Anda di halaman 1dari 20

PAPER ASKEB PERSALINAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb


“Penyulit dan Komplikasi Ibu Bersalin”’’

Nama Dosen:
Rifa Rahmi, SST,M.Kes

Disusun oleh:
Hidayah Sri Intan
Nim:
200301192

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKes) AL- INSYIRAH PEKANBARU
TAHUN 2021/ 2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan hinayah nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan paper Askeb persalinan dengan judul
“penyulit dan Komplikasi Ibu Bersalin tepat pada waktunya. Penyusunan paper semaksimal
mungkin kami upayakan dan didukung bantuin berbagai pihak, sehingga dapat memperlacar
dalam penyusunan nya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan paper ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada kami menerima segala masukan dan saran dari pihak yang pembaca untuk perbaikan paper
ini kedepannya.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari paper sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca. Akhir kata kami
ucapkan terimakasih.

Pekanbaru,23 November 2021


Penyusun

Hidayah Sri Intan

DAFTAR ISI

2
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Kala I
.1.1 Identifikasi Masalah ................................................................................... 6
.1.2 Menilai data dan membuat diagnosis ........................................................... 7
.1.3 Membuat rencana asuhan ........................................................................... 7
.2 Asuhan Kala I
.2.1 Penggunaan partograf ................................................................................ 8
.2.2 Dukungan Persalinan ............................................................................... 10
.2.3 Pengurangan Rasa Sakit ........................................................................... 11
.2.4 Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis pada ibu ................................... 11
.3 Asuhan Kala II
.3.1 Asuhan Sayang Ibu ................................................................................. 13
.3.2 Posisi posisi Persalinan ........................................................................... 13
.3.3 Pertolongan Persalinan Sesuai APN ......................................................... 14
.3.4 Amniotomi ............................................................................................ 15
.3.5 Episiotomi ............................................................................................. 15
.4 Asuhan Kala III
.4.1 Manajemen Aktif Kala III ....................................................................... 16
.5 Asuhan Kala IV
.5.1 Penjahitan Luka Laserasi ........................................................................ 19
.5.2 Pemantauan Kala IV .............................................................................. 20
BAB III PENUTUP
.1 Kesimpulan ................................................................................................... 22
.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang
bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan selama 9 bulan. Ketika
persalinan di mulai, peranan ibu adalah melahirkan bayinya. Peran petugas kesehatan adalah
memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi dalam persalinan
(Prawirohardjo, 2009). Komplikasi dalam persalinan ditandai dengan adanya kelambatan atau
tidak adanya kemajuan proses persalinan dalam ukuran satuan waktu tertentu. hal ini disebabkan
karena adanya kelainan dari tenaga persalinan yaitu kekuatan his yang tidak memadai, adanya
kelainan presentasi – posisi, gangguan pada rongga panggul atau kelainan jaringan lunak dari
saluran reproduksi yang menghalangi densus janin (Nugroho, 2012). Kelainan – kelainan yang
diperlihatkan sering kali menimbulkan gangguan pada persalinan atau menimbulkan adanya
penyulit didalam persalinan (Cunningham Dkk, 2005).
Penyebab penyulit dalam persalinan yang mungkin terjadi pada kala I diantaranya yaitu
adanya riwayat bedah caessarea, partus preterm, gawat janin, KPD, preeklamsia berat,
makrosomi, persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih 5/5, sedangkan untuk
penyebab kala II diantaranya adalah presentasi bukan belakang kepala, presentasi ganda, tali
pusat menumbung, syok, fase laten berkepanjangan, dan partus lama, untuk kala III sendiri yaitu
adanya retensio plasenta, sisa plasenta, antonia uteri, kelainan darah serta luka laserasi, dan kala
IV yang biasanya terjadi adalah adanya perdarahan postpartum, yang terbagi menjadi dua yaitu
perdarahan sekunder dan perdarahan primer (Prawirohardjo, 2008). Penyulit persalinan salah
satunya adalah partus lama atau partus tak maju yang dapat menimbulkan terjadinya ruptura uteri
imminens dan bisa mengakibatkan terjadinya perdarahan dan infeksi, sedangkan penyebab
terjadinya partus lama atau partus tak maju sendiri karena adanya kelainan letak pada janin,
kelainan panggul ibu, kelainan kekuatan HIS atau kontraksi dan mengejan terjadi
ketidakseimbangan atau sefalopelvik serta persalinan yang salah (Manuaba, 2010).

1.2 Rumusan masalah


 Apa saja tanda-tanda bahaya atau komplikasi ibu dan janin pada kala I?
 Apa saja tanda-tanda bahaya atau komplikasi ibu dan bayi pada kala II, III, IV
persalinan?
 Apa saja penatalaksanaan tindakan yang sesuai bila ditemukan adanya penyulit pada kala
I, II, III, dan IV?
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa bisa dapat memahami dan mengetahui penyulit dan komplikasi pada ibu
bersalin sesuai kala persalinan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi tanda-tanda dini bahaya/komplikasi ibu dan janin pada kala I persalinan
2.1.1 Pendarahan pervaginam

2.1.2 Inersia His


Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan / sifatnya
menyebabkanrintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
persalinan macet (Prof.Dr. Sarwono Prawirohardjo, 1993). Inersia uteri dapat menyebabkan
persalinan akan berlangsung lama dengan akibat terhadap ibu dan janin yaitu infeksi, kehabisan
tenaga dan dehidrasi. (Buku Obstetri Fisiologi, UNPAD, 1983).
Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam persalinan diperlukan his normal
yang mempunyai sifat :
1. Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim.
2. Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim
3. Kekuatannya seperti memeras isi rahim
4. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi
retraksidan pembentukan segmen bawah rahim.

5
Jenis-jenis kelainan his menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1993) :
1. His Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal, fundus berkontraksi
lebih kuatdan lebih dulu daripada bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat
dan jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya bersifat
lemah, pendek,dan jarang dari his normal. Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri primer, bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung
lama dan terjadi pada kala I fase laten.
b. Inersia uteri sekunder, timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan
terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapat ditegakkan
dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin
ketuban telah pecah. Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama
sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang
ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.
2. His Hipertonik
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal,
tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat
dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus
presipitatus). Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
a. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
b. Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan inversio uteri.Tetania
uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian janin dalam rahim. Bahaya
bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina
danperineum. Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena mengalami
tekanankuat dalam waktu singkat.
3. His Yang Tidak Terkordinasi
Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat Hypertonic Urine
Contraction. Tonus otot meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak adasinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.

6
2.1.3 Fetal Distres
Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi yang menandakan bahwa janin kekurangan oksigen
selama masa kehamilan atau saat persalinan. Kondisi ini dapat dirasakan ibu hamil dari gerakan janin
yang berkurang. Janin yang mengalami fetal distress dapat dideteksi oleh dokter melalui
pemeriksaan detak jantung janin yang lebih cepat atau lebih lambat, serta air ketuban yang keruh
melalui USG kehamilan. Bayi yang mengalami gawat janin juga akan memiliki pH darah yang
asam. Gawat janin merupakan kondisi yang sulit dicegah. Namun, pemeriksaan kehamilan secara
rutin dapat membantu memantau kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan. Pemeriksaan
tersebut bertujuan untuk memantau kondisi janin, mendeteksi gangguan sejak dini, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi.

Beberapa gejala dan tanda gawat janin meliputi:

1. Gerakan janin berkurang secara drastis


Pergerakan janin dapat berkurang menjelang persalinan karena ruang gerak di dalam rahim
berkurang. Namun, normalnya pergerakan janin tetap dapat terasa dan memiliki pola yang sama.
Pergerakan janin yang berkurang atau berubah secara drastis dapat menjadi tanda gawat janin.
Oleh karena itu, ibu hamil disarankan untuk terbiasa memantau gerakan janin untuk lebih
mengenal pola gerakan dan kondisi janin.

