Penelitian
dan
Pengembangan
I. Konsep Penelitian dan Pengembangan Profesi bagi Pengawas
Sekolah
Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah mengisyaratkan bahwa salah satu dimensi kompetensi yang
harus dimiliki pengawas sekolah adalah dimensi penelitian
pengembangan. Kompetensi ini penting dimiliki oleh pengawas sekolah
dalam melaksanakan tugas kepengawasan terutama dalam
melaksanakan bimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala
sekolah pada MGMP dan/atau MKKS. Dikaitkan dengan Permendikbud
Nomor 143 tahun 2014 tentang Petunjuk teknis jabatan pengawas
sekolah dan angka kreditnya, kompetensi ini juga sangat dibutuhkan
dalam pengembangan profesi pengawas sekolah pada sub unsur
Membimbing dan melatih profesional guru. Oleh karena itu, pengawas
sekolah perlu memiliki kompetensi penelitian bidang pengawasan,
sehingga mampu melakukan penelitian dan menulis hasil penelitian
serta membimbing kepala sekolah dan guru dalam melakukan
penelitian tindakan.
Tahapan Penelitian
Secara umum tahapan penelitian adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan masalah;
b. Melakukan studi literatur
c. Membuat hipotesis atau pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya
akan dicari;
d. Mengumpulkan dan mengolah data.
e. Menganalisis data serta menguji hipotesis;
f. Membuat kesimpulan
Tujuan Penelitian Pendidikan
Tujuan penelitian pendidikan, yaitu:
a. bahan masukan, meningkatkan mutu isi, proses serta hasil
pembelajaran dan pendidikan di sekolah;
b. membantu tenaga kependidikan seperti guru dan lainnya dalam
mengatasi masalah pendidikan dan pembelajaran baik di luar
maupun di dalam kelas;
c. profesionalisme bagi pendidik maupun tenaga kependidikan;
d. menumbuhkan dan mengembangkan budaya akademik dalam
lingkungan sekolah,sehingga bisa melakukan perbaikan mutu
pembelajaran dan pendidikan secara berkelanjutan;
e. meningkatkan keterampilan bagi tenaga pengajar khususnya saat
melakukan pembelajaran;
f. meningkatkan kerja sama yang profesional di antara para pendidik
maupun tenaga kependidikan
Manfaat Penelitian
Secara garis besar terdapat dua manfaat penelitian pendidikan, yaitu
manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis adalah bahwa hasil
penelitian pendidikan memperkuat, memperkaya khasanah teori serta
menjadi landasan teori bagi perancangan pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan manfaat praktis adalah bahwa hasil penelitian pendidikan
berguna untuk memberikan solusi nyata praktik pendidikan dan
pengajaran bagi penyelenggara pendidikan.
Ciri-ciri PTS
Pedoman Bimbingan teknis PTS dari Kemdikbud tahun 2016 menyatakan
bahwa ciri-ciri PTS adalah adanya tindakan (action) yang dilakukan pada
situasi nyata dan alami untuk memecahkan masalah secara praktis di
sekolah binaan dan memenuhi kebutuhan untuk berkembang dalam
rangka meningkatkan mutu baik secara manajerial maupun akademik.
Selanjutnya yang dimaksud dengan tindakan pada situasi nyata dan alami
yaitu
1. Tindakan PTS yang dilakukan oleh pengawas sekolah tidak
mengganggu tugas pokok guru dan kepala sekolah maupun tenaga
kependidikan
2. Proses pengambilan data berlangsung alami dan tidak terlalu banyak
menyita waktu
3. Masalah yang dikaji harus merupakan masalah yang benar-benar ada
dan dihadapi oleh guru, kepala sekolah, tenaga pendidikan dan
termasuk pengawas sekolah
4. Mengikuti prosedur standar dalam melaksankan PTS dengan selalu
memegang etika kerja, misalnya meminta ijin, mengambil data,
membuat laporan dan mengikuti seminar hasil PTS
5. PTS terdiri dari empat rangkaian utama yang dilakukan dalam siklus
berulang, setiap siklus meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi.
Berikut adalah alur/desain/tahapan pelaksanaan PTS
b. Best Practice
Best practice juga merupakan karya tulis ilmiah non-hasil penelitian yang
isinya tentang hasil praktik terbaik dalam mengatasi masalah pendidikan.
Best practice digunakan untuk mendeskripsikan atau menguraikan
“pengalaman terbaik” dari keberhasilan pengawas sekolah dalam
melaksanakan tugas, termasuk dalam mengatasi berbagai masalah dalam
melaksanakan pengawasan kepada sekolah binaan, kepala sekolah
dan/atau guru binaan. Jadi best practice bukan laporan kegiatan tugas
pokok pengawas sekolah. Dalam penulisan best practice terdapat ciri-ciri
yang harus ada pada laporan tersebut.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam penulisan best practice adalah
Berdasarkan uraian mengenai karya ilmiah diatas, baik untuk karya ilmiah
hasil penelitian maupun karya ilmiah non hasil penelitian, salah satu
komponen penting yang selalu ada dalam sistematika penulisan karya ilmiah
adalah abstrak. Abstrak memiliki peran yang sangat penting bagi sebuah
karya ilmiah, karena melalui abstrak pembaca dapat menilai apakah karya
ilmiah tersebut layak untuk dibaca atau tidak. Oleh karena itu, agar abstrak
dapat menarik minta pembaca, diperlukan teknik penulisan tertentu.
