Anda di halaman 1dari 10

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

DISUSUN OLEH:

MAGFIRAH ILYAS (70200119111)

Dosen Pengampuh Mata Kuliah:

Azriful, SKM., M.Kes

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya lah
kami dapat menyusun serta dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak
lupa juga kami haturkan untuk Rasulullah Muhammad SAW, beserta pengikut beliau
dari dahulu, sekarang, hingga hari akhir.
Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada dosen pengampuh mata
kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular yang telah memberikan bimbingan serta
pengajaran kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
meskipun kami telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah
ini, tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu,
mohon kritik serta saran, yang kiranya dapat membangun, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi seluruh pembaca.

Waalaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh

Sinjai, 20 Mei 2021

Magfirah Ilyas
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menjadi perhatian nasional maupun global pada saat ini. Di negara dengan
tingkat ekonomi rendah sampai menengah, 29% kematian yang terjadi pada
penduduk berusia kurang dari 60 tahun disebabkan oleh PTM.
Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple
burden diseases, yaitu penyakit menular yang masih menjadi masalah, kejadian
re-emerging diseases dan new emerging diseases yang masih sering terjadi, dan
di sisi lain kejadian PTM cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Penyakit
tidak menular diketahui sebagai penyakit yang tidak dapat disebarkan dari
seseorang terhadap orang lain. Terdapat empat tipe utama penyakit tidak
menular yaitu penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernapasan kronis, dan
diabetes.
Pola hidup modern telah mengubah sikap dan perilaku manusia,
termasuk pola makan, merokok, konsumsi alkohol serta obat-obatan sebagai
gaya hidup sehingga penderita penyakit degeneratif (penyakit karena penurunan
fungsi organ tubuh) semakin meningkat dan mengancam kehidupan. Akibat
perilaku manusia pula, lingkungan hidup dieksploitasi sedemikian rupa sampai
menjadi tidak ramah terhadap kehidupan manusia sehingga meningkatkan
jumlah penderita penyakit paru kronis yang seringkali berakhir dengan
kematian. Demikian pula berbagai penyakit kanker dapat dipicu oleh bermacam
bahan kimia yang bersifat karsinogenik, kondisi lingkungan, serta perilaku
manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi penyakit Bronkitis di suatu daerah?
2. Apa perbedaan dan persamaan penyakit Bronkitis di suatu daerah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi penyakit Bronkitis di suatu daerah
2. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan kondisi penyakit Bronkitis
di suatu daerah
BAB II

PEMBAHASAN

Bronkitis adalah peradangan pada saluran bronkial, menyebabkan


pembengkakan yang berlebihan dan produksi lendir. Batuk, peningkatan pengeluaran
dahak dan sesak napas adalah gejala utama bronkitis. Bronkitis dapat bersifat akut atau
kronis. Bronkitis akut disebabkan oleh infeksi yang sama yang menyebabkan flu biasa
atau influenza dan berlangsung sekitar beberapa minggu.

Berdasarkan lama waktu kejadiannya bronchitis terbagi menjadi dua yakni akut
dan kronik, dimana bronchitis kronis berkembang dari kondisi peradangan akut pada
bronkus yang tidak mendapatkan pengobatan yang baik. Akibat dari sistem pencatatan
dan pelaporan serta perilaku mencari pengobatan dari masyarakat yang masih rendah,
sehingga prevalensi bronkitis sulit ditetapkan.

Penyebab penyakit bronkitis sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus,


Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan coxsackie
virus. Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur. Selain
penyakit infeksi, bronkitis dapat pula disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti
bahan fisik atau kimia serta faktor risiko lainnya yang mempermudah seseorang
menderita bronkitis misalnya perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran
nafas atas kronik

Artikel Hubungan Merokok dan Paparan Polusi dengan Kejadian Bronkitis

Jurnal Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar Kota Kendari


2019.
Perbandingan Artikel Hubungan Merokok dan Paparan Polusi dengan Kejadian
Bronkitis dengan Jurnal Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar
Kota Kendari

A. Jumlah kasus Bronkitis

Pada Artikel Hubungan Merokok dan Paparan Polusi dengan Kejadian


Bronkitis, kejadian Bronkitis di RSUD Dr. M. Yunus pada tahun 2010 mencapai
1377 kasus, kemudian pada tahun 2011 kejadian Bronkitis mencapai 1845 kasus,
dan pada tahun 2012 kejadian Bronkitis meningkat menjadi 2165. Berdasarkan
hasil penelitian dari 50 kasus, terbanyak pada pria 33 orang (60%) dan wanita 17
orang (34%), kebiasaan merokok sebanyak 37 orang (74%), tidak merokok
sebanyak 13 orang (26%) ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
merokok dengan kejadian Bronkitis Kronis.

Sedangkan pada jurnal Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas


Mekar Kota Kendari, berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik
Puksesmas Mekar Kota Kendari pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus
Bronkitis sebanyak 107 kasus, dan meningkat menjadi 170 kasus pada tahun
2017. Sedangkan jumlah kasus Bronkhitis yang terjadi pada tahun 2018 sampai
dengan bulan Juni sebanyak 93 kasus di Puskesmas Mekar mencatat kejadian
Bronkhitis hingga saat ini terus bertambah.

B. Faktor Resiko Penyebab Bronkitis


Pada Artikel Hubungan Merokok dan Paparan Polusi dengan Kejadian Bronkitis
Faktor resiko penyebab penyakit bronkitis adalah merokok dan paparan polusi.
1. Merokok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden (65,
4%) memiliki kebiasaan merokok dan (34,6%) responden memiliki
kebiasaan tidak merokok. Jadi, ada hubungan yang signifikan antara
merokok dengan kejadian Bronkitis. Faktor penyebab utama tingginya
kemungkinan penyakit Bronkitis bagi perokok adalah efek samping dari
merokok yang menyebabkan peradangan pada bronkus. Toksin ini
memberikan pengaruh pada kondisi bronkiolus yang menyempit yang
menyebabkan penderitanya sulit bernapas. Jadi bisa kita lihat, orang
yang memiliki kebiasaan merokok akan lebih rentan menderita penyakit
Bronkitis.
2. Paparan polusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(29,4%) memiliki kebiasaan terkena paparan polusi dan (70,6%) tidak
terkena paparan polusi. Jadi, tidak ada hubungan yang signifikan antara
paparan polusi dengan kejadian Bronkitis.
Polusi udara didalam rumah dapat disebabkan oleh asap rokok,
kompor gas, kayu bakar, obat racun nyamuk dan juga akibat pembakaran
yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor merupakan faktor resiko
terjadinya bronkitis.

Jurnal Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar Kota Kendari

Faktor resiko penyebab penyakit Bronkitis adalah:

