Makalah Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akidah
Akhlak
Disusun oleh :
Aldi (2132065)
T.A.2021/2022
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Cover......................................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................................
Daftar isi.................................................................................................................................
PENDAHULUAN.................................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................
PEMBAHASAN....................................................................................................................
PENUTUP..............................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hari akhir (konteks Islam) ?
2. Apa ayat-ayat tentang hari akhir beserta tafsirnya?
3. Apa Pengertian Surga dan Neraka?
C.Tujuan Masalah
Perlu disebutkan di sini bahwa Allah bersumpah dengan Hari Kiamat dan Nafsul
Lawwamah. Apa hubungannya? Sebab karena hari kiamat itu kelak akan membeberkan
tentang jiwa seseorang, apakah ia memperoleh kebahagiaan atau sebaliknya, yaitu
kecelakaan. Maka jiwa atau Nafsul Lawwamah boleh jadi termasuk golongan yang bahagia
atau termasuk golongan yang celaka. Dari segi lain sengaja Allah menyebutkan jiwa yang
menyesali dirinya ini karena begitu besarnya persoalan jiwa dari sudut pandangan Alquran.
Huruf "La" yang terdapat pada ayat 1 dan 2 di atas adalah "La" (" )الzaidah" ( )زائدةyang
menguatkan arti perkataan sesudahnya, yaitu adanya Hari Kiamat dan adanya Nafsu
Lawwamah .
Allah sendiri menjawab sumpah-Nya biarpun dalam teks ayat tidak disebutkan. Jadi
setelah bersumpah dengan Hari Kiamat dan Nafsu Lawwamah , Allah menegaskan,"Sungguh
kamu akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawabanmu".
Apakah manusia mengira, bahwa Allah tidak akan mengumpulkan kembali tulang-
belulangnya?. Artinya apakah manusia mengerti bahwa tulangnya yang telah hancur di dalam
kubur, setelah berserakan di tempat yang terpisah-pisah tidak dapat dikumpulkan Allah
kembali? Ayat yang diungkapkan dengan nada pertanyaan ini mengandung makna agar
manusia memikirkan persoalan mati dan adanya hari berbangkit itu secara serius.
Untuk menghilangkan keragu-raguan itu, Allah menegaskan sebenarnya Dia berkuasa
menyusun (kembali) jari jemari manusia dengan sempurna.
Bahkan Allah sanggup mengumpulkan dan menyusun kembali bagian-bagian tubuh yang
hancur itu sekalipun itu adalah bahagian yang terkecil seperti jari-jemari yang begitu banyak
ruas dan bukunya, yang andai kata Allah tiada mempunyai ilmu pengetahuan dan kekuasaan
yang sempurna, tentu tiada mungkin Ia menyusunnya kembali. Ringkasnya bagaimana
tulang-belulang, jari jemari itu tersusun dengan sempurna, maka Allah sanggup
mengembalikannya lagi seperti semula.
Diriwayatkan bahwa ayat ke 3 dan ke 4 ini diturunkan karena ulah dua orang yang bernama
Adi bin Abi Rabi'ah bersama Akhnasy bin Syuraiq. Adi pernah menjumpai Rasulullah
dengan bertanya, "Hai Muhammad, tolong ceritakan kepadaku kapan datang Hari Kiamat itu
dan bagaimana keadaan manusia pada waktu itu?" Rasulullah SAW menceritakan apa
adanya, Adi menjawab pula, "Demi Allah, andaikata aku melihat dengan mata kepalaku
sendiri akan hari itu, aku juga tidak akan membenarkan ucapanmu itu dan aku juga tidak
percaya kepadamu dan kepada Hari Kiamat itu.
Dalam ayat 5 ini Allah menegaskan bahwa sebenarnya manusia dengan perkembangan
pikirannya menyadari bahwa Allah sanggup berbuat begitu, namun kehendak nafsunya
mempengaruhi pikirannya.
Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus menerus. Sesungguhnya tidak ada manusia
yang tidak mengenal kekuasaan Tuhannya, untuk menghidupkan dan menyusun tulang
belulang orang yang sudah mati. Akan tetapi mereka masih ingin bergelimang dengan
berbagai laku perbuatan maksiat terus menerus, kemudian menunda-nunda tobat atau
menghindari diri dari padanya.
Sesungguhnya manusia yang seperti ini kata sahabat Said ibnu Ubair suka cepat-cepat
memperturutkan kehendak hati, berbuat apa saja yang diinginkan. Nafsu selalu
menggodanya: "Nanti sajalah aku bertobat; nanti sajalah aku hendak beramal kebaikan,"
Celakanya dia belum sempat tobat dan beramal kebaikan, malaikat maut sudah lebih dahulu
mencabut nyawanya. Padahal pada saat itu sedang asyik dalam perbuatan maksiat".
Boleh jadi juga maksud ayat ini adalah bahwa seseorang selalu berangan-angan: "Betapa
nikmatnya kalau aku mendapat ini dan itu, mendapat mobil dan rumah mewah atau jabatan
yang empuk, dan seterusnya. namun lupa mengingat mati, lupa dengan akan datangnya hari
berbangkit, hari saat nasibnya diperiksa segala pekerjaannya.
Kata-kata "liyafjura" berarti cenderung kepada yang batil, suka menyimpang dari kebenaran.
Orang seperti ini ingin hidup bebas seperti binatang. Tidak suka terhalang mengerjakan apa
saja karena teguran akal sehat atau larangan agama yang sanggup mengekang keinginannya
Dalam ayat 6 ini Allah menggambarkan sikap orang keras kepala: Ia bertanya, "Bilakah Hari
Kiamat itu?" Pertanyaan ini muncul sebagai tanda terlalu jauhnya jangkauan Hari Kiamat itu
dalam pikiran si penanya dan menunjukkan ketidak percayaan akan terjadinya. Ini ada
hubungannya dengan ayat sebelumnya, yakni: "Kenapa ia terus menerus ingin mengerjakan
kejahatan?" Karena mereka mengingkari adanya hari berbangkit. Jadi tidak perlu memikirkan
segala akibat dari kejahatan yang telah dilakukan.
Dalam ayat-ayat 7-9 Allah menerangkan beberapa tanda kedatangan Hari Kiamat itu dalam
tiga hal, yakni:
1. Apabila mata terbelalak (karena ketakutan). Pada waktu itu tidak sanggup mata
menyaksikan sesuatu hal yang sangat dahsyat. Dalam ayat lain tercantum makna yang sama,
yakni:
Artinya: Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya,
sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong. (Q.S. Ibrahim: 43)
2. Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Hilangnya cahaya bulan selama-lamanya,
bukan seperti keadaan waktu gerhana bulan yang hanya berlangsung sebentar saja.
3. Dan matahari dan bulan dikumpulkan. Artinya matahari dan bulan saling bertemu,
sudah kacau-balau. Keduanya terbit dan terbenam pada tempat yang sama, menyebabkan
gelapnya suasana alam semesta ini. Padahal keadaan begitu tidak pernah terjadi.
Jelasnya bahwa di antara peristiwa itu terjadi saat itulah manusia yang kafir menyadari betapa
janji Allah menjadi kenyataan. Semua orang berusaha hendak menyelamatkan diri.
Dalam ayat 10 Allah menegaskan bahwa pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat
lari?" Masing-masing orang berusaha mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Sebagian
mengartikan: "Ke mana tempat lari menghindari api neraka? Tentulah manusia yang
dimaksudkan adalah orang-orang kafir, karena pada saat itu orang-orang mukmin tidak ada
yang menyangsikan kedatangan Hari Kiamat itu seperti disebutkan dalam beberapa hadis
Nabi. Tetapi orang-orang kafir itu dapatkah mereka menyelamatkan diri? Tidak
Dalam ayat 11 ditegaskan bahwa sekali-kali tidak ada tempat berlindung. Tiada sesuatu
perlindunganpun yang mungkin menyelamatkan mereka dari siksaan Allah. Tiada benteng
maupun bukit atau senjata yang dapat dipergunakan.
Kemudian dalam ayat 12 diterangkan keadaan yang sebenarnya dan ke mana manusia hendak
dikumpulkan. Hanya kepada Tuhanmu sajalah di hari itu tempat manusia kembali. Di tempat
yang celaka penuh kesengsaraan atau di tempat yang penuh nikmat penuh kebahagiaan.
Semuanya tergantung kepada kehendak Allah belaka, Dia Penguasa Tunggal di hari itu.
Semua manusia kembali kepada Allah tanpa kecuali. Ke sanalah tujuan perjalanan hidup
yang terakhir
Ayat 13 menerangkan bahwa pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah
dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Kepada manusia diceritakan ketika telah tiba
waktunya menghisab dan menimbang amalannya. Semua akan dibeberkan dengan jelas,
mana perbuatan baik yang telah dikerjakan dan mana yang seharusnya dikerjakan tapi tidak
sempat lagi dilaksanakannya. Demikian pula mana yang semestinya dahulu diperbuat guna
menghindarkan diri dari azab Allah dan mencapai pahala-Nya. Tiada yang luput dari
pemberitaan itu, karya yang kecil maupun yang besar, yang baru maupun yang sudah usang.
Ibnu 'Abbas mengartikan ayat ini, yang diceritakan tidak hanya sekadar perbuatan buruk dan
baik seseorang menjelang dia meninggal dunia, tetapi juga segala karya, pikiran dan
kebiasaannya. Ringkasnya semua orang akan menyaksikan sendiri di hadapannya segala
wujud amaliahnya,
Dalam ayat 14 Allah menjelaskan bahwa diri manusia itu sendiri menjadi saksi, sehingga tak
perlu orang lain menceritakan kepadanya karena semua bagian tubuhnya menjadi saksi atas
segala yang telah dikerjakannya, dengan jujur tanpa berbohong lagi. Mana yang berbuat jahat
kena siksaan dan tak bisa menghindarinya. Demikianlah pendengaran, penglihatan, kaki,
tangan dan semuanya membeberkan segala yang telah dikerjakannya. Akan tetapi manusia
tetap saja ingin mengajukan berbagai alasan untuk mendebat keputusan Allah.
Dalam ayat 15 dijelaskan bahwa biarpun manusia berusaha mengajukan berbagai alasan guna
menutupi segala kesalahannya, menyembunyikan segala perbuatannya yang jelek, namun
semua itu tak akan angkat bicara menjadi saksi atas apa yang telah mereka lakukan. Dalam
ayat lain disebutkan:
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu".
(Q.S. Al-Isra': 14)
Dari isyarat ayat di atas dapat pula kita mengambil pelajaran (iktibar), bahwa keyakinan
orang musyrik mempersekutukan Allah dan menyembah patung/berhala, serta ketidak
percayaan mereka pada hari berbangkit, adalah kepercayaan yang salah. Hati kecil mereka
sendiri sesungguhnya tidak mengakui yang demikian. Karena itu segala alasan yang mereka
kemukakan guna menolak kebenaran, sebenarnya adalah alasan palsu. Mereka mengucapkan
sesuatu yang bertentangan dengan kehendak hati nurani sendiri.
Dalam ayat 16 Allah melarang Muhammad SAW menggerakkan lidahnya untuk membaca
Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya. Artinya: "Janganlah engkau wahai Rasul
menggerak-gerakkan lidah dan bibirmu untuk cepat-cepat menangkap bacaan Jibril karena
takut bacaan itu luput dari ingatanmu.
Hal ini terjadi ketika turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat
ke 16 ini tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat
menangkapnya. Jelaslah Allah melarang Nabi SAW meniru bacaan Jibril A.S. kalimat demi
kalimat sebelum ia selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad SAW menghafal
dan memahami betul-betul ayat yang diturunkannya itu.
Dalam hadis Muslim dari Ibnu Jubair dan Ibnu 'Abbas, beliau menyebutkan pula sebab turun
ayat ke 16 ini, yaitu Nabi SAW berusaha menghilangkan kepayahan ketika diturunkan wahyu
dengan menggerakkan bibirnya. Maka Ibnu Abbas pun berkata kepadaku (Ibnu Jubair), "Aku
menggerakkan bibirku sebagaimana Rasulullah berbuat begitu, maka ia (Ibnu Abbas) pun
menggerak-gerakkan bibirnya. Lalu Allah menurunkan ayat: La tuharrik bihi lisanaka lita'jala
bihi (janganlah kamu hai Muhammad menggerakkan lidahmu untuk membaca Alquran
karena hendak cepat-cepat (menguasainya). (H.R. Muslim)
Dalam ayat 17-18 Allah menjelaskan sebab larangan mengikuti bacaan Jibril ketika dia
sedang membacakannya itu, adalah karena: "Sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah
mengumpulkannya di dalam dada Muhammad dan membuatnya pandai membacanya.
Allahlah yang bertanggung jawab bagaimana supaya Alquran itu tersimpan dengan baik
dalam dada atau ingatan Muhammad, dan memantapkannya dalam kalbunya. Allah pula yang
memberikan bimbingan kepadanya bagaimana cara membaca ayat itu dengan sempurna dan
teratur, sehingga Muhammad hafal dan tidak lupa selama-lamanya. Oleh sebab itu bila Jibril
selesai membacakan ayat-ayat yang harus diturunkan, hendaklah Muhammad menuruti
membacanya. Nanti Muhammad mendapatkan dirinya selalu ingat dan hafal akan ayat-ayat
itu. Tegasnya pada waktu Jibril membaca, hendaklah Muhammad diam dan mendengarkan
bacaannya. Dari sudut lain ayat ini juga berarti: "Bila telah selesai dibacakan kepada
Muhammad ayat-ayat Allah hendaklah ia segera mengamalkan hukum-hukum dan syariat-
syariatnya.
Ayat 19 menjelaskan adanya jaminan Allah bahwa sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah
penjelasannya. Maksudnya setelah Jibril selesai membacakan Alquran itu kepada Nabi
Muhammad, maka Allah langsung memberikan penjelasan kepada beliau melalui ilham-
ilham yang Allah tanamkan ke dalam dada Nabi SAW, sehingga pengertian ayat ini secara
sempurna sebagaimana yang dikehendaki Allah dapat diketahui Nabi SAW. Allah pula yang
menyampaikan kepada Nabi segala rahasia, hukum-hukum dan pengetahuan Alquran itu
secara sempurna. Sehingga dengan begitu tidak dapat diragukan sedikitpun. bahwa
sesungguhnya Alquran itu dari sisi Allah SWT.
Dalam ayat 20 Allah kembali mencela kehidupan orang musyrik yang sangat mencintai
dunia. Allah menyerukan, "sekali-kali jangan. Sesungguhnya kamu (hai manusia) mencintai
kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akhirat". Dengan ayat ini terdapat suatu
kesimpulan umum bahwa mencintai kehidupan adalah salah satu tanda watak manusia
seluruhnya. Memang sebagian mengharapkan kebahagiaan akhirat, namun yang mencintai
hidup dunia serta mendustai adanya hari berbangkit jauh lebih besar jumlahnya.
b) Tafsir
Allah Ta’ala berfirman, “tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.” Yaitu, kamu lebih
mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan kamu tampakkan sikap kamu
itu dalam merangkul semua yang dapat memberikan manfaaat dan kemaslahatan di dunia ini
saja. “Sedang kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal,” yaitu pahala Allah di
akhirat itu lebih baik daripada dunia, dan lebih kekal karena dunia itu akan hilang, sedangkan
akhirat itu akan kekal abadi.
3. Q. S Al-Anbiya Ayat 01
a) Terjemahan
1. Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada
dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).
b) Tafsir
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa hari berhisab untuk manusia sudah dekat.
Pada hari berhisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka lakukan
selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, juga akan diperhitungkan semua nikmat yang telah
dilimpahkan Allah kepada mereka, baik nikmat berupa diri mereka sendiri, akal pikiran,
makanan dan minuman, serta anak keturunan dan harta benda. Mereka akan ditanya, apakah
yang mereka perbuat dengan nikmat itu semuanya? Apakah karunia Allah tersebut mereka
gunakan untuk berbuat kebaikan dalam rangka taat kepada-Nya ataukah semuanya itu
digunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang membuktikan keingkaran dan
kedurhakaan mereka kepada-Nya? Allah SWT. menegaskan bahwa manusia sesungguhnya
lalai terhadap apa yang akan diperbuat Allah kelak terhadap mereka di hari kiamat. Kelalaian
itulah yang menyebabkan mereka tidak mau berpikir mengenai hari-hari kiamat itu sehingga
mereka tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memperoleh keselamatan diri mereka
dari azab Allah.
Sudah jelas, bahwa orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kaum musyrikin.
Dan sudah dimaklumi pula bahwa kaum musyrikin itu justru adalah orang-orang yang tidak
beriman tentang adanya hari kiamat dan mengingkari adanya hari berbangkit dan hari
berhisab. Namun demikian, memperingatkan kepada mereka bahwa hari berhisab sudah
dekat. Ini adalah untuk menekankan, bahwa hari kiamat, termasuk hari berbangkit dan hari
berhisab, pasti akan datang, walaupun mereka itu tidak mempercayainya; dan hari berhisab
itu akan diikuti pula oleh hari-hari pembalasan terhadap amal-amal yang baik ataupun yang
buruk.
Kaum musyrikin itu lalai dan tidak mau berpikir tentang nasib jelek yang akan mereka temui
kelak pada hari berhisab dan hari pembalasan itu. Padahal, dengan akal sehat semata-mata,
orang dapat meyakini, bahwa perbuatan yang baik sepantasnya dibalasi dengan kebaikan pula
dan perbuatan yang jahat sepatutnya dibalasi pula dengan azab dan siksa. Akan tetapi karena
mereka itu tidak mau memikirkan akibat jelek yang akan mereka peroleh di akhirat kelak,
maka mereka senantiasa memalingkan muka menutup telinga, setiap kali mereka
diperingatkan, baik dengan ayat-ayat Alquran, maupun dengan ancaman dan sebagainya.
C. Pengertian Surga dan Neraka
1) Surga
Surga (jannah) adalah tempat yang penuh keindahan, kenikmatan, kebahagiaan dan
kemuliaan yang disediakan bagi orang orang yang bertaqwa. Penggunaan al Jannah berarti
surga masih bersifat ghaib, karena indra jasmani belum pernah melihat keadaannya. Surga,
tempat yang Allah janjikan bagi hambaNya yang bertaqwa adalah tempat yang belum pernah
dilihat oleh mata, belum pula didengar oleh telinga dan belum pernah terbetik dalam hati
manusia. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam Hadits Qudsi :
ٍ َلى قَ ْل
ب بَ َش ٍر ْ َس ِم َع ت َوالَ أُ ُذ ٌن
َ ت َوالَ خَ طَ َر ع ْ َت لِ ِعبَا ِدياَلصَّالِ ِح ْينَ ما َ الَ َعي ٌْن َرأ
ُ أَ ْع َد ْد: ال هللُ تَ َعالى
َ َق
Artinya : Allah SWT Berfirman:”Aku menyiapkan bagi hamba hambaKu yang shaleh sesuatu
(surga) yang tidak (belum) dapat dilihat oleh mata, tiada (belum) dapat didengar oleh telinga
dan tidak (belum) terbetik (terlintas di hati manusia.”(HR. Muslim)
Allah memberikan gambaran yang sempurna tentang SurgaNya. Gambaran keindahan surga,
kenikmatannya dan para penghuninya telah Allah kabarkan dalam kitabNya agar manusia
termotivasi untuk meraihnya.
Aroma Surga
Surga memiliki aroma harum yang memikat jiwa yang mencium baunya, dan keharuman
yang telah tercium dari jarak yang sangat jauh sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya : “Sesungguhnya aroma surga didapatkan
(tercium) dari jarak tujuh puluh musim (tahun). (HR. At Tirmidzi).
Luasnya Surga
Luasnya seluas langit dan bumi, yang Allah sediakan bagi orang orang yang bertaqwa. Allah
berfirman dalam QS. Ali Imran:133 :
Artinya : Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
Bangunan Surga
Ibnu Abiddunya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW Bersabda yang artinya :
“Allah menciptakan surga Adn dengan tanganNya, terdiri dari batu intan putih, batu yaqut
merah dan batu zamrut hijau, tanah litanya adalah misik, rumputnya za’farran kerikilnya
mutiara dan debunya adalah anbar. Setelah itu Allah berfirman kepada surga
Adn:”berkatalah”, maka ia berkata”Sungguh telah beruntung orang orang yang beriman.(HR.
Ibn Abi Dunya dan At Thibrani)
Artinya : Katakanlah: "Apa (azab) yang demikian itukah yang baik, atau surga yang
kekal yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa?" Dia menjadi balasan dan
tempat kembali bagi mereka?"(QS. Al Furqon(25):15).
Dalam Al Qur’an neraka juga sering disebut Bi’sal Masir dan Bi’sal Mihad yang artinya
seburuk buruk tempat kembali. Siksa neraka dalm Al Qur’an dan Hadits digambarkan
sebagai tempat yang amat pedih, diantaranya :
a. Penghuni neraka akan disiksa dengan siksaan yang sangat pedih, mereka akan
dihembus angin yang sangat panas dan disiram dengan air panas mendidih serta dalam
naungan asap yang hitam kelam (QS. Al Waqi’ah ayat 42-43).
b. Setiap kali kulit hangus akan diganti dengan kulit yang baru (QS. An Nisa ayat 56)
c. Azab yang paling ringan dineraka adalah sandal yang terbuat dari api, apabila dipakai
akan melumerkan kepalanya. (HR. Bukhari, Muslim, At Tirmidzi)
Macam Macam Neraka
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala (neraka).(QS. An Nisa(4):10)
d. Saqar (panas yang menghanguskan)
Artinya : (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan
kepada mereka): "Rasakanlah sentuhan api neraka".(QS. Al Qomar (54): 48)
e. Huthamah(api yang besar)
f. Ladza(api yang bergejolak)
Artinya : Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak(QS. Al
Maarij(70):15)
g. Hawiyah (api yang sangat panas)
Artinya : Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.(QS. Al Qari’ah(101):9).
Para Ulama’ berpendapat bahwa Neraka itu berada di Langit, sebagaimana Surga. Ulama'
yang menguatkan hal ini adalah Mujahid ibnu jabrin Al-Makki, Adh-Dhohhak ibnu
Muzahim, Sufyan Ibnu Uyainah, dll.
Pendapat Yang Mengatakan Neraka Berada di Langit dalilnya cukup kuat, berikut ini
dalilnya:
Jadi kesimpulan para ahli tafsir diatas, yang di maksud "Dan di langit terdapat rizqimu”
adalah SURGA yang di sediakan untuk tempat orang mukmin pada hari kiamat.” dan Yang
dimaksud “dilangit terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu” yaitu NERAKA yang
disediakan untuk tempat orang-orang kafir."
Namun sebagian Ulama' berpendapat bahwa Neraka itu berada di bumi yang paling bawah.
Ini sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, Abdullah bin Sallam, Ibnu Mas’ud, Qatadah, dll.
Pendapat ini didasari dengan hadits Ibnu Umar secara Marfu’, namun haditsnya dha’if,
sebagaimana yang di jelaskan ibnu Abdil Bar. dan juga didasari dengan hadits Mu’adz bin
Jabal secara Marfu’, namun sanadnya terdapat juwaibir, ia perawi yang sangat lemah. Selain
itu menukil dari perkataan Ka’ab Al-Akhbar dan Wahab bin Munabbih, hanya saja beliau
berdua (Ka’ab Al-Akhbar dan Wahab bin Munabbih) menukil dari perkataan Isra’iliyat, yang
belum jelas kebenarannya. Bahkan bertentangan dengan dalil-dalil yang di sebutkan diatas.
BAB III
PENUTUP
A)Kesimpulan
Hari kiamat adalah hari berakhirnya kehidupan seluruh manusia dan makhluk hidup di
dunia ini yang tidak dapat diprediksi kapan akan datangnya karena merupakan rahasia Allah
SWT yang tidak diketahui siapapun. Namun dengan demikian kita masih bisa mengetahui
kapan datangnya hari akhir/kiamat dengan melihat tanda-tanda yang diberikan oleh Nabi
Muhammad saw. Orang yang beriman kepada Allah SWT dan banyak berbuat kebajikan
akan menerima imbalan surga yang penuh kenikmatan, sedangkan bagi orang-orang kafir
akan masuk neraka untuk disiksa.
B)Saran
Sebagai penyusun, kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar kami dapat memperbaiki
makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA