Anda di halaman 1dari 15

GREEN ARSITEKTUR

UJIAN AKHIR SEMESTER

DISUSUN OLEH :

NURHAYATI
F 221 17 102

PROGRAM STUDI S1 ARSITEKTUR


JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
1) Konsep dan Variabel Sistem Penilaian Green arsitektur yang di
Gunakan di Indonesia
Untuk perangkat tolok ukur bangunan hijau di Indonesia, GBC Indonesia
mengeluarkan sistem rating yang dinamakan Greenship. Greenship bersifat khas
Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu
mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Di Indonesia, program sertifikasi
diselenggarakan oleh Komisi Rating Lembaga Bangunan Hijau Indonesia secara
kredibel, akuntabel dan penuh integritas.
Sistem Rating Bangunan Hijau untuk Indonesia yaitu greenship, sebuah
perangkat penilaian yang dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council
Indonesia (GBC Indonesia) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat
dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. greenship bersifat
khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu
mengakomodasi kepentingan lokal setempat.
Sistem rating greenship adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek
penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit
point/poin nilai). Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating,
maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Bila jumlah
semua poin nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang
ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi
tententu. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu
dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian
(eligibilitas). Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek
yang terdiri dari :
1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD).
2. Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER).
3. Konservasi Air (Water Conservation/WAC).
4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC).
5. Kualitas Udara dan Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC).
6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management).

Saat ini greenship berada dalam tahap penyusunan greenship untuk


Bangunan Baru (New Building), Bangunan Terbangun (Eksisting Building),
Ruang Interior (Interior Space), dan sistem rating greenship akan terus
berkembang untuk kategori-kategori bangunan lainnya.
Sistem rating bangunan hijau greenship mempunyai beberapa tipe sesuai
dengan jenis gedung, antara lain :
a. New Building (Gedung Baru)
Greenship for New Building (gedung baru) komersial adalah suatu
bangunan yang didirikan di atas suatu lahan kosong atau bangunan lama yang
dibongkar dengan peruntukan sebagai fungsi perkantoran, pertokoan, rumah sakit,
hotel, dan apartemen. Pertimbangan yang dilakukan dalam memilih tipe New
Building ini sebagai perangkat penilaian yang pertama kali disusun adalah karena
dinilai lebih mudah dibandingkan dengan tipe lain seperti gedung terbangun
(existing building) dan lain-lain.

b. Existing Building (Gedung Terbangun)


Greenship for Existing building (gedung terbangun) adalah sistem rating
untuk sertifikasi bangunan gedung yang telah lama beroperasi minimal satu tahun
setelah gedung selesai dibangun dengan peruntukan gedung sebagai perkantoran,
pertokoan, apartemen, hotel, atau rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta.
Kompleksnya variabel yang harus dipertimbangkan dalam implementasi green
building pada gedung terbangun banyak terkait dengan manajemen operasional
dan pemeliharaan gedung. Sebanyak kurang lebih 98% bangunan di Indonesia
adalah gedung terbangun, maka hal ini menjadi tantangan GBC INDONESIA
untuk mengajak semua pihak menerapkan praktik green building pada tahap awal
pembelajaran ini terhadap seluruh pihak industri bangunan.

c. Interior Space (Ruang Interior)


Sasaran yang dituju oleh greenship ruang interior adalah pihak pengguna
yang pada umumnya merupakan suatu badan usaha berbentuk manajemen
perusahaan penyewa dan menggunakan sebagian atau keseluruhan ruangan
didalam gedung dengan diikuti oleh proses kegiatan fit out yang berfungsi untuk
mengakomodasi aktivitas perusahaannya. Lingkup penilaian dari greenship Ruang
Interior ini juga tidak hanya sebatas aktivitas fit out semata, tetapi juga meliputi
kebijakan pihak manajemen dalam melakukan pemilihan lokasi atau pemilihan
gedung serta pengelolaan yang dilakukan oleh pihak manajemen setelah aktivitas
di dalamnya mulai beroperasi.

d. Tingkatan Peringkat Bangunan Hijau


Untuk menciptakan sebuah green building, harus dilalui serangkaian proses. Bagi
sebuah bangunan baru, tentunya terlebih dahulu ditetapkan bahwa bangunan yang
akan dirancang dan dibangun akan menjadi suatu green building. Pemilik atau
pihak manajemen sudah harus menetapkan peringkat mana yang ingin dicapai.
Dari awal tentu pemilik sudah dapat memproyeksikan apakah usaha yang
dilakukan setara dengan pengembalian investasi yang akan diperoleh atau tidak.

Ada empat tingkat peringkat greenship, yaitu Platinum, Emas, Perak dan
Perunggu Peringkat yang diberikan, mencerminkan usaha pemilik gedung dan
timnya. Semakin tinggi peringkat yang diinginkan, semakin relatif besar pula
usaha, biaya dan teknologi melalui pengumpulan nilai yang harus dicapai.

2) Kesimpulan Hasil Assessment Greenship Home


Sesuai dengan rumah berkonsep green, maka kondisi rmah yang masih
pada peringkat emas dan perak tersebut masih sangat mungkin untuk di
tingkatkan menjadi peringkat platinum. Upaya untuk meningkatkan poin-poin
yang baru nanti dapat berasal dari interior maupun eksterior, seperti pemasangan
energy terbarukan, penggantian lampu LED dan pemasangan sensor cahaya, serta
upaya lainnya. Pada sisi yang lain, dampak nyata dari rumah ramah lingkungan
adalah adanya pendapatan tambahan terkait hasil-hasil kebun.
3) Strategi dan Fokus Konsep Desain Green Arsitektur dan Contonya
a. Arsitektur Bioklimatik
Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek
untukmendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan
antara bentukarsitektur dengan lingkungannya dalam kaitanyan iklim daerah
tersebut. Tema Bioklimatik merupakan salah satu langkah menuju ke arah yang
lebih baikdan sehat, dengan menerapkan perancangan yang baik yang
memiliki Keindahan /Estetika (venustas), Kekuatan (Firmitas), dan
Kegunaan / Fungsi (Utilitas).
Perkembangan Arsitektur Bioklimatik berawal dari tahun 1990-an.
Arsitektur bioklimatikmerupakan arsitektur modern yang di pengaruhi oleh iklim.
Dalam merancang sebuahdesain bangunan juga harus memikirkan
penerapan desain bangunan yangberadaptasi dengan lingkungan atau
iklim setempat. Penghematan energi denganmelihat kondisi yang ada di
sekitar maupun berdampak baik pada kesehatan. Denganstrategi perancangan
tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidaknyaman
menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak menkonsumsi
energi.Kebutuhan energi perkapita dan nasional dapat di tekan jika secara nasional
bangunandi rancang dengan konsep hemat energi.
Selain itu yang dapat kita temui padabangunan bioklimatik yaitu
mempunyai ventilasi alami agar udara yang dihasilkanalami, Tumbuhan
dan lanskap membuat bangunan lebih sejuk serta memberikan efekdingin pada
bangunan dan membantu proses penyerapan O2, dan pelepasan CO2,demikian
juga dengan adanya Solar window atau solar collector heat di
tempatkandidepan fisik gedung untuk menyerap panas matahari.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain dengan tema
bioklimatik strategi pengendalian iklim :
 Memperhatikan keuntungan matahari
 Meminimalkan perlakuan aliran panas
 Meminimalkan pembesaran bukaan/bidang terhadap matahari
 Memperhatikan ventilasi
 Memperhatikan penguapan pendinginan, sistem atap.

Contoh Arsitektur Bioklimatik


 The Roof-roof House
Bangunan ini di desain oleh Kean Yeang dengan tema bioklimatik.
Bangunan iniadalah tempat tinggal yang di tempati oleh dirinya sendiri dan berada
di lingkunganperkebunan karet. Bagian yang menarik yaitu atap dengan louverd
paying atap . Atapmelengkung di puncak bangunan berfungsi untuk menyaring
cahaya yang masukkedalam rumah dan mengatur pencahayaan yang masuk. Pada
sore hari yang panaspanas matahari di pantulkan ke samping sehingga dapat
meminimalkan cahaya yangmasuk ke dalam bangunan. Apabila cahaya masuk
berlebihan hal ini dapat diatasidangan penggunaan jalusi dan sekat-sekat yang
dapat di atur sesuai keinginan,penggunaan ini juga bermanfaat dalam pengaturan
aliran udara dalam ruang
b. Arsitektur Ekologi
Teori Arsitektur Ekologi, Pendekatan ekologi dalam arsitektur yang lain
yaitu menurut Frick (1998) adalah bahwa eko-arsitektur mencakup keselarasan
antara manusia dan alam. Eko- arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam,
sosio kultural, ruang dan teknik bangunan. Ekoarsitektur bersifat kompleks,
mengandung bagian-bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta
biologi pembangunan. Oleh sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan
mengandung semua bidang.

Unsur Arsitektur Ekologi


Unsur-unsur arsitektur ekologi menurut Heinz Frick dan Suskiyatno(1998)
adalah :
1. Udara, merupakan salah satu yang sangat dibutuhkan untuk
keberlangsungan hidup, karena memiliki hubungan erat dengan
pernapasan yang didalamnya terkandung oksigen dan dibutuhkan makhluk
hidup.
2. Air, merupakan salah satu elemen pembentuk bumi, dengan
adanya air sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup.
3. Tanah/bumi, sangat vital untuk keberlangsungan hidup. Selain
untuk berpijak, tanah juga berfungsi sebagai sumber kehidupan dengan
cara bercocok tanam.
4. Api, Merupakan energi yang digunakan untuk membakar. Semua
kegiatan manusia sangat bergantung pada elemen tersebut, seperti
dijelaskan pada gambar 3. Diagram Unsur Ekologi.

Prinsip Arsitektur Ekologi


Heinz Frick memiliki beberapa prinsip bangunan ekologis yang antara lain
seperti :
1. Penyesuaian terhadap lingkungan alam setempat,
2. Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan
menghemat penggunaan energi,
3. Memelihara sumber lingkungan (udara, tanah, air),
4. Memelihara dan memperbaiki peredaraan alam,
5. Mengurangi ketergantungan kepada sistem pusat energi (listrik, air) dan
limbah (air limbah dan sampah),
6. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhannya sehari-
hari,
7. Memanfaatkan sumber daya alam sekitar kawasan perencanaan untuk
sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan maupun
untuk utilitas bangunan (sumber energi, penyediaan air).

Contoh Arsitektur Ekologi


Contoh dari bangunan ekologi arsitektur adalah Perpustakaan Pusat
Unversitas Indonesia yang berlokasi di Depok, Jawa Barat.

Perpustakaan ini merupakan pengembangan dari perpustakaan pusat yang


dibangun pada tahun 1986-1987, yang dibangun di area seluas 3 hektare dengan 8
lantai yang didanai oleh Pemerintah dan Industri dengan anggaran Rp 100 Miliar
yang dirancang bediri di atas bukit buatan yang terletak di pinggir danau.
Perpustakaan ini menganut konsep (Eco Building) mulai dibangun semenjak Juni
2009. Bahwa kebutuhan eergi menggunakan sumber energy terbarukan yaitu
energy matahari (solar energy. Dengan konsep semua kebutuhan didalam gedung
tidak diperbolehkan mengunakan plastic dalam bentuk apapun dan bangunan ini
didesain bebas asap rokok, hemat istrik, air dan kertas. Selain itu, Perpustakaan ini
memiliki 3-5 juta judul buku, dilengkapi ruang baca, 100 silent room bagi dosen
dan mahasiswa, taman, restoran, bank, serta toko buku. Perpustakaan ini
diperkirakan mampu menampung 10.000 pengunjung dalam waktu bersamaan
atau 20.000 pengunjung per hari. Sebagian kebutuhan energi perpustakaan ini
dipasok dari pembangkit listrik tenaga surya.
Komponen Ekologi Arsitektur yang diterapkan pada bangungan Perpustakaan
Pusat UI :
 Penggunaan Bukit Buatan pada Atap bangunan yang berfungsi sebagai
pendingin suhu di dalam ruangan, sehingga dapat mereduksi fungsi alat
pendingin.
 Pencahayaan Alami yang dilakukan melalui Jendela-jendela besar diseluruh
ruangan sehingga penerangan pada siang dan sore hari memanfaatkan sinar
matahari melalui solar cell
 Penggunaan sirkulasi yang maksimal melalui sistem void yang
menghubungkan antar ruang satu dengan yang lainnya seingga ruang terkesan
saling menyambung.
 Untuk memenuhi standar ramah lingkungan, bangunan dilengkap I oleh
Sewage Treatmen Plant yang berfungsi mengolah air kotor menjadi air bersih
sehingga air dapat dialirkan ke tanaman-tanaman yang berada dibukit/atap
bangunan.
 Interior dan Eksterior bangunan terbuat dari bahan alami yaitu bebatuan yaitu
paliman palemo dan batu alam andesit karena Curah hujan yang sedang
sehingga pemilihan bahan eksterior batu paling cocok karena selain tahan air
juga tidak mudah mengalami pelapukan selain itu penggunakan batu ini tidak
perlu pengecatan ulang.

c. Arsitektur Hemat Enargi


Arsitektur Hemat Energi adalah Arsitektur yang berlandaskan pada
pemikiran “meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah
fungsi bangunan, kenyamanan maupun produktivitas penghuninya“ dengan
memanfaatkan sains dan teknologi mutakhir secara aktif. Mengoptimasikan sistim
tata udara – tata cahaya, integrasi antara sistem tata udara buatan alamiah, sistim
tata cahaya buatan – alamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif dengan
material dan instrument hemat energi.

Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada


penghematan penggunaan listrik, baik bagi penerangan buatan, pendinginan
udara, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan tertentu,
bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang
yang nyaman tanpa banyak mengkonsumsi energi listrik. Kebutuhan energy
perkapita dan nasional dapat ditekan jika secara nasional bangunan dirancang
dengan konsep hemat energi. Perancangan bangunan hemat energi dapat
dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif. Perancangan pasif merupakan
cara penghematan energy melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu
tanpa mengkonveksikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif
lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan
sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar.

Prinsip - Prinsip Dasar Arsitektur Hemat Energi


1. Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus
meminimalkan penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin
memaksimalkan energi alam sekitar lokasi bangunan ).
2. Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan
harus berdasarkan iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi
yang ada.
3. Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan
sumberdaya alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat
digunakan di masa mendatang / Penggunaan material bangunan yang tidak
berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.
4. Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni
bangunan tersebut / Respect for site : Bangunan yang akan dibangun,
nantinya jangan sampai merusak kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti
bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak berubah.
( tidak merusak lingkungan yang ada ).
5. Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang
bangunan harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi
semua kebutuhannya.
6. Menetapkan seluruh prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan:
Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan
bangunan kita.

Contoh Arsitektur Hemat Energi


GEDUNG NEW MEDIA TOWER

Bangunan yang menerapkan environmental sustainable design ini


merupakan gedung terbaru Universitas Multimedia Nusantara, dirancang sebagai
gedung hemat energi dengan menerapkan berbagai teknologi yang memungkinkan
untuk melakukan penghematan energi hingga 30% dengan memanfaatkan udara
alami semaksimal mungkin tanpa mengurangi kenyamanan.
Luas bangunan Gedung NMT ini sekitar 32 ribu meter persegi. Sedangkan
luas total seluruh lahan yang dimiliki UMN adalah 8 hektar, dengan pemanfaatan
40 persen, atau 2,4 hektar terbangun.
Penggunaan teknologi double skin, yang terbuat dari plat aluminium
berlubang, memungkinkan untuk mengontrol intensitas cahaya dan panas
matahari yang masuk kedalam ruangan sehingga ruangan cukup dingin dan
terang. Alhasil, penggunaan pendingin udara bisa dikurangi sehingga bisa
menghemat energi listrik. Seperti diketahui bahwa pendingin udara
mengkonsumsi energi listrik terbesar pada setiap gedung. Lubang-lubang tersebut
juga berfungsi untuk sirkulasi udara sehingga koridor gedung tidak perlu
menggunakan pendingin tetapi masih cukup nyaman. Di lantai bawah yang
digunakan sebagai kantin dan area pertemuan mahasiswa dibuat dengan konsep
terbuka menggunakan udara alami.
Selain itu, gedung ini juga memaksimalkan konservasi air dengan mendaur
ulang air limbah untuk digunakan kembali dan menangkap air hujan sehingga
tidak terbuang. Gedung New Media Tower ini menggunakan lapis luar berupa
aluminium yang diberi lubang-lubang, sehingga air hujan akan masuk dan
membuat sisi pinggir koridor menjadi basah. Tetapi, hal ini sudah diatasi dengan
pembuatan saluran air untuk pembuangannya secara cermat.

d. Arsitektur Ramah Lingkungan


Arsitektur ramah lingkungan, merupakan arsitektur hijau yang mencakup
keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur hijau
mengandung juga dimensi lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio-kultural,
ruang, serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat
kompleks, padat dan vital dibanding dengan arsitektur pada umumnya.

Konsep bangunan ramah lingkungan, membatasi lahan terbangun, layout


sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan
material ramah lingkungan. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman
atap (roof garden, green roof) yang memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara
turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah).

Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga
dapat menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau
jendela, kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan,
diberi sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru
pada bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.

Konsep bangunan ramah lingkungan atau green building concept adalah


terciptanya konstruksi dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk
konstruksi yang ramah lingkungan, efisien dalam pemakaian energi dan sumber
daya, serta berbiaya rendah, dan memperhatikan kesehatan, kenyamanan
penghuninya yang semuanya berpegang kepada kaidah bersinambungan.
Bangunan hijau juga harus dimulai dengan penggunaan lahan yang sesuai dengan
tata ruang kota dan merupakan daerah peruntukan. Selain itu Green Building juga
memperhatikan sampai taraf pengoperasian hingga dalam operasional
pemeliharaannya. Manfaat Pembangunan Green Building meliputi manfaat
lingkungan, manfaat ekonomi, manfaat sosial. Setiap kawasan memiliki peraturan
mendirikan bangunan yang harus dipatuhi seperti Koefisien Dasar Bangunan
(KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sepadan Bangunan (GSB), dan
Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Pengaplikasian Desain Ramah Lingkungan


Terdapat beberapa cara untuk menggambarkan sebuah desain ramah
lingkungan, salah satunya penekanan pada pengaplikasian 4R, yaitu reduce
(mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang), regenerate
(memperbarui). Masalah paling penting dalam perancangan yang dapat
dipertahankan, yaitu :
1) Hemat energi : merancang dan membangun bangunan hemat energi.
2) Bangunan daur ulang : memanfaatkan ulang bangunan yang ada serta
infrastrukturnya daripada menggunakan ruang terbuka.
3) Mangurangi pemakaian bahan : mengoptimalkan rancangan yang
menggunakan ruang lebih kecil serta memanfaatkan materi dengan lebih
efisien.
4) Melindungi dan meningkatkan mutu lahan : menjaga kelestarian dan
mengembalikan ekosistem lokal dan keanekaragaman.
5) Memilih bahan bangunan yang berdampak paling rendah terhadap lingkungan
: menggunakan materi bangunan yang berdampak paling kecil terhadap
lingkungan dan juga bahan dengan sumber efisien.
6) Memaksimalkan umur panjang : merancang agar dapat bertahan lama dan
mudah beradaptasi.
7) Menyelamatkan air : merancang bangunan serta ruang luar yang hemat air.
8) Membuat bangunan sehat : menghasilkan lingkungan ruang dalam yang aman
serta nyaman.
9) Meminimalisir sampah konstruksi dan sampah penghancuran bangunan:
mengembalikan, memakai ulang, serta mendaur ulang sampah dari bidang
pekerjaan dan mempraktikkan sifat peduli lingkungan.

Contoh Arsitektur Ramah Lingkungan


GLASS/WOOD HOUSE, UNITED STATES

Kengo Kuma, seorang arsitek Jepang yang dikenal secara simpatik


menghubungkan bangunan-bangunan dengan alam, dipercaya merenovasi rumah
kaca yang dirancang John Black Lee pada 1956.
Glass Wood House terletak di New Canaan, Connecticut, dan Kuma
mengubah simetri kotak modernis itu dengan menambahkan bangunan tambahan
berbentuk L yang masuk sampai ke hutan tanpa memaksakan lanskap.
"Kami menciptakan perubahan besar dengan membuang simetri rumah
dan menutupi bagian luarnya dengan kisi-kisi kayu," ujarnya, seraya
menambahkan bahwa rumah yang direnovasi ini sekarang memiliki transparansi
'ringan' yang menggantikan tembus pandang yang terbatas.

Anda mungkin juga menyukai