Anda di halaman 1dari 2

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TINGKAT STRES PADA PENDERITA

HIPERTENSI

Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah ditinggi merupakan salah satu kasus kesakitan tertinggi
yang dapat penyebab kematian. Hipertensi sering disebut juga pembunuh tersembunyi atau
sillent killer karena secara tidak langsung membunuh penderitanya, melainkan memicu
terjadinya penyakit lain yang mematikan (Sholikhah, Nabilla Putri Nur & Supratman, 2021).
Tekanan darah anak dengan orang tua hipertensi lebih tinggi dibandingkan anak dengan orang
tua yang mempunyai tekanan darah normal, meskipun perbedaannya tidak signifikan (Fitriany,
2015). Dampak yang akan timbul apabila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan kelainan
pembuluh darah, jantung (kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, stroke dan berakhir kematian
(Ina et al., 2020)
Hipertensi mengakibatkan jantung bekerja lebih keras sehingga proses perusakan
didinding pembuluh darah berlangsung lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit
jantung, resiko stroke, bahkan efek jangka panjangnya yaitu kematian mendadak (Musfirah,
2019). Seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah systolic berada pada ≥ 140 mmHg
sedangkan tekanan darah diastolic berada pada ≥ 90 mmHg (Ariyanto et al., 2020). Hipertensi
tidak dapat disembuhkan namun hanya dapat di kendalikan. Oleh karena itu pengendalian
terhadap penyakit hipertensi harus selalu dilakukan dengan cara-cara yang bisa mengontrol
tekanan darah (Burhan et al., 2020).
Berdasarkan data World Health Organzation pada tahun 2015 terdapat 9,4 juta orang dari
1 miliyar penduduk didunia yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Prevalensi
hipertensi di negara maju sebesar 35%, dan di negara berkembang sebesar 40% dari populasi
dewasa. Pada tahun 2016 prevalensi hipertensi WHO di Amerika Sebesar 18% dan data WHO
diseluruh dunia pada tahun 2015, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk di dunia menderita
hipertensi. Angka ini diprediksi akan mengalami peningkatan menjadi 29,2% ditahun 2025 (Ina
et al., 2020). Sedangakan menurut Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) pada tahun
2016 prevalensi hipertensi mencapai 32,4%. Kota Surabaya memiliki jumlah kasus terbanyak
ketiga di Provinsi Jawa Timur, dengan jumlah kasus hipertensi sebanyak 102.599 kasus (45,3%)
pada tahun 2017 (Riskesdas, 2018).
Perubahan tatanan kehidupan akibat globalisasi mengakibatkan meningkatnya masalah
sosial, kesehatan dan tuntutan lingkungan. Individu yang merasa gagal memenuhi tuntutan
tersebut bisa mengalami stres. World Health Organization mengatakan bahwa stres akan menjadi
ancaman primer bagi kesehatan manusia pada tahun 2020. Stres menyampaikan kontribusi
sebesar 50-70% terhadap munculnya penyakit salah satunya yaitu hipertensi (Musradinur, 2016).
Stres bisa muncul melalui aktivitas sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara intermiten. Individu yang mengalami stres, hormon adrenalin akan
dilepaskan, kemudian tekanan darah akan meningkat melalui penyempitan arteri dan
peningkatan denyut jantung (Andria, 2013).

Anda mungkin juga menyukai