Berikut hal-hal yang perlu ditulis dalam sebuah abstrak:
1. Masalah penelitian. Bagian pertama dari abstrak harus memuat
masalah yang akan diteliti serta alasan mengapa masalah tersebut
perlu diteliti.
2. Metode yang digunakan. Metode yang digunakan ditulis secara
ringkas untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana masalah
tersebut diteliti.
3. Hasil/temuan. Hasil/temuan merupakan jawaban atas masalah yang
sedang diteliti. Hasil/temuan yang ditulis dalam abstrak hanyalah
hasil/temuan utama (key findings).
4. Kesimpulan. Kesimpulan dinyatakan secara singkat dan umum
mengenai hasil dari penelitian tersebut.
5. Tulislah semua bagian-bagian diatas secara singkat, padat, namun
jelas
B. Karya Terjemahan/Saduran
Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa dalam suatu teks
dari Bahasa sumber ke bahasa sasaran yang dilakukan melalui tulisan.
Pernyataan ini senada dengan Newmark (1981) yang mendefenisikan
bahwa penerjemahan adalah suatu upaya mengalihkan pesan yang
tertulis dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan
mengutamakan kesepadan makna. Sebuah naskah terjemahan dapat
mencapai kesepadanan makna sangat dipengaruhi oleh kemampuan
penerjemah dalam memahami teks sumber dan menyampaikan makna
yang ada dalam teks sasaran.
Hasil penerjemahan/penyaduran sebuah tulisan ditentukan oleh 3 (tiga)
kemampuan penterjemah/penyadur. Apabila penterjemah memiliki
ketiga kemampuan tersebut maka akan mempengaruhi kualitas
terjemahan yang dihasilkan. Ketiga kemampuan dimaksud yakni:
a. kemampuan tata bahasa (grammatical skill)
b. keterampilan membaca (reading skill)
c. analisis wacana (discourse analysis) yang dimiliki penerjemah.
Secara lebih spesifik, pengalihan bahasa/penterjemahan bukan hanya
mengubah bentuk bahasa dari bahasa sumber utama (BSu) ke bahasa
sasaran (BSa), tetapi makna yang terdapat pada BSu juga harus
dipertahankan. Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam penerjemahan,
struktur kalimat yang digunakan dalam BSa boleh saja berbeda dengan
BSu sepanjang keduanya menyampaikan makna yang sama. Dengan
kata lain, seseorang yang membaca suatu teks terjemahan akan sampai
kepada pemahaman yang sama ketika membaca teks tersebut baik dalam
BSu maupun dalam BSa.
Pemertahanan makna yang dimaksud dalam penerjemahan dapat disebut
juga dengan usaha untuk mempertahankan “kesepadanan‟ makna
dan fungsi yang terdapat dalam BSu dan BSa (Bell, 1991; Munday, 2008;
Newmark, 1988; Venuti, 2000). Kesepadanan, menurut Venuti (2000),
dapat dipahami sebagai keakuratan, kecukupan, kebenaran,
keterhubungan, dan ketepatan makna yang terdapat dalam BSu dan BSa.
Meskipun demikian, dalam penerjemahan tidak ada kesepadanan makna
penuh atau utuh yang terdapat dalam BSu dan BSa. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa penerjemahan merupakan proses mencari
kesepadanan makna yang terdapat dalam dua bahasa yang berbeda.
Berbicara tentang penerjemahan yang melibatkan bahasa tentunya juga
tidak terlepas dari unsur budaya oleh karena itu, pemahaman budaya
yang memadai sangat diperlukan dalam penerjemahan. Bahasa dan
budaya ibarat dua sisi koin mata uang yang tak terpisahkan, mengganti
unsur salah satu sisi koin berarti mengubah nilai mata uang tersebut.
Dengan kata lain, menerjemahkan bahasa ke dalam bahasa yang
berbeda berarti juga menerjemahkan budaya ke budaya yang berbeda
pula. Begitu pentingnya unsur budaya dalam penerjemahan, artinya
penerjemahan tidak dapat terpisahkan dari konsep budaya.
Di samping itu, unsur lain yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan
adalah gaya bahasa. Menurut Nababan (1999) gaya bahasa terjemahan
merupakan salah satu aspek penting yang butuh pertimbangan pada
setiap penerjemahan. Gaya bahasa sangat berpengaruh pada tingkat
keterbacaan suatu teks terjemahan sehingga gaya bahasa itu harus
disesuaikan dengan ragam bahasa yang terdapat dalam teks BSu.
Seorang penerjemah harus dapat menentukan gaya bahasa yang
digunakannya dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti siapa
yang akan mengkonsumsi hasil terjemahannya, bagaimana gaya bahasa
yang digunakan dalam teks sumber, dan lain-lain (Duff:1981).
Penerjemahan merupakan suatu proses pengalihan bahasa yang terdapat
dalam teks dari BSu ke BSa dengan mempertahankan kesepadanan
makna dalam kedua
bahasa tersebut. Dengan demikian, seorang penerjemah harus mampu
memilih makna yang sepadan yang dapat mengimbangi bobot makna
sebuah kata pada teks sumber ke dalam teks sasaran
C. Karya Inovatif
Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi, atau
penemuan baru sebagai bentuk kontribusi terhadap peningkatan kualitas
pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan,
sains/teknologi, dan seni. Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 143 Tahun 2014 diuraikan
bahwa karya inovatif adalah karya yang dihasilkan melalui gagasan baru
atau pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi tepat guna, bidang
seni, dan pengembangan standar/pedoman atau sejenisnya yang
bermanfaat bagi pendidikan dan pengawasan.
Ciri karya sains/teknologi tepat guna antara lain bermanfaat untuk tugas
kepengawasan, persekolahan/pendidikan atau masyarakat. Terdapat unsur
modifikasi/inovasi apabila sebelumnya sudah pernah ada di sekolah
atau di lingkungan masyarakat tersebut. Karya sains/teknologi tepat guna
yang digunakan untuk masyarakat harus memiliki surat keterangan dari
pihak berwenang minimal dari kepala desa/kelurahan atau instansi tempat
karya sains/teknologi tepat guna digunakan
Karya Seni
Karya seni adalah ekspresi atau wujud dari gagasan, nilai-nilai, keyakinan,
sikap, perasaan, yang diproses melalui serangkaian aktivitas apresiasi,
pengelolaan sensitivitas, dan pengembangan kreativitas manusia
terhadap unsur-unsur rupa, gerak, suara, dan bahasa menggunakan
berbagai medium.
Tujuan Strategi/
Uraian Indikator Penilaian dan Rencana Tindak
No. dan Skenario Pembimbingan Sumber Daya
Kegiatan Keberhasilan Metode/ Teknik Instrumen Lanjut
Sasaran
(1) (2) (3) (5) (6) (7) (9) (10)
1 Pembimbin Empat 75% peserta Metode Delfie A. Pendahuluan ATK, laptop, Instrumen Menyusun jadwal
gan dan puluh pelatihan pembimbingan Koordinas dengan sekolah kepala LCD Penilaian kegiatan
pelatihan orang guru dapat berkelanjutan sekolah dan koordinator PKB Permendikbud proposal dan pelaksaaan PTK,
penyusunan mampu menyusun KTI RI laporan PTK konsultasi, diskusi
B. Kegiatan Inti
KTI dalam menyusun dalam bentuk dan lain-lain
bentuk PTK KTI dalam PTK Diklat merancang/menyusun KTI
bentuk dalam bentuk Penelitian Tindakan
PTK Kelas
C. Penutup
Melakukan refleksi dan simpulan
dan penguatan
.....................,................
Mengetahui Pengawas Sekolah,
Koordinator Pengawas Sekolah,
NIP NIP.
Keterangan :
Kolom (1) : diisi dengan nomor urut.
Kolom (2) : diisi dengan materi Program Perencanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Penilaian Hasil
Pembelajaran, Pelaksanaan Pembimbingan seta Pelatihan Siswa dan Tugas Tambahan, Pembimbingan Pembuatan KTI
dalam Bentuk PTK. Materi pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah diisi dengan materi Menyusun Program Kerja
Sekolah, Pelaksanaan Program Kerja Sekolah, Program Pengawasan dan Evaluasi, Kepemimpinan Sekolah, Sistem
Informasi Manajemen, Pembimbingan PTK/PTS, serta Penyusunan RKAS dengan SNP dan Akreditasi Sekolah.
Kolom (3) : diisi dengan tujuan yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan dan tidak menimbulkan penafsiran ganda; : diisi
dengan sasaran, yaitu jumlah guru yang mengikuti pembimbingan dan pelatihan, baik bertempat di sekolah binaan
maupun di KKG/MGMP/MGP atau di KKKS/MKKS.
Kolom (4) : diisi dengan jumlah pembimbingan dan pelatihan yang dilakukan dalam satu semester atau satu tahun rencana. 57
Kolom (5) : diisi dengan indikator keberhasilan yang ditulis dengan jelas dan terukur sesuai dengan tujuan pembimbingan dan pelatihan.
Kolom (6) : diisi dengan cara-cara melakukan program pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah.
Kolom (7) : diisi dengan skenario pembimbingan yang ditulis secara sistematis mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan penutup.
Kolom (8) : diisi dengan menyebutkan alat dan bahan kegiatan yang relevan (LCD, permen, juknis, juklak).
Kolom (9) ; diisi dengan menyebutkan instrumen dan dokumen lain yang digunakan untuk melakukan penilaian.
Kolom (10) : diisi dengan rancangan tindak lanjut yang operasional dan rasional, misalnya melalui konsultasi, diskusi, pemberian contoh,
atau lanjutan workshop, diklat.