2. Ukuran kandungan terlalu kecil dari usia kehamilan


Pengukuran ini dinamakan pengukuran tinggi puncak rahim (tinggi fundus uteri), yang
diukur mulai dari tulang kemaluan ke atas. Jika ukuran kandungan dirasa terlalu kecil untuk usia
kehamilan, hal tersebut dapat menandakan gawat janin. Gawat janin dapat disebabkan oleh
berbagai hal, seperti kondisi kehamilan maupun kesehatan ibu. Berikut ini beberapa gangguan
yang dapat menyebabkan gawat janin, antara lain:

 Gangguan pada plasenta atau ari-ari, dapat menyebabkan pasokan oksigen dan nutrisi
pada janin berkurang.
 Kontraksi terjadi terlalu cepat dan kuat.
 Masa kehamilan lebih dari 42 minggu.
 Ibu hamil pada usia di atas 35 tahun.

7
 Kehamilan kembar.
 Mengalami komplikasi kehamilan, seperti preeklamsia, polihidramnion atau
oligohidramnion, dan hipertensi dalam kehamilan.
 Ibu menderita anemia, diabetes, hipertensi, asma, atau hipotiroidisme.

2.1.4 Kala I memanjang


Persalinan dengan kala 1 memanjang adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih
dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaanya tidak adekuat atau bervariasi kurang dari 1 cm
setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan, kurang dari 1,2 cm
per jam pada primigravida, lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap
(rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida
insidenya dua kali lebih besar dari pada multigravida(Saifuddin, 2009).

 Penyebab
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan panggul
3. Kelainan his
4. Janin besar atau kelainan kongenital
5. Primitua
 Klasifikasi
Kala I memanjang diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
1. Fase laten memanjang ( prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,
2009)
2. Fase aktif memanjang ( prolonged active phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm
per jam pada primigravida (Oxon, 2010)

2.1.5 Gemeli

8
2.1.6 POPP (Posisi Oksipitalis Posterior Persisten)
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP dengan sutura
sagitalis melintang/ miring, sehingga ubun- ubun kecil dapat berada dikiri melintang, kanan
melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang/ kanan belakang. Dalam keadaan fleksi bagian
kepala yang pertama mencapai dasar panggul adalah oksiput. POPP ini dapat disebabkan karena
beberapa hal, diantaranya bentuk panggul antropoid,panggul android karena memiliki segmen
depan yang sempit, otot panggul yang sudah lembek biasanya hal ini terjadi pada multipara, dan
karena kepala janin yang kecil dan bulat.

2.1.7 Persentasi Puncak


Presentasi puncak kepala, pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan
sementara, yang kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala.Mekanisme
persalinannya hamper sama dengan posisi oksipitalis posterior persistens,sehingga keduanya
seringkali di kacaukan dengan yang lainnya.

2.1.8 Persentasi Muka


Adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput
tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah menghadap kebawah. Muka.
Letak muka adalah letak kepala dengan defelksi maksimal,hingga occiput mengenai punggung
dan muka terarah kebawah. Pada pemeriksaan luar dada akan teraba seperti punggung,bila muka
sudah masuk ke dalam rongga panggul , jari pemeriksa dapat meraba dagu,mnulut,hidung dan
pinggir orbita. Pemeriksaan harus di lakukan dengan hati-hati,sehingga tidak melukai mata dan
mulut.hal ini di sebabkan kaeran keadaan yang memaksa terjadinya defelksi kepala atau keadaan
yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, oleh karena itu janin tidak dapat lahir spontan kecuali
bila janin kecil atau mati.

2.1.9 Persentasi Dahi


Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala berada di antara fleksi
maksimal,sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada permulaan persalinan,diagnosis
presentasi dahi sulit di tegakkan.pemeriksaan luar memberikan hasil seperti pada presentasi

9
muka,tetapi pada bagian kepala tidak seberapa menonjol, denyut jantung jauh lebih jelas di
dengar di bagian dada,yaitu sebelah yang sama dengan bagian-bagian kecil. presentasi dahi
dengan ukuran panggul dan janin yang normal,tidak akan dapat lahir spontan pervaginam,
sehingga harus di lahirkan dengan secio sesaria.

