Anda di halaman 1dari 16

Tugas Makalah Dosen Pembimbing

Ekonomi Islam Idel Wadelmi, SEI,. M.Si

Makalah Tentang

“sistem Finansial islam”

Oleh Kelompok 10:

Hamzah Kamil Hasibuan ( 11920113267 )


Teguh Sulaiman ( 12020114610 )
R. aqilla Fadia Haya ( 11920123298 )

LOKAL AH D

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-
Nya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Islam. Dimana
makalah ini membahas tentang ”Pendapatan Nasional”. Semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca yang berhubungan dengan Pendapatan Nasional.
Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.

Pekanbaru, 14 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Batasan Masalah...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Sistim finansial islam............................................................................................................3
1. Uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam..................................................3
2. Pelarangan riba dan gharar................................................................................................7
3. Sistim perbankan dan finansial islam................................................................................7
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................11
A. Kesimpulan.........................................................................................................................11
B. Saran...................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ada tiga aspek bangunan utama dalam Islam, yaitu aspek aqîdah (iman), aspek syarî’ah (Islam), dan
aspek akhlak (ihsan). Jika dilihat dari tiga aspek yang mendasari ajaran Islam tersebut, jelaslah
bahwa Islam tidak hanya memperhatikan ibâdah (hablum minallah), tapi juga memperhatikan halhal
yang sifanya muamalah, yaitu mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannâs),
yang meliputi berbagai aspek ajaran mulai dari persoalan hak atau hukum (the right) sampai kepada
urusan perekonomian, yaitu lembaga keuangan.2 Dalam bidang muamalah, khususnya masalah
perekonomian, Islam juga sangat memperhatikan unsur etika dalam pelaksanaannya. Islam
melarang unsur eksploitasi berupa riba dan transaksi-transaksi yang belum jelas bentuknya, yaitu
gharar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam ?
2. Bagaimana pelarangan riba dan gharar ?
3. Bagaimana sistem perbankan dan finansial islam ?

C. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas seputar apa saja yang menjadi rumusan masalah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Uang dalam Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam.

Defenisi uang yang disampaikan oleh Sukirno (2012) bahwasanya uang merupakan
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-
menukar atau perdagangan.

Ekonomi Islam mendefenisikan uang sebagai fasilitator atau mediasi pertukaran (Medium
of Exchange), dan bukan komoditas yang dapat dipertukarkan dan disimpan sebagai asset dan
kekayaan individu.

Uang dapat berupa benda apa saja yang dapat diterima sebagai alat pembayaran yang sah
dan sudah ditetapkan oleh undang-undang negara. Uang dapat dicetak atau dibuat dari kertas,
logam, perak, ternak dan barang lainnya yang memiliki nilai kualitas dan kegunaan. Ada
beberapa kriteria yang harus terpenuhi untuk menjadikan suatu barang sebagai alat tukar atau
uang. (Mansur, 2009)

1. Portability, artinya adalah mudah dibawa dan mudah untuk ditransfer


2. Durability atau tahan lama, artinya adalah barang tersebut dapat bertahan untuk jangka
waktu yang relatif lama.
3. Recognizability, artinya adalah mudah dibedakan dan dikenal secara umum. Sedang
dalam buku lain disebutkan acceptability and cognizability, artinya prasyarat utama dari
sesuatu barang yang pantas dijadikan uang adalah dapat diterima dan diketahui secara
umum. Dengan kata lain, diterima sebagai alat pembayaran, sebagai alat penyimpan
kekayaan atau daya beli, sebagai alat tukar dan alat satuan hitung seperti fungsi dan peran
uang yang sudah dikenal secara umum oleh masyarakat
4. Standardizability, atau menstandarkan nilai dan kualitas uang serta dapat dibedakan
dengan barang lainnya. Hal ini berarti harus ada prasyarat stability of value, di mana
manfaat dari dijadikannya uang adalah nilai uang itu harus dijaga supaya tidak
berfluktuasi secara berlebihan.

4
Konsep Uang dalam Ekonomi Konvensional (Endriani, 2015)
Ekonomi konvensional mengartikan uang secara interchangeability (bolak balik), yaitu
uang sebagai alat tukar dan uang sebagai capital. Namun sering kali uang diidentikkan dengan
modal (capital).
Islam mengartikan uang bersifat flow concept dan merupakan public goods. Arti flow
concept adalah uang harus mengalir. Ketika mengalir uang adalah public goods, lalu mengendap
ke dalam kepemilikan seseorang (stock concept). Uang tersebut menjadi milik pribadi (private
goods).
Untuk lebih jelasnya mengenai public dan private goods dapat diilustrasikan sebagai
berikut : Mobil adalah private goods dan jalan tol adalah public goods. Jalan tol tersebut akan
berguna, jika mobil itu digunakan melalui jalan tol. Artinya uang yang mulanya private goods
akan bermanfaat jika uang tersebut digunakan melalui jalur public goods, yaitu untuk kegiatan-
kegiatan yang produktif. Jika (mobil) uang tidak digunakan dalam (jalan tol) investasi produktif,
maka uang (mobil) tersebut menjadi tidak menambah manfaatnya (berkembang).
Konsep Uang dalam Ekonomi Islam
Konsep uang dalam ekonomi islam sangatlah berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang
itu adalah uang, uang bukan capital. Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat
(money is public goods ). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif
berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya
perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya
dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam
perekonomian terhambat. Di samping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong
manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat,
infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap
kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta,
memonopoli kekayaan.
Dari uraian di atas, belum bisa dikatakan bahwa perbedaan Islam dan konvensional
adalah Islam memandang uang sebagai flow concept, dan konvensional memandang uang
sebagai stock concept. Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow concept), ketika

5
mengendap kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut menjadi milik pribadi (private
good).
Dengan adanya keberadaan uang, hakikat ekonomi dalam perspektif islam dapat
berlangsung dengan lebih baik, yaitu terpelihara dan meningkatnya perputaran harta di antara
manusia (pelaku ekonomi). Dengan keberadaan uang, aktivitas zakat, infaq, sedekah, wakaf dan
lain-lain dapat lebih lancar terselenggara. Dengankeberadaan uang aktivitas sektor swasta, publik
dan sosial dapat berlangsung dengan akselerasi yang lebih cepat. Dalam ekonomi konvensional
sistem bunga dan fungsi yang yang dapat disamakan dengan komoditi menyebabkan timbulnya
pasar tersendiri dengan uang sebagai komoditasnya dengan bunga sebagai harganya. Pasar ini
adalah pasar moneter yang tumbuh sejajar dengan pasar riil (barang dan jasa) berupa pasar uang,
pasar modal, pasar obligasi dan pasar derivatif. Akibatnya dalam ekonomi konvensional
dikotomi sektor riil dan moneter. Perkembangan pesat di sektor moneter telah menyedot uang
dan produktivitas atau nilai tambah yang dihasilkan sektor riil sehingga moneter telah
menghambat pertumbuhan sektor riil, menimbulkan inflasi dan menghambat pertumbuhan
ekonomi.
Konsep uang dalam Islam berbeda dengan konsep uang konvensional. Dalam konsep
Islam uang merupakan alat untuk bertransaksi dan alat tukar, bukan sebagai komoditas (barang).
Sedangkan dalam konsep konvensional uang bukan hanya sebagai alat transaksi, namun juga
sebagai komoditas (barang). Sehingga seringkali istilah uang dalam ekonomi konvensional
diartikan secara tidak pasti (undefinitely) dan bolak-balik (interchangeability. Dalam Islam,
konsep capital is private goods, sedangkan money is public goods. Artinya bahwa uang yang
mengalir disebut public goods, kemudian saat uang mulai mengendap disebut stock concept, dan
uang menjadi milik pemegang uang disebut private goods.

6
RIBA

A. Defenisi Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyâdah (tambahan). Dalam pengertian lain, linguistik riba
juga berarti “tumbuh” dan “membesar”. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan “tambahan” dari harta pokok atau modal secara batil. Maksud dari
“tambahan” di sini, yaitu tambahan kuantitas dalam penjualan aset yang tidak boleh
dilakukan dengan perbedaan kuantitas, tambahan dalam hutang yang harus dibayar
karena tertunda pembayarannya, seperti bunga hutang, dan tambahan yang ditentukan
dalam waktu penyerahan barang berkaitan dengan penjualan aset yang diharuskan
adanya serah terima langsung.

Majelis Ulama Indoneisa (MUI) men - definisikan riba sebagai “tambahan (ziyâdah)
tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan
sebelumnya, dan inilah yang disebut riba nasî’ah”. Para modernis dan pakar ekonomi
mendefinisikan riba sebagai “suatu kelebihan” atau “kelebihan yang sangat besar
jumlahnya”. Beberapa ulama sepakat bahwa jenis yang kedualah yang bisa menimbulkan
terjadinya “riba”. Para ulama mengatakan, bahwa setiap penambahan pada uang
pinjaman yang saat dikembalikan oleh peminjam menyebabkan terjadinya riba, maka
hal tersebut dilarang

B. Hukum Riba
Ayat tentang riba

Terjemahannya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”
Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa riba dalam hukum islam haram

7
C. Jenis Riba
1) Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kualitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.

2) Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya: orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima
barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli
seperti itu tidak boleh sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.

3) Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan

4) Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang.

GHARAR
A. Definisi Gharar
Kata gharar berarti halayan atau penipuan, tetapi juga berarti risiko. Dalam keuangan
biasanya diterjemahkan tidak menentu, spekulasi atau risiko. Keuntungan yang
terjadi disebabkan kesempatan dengan penyebab tak dapat ditentukan, adalah
dilarang. Karena mengandung risiko yang terlampau besar dan tidak pasti. Gharar
dilarang dalam Islam bukan untuk menjauhi risiko. Tentu saja risiko yang sifatnya
komersil disetujui dan didukung dalam Islam. Setiap jenis kontrak yang bersifat
open-ended mengandung unsur gharar.

Sedangkan definisi menurut beberapa Ulama:


a. Imam syafi’i : Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita
takuti (tidak dihendaki).

8
b. Imam Malik mendefinisikan Gharar sebagai jual beli objek yang belum ada dan
dengan demikian belum dapat diketahui kualitasnya oleh pembeli.
B. Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam hadis Abu Hurairah yang artinya: “Rasulullah
melarang jual-beli al-hashah dan jual beli gharar.”

C. Jenis-jeni Gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli Gharar yang diharamkan bisa ditinjau dari tiga
sisi, yaitu:
1) Jual-beli barang yang belum ada (Ma’dum), seperti seperti jual-beli habal al-
habalah (janin dari hewan ternak).

2) Jual-beli barang yang tidak jelas (majhu) baik yang mutlak, seperti
pernyataan seseorang: “saya menjual barang dengan harga seribu rupiah,”
tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang:
“aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan
sifat-sifatnya tidak jelas, seperti ucapan seseorang: “aku jual tanah kepadamu
seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui.

3) Jual-beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual-beli budak


yang kabur, atau jual-beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi
pada harga, barang dan pada akad jual-belinya.

9
Sistem Perbankan

Dalam Black Law Dictionary, Perbankan adalah segalah sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiataan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sistem perbankan adalah suatu
sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiataan usaha, sertya cara dan
proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan.

Mengenai bagaimana sistem perbankan di Indonesia ini mencakup permasalahan (1) asas, fungsi,
dan tujuan perbankan (2) jenis-jenis dan usaha perbankan (3) Perizinan, pemelikan dan bentuk-
bentuk hukum bank, serta (4) persyaratan dan prosedur pendirian bank.

A. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan

Dalam pasal 2, 3 dan 4 UU No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU no 10 tahun
1998 tentang perbankan, dinyatakan asas, fungsi dan tujuan. Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian. Demokrasi ekonomi itu sendiri dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan perbankan Indonesia adalah


menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998, fungsi bank di Indonesia adalah:

Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat Bank bertugas mengamankan uang tabungan
dan deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro.
Fungsi tersebut merupakan fungsi utama bank.

Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi masyarakat yang
membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif.

B. Jenis-Jenis dan Usaha Bank

Berdasarkan Undang-undang No.10 Tahun 1998 Bab III Pasal 5 tentang Perbankan jenis bank
terdiri dari dua yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsif syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

10
Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak
dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas.
Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat
melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah.
Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah

Berdasarkan Undang-undang No.10 Tahun 1998 Bab III Pasal 6 usaha  bank umum meliputi :

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Memberikan Kredit.

3) Menerbitkan surat pengakuan utang.

4) Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya :

Surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama
daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;

Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari
kebiasaan dalam perdagangan      surat-surat dimaksud;

Kertas pembendaharaan negara dan surat penjaminan pemerintah;

Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

Obligasi;

Surat dagangan berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.

5. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain,
baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek atau
sarana lain.

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
atau antar pihak ketiga.

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga (save deposit box).

11
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak (custodian-ship).

10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11. Membeli melalui pelelangan agunan, baik semua maupun sebagian dalam hal debitor tidak
memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib
dicairkan secepatnya.

12. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

13. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

14. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, meliputi :

1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara
lain: Giro berdasarkan pinsip wadi’ah; Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau
mudharabah; Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;

2. Menyalurkan dana melalui:

Prinsip jual beli berdasarkan akad meliputi: murabahah, istishna, salam;

Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain: mudharabah, musyarakah;

Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain: ijarah, ijarah muntahiya bittamlik;

Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh

3. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain: wakalah,
hawalah, kafalah, rahn;

4. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan Prinsip Syariah;

5. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah
dan/atau BI;

6. Menerbitkan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

7. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

12
8. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

9. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip
wadi’ah yad amanah;

10. Melakukan kegiatan penitipan termasuk piñata usahaannya untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah;

11. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan Prinsip Syariah;

12. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan Prinsip Syariah;

13. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan Prinsip Syariah;

14. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;

15. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Bank
Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.

16. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;

17. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan
berdasarkan Prinsip Syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;

18. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan Prinsip Syariah untuk
mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya
dengan
ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan Ketentuan Perbankan Saat Ini

19. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus danapensiun berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

20. Bank Syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana
sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai
Syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Uang dapat berupa benda apa saja yang dapat diterima sebagai alat pembayaran yang sah dan
sudah ditetapkan oleh undang-undang negara. Uang dapat dicetak atau dibuat dari kertas,
logam, perak, ternak dan barang lainnya yang memiliki nilai kualitas dan kegunaan. Ada
beberapa kriteria yang harus terpenuhi untuk menjadikan suatu barang sebagai alat tukar atau
uang. (Mansur, 2009)
Riba secara bahasa bermakna ziyâdah (tambahan). Dalam pengertian lain, linguistik riba juga
berarti “tumbuh” dan “membesar”. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan “tambahan” dari harta pokok atau modal secara batil
Kata gharar berarti halayan atau penipuan, tetapi juga berarti risiko. Dalam keuangan
biasanya diterjemahkan tidak menentu, spekulasi atau risiko

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak sumber
yang dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
mengenai makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Endriani, S. (2015). KONSEP UANG : EKONOMI ISLAM VS EKONOMI


KONSEVSIONAL. Anterior Jurnal, 15, 6.
http://journal.umpalangkaraya.ac.id/index.php/anterior/article/view/201

Mansur, A. (2009). Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Pemikiran Dan


Pembaharuan Hukum Islam, 12, 25.
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/qanun/article/view/153

Rodiah Nur Eva. 2019. Riba dan gharar: suatu tinjauan hukum dan etika dalam transaksi bisnis
modern

Arif Muhammad. 2018. Riba, gharar dan maisir dalam ekonomi islam

15

Anda mungkin juga menyukai