Anda di halaman 1dari 14

SISTEM KOLOID

Sistem koloid dipelajari karena berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Cairan
tubuh, susu, dan berbagai produk kosmetik adalah contoh koloid.

a. Pengertian koloid
Istilah koloid berasal dari bahasa yunani yaitu “kolla” yang berarti lem dan “oid” yang
berarti seperti. Dalam hal ini yang berkaitan dengan lem adalah sifat difusinya, karena koloid
mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem.

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan
dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari
sifat larutan maupun suspensi. Secara makroskopis, koloid tampak homogen, namun secara
mikroskopis kolid bersifat heterogen. Perbedaan larutan, koloid dan suspensi dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 1. Perbandingan sifat larutan, koloid dan suspensi

Larutan Koloid Suspensi


(dispersi molekuler) (dispersi koloid) (dispersi kasar)
Contoh: larutan gula Contoh: campuran susu Contoh: campuran tepung
dalam dalam air terigu dengan air
air
1. Homogen,tak 1. Secara makroskopis 1. Heterogen
dapat dibedakan bersifat homogen 2. Partikel berukuran
walaupun tetapi heterogen jika lebih besar dari 100
mengunakan diamati dengan nm
miskroskop ultra mikroskop ultra 3. Dua fase
2. Partikel 2. Partikel berukuran 4. Tidak stabil
berukuran antara 1 nm sampai 5. Dapat disaring
kurang dari 1 nm 100 nm
3. Satu fase 3. Dua fase
4. Stabil 4. Pada umumnya stabil
5. Tidak dapat 5. Tidak dapat disaring
disaring kecuali dengan
penyaring ultra

b. Jenis-jenis koloid
Pengolongan suatu sistem koloid terdiri dua fase yaitu, fasa terdispersi dan
fase/medium pendispersi tersebut. Baik fase terdispersi maupun fase/medium pendispersi
dapat berupa gas, cair dan padat. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan
medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Contohnya
pada saat kita membuat susu (misalnya susus instan) dengan mencanpurkannya dengan air,
fase terdispersinya adalah lemak sedangkan medium pendispersinya adalah air.

Berdasarkan fase terdispersinya, koloid dapat dikelompokkan menjadi 8 macam


(dalam hal ini, gas dengan gas tidak dapat membentuk sistem koloid karena pencampuran
gas selalu homogen).

Dapat dilihat seperti yang tercantum pada Table 2 berikut:

No Fasa Fasa Nama Contoh


terdispersi pendispersi
1. Padat Gas Aerosol padat Asap, debu di udara
2. Padat Cair Sol Cat , tinta, tepung dalam
air, tanah liat
3. Padat Padat Sol padat Gelas berwarna, intan
hitam, paduan logam
4. Cair Gas Aerosol Cair Hairspray dan obat
nyamuk, kabut, awan
5. Cair Cair Emulsi Susu, mayones, krim
tangan, santan,minyak
ikan
6. Cair Padat Emulsi padat Jelly, keju, mentega
7. Gas Cair Buih Putih telur yang dikocok,
busa sabun
8. Gas Padat Buih padat Styrofoam, karet busa,
batu apung

Berikut ini merupakan contoh koloid dalam kehidupan sehari-sehari.

a. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika
zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat

Contoh : asap yang keluar dari knalpot mobil dan cerobong industri

Jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair

Contoh : kabut di daerah pengunungan, hair spray, parfum, dan cat semprot.

b. Sol
Sol adalah sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair.

Contoh: kanji dalam air, agar-agar dalam air, lempung (tanah liat) dalam air, tawas atau
Al(OH)3 dalam air, deterjen, tinta dan cat.

c. Emulsi
Emulsi adalah sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair. Suatu emulsi
terjadi bila terdapat dua jenis zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti minyak dan air.
Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak dapat bercampur
dengan air sehingga emulsi dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:

i. Emulsi minyak dalam air (M/A)


Contoh : susu, santan, lateks

ii. Emulsi air dalam minyak (A/M)


Contoh : minyak ikan dan mayonais

Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun
yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air
dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan
tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran
yanag stabil yang kita sebut emulsi.

Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayonaise.

d. Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan
emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen dan
protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang
mengandung pembuih.

Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya, pada pengolahan bijih logam, pada alat
pemadam kebakaran dan lain-lain.

e. Gel
Koloid setengah kaku (antara padat dan cair) disebut Gel. Gel dapat terbentuk dari suatu
sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium pendispersinya sehingga terbentuk
koloid yang agak padat.

Contoh : agar-agar dan kanji (jika dipadatkan), lem, gelatin, selai, dan gel sabun.
c. Penggunaan Koloid
Dalam lingkungan di sekitar kita, banyak ditemukan sistem kolod, baik yang berasal dari
alam maupun yang dibuat manusia. Koloid-koloid tersebut ada yang merugikan manusia,
tetapi banyak juga yang menguntungkan manusia. Beberapa manfaat dari koloid bagi
kehidupan manusia antara lain:

1. Untuk menghilangkan kotoran


Koloid yang digunakan untuk menghilangkan kotoran adalah detergen dan sabun.
Dengan sifat khas dari sabun atau deterjen yang mempunyai dua kutub, maka kotoran
yang menempel pada badan, pakaian, atau peralatan lainnya dapat dihilangkan.

Pada saat mandi atau mencuci, kita menggunakan sabun atau detergen. Molekul-
molekul sabun terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian ekor. Bagian
kepala merupakan bagian yang mudah bersatu dengan air, sedangkan bagian ekor
merupakan bagian yang sulit bercampur dengan air, tetapi mudah bercampur dengan
lemak. Pada saat mencuci, bagian ekor akan masuk pada kotoran yang mengandung
lemak, sedangkan bagian kepala akan ditarik oleh molekul-molekul air. Akibatnya
kotoran-kotoran yang melekat pada badan atau pakaian akan dikelilingi oleh molekul
sabun atau detergen, sehingga kotoran akan lepas dan masuk ke dalam air.

Sabun dapat berfungsi sebagi emulgator, yaitu zat yang dapat menyatukan campuran
zat yang memisah, seperti campuran dengan air. Selain berfungsi sebagai emulgator,
sabun juga dapat berfungsi sebagai zat pembasah yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air.

2. Untuk mengurangi kadar pencemaran di udara


Udara merupakan gabungan dari beberapa bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang
terdapat di udara jumlahnya bervariasi, tetapi secara umum ada yang dapat
menyebabkan terjadi pencemaran udara dan ada pula yang tidak menyebabkan
pencemaran udara.

Pencemaran udara yang disebabkan oleh oksida karbon, oksida belerang, oksida
nitrogen, partikulat dan senyawa hidrokarbon. Bahan-bahan pencemar udara
kebanyakan berasal dari asap pabrik, asap kendaran bermotor, aktivitas gunung berapi,
dan pembakaran sampah. Asap yang dikeluarkan pabrik dapat dikurangi kadar bahan
pencemarnya dengan menggunakan alat Cotrell. Dengan menggunakan alat ini, udara
yang dilepaskan ke alam diharapkan sudah tidak banyak mengandung bahan
pencemar.

3. Untuk bahan kosmetik


Kosmetik merupakan bahan kimia yang banyak digunakan wanita. Kosmetik dapat
berupa padatan atau berupa cairan. Penggunaan kosmetik yang berupa cairan dibuat
dalam bentuk koloid dengan pelarut tertentu.

4. Untuk bahan makanan dan obat-obatan


Makanan yang ada berwujud padat dan ada yang berwujud cair. Beberapa makanan
yang berwujud padat lebih sukar dicerna, sehingga harus diubah dalam bentuk cair.
Makanan yang dibuat dalam bentuk cair yang berupa koloid, diantaranya adalah susu.

Obat-obatan juga ada yang berwujud padat dan ada yang berwujud cair. Obat-obatan
untuk anak-anak umumnya berada dalam bentuk cair(sirup) yang merupakan sistem
koloid.

5. Untuk menghilangkan bau badan


Tubuh manusia setelah melakukan aktivitas akan mengeluarkan keringat. Keringat
banyak mengandung protein, sehingga bila diuraikan oleh bakteri akan menimbulkan
bau tidak sedap.

Untuk mengendapkan protein yang ada dalam keringat, maka digunakan sistem koloid
berupa deodorant. Deodorant ini mengandung Aluminium klorida, sehingga protein
dalam keringat akan mengendap.

SIFAT-SIFAT KOLOID

 1.  Efek Tyndall          

Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-


1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat
itu disebut efek tyndall.

  Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan

terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri)


disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya,
sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi
karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk
dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-
partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit.

Mengapa langit berwarna jingga-merah di pagi dan sore hari, dan berwarna biru saat
siang, alasannya yaitu:
Udara (debu) di angkasa adalah suatu sitem koloid yang akan terkena efek tyndall
ketika terkena cahaya matahari. Cahaya matahari yang mengenai koloid akan
dihamburkan. Dan seperti cahaya putih yang mengenai prisma, maka akan
terpecah/terdispersi menjadi beberapa warna tergantung panjang gelombang penyusun
sinar putih tersebut atau berdasarkan besar pembelokan tersebut. Sudut pembelokan
terbesar akan menghasilkan warna merah, sedangkan pembelokan terkecil akan
menghasilkan warna ungu, sesuai urutan warna pelangi, me-ji-ku-hi-bi-ni-u.
Partikel debu di angkasa cenderung lebih terkonsentrasi di bagian bawah karena
pengaruh gravitasi.
Pada saat pagi dan sore hari, matahari berada di "bawah" sehingga sinarnya "terhambat"
oleh konsentrasi partikel debu di angkasa. Hambatan ini menyebabkan adanya efek
tyndal yang mengakibatkan cahaya matahari membelok dan terdispersi dengan sudut
yang relatif besar yang menghasilkan warna merah-jingga. Oleh karena itu, langit
terlihat merah-jingga oleh kita.
Mengapa langit berwarna biru di siang hari?, jawabnya adalah:
Ketika siang hari, matahari cenderung tegak lurus dengan permukaan bumi. Sehingga
sinar matahari dapat langsung mencapai permukaan bumi tanpa ada hambatan yang
berarti (karena jarak tempuh lebih "pendek"). Hambatan yang sedikit ini, menyebabkan
sinar matahari sedikit terdispersi/terbelok dengan sudut yang kecil, dan menghasilkan
warna biru.

2.  Gerak Brown

Jika kita amati sistem koloid dibawah mikroskop ultra,


maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut
akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag
ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut
dijelaskan pada penjelasan berikut:

  Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak.


Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat
cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti
pada zat padat

Untuk sistem koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-
partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri.
Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil,
maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan
tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag
atau gerak Brown. Contoh yang dapat dilihat adalah lateks (getah) yang baru keluar dari
batang pohonnya.

 Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian
pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal
ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan
dalam zat padat (suspensi).

Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka
semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya.
Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

3.  Muatan Partikel Koloid

 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan proses pemisahan partikel
koloid bermuatan dengan menggunakan medan listrik.
Pemisahan ini dapat dilakukan dengan melakukan
dengan memberikan arus searah pada elektrode yang
dicelupkan dalam koloid. Sesuai dengan ketentuan
bahwa partikel yang bermuatan listrik positif akan
tertarik ke partikel bermuatan listrik yang bermuatan
negatif dan sebaliknya.

Misalnya, wadah yang berisi campuran dua macam koloid atau lebih dialiri arus searah.
Akibatnya, koloid yang bermuatan positif {Fe(OH)3} akan tertarik ke elektrode negatif
dan koloid yang bermuatan negatif {As2S3} akan tertarik ke elektrode yang bermuatan
positif. Dengan demikian koloid tersebut akan terpisah dapat dilihat dari gambar di atas.

 Adsorpsi
Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap
ion atau muatan listrik fase pendispersi pada
permukaannya mengakibatkan partikel koloid
menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada
permukaan ini disebut adsorpsi (partikel-partikel
koloid bermuatan listrik). Sehingga partikel koloid
menjadi bermuatan.

Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah
anion atau kation. Sebagai contoh, partikel sol Fe(OH) 3 (bermuatan positif)
mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya
sehingga sol Fe(OH)3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan
negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.

Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu
tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol
AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag + berlebih, maka AgCl akan
bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan
anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.  

 Sifat koloid yang terpenting adalah muatan partikel koloid. Partikel-partikel


koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah
partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena
itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan
koloid.

Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai proses, antara lain
sebagai berikut :

a. Pemutihan Gula Tebu


Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui
tanah diatomae dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula akan diadsorpsi
sehingga diperoleh gula yang putih bersih.

b. Norit
Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif Norit. Di dalam usus, norit
membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorpsi gas atau zat racun

c. Penjernihan Air
Air mengandung berbagai partikel yang bermuatan negatif. Untuk menjernihkan
air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas atau aluminium sulfat
(Al2(SO4)3. Di dalam air, Aluminium sulfat terhidrolisis membentuk Al(OH)3
yang berupa koloid, senyawa ini dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat
pencemar dalam air.

 Koagulasi
Apabila sistem koloid dibiarkan dalam waktu tertentu, maka koloid tersebut akan
dipegaruhi oleh gaya gravitasi. Akibatnya, zat-zat terdispersi dalam sistem koloid
secara perlahan-lahan akan turun ke dasar wadah, sehingga terjadi penggumpalan
atau

pengendapan, yang disebut Koagulasi. Lamanya koagulasi berbeda antara koloid


satu dengan koloid yang lain. Proses koagulasi pada koloid dapat terjadi secara
spontan atau dengan perlakuan tertentu, yaitu dengan menambahkan zat yang
bermuatannya berbeda dengan muatan koloid. Akibatnya, partikel-partikel koloid
tersebut akan bergabung membentuk molekul besar. Koagulasi dalam koloid
banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti proses penjernihan air,
menjernihkan larutan gula, menjernihkan larutan garam, untuk menghilangkan bau
badan, asap atau debu dari pabrik/industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi
listrik dari Cottrel.

 Dialisis

Pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat


mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan
dengan suatu proses yang disebut Dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan
ke dalam suatu kantong koloid yang terbuat dari selaput semipermiabel, yaitu selaput
yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-molekul sederhana, tetapi
menahan koloid. Lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air
mengalir (lihat gambar). Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut
bersama air.

Proses pemisahan ini hasil-hasil


metabolisme dari darah oleh ginjal juga
merupakan proses dialisis. Jaringan ginjal
bersifat sebagai selaput semipermiable yang
dapat dilewati oleh air dan molekul
sederhana seperti urea, tetapi menahan
butir-butir darah yamg merupakan koloid. Orang menderita gagal ginjal dapat “cuci
darah”,dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dialisator.

 Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan, tetapi dilain pihak koloid
perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan
koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus
partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi menggelompok.

Contoh :

a. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan


kristal besar es atau gula
b. Cat atau tinta dapat bertahan lama karena menggunakan koloid pelindung
c. Zat-zat pegemulsi, seperti sabun dan deterjen, juga tergolong koloid pelindung.
 Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas Koloid liofil
dan koloid liofob. Dikatakan koloid liofil adalah koloid dimana terdapat gaya tarik
menarik yang cukup besar antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya
yang bersifat lebih stabil. Sedangkan Koloid liofob adalah koloid dimana tidak atau
sangat lemah gaya tarik menarik antara fase terdispersi dengan medium
pendispersinya yang bersifat kurang stabil. Bila pelarut yang digunakan air disebut
koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

Contoh :

Koloid Hidrofil : protein, sabun, detergen, agar-agar, kanji dan gelatin

Koloid Hidrofob: susu, mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3, sol sulfida dan sol logam

Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar di permukaannya, sehingga
mempunyai interaksi yang baik dengan air. Butir-butir koloid liofil/hidrofil dapat
mengadsorpsi molekul mediumnya sehingga membentuk suatu selubung atau jaket. Hal
ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari
agregasi(pengelompokkan).

Sol hidrofil tidak akan mengumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat
terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan.
Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air maka dapat membentuk
kembali sol hidrofil. Dengan kata lain, sol hidrofil bersifat reversible.

Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar (seperti air) tanpa kehadiran
zat pengemulsi atau koloid pelindung. Zat pengemulsi membungkus partikel hidrofob
sehingga terhindar dari koagulasi. Susu (emulsi lemak dalam air) distabilkan oleh
sejenis protein susu, yaitu kasein; sedangkan mayonaise (emulsi minyak nabati dalam
air) distabilkan oleh kuning telur.

Sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali
zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol jika dihancurkan kembali
dengan air. Perbedaan sol hidrofil den sol hidrofob dapat disimpulkan sebagai berikut:

Koloid liofil Koloid liofob

a. Mengadsorpsi mediumnya a. Tidak mengadsorpsi


b. Dapat dibuat dengan konsentrasi mediumnya
yang relatif besar b. Hanya stabil pada konsentrasi
c. Tidak mudah digumpalkan kecil
dengan penambahan elektrolit c. Mudah mengumpal dengan
d. Viskositas lebih besar daripada penambahan elektrolit
mediumnya d. Viskositas hampir sama
e. Bersifat reversibel dengan mediumnya
f. Efek Tyndalnya lemah e. Tidak bersifat reversible
f. Efek Tyndalnya lebih jelas

PEMBUATAN KOLOID

             Ukuran koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi. Oleh karena itu,
partikel dapat dibuat dengan pengelompokan partikel larutan sejati atau menghaluskan bahan dalam
bentuk kasar kemudian didispersikan ke dalam medium dispersi. Ada dua dasar metode pembuatan
koloid sol, yaitu metode kondensasi dan metode dispersi.

 1. Cara Kondensasi

          Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikel-partikel
berukuran koloid. Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel larutan (atom, ion). Hal ini
dilakukan melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis, redoks, dan
penggantian pelarut.

a. Reaksi Redoks 

Reaksi Redoks merupakan reaksi pembentukan partikel koloid melalui mekanisme perubahan
bilangan oksidasi.

Pembutan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida dengan belerang dioksida, yaitu
dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2

2H2S(g) + SO2(aq) → 2 H2O(l) + 3S (Koloid)

b. Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.

 Pembuatan sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam FeCl3  dalam air
mendidih
FeCl3(aq)    +     3H2O(aq)     Fe(OH)3 (koloid)   +   3HCl(aq)
 Sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan pereduksi organik
formaldehida (HCHO)
2AuCl3   +  3HCHO    +   3H2O     2Au (koloid) +  6HCl   +  3HCOOH

c. Dekomposisi Rangkap

sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan H2S.

2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) As2S3(Koloid) + 6H2O(l)

d.  Penggantian pelarut

               Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alkohol seperti etanol. Jadi,
untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air, belerang dilarutkan terlebih dahulu
dalam etanol sampai jenuh. Setelah larut, larutan belerang dalam etanol ini ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid
akibat penurunan kelarutan belerang dalam air.

2.  Cara Dispersi

           Metode di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid


yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa cara mekanik
maupun peptisasi

a. Cara Mekanik   
Pembutan koloid dengan cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat
padat dengan penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang
digunakan disebut penggilingan koloid.

Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel
kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel
berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk
membuat sistem koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk
pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

b. Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi sistem koloid dengan
penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang
mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH) 3
ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka Fe(OH)3  maka Fe(OH)3
akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+  tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan
memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.      

      

Beberapa contoh lain :      

-      Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS

-      Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl

-      Sol  Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan Al(OH)3

c. Cara Busur Bredig         

        Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Alat yang
digunakan dapat disimak pada gambar berikut. 

Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid


digunakan sebagai elektrode. Dua elektrode logam dicelupkan
ke dalam medium pendispersi (air dingin) sedemikian sehingga
kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian kedua elektrode
diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan
logam menguap. Uapnya kemudian akan terkondensasi dalam
medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa
partikel-partikel koloid.

Anda mungkin juga menyukai