2.2 Identifikasi tanda-tanda dini bahaya / komplikasi ibu dan bayi masa kala II, II, IV
persalinan
2.2.1 Persalinan macet/kala II memanjang
Batas yang diberikan pada durasi kala II biasanya berlangsung 2 jam untuk primigravida dan
1 jam untuk multigravida Biasanya ditentukan oleh protokol kamar bersalin lokal bukannya bukti
yang ada atau pilihan ibu. Ibu jarang memilih persalinan istrumental. Tampaknya posisi
maternal, mengejan non-aktif, dan menghindari batas waktu pada kala kedua. Memperbaiki
angka kelahiran spontan tanpa membahayakan ibu maupun janin. Dengan mengakhiri kala dua
langsung tetapi lambat dengan persalinan istrumental meningkatkan traumamaternal, dapat
menyebabkan trauma janin dan tidak ada maanfaat pada hasil bayi (Chapman, Vicky 2006:99).
Sebab-sebab partus lama dibagi 3 golongan, yaitu :
a. Kelainan tenaga (power)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan
lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan. Banyak upaya untuk mengefektifkan kontraksi (power)
antara lain; (nor farmakologi) teknik ambulasi, perubahan posisi, akupresure, support keluarga,
stimulasi puting susu, pemberian asupan cairan dan nutrisi, kompres hangat pada fundus,
berendam air hangat, serta mengurangi stressor dan kelelahan ibu. (farmakologi) salah satunya
yaitu oxytosin.
b. Kelainan janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena mengalami kelainan dalam letak
atau dalam bentuk janin.
c. Kelainan jalan lahir
Kelaianain dalam ukuran bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau
menyababkan kemacetan.

10
Bahaya partus lama bagi ibu dan janin adalah ;
1) Bahaya bagi ibu
Persalinan lama menimbulkan efek berbahaya bagi ibu maupun bayinya. Terdapat kenaikan
pada insiden atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan dan syok. Angka kelahiran
dengan tindakan SC, tinggi semakin memperburuk bagi ibu.
2) Bahaya bagi janin
Semakin lama persalinan semakin tinggi morbidilitas serta mortalitas janin dan semakin
sering terjadi keadaan berikut ini ;
a) Asfiksia.
b) Trauma carebri disebabkan oleh penekanan kepala janin.
c) Cidera akibat tindakan.
d) Pecahnya ketuban lama sebelum persalianan.

2.2.2 Retensio Plasenta


Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari tidak keluar dengan sendirinya
atau tertahan di dalam rahim setelah melahirkan. Kondisi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan infeksi, bahkan kematian. Penyebab Retensi Plasenta, berdasarkan penyebabnya,
retensi plasenta dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
 Placenta adherens
Retensi plasenta jenis placenta adherens terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat
untuk mengeluarkan plasenta. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelelahan pada ibu setelah
melahirkan atau karena atonia uteri. Placenta adherens merupakan jenis retensi plasenta yang
paling umum terjadi.

 Plasenta akreta
Plasenta akreta terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam di dinding rahim sehingga
kontraksi rahim saja tidak dapat mengeluarkan plasenta. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh
kelainan pada lapisan rahim akibat menjalani operasi pada rahim atau operasi caesar pada
kehamilan sebelumnya.

11
 Trapped placenta
Trapped placenta adalah kondisi ketika plasenta sudah terlepas dari dinding rahim, tetapi
belum keluar dari rahim. Kondisi ini terjadi akibat menutupnya leher rahim (serviks) sebelum
plasenta keluar.

Retensi plasenta lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa faktor berikut:

 Hamil di usia 30 tahun ke atas


 Melahirkan sebelum usia kehamilan mencapai 34 minggu (kelahiran prematur).
 Mengalami proses persalinan yang terlalu lama
 Melahirkan bayi yang mati di dalam kandungan

Penanganan retensi plasenta bertujuan untuk mengeluarkan plasenta atau sisa jaringan
plasenta dari dalam rahim. Tindakan yang dilakukan dokter antara lain:

 Mengeluarkan plasenta dari rahim secara manual (menggunakan tangan)


 Memberikan obat-obatan untuk merangsang rahim berkontraksi dan mengeluarkan
plasenta.

2.2.3 Atonia Uteri


Atonia uteri adalah kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah melahirkan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan yang dapat membahayakan nyawa
ibu. Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk berkontraksi adalah penyebab paling
umum perdarahan postpartum atau perdarahan setelah persalinan yang menjadi salah satu faktor
utama penyebab kematian ibu. Jika terjadi atonia uteri, perdarahan yang terjadi akan sulit
berhenti. Akibatnya, ibu bisa kehilangan banyak darah. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
detak jantung, menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada punggung. Penyebab atonia uteri
belum diketahui dengan pasti. Namun, beberapa faktor selama kehamilan dan proses melahirkan
diduga berkontribusi terhadap terjadinya kondisi ini. Faktor tersebut di antaranya adalah:

 Rahim yang terlalu teregang akibat polihidramnion


 Kehamilan kembar

12
 Kehamilan dengan bayi berukuran besar
 Persalinan yang sangat cepat atau persalinan yang sangat lama
 Persalinan dengan induksi
 Penggunaan obat-obatan seperti obat bius umum ataupun oksitosin selama persalinan

2.2.4 Perdarahan pervaginam kala III

2.2.5 Perlukaan jalan lahir


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan
lahin terdiri dari :
 Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadiluas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia
suboksipito bregmatika. Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm
(Prawirohardjo, 1999)"
 Luka Perineum
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana
muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4tingkatan :
 Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perinium
 Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak mengenai spingter ani

13
 Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
 Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum"

2.3 Penatalaksanaan tindakan yang sesuai bila ditemukan adanya penyulit pada kala I, II,
III dan IV
.3.1 Manuver Mc Robert
Manuver ini cukup sederhana, aman dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu
derajat ringan sampai sedang.
 Posisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha
sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki kearah luar
(abduksi)
 Lakukan episiotomi yang cukup lebar.
 Mintalah asisten menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangann
ya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk ke bawah simfisis.
 Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap.
 Hindari tarikan berlebihan untuk menghindari cedera pleksus brakhialis.

2.3.2 KBI
Ada kalanya setelah kelahiran plasenta terjadi perdarahan aktif dan uterus tidak berkontraksi
walaupun sudah dilakukan menajemen aktif kala III. Dalam kasus ini uterus tidak berkontraksi
dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala III dalam waktu 15 detik setelah plasenta lahir.
Tindakan atau penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan tindakan kompresi bimanual
interna,kompresi bimanual eksterna atau kompresi aorta abdominalis. Sebelum melakukan
tindakan ini harus dipastikan bahwa penyebab perdarahan adalah atonia uteri,dan pastikan tidak
ada sisa plasenta. Proses penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan dalam
proses persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah aplikasi
tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium (yang untuk sementara
waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman
cabang-cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya. Kompresi bimanual interna
dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600

14
ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan
post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak
dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post Partum (HPP)
adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams,
1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin
E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir Tiga hal yang harus
diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
a. Menghentikan perdarahan.
b. Mencegah timbulnya syok.
c. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh
persalinan.
Berdasarkan penyebabnya :
a. Atoni uteri (50-60%)
b. Retensio plasenta (16-17%)
c. Sisa plasenta (23-24%)
d. Laserasi jalan lahir (4-5%) e. Kelainan darah (0,5-0,8%)

2.3.3 KBE
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan
perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus
dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan
sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah
perdarahan. Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri.
Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga
kebersihan. sedapat mungkin,gantilah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai
tindakan ini. KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan

15
berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal. Prinsip Pelaksanaan Kompresi Bimanual :
1. Kaji ulang indikasi
2. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga
3. Cegah infeksi sebelum tindakan
4. Kosongkan kandung kemih
5. Pastikan perdarahan karena atonia uteri
6. Pastikan plasenta lahir lengkap

2.3.4 KAA
Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada,
kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk sementara
waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi
Tata cara komperesi aorta abdominalis:
a. Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan
kiri selama 5 s/d 7 menit.
b. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak
kekurangan darah.
c. tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga
tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.

