Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk social akan saling
berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka
ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari
seluruh interaksi antar manusia.Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok
maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi.  Begitupun dalam interaksi
keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan
keluarga yang lain sebagai perorangan, kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses
yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan
individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan
ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus
tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan
mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali
telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan
sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188)
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan
non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, banyak
orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi

1
yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui
keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan
mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang
dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada
dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga
tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.      Apa bentuk komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.      Bagaimana komunikasi pada keluarga dan lansia?
4.      Apa faktor yang mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.      Apa hambatan komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.      Mengetahui bentuk komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.      Mengetahui cara komunikasi pada keluarga dan lansia?
4.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.      Mengetahui hambatan komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Komunikasi Terapeutik Dalam Keluarga


1.      Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial individu
yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum. (Duval, 1972).
Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam kadaan saling tergantung.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian
yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk
menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan
dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan
pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

2.       Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga

Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai


berikut:
a.       Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan
orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi
memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap segala
pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b.      Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan
orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang
tersebut.

3
c.       Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan
aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang
terdekat yaitu, keluarga.
d.      Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah
dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e.       Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam
hal berbicara dan mendengarkan.

3.       Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga


a.       Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting suami
istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga (ayah,
ibu, anak).
b.      Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana
orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara
orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap
sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,
informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa
keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c.       Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah dalam
memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang
peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih sekolah.
Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak untuk
berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih
menonjol.
d.      Komunikasi anak dan anak yang lainnya

4
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih tua
lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya dipengaruhi
oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.

4.       Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga


a.       Keluarga dengan anak – anak pra sekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada tahun puncak
untuk mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama diperoleh dari keluarga
khususnya dari interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak – anak memulai
kemampuan berbahasa dengan menggunakan kata – kata tunggal. Anatara usia 18 – 24
bulan, ungkapan – ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak- anak
menguasai kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh kira-kira
50 kata setiap bulan.
b.      Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan pertambahan usia.
Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya lewat komunikasi keluarga yang masih
merupakan kekuatan dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar
keluarga. Dua dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan –
penolakan dan kontrol otonomi.
c.       Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan dengan
bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah otonomi dan kontrol menjadi
sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak – anak remaja mulai mengalihkan komunikasi
dari komunikasi keluarga kepada komunikasi dengan teman- teman sebaya. Karena
perubahan – perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik –topik
tertentu menjadi perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan tantangan terbesar
bagi komunikasi keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi
selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan pertambahan usia,
hubungan kita dengan saudara- saudara kandung  tetap penting.

5
5.       Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga
Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta
secara efektif ,yaitu:
a.       Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude).
Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si
lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya
dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang sama
ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.
b.      Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi
yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk
mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia
akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog
dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya
melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat
memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
c.       Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah
pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima
pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara
menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.
d.      Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak
pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya.
Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan
usia).
e.       Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik
waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah

6
anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan
maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.
f.       Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling
menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut,
sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka laaawaaan diskusi
kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi
tersebut.

6.      Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga

Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan


baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor  yang mempengaruhi
komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini :
a.       Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya
statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan
bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya,
bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain,
citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang.Tidak hanya citra diri, citra orang lain
juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai
gambaran  khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia
yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter.
Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap-
melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara komunikasi.

b.      Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit
berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa
irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
c.       Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara
yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi

7
di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat
informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang
berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus
diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d.      Kepemimpinan

Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan.
Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan
berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e.       Bahasa

Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai
alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan
oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan
secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak  mampu mewakili
suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut
untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
f.       Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara
sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak
kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing
yang harus dipahami.

8
B.     Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1.      Pengertian
Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65
tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lanjut usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-
lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup
dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut.

2.      Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia
lanjut menjadi empat macam meliputi:
a.       Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b.      Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c.       Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d.      Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun
perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya
perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual,
perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses
penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga
menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi
perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya
memori dan motivasi klien.

9
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a.       Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b.      Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c.       Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d.      Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang
mengikut sertakan dirinya
e.       Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

3.      Pendekatan Perawatan dalam Komunikasi pada Lansia


Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia antara lain:
a.       Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan
serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah
di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b.      Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini
perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang
asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang
akrab bagi klien.

c.       Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien
dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

10
4.      Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat
juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat
berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:

a.      Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan
bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b.      Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan
sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi klien.
c.      Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar
materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan.
Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

d.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi
dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum

11
dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di
harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya.
Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan
terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien
kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e.      Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi
tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang
dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
f.      Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di
sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi
berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan
petugas kesehatan.

12
5.     Hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
a. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait
dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian
mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami
pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ;
Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan
penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama
berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara
konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai
contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”,
pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al.,
2007). Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil;
lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang
gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary
muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang
menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma,
komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun
melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya
cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas
80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).
b. Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta
penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan
jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang
(Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih
banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh
anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver
digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang

13
merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan
demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada
banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan,
pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”,
“sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang
tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000). Demensia
memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan
mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang
konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu
(Miller, 2008).
c. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga,
dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya
pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat
mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada
sebagian besar kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai
sebagai prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut
usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas
rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia,
caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ;
Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut
usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi
keduanya (Griffith et al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila
ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah
ini:

14
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang
lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional
perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau
tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara
lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat
melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.

15
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut
adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang
ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu
proses komunikasi.

16
6.      Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik pada
lanjut usia dapat meliputi :
a.       Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan
lama wawancara
b.      Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
c.       Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya.
d.      Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir
abstrak
e.       Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
f.       Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress
yang ada
g.      Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
h.      Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
i.        Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
j.        Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
k.      Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien.
l.        Memperhatikan kondisi fisik pasien pada  waktu wawancara

17
7.      Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan
seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan
pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan
reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam
menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi
yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain :
a.       Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain
serta lingkunganya.
b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
c.       Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan
dapat terealisasi dengan baik dan tepat.

18
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang
dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada
dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga
tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara.
Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi
pada lansia.

B.     Saran
Komunikasi terpeutik harus di terapkan oleh seorang perawat, karena komunikasi
merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Daimayanti, Mukhripah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.


Bandung. PT Refika Aditama.
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Graha Ilmu:Yogyakarta
Djamarah, Syaiful Bahri, 2004. Pola Komunikasi Orangtua dan Anak dalam Keluarga,
Jakarta : Rineka Cipta
Muwarni, anita (2009), Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan.
Fitramaya: Yogyakarta
Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai