debit banjir rencana. d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen. 3.
Kondisi tanah pondasi Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup
baik sehingga bangunan akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan pula yaitu
potensi kegempaan dan potensi gerusan karena arus dan sebagainya. 4. Biaya pelaksanaan
Biaya pelaksanaan pembangunan bendung juga menjadi salah satu faktor penentun pemilihan
lokasi pembangunan bendung. Dari beberapa alternatif lokasi ditinjau pula dari segi biaya
yang paling murah dan pelaksanaan yang tidak terlalu sulit. 1.2 Stabilitas Bendung

Pengertian Stabilitas Stabilitas bendung merupakan perhitungan kontruksi untuk menentukan


ukuran bendung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya
dalam segala keadaan, dalam hal ini termasuk terjadinya angin kencang dan gempa bumi
hebat dan banjir besar. Syarat-syarat stabilitas kontruksi seperti lereng di sebelah hulu dan
hilir bendung tidak mudah longsor, harus aman terhadap geseran, harus aman terhadap
rembesan, dan harus aman terhadap penurunan bendung.

6 9 Perhitungan konstruksi yang dilakukan untuk menentukan dimensi/ ukuran bendung
(weir) supaya mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada bendung
dalam keadaan apapun, termasuk banjir besar dan gempa bumi. Penyelidikan geologi teknik,
ditujukan untuk mengetahui apakah pondasi bendung cukup kuat, apakah rembesan airnya
tidak membahayakan konstruksi, dan apakah bendung akan dapat dioperasikan bagi
penggunaan airnya dalam jangka waktu yang lama minimal 30 tahun (Mawardi & Memet,
2010) Syarat-Syarat Stabilitas Bendung Syarat-syarat stabilitas bendung antara lain: 1. Pada
konstruksi batu kali dengan selimut beton, tidak boleh terjadi tegangan tarik. 2. Momen tahan
lebih besar dari pada momen guling. 3. Konstruksi tidak boleh menggeser. 4. Tegangan tanah
yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang diijinkan. 5. Setiap titik pada seluruh
konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya ke atas (balance antara tekanan ke atas dan
tekanan ke bawah). Stabilitas bendung akan terancam dari bahaya-bahaya sebagai berikut: 1.
Bahaya geser/gelincir (sliding) a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas
pondasi. b. Sepanjang pondasi. c. Sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam
pondasi. Bendung dinyatakan stabil terhadap bahaya geser apabila hasil perbandingan antara
jumlah gaya vertikal dikalikan sudut geser tanah dengan jumlah gayagaya horisontal harus
lebih besar dari nilai keamanan yang ditentukan. 2. Bahaya guling (overturning) a. Di dalam
bendung. b. Pada dasar (base). c. Pada bidang di bawah dasar.

7 10 Bangunan akan aman terhadap guling, apabila semua gaya yang bekerja pada bagian
bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong bidang guling
dan tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun, tiap bagian bangunan diandaikan
berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur. 1.3 Gaya-
Gaya yang Bekerja pada Bendung Menghitung stabilitas bendung harus di tinjau pada saat
kondisi normal dan ekstrem seperti kondisi saat banjir. Bangunan akan stabil bila dilakukan,
kontrol terhadap gaya-gaya yang bekerja tidak menyebabkan bangunan bergeser, terangkat
atau terguling, ada beberapa gaya yang harus dihitung untuk mengetahui stabilitas bendung.
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan yang penting pada perencanaan adalah: 1. Tekanan
air gaya hidrostatis 2. Gaya tekanan uplift 3. Tekananan lumpur 4. Gaya gempa 5. Berat
sendiri bangunan Selanjutnya gaya-gaya yang bekerja pada bangunan itu dianalisis dan di
kontrol stabilitasnya terhadap faktor-faktor keamanannya Tekanan Air Hidrostatis Gaya
tekanan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik. Tekanan
hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja
tegak lurus terhadap muka bangunan, oleh karena itu agar perhitungannya lebih mudah gaya
horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan
untuk stabilitas bangunan pengelak dengan tinggi energi rendah. Bangunan pengelak
mendapat tekanan air bukan hanya pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan
dalam tubuh

8 11 bendung itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam,
menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan di atasnya. Wu = γ w [h 2 + ½ ε (h 2 + h
2 )].A (2.1) c : proposi dimana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1 untuk semua tipe pondasi), γ
w : berat jenis air (KN/m 3 ), h 2 ε h 1 : kedalaman air hilir (m), : proposi tekanan, :
kedalaman air hulu (m), A : luas dasar (m 2 ), W u : gaya tekan ke atas resultante (KN). Gaya
angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi buatan ditunjukkan oleh Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Gaya Angkat untuk Bangunan yang Dibangun pada Pondasi Buatan

9 12 Gaya hidrostatis adalah gaya-gaya yang bekerja terhadap tubuh bendung akibat tinggi
muka air di udik dan di hilir bendung pada saat muka air banjir dan pada saat muka air
normal. Gaya hidrostatis pada saat kondisi air normal, dan pada saat kondisi air banjir
ditunjukkan oleh Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. Gambar 2.2 Gaya Hidrostatis Kondisi Air
Normal Gambar 2.3 Gaya Hidrostatis Kondisi Air Banjir Dalam teori angka rembesan Lane,
diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali
lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal, ini dapat dipakai untuk menghitung gaya
tekan ke atas dibawah bendung dengan cara membuat beda tinggi energi pada bendung sesuai
panjang relatif di sepanjang pondasi. Gaya angkat pada bendung dapat dilihat pada Gambar
2.4.

10 13 Gambar 2.4 Gaya Angkat pada Pondasi Bendung Dalam bentuk rumus, ini berarti
bahwa gaya angkat pada titik x disepanjang dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Lx Px = Hx -. H... (2.2) L Px : gaya angkat pada x (kg/m 2 ), L : panjang total bidang kontak
bendung dan tanah bawah (m),

11 14 Lx : H : Hx : jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai ke x (m), beda tinggi
energi (m), tinggi energi di hulu bendung (m). L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung
menurut cara Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut
45 atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal Tekanan Lumpur Gaya akibat
tekanan lumpur adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh bendung akibat endapan
lumpur di udik bendung setelah mencapai mercu. Gaya tekan lumpur dapat dilihat pada
Gambar 2.5. Gambar 2.5 Tekanan Lumpur Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu
bendung atau terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut: s h 2 1-sin P S = ( )...(2.3) 2
1+sin

12 15 P S : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horisontal, S : berat lumpur (t/m 3 ), h : dalamnya lumpur (m), : sudut gesekan ( 0 ). Beberapa
andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut: G - 1 S = S... (2.4) G S : berat volume kering
tanah (t/m 2 ), G : berat volume butir (t/m 2 ). Sudut gesekan dalam, biasa diandaikan 30
untuk kebanyakan hal menghasilkan: Ps =1,67h 2. Rumus lain untuk mencari gaya tekan
lumpur: Ps = Luas x γ lumpur x Ka x 1meter lebar bendung.(2.5) Ps : besar gaya lumpur
(ton), γ lumpur : berat lumpur (t/m 2 ), : sudut gesekan dalam ( 0 ).

13 Gaya Gempa Gaya-gaya akibat gempa adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh
bendung akibat terjadinya gempa, sedangkan prinsip perhitungan gaya-gayanya adalah berat
sendiri dari setiap segmen yang diperhitungkan dikalikan dengan koefisien gempa yang nilai
koefisiennya sesuai dengan posisi bendung terletak pada zona gempa berapa. Harga-harga
gaya gempa diberikan dalam bagian parameter bangunan (KP-06). Harga-harga tersebut
didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan resiko. Faktor
minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1g percepatan gavitasi sebagai percepatan.
Faktor ini hendaknya sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman yakni
arah hilir, untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia, maka
gaya gempa harus diperhitungkan terhadap kontruksi. Rumus gaya gempa: K = f x G...(2.6)
K : gaya gempa komponen horisontal (kn), f : koefisien gempa (E), G : berat kontruksi (kn).
Rumus untuk mencari koefisien gempa (f): f = A d...(2.7) g Ad = n (Ac x z) m...(2.8) Ad :
percepatan gempa (cm/dtk 2 ),
14 17 n/m : koefisien untuk jenis tanah, Ac : percepatan kejut dasar (cm/ dtk 2 ), f : koefisien
Gempa, g : koefisien grafitasi (9,81 m/dtk 2 = 981 cm/dtk 2 ), z : koefisien zona. Gaya gempa
ini berarah horisontal, kearah yang berbahaya (yang merugikan), dengan garis kerja yang
melewati titik berat kontruksi. Sudah tentu juga ada komponen vertikal, tetapi ini relatif tidak
berbahaya dibandingkan dengan komponen yang horisontal. Harga f tergantung dari lokasi
tempat kontruksi sesuai dengan peta zona gempa. Koefisien jenis tanah dan periode ulang
dasar gempa dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. ( Maret 2013). Tabel 2.1 Koefisien
Jenis Tanah Jenis n m Batu 2,76 0,71 Diluvium 0, Aluvium 1,56 0,89 Aluvium Lunak 0,

15 18 Tabel 2.2 Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa Periode ulang (Tahun) a c (gal =
cm / det 2 )

16 19 Peta zona gempa bagian Indonesia timur dapat dilihat pada Gambar 2.6: Gambar 2.6
Zona Gempa Bagian Indonesia Timur Berat Bangunan Berat bangunan tergantung kepada
bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu. Untuk tujuan perencanaan pendahuluan,
boleh dipakai harga-harga berat volume adalah pasangan batu = 2,2 t/m 3, beton tumbuk= 2,3
t/m 3 dan beton bertulang = 2,4 t/m 3.

17 20 Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat
volume 2,65 t/m 3, berat volumenya lebih dari 24 t/m 3. Peninjauan stabilitas bendung, maka
potongan-potongan yang ditinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena
potongan ini adalah yang terlemah. Potongan terlemah bendung dapat dilihat pada Gambar
2.7. Gambar 2.7 Potongan Terlemah Bendung Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi,
berarah vertikal ke bawah yang garis kerjanya melewati titik berat konstruksi. Gaya berat
tubuh bendung dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Gaya Berat Tubuh Bendung

18 21 Peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungkan adalah luas
bidang kali berat jenis kontruksi (untuk pasangan batu kali biasanya diambil 1,80). Untuk
memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk segitiga-segitiga, segi empat
atau trapesium. ( untad,com.18 Maret 2013). 1.4 Kontrol Stabilitas Penyebab runtuhnya suatu
bangunan gravitasi yaitu: 1. Geser (sliding) a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir
horisontal di atas pondasi b. Sepanjang pondasi, atau c. Sepanjang kampuh horisontal atau
hampir horisontal dalam pondasi 2. Guling (overturning) a. Di dalam bendung b. Pada dasar
(base), atau c. Pada bidang di bawah dasar Keamanan Terhadap Geser Tangen, sudut antara
garis vertikal dan resultan semua gaya, termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di
atas semua bidang horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang diijinkan pada bidang
tersebut. SF= f R V.(2.9) R H SF R V : nilai keamanan=1.5, : jumlah gaya vertikal (ton),

19 22 R H f : jumlah gaya horisontal (ton), : koefisien geser antara konstruksi dengan tanah
dasar untuk perencanaan ini diambil f = H f = tan <...(2.10) (V - U) S H : keseluruhan gaya
horisontal yang bekerja pada bangunan (kn), (V - U) : keseluruhan gaya vertikal (V),
dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja pada bangunan (kn), : sudut resultante semua gaya,
terhadap garis vertikal, ( 0 ) f : koefisien gesekan S : faktor keamanan. Bangunan-bangunan
kecil dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar dan terjadinya bencana besar
belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima adalah 2,0
untuk kondisi pembebanan normal dan 1,5 untuk kondisi pembebanan ekstrim (Asiyanto,
2011). Kondisi pembebanan ekstrim adalah tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau
banjir rencana maksimum. Harga-harga untuk koefisien gesekan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
20 23 Tabel 2.3 Harga-Harga Perkiraan untuk Koefisien Gesekan Bahan Pasangan batu pada
pasangan batu Batu keras berkualitas baik Kerikil Pasir Lempung f 0,60-0,75 0,75 0,50 0,40
0, Keamanan Terhadap Guling Bangunan aman terhadap guling, maka resultan semua gaya
yang bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus
memotong bidang ini pada teras, tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun.
Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-harga
maksimal yang dianjurkan, untuk pondasi, harga-harga daya dukung yang disebutkan dalam
bagian parameter bangunan bisa digunakan (Soedibyo, 2003). Rumus: SF = M V.(2.11) M H
SF M V M H : nilai keamanan=1,5, : jumlah momen vertikal (t.m), : jumlah momen
horizontal (t.m).

21 24 Harga-harga untuk beton sekitar 4,0 t/m 2, pasangan batu sebaiknya mempunyai
kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 t/m 2. Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri
dan tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending momen). Tebal
lantai kolam olak dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Tebal Lantai Kolam Olak Tebal
lantai kolam olak dihitung sebagai berikut: p x - w x d x S...(2.12) d x : tebal lantai pada titik
x, (m), p x : gaya angkat pada titik x, (kg/m2), w x : kedalaman air pada titik x, (m), : berat
jenis bahan, (kg/m3), S : faktor keamanan (=1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi
ekstrim).

22 Kapasitas Dukung Tanah Analisis kapasitas dukung (bearing capacity) mempelajari


kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya.
Kapasitas dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat
pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah disepanjang bidang-
bidang gesernya (Hardiyatmo,2010). Menghitung kapasitas dukung pondasi dihitung dengan
rumus Terzaghi berikut: q u = C x Nc + γ t x D x Nq + 0,5 x γ t x B x Nγ (2.13) q u :
kapasitas dukung batas persatuan luas (t/m 3 ), C : kohesi tanah dibawah dasar pondasi, γ t :
berat jenis tanah (t/m 3 ), D : kedalaman pondasi (m), B : lebar pondasi (m), Nc,Nq,Nγ :
faktor daya dukung terzaghi yang nilainya didasarkan pada suduk geser dalam (φ) dari tanah
dobawah dasar pondasi.(untuk nilai Nc,Nq,Nγ dapat dilihat pada Tabel 2.4).

23 26 Tabel 2.4 Nilai-nilai Kapasitas Dukung Terzaghi Φ Keruntuhan geser umum Nc Nq Nγ
0 5,7 1,0 0,0 5 7,3 1,6 0,5 10 9,6 2,7 1, ,9 4,4 2, ,7 7, ,1 12,7 9, ,2 22,5 19, ,6 36, ,8 41,4 42, ,7
81,3 100, ,3 173,3 297, ,3 287,9 780, ,6 415,1 1153,2 Untuk mendapatkan daya dukung tanah
yang diijinkan, maka diambil faktor aman sebesar = 3, sehingga rumus menjadi : q n = q D f
x γ...(2.14) q n : daya dukung tanah diijinkan (kn/m 2 ), q : beban di atasnya (kn/m 2 ), γ :
berat volume tanah (t/m 2 ).

24 27 Faktor aman: Dihitung dengan rumus; F = q un (2.15) q n F : angka keamanan q un :


kapasitas dukung ultimit netto (kn/m 2 ), q n : daya dukung tanah yang diijinkan (kn/m 2 )
Penurunan Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau penurunan
(settlement). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabakan oleh dua akibat, yaitu
berubahnya susunan tanah dan berkurangnya rongga pori di dalam tanah tersebut. Jumlah
dari regangan diseluruh kedalaman lapisan tanah, merupakan penurunan total tanah.
Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan penurunan
konsolidasi. Penurunan yang terjadi pada tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus kering
atau tidak jenuh terjadi dengan segera sesudah beban bekerja, penurunan konsolidasi terjadi
pada tanah berbutir halus yang terletak di bawah muka air tanah, penurunan yang terjadi
memerlukan waktu yang lamanya tergantung pada kondisi lapisan tanah. Penurunan segera
adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan, dan terjadi pada
volume konstan. Penurunan pada tanahtanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus
yang tidak jenuh termasuk tipe penurunan segera, karena penurunan terjadi segera, setelah
terjadi penerapan beban. (Hardiyatmo, 2010).

25 28 Penurunan pondasi pada tanah granuler dapat dihitung dari hasil uji kerucut statis
(sondir). De Beer dan Marten mengusulkan persamaan angka kompresi (C) yang dikaitkan
dengan persamaan Buismann, sebagai berikut: C = 1,5q c...(2.16) P o Dengan: C : q c : p o :
Angka pemampatan Tahanan kerucut statis atau tahanan konus sondir Tekanan overburden
efektif rata-rata atau tegangan efektif di tengah-tengah lapisan ditinjau. Nilai C
disubstitusikan ke dalam persamaan Terzaghi untuk penurunan pada lapisan tanah yang
ditinjau, yaitu: S i = H 1n p o + p (2.17) C p o Si : penurunan akhir dari lapisan setebal H.
(m), p o : tekanan overburden efektif rata-rata, atau tegangan efektif sebelum penerapan
beban, di tengah-tengah lapisan. (kn/m 2 ), p : tambahan tegangan vertikal di tengah-tengah
lapisan yang ditinjau terhadap tekanan pondasi netto. (kn/m 2 ).

26 Erosi Bawah Tanah (Piping) Bangunan utama seperti bendung harus dicek stabilitasnya
terhadap erosi bawah tanah dan bahan runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau
rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan
beberapa metode empiris, seperti metode Bligh, metode Lane, dan metode Koshia. Metode
Lane yang juga disebut metode angka rembesan Lane adalah metode yang dianjuran untuk
mencek bangunan-bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini
memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai, untuk bangunan-bangunan yang relatif
kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi
penggunaannya lebih sulit. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah
bangunan di sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air antara
kedua sisi bangunan, disepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45
dianggap vertikal dan yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap
memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal, (Hardiyatmo,
2010). Rumusnya adalah: L h + L H L w =... (2.18) 3 L w : Weight - creep - distance, L h :
Jumlah panjang horisontal (m), L v : Jumlah panjang vertikal (m),

27 30 Weight creep ratio (WCR) dapat dihitung dengan rumus: WCR = L w (2.19) H 1 H 2 L
w : Weight - creep - distance, H 1 : Tinggi muka air hulu (m), H 2 : Tinggi muka air hilir (m).
Nilai Angka Aman untuk weighted-creep-ratio, (WCR) dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel
2.5 Nilai Angka Aman untuk Weighted-Creep-Ratio, (WCR). Jenis Tanah Dasar Pasir sangat
halus atau lanau Pasir halus Pasir sedang Pasir kasar Kerikil halus Kerikil sedang Kerikil
kasar termasuk berangkal Bongkah dengan sedikit berangkal & kerikil Lempung lunak
Lempung sedang Lempung keras Lempung sangat keras Angka aman (WCR) 8,5 7,0 6,0 5,0
4,0 3,5 3,0 2,5 3,0 2,0 1,8 1,6

Anda mungkin juga menyukai