2.3.5 Plasenta Manual

Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari tidak keluar dengan sendirinya
atau tertahan di dalam rahim setelah melahirkan. Kondisi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan infeksi, bahkan kematian. Plasenta adalah organ yang terbentuk di dalam rahim
ketika masa kehamilan dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk
janin, serta sebagai saluran untuk membuang limbah sisa metabolisme dari darah janin.
Normalnya, plasenta keluar dari rahim dengan sendirinya beberapa menit setelah bayi dilahirkan.
Namun, pada ibu yang mengalami retensi plasenta, plasenta tidak keluar dari dalam rahim

16
sampai lewat dari 30 menit setelah persalinan. Penyebab Retensi Plasenta Berdasarkan
penyebabnya, retensi plasenta dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Placenta adherens

Retensi plasenta jenis placenta adherens terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup kuat untuk
mengeluarkan plasenta. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelelahan pada ibu setelah melahirkan
atau karena atonia uteri. Placenta adherens merupakan jenis retensi plasenta yang paling umum
terjadi.

2. Plasenta akreta

Plasenta akreta terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam di dinding rahim sehingga kontraksi
rahim saja tidak dapat mengeluarkan plasenta. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh kelainan
pada lapisan rahim akibat menjalani operasi pada rahim atau operasi caesar pada kehamilan
sebelumnya.

3. Trapped placenta

Trapped placenta adalah kondisi ketika plasenta sudah terlepas dari dinding rahim, tetapi belum
keluar dari rahim. Kondisi ini terjadi akibat menutupnya leher rahim (serviks) sebelum plasenta
keluar.

 Faktor Risiko Retensi Plasenta


Retensi plasenta lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa faktor berikut:

1. Hamil di usia 30 tahun ke atas

2. Melahirkan sebelum usia kehamilan mencapai 34 minggu (kelahiran prematur).

3. Mengalami proses persalinan yang terlalu lama

4. Melahirkan bayi yang mati di dalam kandungan

17
 Gejala Retensi Plasenta
Tanda utama retensi plasenta adalah tertahannya sebagian atau seluruh plasenta di dalam tubuh
lebih dari 30 menit setelah bayi dilahirkan. Keluhan lain yang dapat dialami adalah:
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri yang berlangsung lama
4. Perdarahan hebat
5. Keluar cairan dan jaringan berbau tidak sedap dari vagina
 Pencegahan Retensi Plasenta
Untuk mencegah retensi plasenta, dokter akan melakukan langkah antisipasi selama proses
persalinan, seperti:
1. Memberikan obat-obatan, seperti oksitosin, segera setelah bayi lahir untuk merangsang
kontraksi rahim agar seluruh plasenta keluar
2. Menjalankan prosedur controlled cord traction (CCT), yaitu dengan menjepit dan menarik tali
pusar bayi sambil melakukan pijatan ringan pada perut ibu untuk merangsang kontraksi rahim.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


Bandung.1983.Obstetri Fisiologi. Penerbit Eleman: Bandung.
Bennet and Brown. 2009. Myles Texbook for Midwives (13 Ed). UK London Bobak.
2011.Bukuajar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Buku Acuan Pelatihan Asuhan Persalinan Dasar. Jakarta.
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit EGC: Jakarta.
Mochtar, R. 2007. Sinopsis Obstetri. Penerbit EGC: Jakarta.
Varney. 2007. Buku ajar Asuhan Kebidanan Vol.2. EGC: Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai