PENDAHULUAN
Menurut WHO pada tahun 2003, secara global terdapat sekitar 54 negara yang menjadikan kekurangan iodium
sebagai masalah kesehatan masyarakat, dimana 40 negara dengan defisiensi iodium tingkat ringan dan 14
negara dengan defisiensi iodium tingkat sedang dan berat. Di Asia Tenggara tingkat konsumsi iodium pada
tahun 2002 sebesar 60,2%(WHO, 2004).
Berdasarkan Riskesdas 2007, proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam iodium secara cukup di
Indonesia hanya 62,3%. Angka ini menunjukkan penurunan dari survei GAKI tahun 2003 (73,3%). Dari
33 provinsi di Indonesia, baru 6 provinsi yang sudah mencapai proporsi rumah tangga yang
mengkonsumsi garam beriodium di atas 90% (USI), meliputi Provinsi Sumatra Barat, Jambi, Sumatra
Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua Barat. Dari sampel 30 kabupaten/kota yang ada di
Indonesia, proporsi rumah tangga yang menggunakan garam beriodium yang sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (30-80 ppm KIO3) adalah 24,5%. Dan berdasarkan hasil survei pada tahun 2003,
prevalensi penderita gondok di Indonesia yaitu sebesar 11,1%. (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2008).
Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang tidak termasuk endemis GAKI,
namun hingga saat ini pencapaian konsumsi garam beriodium di tingkat rumah tangga di Kabupaten
Badung hanya sebesar 51,9% dan masih di bawah target yang ditetapkan oleh Dinkes Provinsi Bali yaitu
sebesar 80% (Dinkes Provinsi Bali, 2009).
1
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Puskesmas Petang II dengan sampel garam yang dibawa
oleh anak-anak SD pada masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Petang II yang dianggap dapat
mewakili garam yang digunakan pada tingkat rumah tangga, menunjukkan bahwa konsumsi garam
dengan kandungan KlO3 >30 ppm sangat rendah yaitu sebesar 30%. Jumlah ini sudah mengalami
peningkatan dari survei yang dilakukan pada bulan Februari 2015, yaitu tingkat konsumsi garam
beriodium sebesar 0% (Puskesmas Petang II, 2015).
Dari data kunjungan yang dilakukan oleh Puskesmas Petang II pada tahun 2015, didapatkan prevalensi
kejadian gondok di wilayah kerja Puskesmas Petang II sebesar 2 per 1000 penduduk. Dengan rincian
terdapat 30% kasus grade III, 35% kasus grade II, dan 35% kasus grade I. Berdasarkan data ini
menunjukkan masih rendahnya asupan iodium dalam keluarga yang kemungkinan terjadi karena
rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pengetahuan ibu dalam penggunaan garam
beriodium
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Puskesmas Petang II untuk meningkatkan tingkat konsumsi
garam iodium yaitu mengadakan sosialisasi garam iodium yang dilakukan oleh petugas gizi, dan
dilakukan sosialisasi perorangan saat posyandu. Selain itu. Pemantauan penggunaan garam iodium
dilakukan setiap bulan Juli pada tingkat rumah tangga, pada tingkat masyarakat dilakukan setiap bulan
Februari dan Agustus. Pembagian garam iodium gratis kepada masyarakat dilakukan setiap bulan
Agustus. Pembagian garam iodium secara gratis bertujuan memberikan contoh jenis garam yang
mengandung iodium dan diharapkan masyarakat setiap membeli garam sesuai dengan contoh garam yang
dibagikan.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor predisposisi (“predisposing factor”), faktor
yang mendukung (“enabling factor”) dan faktor yang mendorong atau memperkuat (“reinforcing factor”).
Upaya yang telah dilakukan Puskesmas Petang II, merupakan peran sebagai faktor pendorong yaitu
memberikan informasi tentang garam beriodium yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang manfaat penggunaan garam beriodium. Disini Puskesmas Petang II sudah berperan
sebagai pendidik kesehatan (Notoadmojo, 2003). Faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku
penggunaan garam beriodium yaitu pengetahuan, pendidikan, dan sikap. Begitu juga dengan faktor-faktor
pendukung perilaku penggunaan garam beriodium yang baik mencakup ketersediaan garam serta harga
yang menjadi akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dapat dinilai dengan menanyakan secara
langsung kepada masyarakat dan melakukan survei secara langsung ke penyedia garam iodium.
2
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja
Puskesmas Petang II, 30% responden mengatakan belum mendapatkan informasi tentang garam iodium,
70% responden selalu memasukan garam pada saat dimasak, 30% responden mengatakan tidak tersedia
garam berlabel iodium di tempat membeli garam, dan sebanyak 70% responden belum melakukan
penyimpanan garam yang baik dan benar. Sementara dari hasil uji iodium dengan menggunakan iodine
tes, hanya 40% responden yang didapatkan menggunakan garam yang mengandung iodium.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap
dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas
Petang II.
3
g. Untuk mengetahui tingkat perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam iodium di
wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.
h. Untuk mengetahui jenis garam yang digunakan Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas
Petang II Kabupaten Badung.
i. Untuk mengetahui kandungan iodium dalam garam yang digunakan Ibu Rumah Tangga di wilayah
kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.
j. Untuk mengetahui cara menyimpan dan cara menggunakan garam Ibu Rumah Tangga di wilayah
kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.
k. Untuk mengetahui alasan utama Ibu Rumah Tangga tidak menggunakan garam beriodium di wilayah
kerja Puskesmas Petang II, Kabupaten Badung.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iodium
2.1.1 Definisi Iodium
Iodium merupakan salah satu mineral penting bagi kehidupan manusia karena iodium sangat di perlukan
untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi otak. Hewanpun memerlukan iodium untuk
pertumbuhannya. Kebutuhan rata-rata perorang dewasa perhari 0,15 μg. Tubuh memerlukan asupan
iodium secara teratur setiap hari. Kekurangan iodium akan menyebabkan gangguan fisik maupun mental
mulai dari yang ringan sampai berat (Supariasa, 2002).
Zat iodium juga merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon
thyroxin (Sediaoetama, 2000). Iodium ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis
hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormon-hormon ini adalah
mengatur pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2003).
Gangguan akibat kekurangan iodium adalah rangkaian kekurangan iodium pada tumbuh kembang
manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari: gondok, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan
mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa, sering dengan
kadar hormon rendah, angka lahir dan kematian bayi meningkat (Supariasa, 2002). Defisiensi iodium
akan menguras cadangan iodium serta mengurangi produksi T4. Penurunan T4 dalam darah memicu
sekresi TSH yang kemudian meningkatkan kerha kelenjar tiroid, untuk selanjutnya menyebabkan
terjadinya hiperplasia tiroid (Arisman, 2004).
Defisiensi iodium pada anak akan menyebabkan insidensi gondok. Angka kejadian gondok meningkat
bersama usia, dan mencapai puncaknya setelah remaja. Defisiensi iodium pada orang dewasa akan
5
berakibat hipotiroidisme dan gangguan fungsi mental. Pemberian iodium dalam bentuk garam, roti atau
minyak beriodium, lebih efektif dalam pencegahan gondok orang dewasa (Supariasa, 2002).
6
Berdasarkan Teori Lawrence Green tahun 1980 dalam Notoadmojo (2003), perilaku seseorang
dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni: Faktor predisposisi (“Predisposing factor”), faktor yang
mendukung (“enabling factor”) dan faktor yang mendorong atau memperkuat (“reinforcing factor”).
2.4.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu
obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Bloom (1987) dikutip dalam Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.
c. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat
7
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suau kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman, dimana dapat diperolah dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain.
b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
Secara umum, orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi tingkat
pengetahuannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya
televisi, radio, koran, buku, majalah, dan internet.
Mayoritas penduduk Indonesia, bahkan juga para pedagang belum mengetahui manfaat garam iodium,
sehingga dalam transaksi jual beli garam hampir tidak terjadi pemilihan merek atau kualitas. Hal ini
karena mereka tidak mengetahui arti label iodium dalam kemasan garam (BPS, 1995). Dari penelitian
yang dilakukan oleh Setiarini (2010) menyatakan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga
tentang GAKI dengan cara menyimpan dan menggunakan garam beyodium. Penelitian deskritif korelatif
yang dilakukan oleh Novitasari (2014) di Boyolali menunjukkan terdapat hubungan antara sikap ibu
rumah tangga dengan penggunaan garam beriodium. Berdasarkan penelitian di atas menunjukkan
pengetahuan dan sikap merupakan faktor internal dari ibu rumah tangga yang menjadi dasar terjadinya
perilaku konsumsi garam beriodium di rumah tangga tersebut.
2.4.1.2 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan
membina potensi pribadinya, yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani (panca indra dan
ketrampilan). Pendidikan merupakan hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha
lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya (Budioro, 2002).
Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun secara nonformal untuk memberi pengertian dan
mengubah perilaku. Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah. Mereka menanamkan
kebiasaan dan menjadi panutan bagi generasi yang akan datang tentang perlakuan terhadap lingkungan.
8
Untuk dapat melaksanakan pendidikan ini dengan baik, para wanita perlu juga berpendidikan baik formal
maupun nonformal karena seorang ibu dapat memelihara dan mendidik anaknya dengan baik apabila ia
sendiri berpendidikan (Slamet, 2002).
2.4.1.3 Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata mrnunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2003).
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi”
tindakan atau prilaku. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok
yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau
evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga
komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap
yang utuh, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2003).
Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek), merespons (responding) dengan memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap,
menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga, dan yang keempat yaitu bertanggung
jawab (responsible) terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap
yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara langsung
dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden
(Notoatmodjo, 2003).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat individu adalah (Azwan, 2007):
a. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka harus melalui kesan yang kuat. Berbagai
pengalaman yang dialami akan membentuk dan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang.
9
b. Kebudayaan
Kebudayaan mempengaruhi sikap dan memberi corak pengalaman individu yang menjadi kelompok
usahanya. Hanya kepribadian individu yang kuat dapat memudahkan dominasi kebudayaan dalam
pembentukan sikap individual.
c. Orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi
sikap kita. Seseorang yang dianggap penting akan diharapkan persetujuan bagi setiap tindakan dan
pendapat kita.
d. Media massa
Media massa menyampaikan informasi yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini yang kuat
dalam menilai suatu hal sehingga terbukalah arahan sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu.
f. Emosional
Emosi dapat mendasari bentuk sikap karena dapat berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Mengenai faktor predisposisi ibu rumah tangga terhadap perilaku dalam mengkonsumsi garam beriodium,
penelitian yang dilakukan oleh Hariyanti (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap
penggunaan garam beriodium dengan kejadian Gondok pada wanita usia subur yang memiliki satu anak.
Berdasarkan penelitian cross sectional yang telah dilakukan oleh Susanto dkk (2011) pada 105 IRT di
Jakarta Barat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan sikap
dan perilaku ibu dan terdapat hubungan antara sikap ibu dengan perilaku ibu.
10
akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Diharapkan dengan tersedianya akses tersebut dapat
meningkatkan perilaku penggunaan garam beriodium (Kurniasari, 2012).
Distribusi garam beriodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan
pemasaran dalam suasana pasar bebas. Distribusi garam beriodium mempengaruhi ketersediaan garam
beriodium dipasaran. Perusahaan besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi,
sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi
bahkan satu kabupaten atau kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal (pasar besar,
supermaket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil diperkotaan dan pinggiran kota. Untuk
pasar desa di daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beriodium. Secara
tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor informal yang memasarkan garam krosok non-yodium.
(Depkes RI,2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari pada tahun 2012 pada keluarga petani garam
di Desa Genengmulyo pesisir utara Pulau Jawa menunjukan ketersediaan garam yang berada di
lingkungan keluarga petani garam masih jauh dari yang diharapkan, sebanyak 78,38% subjek garam tidak
memiliki merek dan nomor pendafaran MD/SP dan hampir seluruh garam yang dikonsumsi subjek
(93,7%) kurang mengandung iodium. Hal ini menunjukan hubungan antara ketersediaan dengan perilaku
masyarakat. Menurut Katim (1996) terdapat banyak hal yang mempengaruhi konsumsi dari garam
beriodium, salah satunya adalah harga garam beriodium, dimana garam yang banyak beredar di
masyarakat adalah garam non iodium dengan harga yang relatif lebih murah menyebabkan masyarakat
cenderung memilih garam non iodium.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama,
para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Agar masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian untuk
11
mengatasi masalah gizi yang dihadapi antara lain masalah GAKI, maka perlu dimasyarakatkan garam
beriodium secara merata. Kondisi demikian hanya mungkin terwujud apabila para pertugas, pedagang
garam dan konsumen telah memilih bekal pengetahuan gizi secara praktis sebagai pemicu terwujudnya
masyarakat sadar gizi, yaitu masyarakat yang berperilaku gizi baik dan benar (Depkes RI, 1998).
Penyimpanan garam beriodium secara tertutup dimaksudkan agar kandungan iodium yang ada dalam
garam tidak berkurang atau menguap. Garam yang disimpan secara terbuka cenderung kadar iodiumnya
kurang bahkan tidak ada (BPS, 2002 ).
12
Salah satu hasil penelitian di daerah Wonosobo, menunjukkan sebagian besar (59,3%) masyarakat masih
melakukan cara penyimpanan garam yang buruk. Hampir seluruh masyarakat menyimpan garam di
bejana yang terbuat dari bahan plastik bening yang tipis dan tidak dapat tertutup dengan rapat. Hasi uji
Chi Square dalam penelitian yang sama juga menunjukkan adanya hubungan antara cara penyimpanan
garam dengan kadar iodium garam pada rumah tangga dalam penelitian (Wuninggarsari, 2010)
Walaupun demikian masih banyak dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
cara menggunakan garam beriodium oleh IRT pada proses pemasakan masih salah. Seperti pada
penelitian di Pacitan tahun 2010, sebesar 73,2% ibu-ibu menggunakan garam sewaktu awal pemasakan
ketika kompor sedang menyala dan makanan sedang mendidih. Hal tersebut dilakukan dengan alasan
supaya rasa asin dari garam menyerap ke dalam masakan dan makanan terasa lebih enak (Setiarini, 2010).
Hal yang serupa ditemukan pada penelitian lain oleh Suraji di Kabupaten Kendal Semarang, tahun 2003.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa hampir seluruh ibu yang menjadi responden dalam penelitian
tersebut, masih melakukan cara penggunaan garam yang salah walaupun dari segi pengetahuan, sebagian
besar telah mengetahui cara menggunakan garam beriodium yang benar (Suraji,2003).
13
BAB III
KERANGKA TEORI
Penelitian ini melihat gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap penggunaan garam
beriodium di tingkat rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II, Kabupaten Badung. Gambaran
dari kerangka berpikir penelitian dilandasi dari teori Lawrance Green (Notoadmojo, 2003) dimana
terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan individu atau kesehatan masyarakat,
yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.
Faktor predisposisi:
1. Tingkat pendidikan
2. Pekerjaan
3. Tingkat pengetahuan
4. Sikap
5. Ekonomi (pendapatan)
Alasan Tidak menggunakan Garam Iodium
6. Pengalaman
Faktor pendukung:
1. Ketersediaan Sarana Penggunaan garam
dan Prasana iodium
2. Fasilitas
Faktor penguat:
1. Penyuluhan oleh
petugas kesehatan
14
METODE PENELITIAN
Karena populasi ibu rumah tangga di tempat penelitian kurang dari 10.000, dilakukan koreksi jumlah
sampel menggunakan formula:
Berdasarkan dari rumus tersebut, didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 89,5 sampel.
Besar sampel pada penelitian ini ada sebanyak 90 sampel.
15
4.3.2.2 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pertama pemilihan banjar dengan
teknik multistage sampling, dimana pemilihan banjar berdasarkan desa, di wilayah kerja
Puskesmas Petang II yang terdiri dari 2 desa dan 18 banjar.
Desa Belok terdiri dari 9 banjar yaitu: Banjar Selantang, Banjar Belok, Banjar Bon,
Banjar Sidan Kawan, Banjar Sidan Induk, Banjar Penikit, Banjar Sekarmuti, dan Banjar
Jempanang.
Desa Pelaga terdiri dari 9 banjar yaitu: Banjar Pelaga, Banjar Kiadan, Banjar
Nungnung, Banjar Bukian, Banjar Tinggan, Banjar Semanik, Banjar Tiyingan, Banjar
Auman, dan Banjar Bukit Munduk Tiying.
Satu banjar dipilih secara random dari satu desa yang sebelumnya dipilih secara random juga.
Pemilihan sampel diambil dari setiap kepala keluarga (KK) di banjar yang terpilih. Kepala
keluarga dipilih secara accidental, dimana jika pada KK tersebut terdapat sampel yang
memenuhi kriteria inklusi, lansung dijadikan sampel dan responden penelitian.
1. Kriteria Inklusi
Ibu Rumah Tangga sesuai dengan KK yang terpilih dan bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
4.4 Responden
Responden penelitian adalah semua sampel penelitian terpilih.
16
dimiliki ibu.
2 Tingkat Pendidikan formal yang terakhir kali Ordinal
Pendidikan pernah ditempuh ibu. Tingkat
pendidikan dikategorikan menjadi
rendah, menengah, tinggi.
3 Pekerjaan Suatu hal yang dilakukan ibu di luar Nominal
pekerjaan rumah tangga sendiri dan
mendapatkan hasil/pendapatan dari
pekerjaaannya tersebut.
4 Tingkat Segala sesuatu yang diketahui IRT Ordinal
Pengetahuan tentang garam beriodium. Tingkat
pengetahuan diukur dengan 10
pertanyaan. Total nilai dikategorikan
menjadi :
Kategori baik bila jawaban
responden benar dengan nilai
total 76-100
Kategori cukup bila jawaban
responden benar dengan total
nilai 40-75
Kategori kurang bila jawaban
responden benar dengan total
nilai 0-39
5 Sumber Ada tidaknya informasi ataupun Nominal
informasi himbauan mengenai penggunaan
garam beriodium dari tenaga
kesehatan, media cetak, media
elektronik, kerabat dekat, dan lain
sebagainya
6 Cara memilih Cara IRT memilih jenis garam yang Nominal
garam akan digunakan. Ada 3 pilihan jenis
garam yang digunakan yaitu garam
17
yang dikemas dan bermerek, garam
yang dikemas tanpa merek, dan garam
yang tidak dikemas.
7 Jenis garam Garam yang digunakan oleh IRT yaitu Nominal
berupa garam halus, garam
krosok/curai/kasar, atau garam bata.
8 Kandungan Kandungan iodium yang dites dengan Nominal
iodium dalam menggunakan iodine tes. Kandungan
garam iodium baik atau memenuhi standar
bila warna yang ditimbulkan warna
biru atau ungu tua. Kandungan iodium
tidak memenuhi standar bila warna
yang ditimbulkan ungu pucat atau
biru muda. Tidak ada kandungan
iodium bila tidak berubah warna.
9 Cara menyimpan Hal yang dilakukan IRT dalam Nominal
menyimpan/meletakkan garam yang
telah dibeli di rumah. Cara
penyimpanan dikategorikan dalam
benar jika ibu memilih menyimpan
garam pada wadah yang tertutup,
tidak dekat dengan hawa panas.
18
nilai yang diperoleh dikategorikan
menjadi :
Kategori baik bila jawaban
responden dengan nilai total 76-
100
Kategori cukup bila jawaban
responden dengan total nilai 46-
75
Kategori kurang bila jawaban
responden dengan total nilai 0-39
12 Tingkat Perilaku Wujud nyata yang dilakukan ibu Ordinal
rumah tangga terhadap penggunaan
garam beriodium. Perilaku dinilai dari
poin-poin aspek perilaku. Nilai
tersebut ditotal dan dikategorikan
menjadi :
Kategori baik bila jawaban
responden benar dengan nilai
total 76-100
Kategori cukup bila jawaban
responden benar dengan total
nilai 40-75
Kategori kurang bila jawaban
responden benar dengan total
nilai 0-39
13 Ketersediaan Ada tidaknya garam beriodium yang Nominal
garam beriodium dijual di wilayah kerja Puskesmas
Petang II. Termasuk kedalamnya
juga: tempat membeli garam sehari-
hari dan jenis garam yang paling
banyak ditemukan
14 Harga garam Harga garam beriodium menurut IRT Nominal
19
beriodium di pasaran, apakah terjangkau atau
tidak terjangkau
Kuisioner yang digunakan mengacu pada dari kuisioner penelitian Hasibuan (2009) menngenai
gambaran prilaku ibu rumah tangga dalam penggunaan garam beriodium yang berhubungan dengan
penelitian ini. Kuesioner tersebut kemudian dimodifikasi disesuaikan dengan variable-variabel yang
dicantumkan dalam penelitian ini.