1. Riwayat keluarga
Pada penelitian ini ditemukan bahwa responden kasus yang
paling banyak adalah mempunyai riwayat keluarga sebanyak 61
responden (80,3%) dan yang paling sedikit adalah tidak mempunyai
riwayat keluarga sebanyak 15 responden (19,7%). Hal ini
mengindikasikan bahwa banyak penderita Bronkitis yang berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat penyakit Bronkitis.
Defisiensi faktor genetik α1antitripsin bekerja menghambat
protease serin dalam sirkulasi dan di organ paru bekerja menghambat
kerja, teridentifikasi ikut berperan dalam enzim elastase neutrofil yang
mendestruktisi jaringan paru sehingga berpotensi menyebabkan
terjadinya infeksi pada bronkus. Hal ini semakin jelas bahwa kejadian
penyakit bronkitis tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, melalui
interaksi dengan faktor genetik.
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki riwayat
keluarga lebih berisiko menderita Bronkitis sebesar 9,371 dibandingkan
seseorang yang tidak memiliki riwayat keluarga di wilayah kerja
Puskesmas Mekar tahun 2018.
2. Jenis Pekerjaan
Pada pekerja buruh kasar pada penelitian ini adalah pekerja
bangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 76 responden
kelompok kasus yang paling banyak adalah yang mempunyai pekerjaan
buruh kasar sebanyak 43 responden (56,6%). Pekerjaan sebagai buruh
kasar memiliki tingkat keterpaparan asap atau debu yang sangat tinggi
dan hal ini yang memberikan peluang terjadinya batuk dan merangsang
terjadinya penyakit saluran pernapasan.
Debu dari bahan bangunan terutama semen atau pasir
menyebabkan reflek batuk atau spasme laring. Bronkitis toksik atau asma
dapat terjadi jika debu ini menembus ke dalam paru-paru.
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan
buruh kasar lebih berisiko menderita Bronkitis sebesar 2,823
dibandingkan seseorang yang bukan buruh kasar di wilayah kerja
Puskesmas Mekar tahun 2018.
3. Kebiasaan Merokok
Pada variabel kebiasaan merokok ditemukan responden
kelompok kasus yang paling banyak adalah perokok berat sebanyak 50
responden (65,8%) dan yang paling sedikit adalah perokok ringan
sebanyak 26 responden (34,2%). Sedangkan pada kelompok kontrol
yang paling banyak adalah perokok ringan sebanyak 57 responden (75%)
dan yang paling sedikit adalah perokok berat sebanyak 19 responden
(25%).
Berbagai penelitian tentang bahaya asap rokok sudah banyak
dilakukan. Dampak asap rokok terhadap penurunan daya imunitas
penderita gangguan saluran pernapasan diakibatkan oleh karena nikotin,
gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia,
acrolein, acetilen, benzoldehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl
cathecol, orteresorperyline, dan lain-lain menyebabkan silia akan
mengalami kerusakan dan mengakibatkan menurunnya fungsi ventilasi
paru yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai manifestasi klinik
khusunya rangsangan terhadap sel goblet untuk menghasilkan produksi
mucus lebih banyak sehingga muncullah respon batuk pada penderita
bronkitis.
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan
merokok lebih berisiko menderita Bronkitis sebesar 5,769 dibandingkan
seseorang yang tidak memiliki kebiasaan merokok di wilayah kerja
Puskesmas Mekar tahun 2018. Penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan doserespons yang artinya bahwa ketika dosis merokok
ditingkatkan maka risiko menderita Bronkitis akan semakin besar
peluangnya.
C. Persamaan artikel dan jurnal
1. Terjadi peningkatan kasus penyakit bronkitis setiap 3 tahun berturut-
turut
2. Faktor resiko penyebab penyakit Bronkitis adalah merokok, paparan
polusi, infeksi, faktor keturunan dan status sosial.
3. Pencegahan yang dilakukan untuk mencegah penyakit bronkitis adalah
melakukan menghindari faktor pencetus seperti tidak merokok secara
aktif atau menghindari orang lain yang merokok, pemerintah melakukan
penyuluhan tentang bahaya rokok serta memanfaatkan media massa
untuk memasang iklan kampanye anti rokok
D. Perbedaan artikel dan jurnal
Jumlah kasus orang yang menderita penyakit Bronkitis pada 3 tahun berturut-
turut.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga lebih berisiko menderita Bronkitis
sebesar 9,371 dibandingkan seseorang yang tidak memiliki riwayat keluarga
2. Seseorang yang memiliki pekerjaan buruh kasar lebih berisiko menderita
Bronkitis sebesar 2,823 dibandingkan seseorang yang bukan buruh kasar
3. Seseorang yang memiliki kebiasaan merokok lebih berisiko menderita
Bronkitis sebesar 5,769 dibandingkan seseorang yang tidak memiliki
kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Mekar tahun 2018. Penelitian
ini menunjukkan adanya hubungan doserespons yang artinya bahwa ketika
dosis merokok ditingkatkan maka risiko menderita Bronkitis akan semakin
besar peluangnya.
B. SARAN
Puskesmas hendaknya membuat program khusus pencegahan bronkitis untuk
meminimalisir kejadian Bronkitis di Wilayah kerja Puskemas Mekar Kota
Kendari.
DAFTAR PUSTAKA

Alifariki, La Ode. 2019. Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar


Kota Kendari. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 8 No.1.
Riyadi, Agung. 2016. Hubungan Merokok Dan Paparan Polusi Dengan
Kejadian Bronkitis. Jurnal Media Kesehatan, Volume 9 Nomor 2, hlm
114-203.

Anda mungkin juga menyukai