4.7 Analisa Data
4.7.1 Analisis Univariat
Menggambarkan distribusi setiap variabel berupa karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan), tingkat pengetahuan dan sikap/persepsi, ketersediaan dan harga garam beriodium di
pasaran, sumber informasi tentang garam beriodium, dan perilaku Ibu Rumah Tangga yang
meliputi: jenis garam yang digunakan, kandungan iodium dalam garam yang digunakan, cara
menyimpan dan cara menggunakan, serta alasan yang mempengaruhi Ibu tidak menggunakan
garam beriodium di wilayah kerja puskesmas Petang II, Kabupaten Badung.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini akan dilakukan pada:
a. Tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan
b. Tingkat pengetahuan dengan sikap
c. Tingkat pengetahuan dengan perilaku
d. Sikap dengan perilaku
e. Harga garam beriodium dengan perilaku
f. Ketersediaan garam iodium dengan perilaku
20
BAB V
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pada penelitan yang telah dilakukan, didapat data bahwa umur responden yang paling
banyak berada pada rentang usia 20-44 tahun (66,7%). Sebanyak 53,3% responden memiliki tingkat
menengah. Sebagaian besar reponden bekerja sebagai petani yaitu sebesar 74,4%.
Dari hasil penelitian, tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dinilai berdasarkan poin-poin pada tabel
pengetahuan, dilakukan skoring, kemudian di kelompokan menjadi 3 tingkat nilai, yaitu baik (>75),
cukup (40-75), dan (<40). Didapatkan sebagian besar responden (52,2%) memiliki tingkat pengetahuan
cukup tentang garam beriodium.
21
Tabel 4. Pengetahuan Tentang Garam Beriodium
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Screening Question „Pernah mendengar tentang
garam beriodium?‟ (N=90)
-Ya 74 82,2
-Tidak 16 17,8
Sumber informasi (N=74)
-Dari petugas kesehatan 49 66,2
-Dari aparat desa 5 6,7
-Media elektronik 3 4,1
-Kerabat dekat 17 23,0
Manfaat garam beriodium (N=74)
-mencegah penyakit gondok 61 82,4
-mencegah penyakit hipertensi 12 16,2
-sebagai penyedap makanan 1 1,4
-tidak tahu 0 0
Sumber iodium selain garam (N=74)
-Ikan laut 59 79,7
-tahu, tempe 14 18,9
-tahu 1 1,4
-tempe 0 0
Cara memilih garam beriodium (N=74)
-Garam yang dikemas dan bermerek 52 70,3
-Garam yang di kemas dan tidak bermerek 21 28,3
-Garam yang tidak pakai kemasan 1 1,4
Cara menggunakan garam beriodium (N=74)
-Pada saat makanan/masakan akan dihidangkan 14 18,9
-Pada saat makanan/masakan mendidih 43 58,1
-Pada saat makanan mulai dimasak 17 23,0
Garam iodium yang paling baik (N=74)
-Garam halus 55 74,3
-Garam krosok/curia/kasar 19 25,7
-Garam bata 0 0
Cara menyimpan garam yang benar (N=74)
-Pada wadah tertutup dan tidak dekat hawa panas 43 58,1
-Pada wadah yang tertutup 31 41,9
-Sembarang saja 0 0
Fungsi menyimpan garam beriodium yang benar
(N=74)
-Iodium tidak mengalami penguapan/rusak 29 39,1
-Garam kering/tidak basah 42 56,8
-Garam nya tetap asin 3 4,1
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Pengetahuan tentang kandungan garam iodium
(N=74)
22
-Ya, 30-80ppm 9 12,2
-Ya 38 51,3
-Tidak 27 36,5
Sebelum di lakukan pengukuran tingkat pengetahuan pada responden, terlebih dahulu ditanyakan
screening question yaitu „Apakah ibu pernah mendengar tentang garam beriodium?‟. Hasil dari screening
question mendapatkan sebagian besar responden (82,2%) mengaku sudah pernah mendengar mengenai
garam beriodium. Tetapi masih terdapat responden yang belum pernah mendengar tentang garam
beriodium yaitu sebanyak 17,8%. Oleh karena itu, responden yang belum pernah mendengar tentang
garam beriodium dimasukkan ke dalam kelompok pengetahuan kurang karena tidak pernah memperoleh
informasi mengenai garam beriodium.
Dari seluruh reponden yang pernah mendengar tentang garam beriodium, sebanyak 66,2% dari reponden
tersebut mendapatkan informasi mengenai garam beriodium dari petugas kesehatan. Responden lainnya
menyatakan pernah mendengar tentang garam beriodium dari sumber seperti aparat desa, media
elektronik dan kerabat dekat. Untuk menilai seberapa dalam pengetahuan responden tentang manfaat
garam beriodium, responden diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
garam beriodium. Hampir seluruh responden (82,4%) mengetahui bahwa garam beriodium bermanfaat
untuk mencegah penyakit gonodok. Sebagian besar responden juga mengetahui bahwa ikan laut
merupakan sumber makanan yang banyak mengandung iodium (79,7%). Dalam memilih garam, 70,3%
reponden mengaku telah memilih garam yang bermerek dan di kemas dari warung.
Dari aspek penggunaan garam, lebih dari sebagian responden menggunakan garam pada saat masakan
mendidih (58,1%). Sejumlah 74,3% mengetahui cara memilih garam iodium yang baik dan memilih
garam yang halus. Sebanyak 58,1% responden sudah mengetahui cara menyimpan garam beriodium yang
benar yaitu dalam wadah yang tertutup dan diajuahkan dari panas. Tetapi, sebagian besar reponden
(56,8%) tidak mengetahui fungsi penyimpanan garam yang benar. Mayoritas responden menjawab fungsi
penyimpanan garam yang baik adalah untuk menjaga garam tetap kering. Pengetahuan tentang kandungan
iodium dalam garam dari responden sangat rendah, yaitu hanya 12,2% dari responden yang mengetahui
kandungan garam iodium yang benar.
23
- Kurang 19 21,1
- Cukup 32 35,6
- Baik 39 43,3
Kategori sikap dalam penelitian ini meliputi poin-poin sikap pada kuisioner dan dikelompokkan menjadi
3 tingkatan nilai, yaitu baik (>75), cukup (40-75), dan kurang (<40). Berdasarkan atas penelitian tersebut,
didapatkan sikap responden tentang garam beriodium baik sebanyak 43,3%, cukup 35,6%, dan 21,1%
responden memiliki sikap yang kurang.
24
Berdasarkan tabel diatas, hampir seluruh responden setuju dengan pernyataan makanan laut untuk
memenuhi kebutuhan iodium (85,1%), kandungan iodium paling bagus pada garam halus (78,3%),
responden membeli garam beriodium (77,0%), menyimpan garam dalam wadah tertutup (74,3%), dan
mencari informasi garam beriodium ke petugas kesehatan (72,9%).
Perilaku terhadap penggunaan garam beriodium meliputi beberapa poin pada setiap soal. Masing-masing
poin diberikan nilai yang dijumlah untuk menentukan 3 kategori tingkat perilaku: baik (>75), cukup (40-
75), dan kurang (<40). Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa tingkat perilaku responden yang baik
terhadap penggunaan garam beriodium cenderung rendah. Lebih dari sebagian responden masih memiliki
tingkat perilaku terhadap penggunaan garam beriodium yang kurang. Hanya 18,9% responden
mempunyai perilaku yang baik dalam penggunaan garam beriodium.
25
- Benar 18 20,0
- Salah 72 80,0
Cara memilih garam (N=90)
- Membeli garam yang halus 61 67,8
- Memperhatikan label garam beriodium 30- 28 31,3
80ppm pada kemasan
Mengkonsumsi makanan laut (N=90)
- Ya 56 62,2
- Tidak 34 37,8
Alasan tidak Menggunakan garam beriodium (N=31)
- Harga tidak terjangkau 9 29,0
- Rasa tidak enak 6 19,4
- Tidak tersedia di pasaran 1 3,2
- Akses ke penjual sulit/jauh 1 3,2
- Sudah menjadi kebiasaan turun-temurun 14 45,2
Tiga puluh empat koma empat persen dari jumlah sampel garam responden yang telah diuji dengan
menggunakan iodine test, tidak mengandung iodium sama sekali. Sementara dari sampel garam yang
mengandung iodium, sebanyak 35,6% memiliki garam yang kandungannya tidak memenuhi standar
kebutuhan (dibawah 30ppm). Sebanyak 52,2% responden didapatkan menyimpan garam dengan cara
yang benar yaitu jauh dari panas dan di dalam wadah tertutup. Cara penggunaan garam beriodium setelah
makanan yang dimasak matang atau penggunaan setelah makanan dihidang didapatkan masih sangat
rendah (12,2%).
Dari observasi yang dilakukan saat penelitian, 67,8% responden menggunakan garam halus. Sebanyak
62,2% responden mengkonsumsi makanan laut dalam makanan sehari-hari mereka. Dari wawancara,
hanya sebagian kecil (20,0%) responden menambah garam beriodium pada pengolahan makanan setiap
hari dengan takaran 1 sendok. Kurang dari sebagian responden sering melihat label garam beriodium
apabila membeli garam (31,1%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yang
menggunakan garam beriodium dengan cara yang salah (63,1%).
Alasan responden tidak menggunakan garam beriodium paling banyak adalah faktor sudah menjadi
kebiasaan turun temurun dikeluarga yaitu sebesar 45,2%, alasan terbanyak setelahnya adalah karena
harga tidak terjangkau yaitu sebesar 29,0% dan rasa yang tidak enak yaitu sebesar 19,4%, alasan tidak
tersedia dipasaran yaitu sebesar 3,2%, dan hanya 3,2% yang mengatakan alasan karena akses ke penjual
yang sulit dan jauh dan 1,5% mengatakan alasan karena garam beriodium tidak tersedia di pasaran.
26
Faktor Frekuensi Persentase (%)
Ketersediaan garam beriodium (N=90)
- Ya 79 87,8
- Tidak 11 12,2
Tempat membeli garam (N=90)
- Pasar 17 18,9
- Warung 65 72,2
- Supermarket 8 8,9
Jenis garam yang banyak ditemukan (N=90)
- Garam berkemasan dengan tabel iodium 52 57,8
- Garam krosok 38 42,2
- Garam bata 0 0,0
Harga garam beriodium (N=90)
- Terjangkau 81 90,0
- Tidak terjangkau 9 10,0
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang membeli garam sehari-hari terbanyak di warung
yaitu sebesar 72,2% diikuti oleh tempat terbanyak kedua yaitu di pasar sebesar 18,9% dan paling sedikit
yang dibeli di supermarket yaitu sebesar 8,9%. Diketahui pula bahwa jenis garam yang paling banyak
ditemukan adalah garam dengan kemasan beiodium lebih banyak ditemukan di pasaran dan sebanyak
42,2% ditemukan adalah garam krosok atau kiloan. Sebanyak 90,0% responden mengatakan harga garam
beriodium adalah berjangkau dan hanya 10,0% responden mengatakan harga garam beriodium tidak
terjangkau.
Ketersediaan garam beriodium adalah ada tidaknya atau bisa tidaknya ditemukan garam kemasan berlabel
iodium di daerah sekitar tempat tinggal yang masih dapat dijangkau oleh responden. Penelitian
menunjukkan hasil bahwa sebanyak 87,8% mengatakan garam kemasan berlabel iodium tersedia atau
dapat ditemukan di daerah tempat tinggal responden.
Tabel 10. Tabulasi silang Tingkat pendidikan dengan tingkat Pengetahuan Responden.
Tingkat Pengetahuan Total
Tingkat Pendidikan Kurang Cukup Baik
- Rendah 1 (9,1%) 8 (72,7%) 2 (18,2%) 11 (100%)
- Menengah 14(29,2%) 23 (47,9%) 11 (22,9%) 48 (100%)
- Tinggi 4 (12,9%) 16 (51,6%) 11 (35,5%) 31 (100%)
27
Total 19 47 24 90
Tabel di atas menunjukan bahawa semua responden dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai
tingkat pengetahuan yang cukup. Sebanyak 51,6% responden dengan tingkat pendidikan tinggi juga
memiliki tingkat pengetahuan cukup. Tidak terdapat kecenderungan peningkatan tingkat pengetahuan
tentang garam beriodium dengan tingkat pendidikan.
Dari hasil penelitian menujukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan yang baik
mengenai garam beriodium, cenderung memiliki sikap yang baik yaitu sebesar 62,5%. Terdapat
kecenderungan peningkatan sikap tentang penggunaan garam beriodium dengan peningkatan
pengetahuan.
28
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan peningkatan sikap terhadap peningkatan
tingkat prilaku penggunaan garam beriodium. Responden dengan sikap baik, memiliki perilaku yang baik
dalam penggunaan garam beriodium (28,2%).
Total 48 25 17 90
Pada tabel di atas, didapatkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik, cenderung memiliki
prilaku yang baik tentang penggunaan garam beriodium. Terdapat kecenderungan antara pengetahuan
dengan perilaku.
Tabel 14. Tabulasi silang tingkat perilaku dengan harga garam beriodium
Tingkat perilaku Total
Harga garam Kurang Cukup Baik
- Terjangkau 41 (50.6%) 23 (28.4%) 17 (21.0%) 81 (100%)
- Tidak terjangkau 7 (77.8%) 2 (22.2%) 0 (0.0%) 9 (100%)
Total 48 25 17 90
Dari tabel diatas berdasarkan harga garam, responden yang memiliki perilaku kurang sebagian besar
menganggap harga garam masih terjangkau (50,6%).
Tabel 15. Tabulasi silang tingkat perilaku dengan ketersediaan garam beriodium
Tingkat perilaku Total
Ketersediaan
Kurang Cukup Baik
garam beriodium
- Ya 41 (51.9%) 21 (26.6%) 17 (21.5%) 79 (100%)
- Tidak 7 (63.6%) 4 (36.4%) 0 (0.0%) 11 (100%)
Total 48 25 17 90
29
Dari tabel di atas, dapat disimpukan bahwa responden yang menganggap garam beriodium tersedia atau
dapat ditemukan di daerah sekitar tempat tinggal masih cenderung memiliki tingkat perilaku yang kurang
(51,9%). Sementara dari responden yang mengganggap garam beriodium tidak tersedia, paling banyak
atau hampir seluruhnya memiliki tingkat perilaku yang kurang yaitu 63.6%.
30
BAB VI
PEMBAHASAN
Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah kategori menengah (53,3%).Sebagian besar
responden bekerja sebagai petani (74,4%) dan hanya 17,8% dari responden tidak bekerja.
Sebelum dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan sumber informasi mengenai garam
beriodium, pada IRT telah diberikan screening question terlebih dahulu yaitu “Apakah responden pernah
31
mendengar tentang garam beriodium?”. Hasil dari kuesioner yang diterima, didapatkan sebagian besar
responden mengaku pernah mendengar mengenai garam beriodium (82,2%). Responden yang belum
pernah mendengar mengenai garam beriodium langsung di kategorikan ke dalam kelompok tingkat
pengetahuan kurang.
Dari hasil penelitian didapatkan pengetahuan reponden mengenai garam beriodium sebagian besar dalam
kategori cukup (52,2%). Dilihat dari beberapa aspek pengetahuan, lebih dari sebagian responden
mengetahui bahwa ikan laut merupakan sumber makanan lain yang mengandungi banyak iodium
(65,6%). Lebih dari sebagian reponden sudah mengetahui manfaat garam beriodium untuk mencegah
penyakit gondok (67,8%). Pada aspek pemilihan garam beriodium yang baik, lebih dari sebanyak 61,1%
responden sudah mengetahui bahwa garam halus merupakan garam beriodium yang paling baik. Menurut
penelitian dari Handayani (2013) garam berbentuk halus lebih tinggi kandungan iodium nya di
bandingkan garam berbentuk bata atau briket, apalagi krosok. Kebanyakan reponden juga bisa mengenal
pasti cara pemilihan garam yang benar yaitu dengan membeli garam yang dikemas dan bermerek
(57,8%). Tetapi pengetahuan reponden pada kandungan garam iodium rata-rata tidak tepat, hanya 10,0%
reponden tahu bahwa garam beriodium yang baik dan benar harus tertulis 30-80ppm pada kemasan atau
bungkusan garam. Hal tersebut menunjukkan bahwa reponden tidak mampu dalam mengidentifikasi
garam dengan kandungan iodium yang baik. Berdasarkan dari hasil penelitian ini disarankan agar dinas
kesehatan dalam melakukan pengawasan kualitas garam beriodium yang beredar dimana hasil
pengawasan merek garam beriodium yang memenuhi syarat diinformasikan kepada masyarakat dan
konsumen terutama yang tinggal di daerah epidemik GAKI harus mempunyai pengetahuan dalam
memilih dan membeli garam beriodium dengan kualitas memenuhi syarat (30-80ppm KIO3).
Kadar iodium, menurut penelitian Handayani dipengaruhi oleh penyimpanannya, penyimpanan garam
iodium yang tidak menggunakan wadah (kedap sinar dan tidak berkarat) yang tertutup rapat dan kering,
akan mengakibatkan kandungan iodium berkurang (Handayani, 2013). Menempatkan garam iodium di
ruangan yang lembap dan terkena panas akan menyebabkan penurunan kadar iodium dan kadar air,
karena kadar iodium menurun bila terkena panas dan air akan menguapkan iodium. Lebih dari sebagian
responden mengetahui cara menyimpan garam beriodium dengan cara yang benar (52,2%) yaitu reponden
menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup rapat dan tidak dekat dengan hawa panas.
Responden mungkin menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup dan jauh dari hawa panas
secara kebetulan atau akibat sudah menjadi kebiasaan.
32
Hasil penelitian memperlihatkan kebanyakan responden tidak mengetahui dengan tepat fungsi meyimpan
garam beriodium (46,7%), reponden hanya mengetahui bahwa fungsi menyimpan garam beriodium pada
wadah yang tertutup rapat dan jauh dari hawa panas adalah bertujuan supaya garam tetap kering.
Kurangnya pengetahuan mengenai fungsi penyimpanan garam sebenarnya memiliki implikasi tersendiri.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani, kadar iodium dipengaruhi oleh beberapa faktor
terkait dengan penyimpanan. Kehilangan kandungan iodium terbanyak terjadi pada garam yang disimpan
dengan menggunakan gelas berwarna merah gelap (Handayani, 2003). Kadar iodium garam akan semakin
menurun seiring dengan lamanya garam disimpan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan
pemahaman tentang tujuan penyimpanan garam beriodium dengan baik. Hal yang perlu ditekankan
adalah kandungan iodium dalam garam yang dapat berkurang akibat penggunan media penyimpanan
yang salah, lamanya waktu simpan, dan penempatan garam yang salah.
Kurangnya pengetahuan reponden pada beberapa aspek mengenai garam beriodium mengakibatkan
responden tidak mendapat manfaat yang optimal dari penggunaan garam beriodium. Responden
umumnya tidak mengetahui bahwa kandungan iodium dari garam beriodium itu dapat hilang akibat dari
cara penggunaan yang salah. Menurut WHO (1996) cara pengolahan bahan makanan yang dimasak
dengan menggunakan garam beriodium ternyata berpengaruh pada kadar iodium nya seperti menggoreng
akan kehilangan 20% iodium, memanggang akan kehilangan iodium sebesar 23%, dan merebus akan
kehilangan iodium lebih besar yaitu 58%. Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden
tidak mengetahui bahawa cara penggunaan garam sewaktu memasak yang benar yaitu saat masakan atau
makanan di hidangkan (87,8%). Temuan tersebut sejalan dengan dari hasil penelitian Setiarini (2010)
menunjukkan cara penggunaan garam beriodium oleh IRT pada proses pemasakan sebagian besar masih
salah yaitu sebanyak 73,2%. Hal tersebut di karenakan responden beranggapan jika garam ditambahkan
setelah proses memasak maka rasanya tidak akan meresap. Menurut penelitian dari Sihombing, cara
menggunakan garam beriodium yang masih salah disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan oleh IRT
sewaktu proses memasak.
Faktor tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dari Tabulasi silang yang
dilakukan antara pendidikan dan tingkat pengetahuan, di dapatkan bahwa, lebih dari sebagian reponden
dengan tingkat pendidikan tinggi mempunyai tingkat pengetahuan cukup (51,6%) dan sebanyak 35,5%
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mengenai garam beriodium. Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Sihombing (2014) tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap informasi gizi kesehatan sehingga seseorang memiliki pengetahuan
33
gizi dan kesehatan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut, reponden dengan tingkat pendidikan yang
memiliki tingkat pengetahuan garam beriodium yang tinggi umumnya berusaha untuk memahami,
menerapkan dan menyebarkan informasi kesehatan dalam hal ini garam beriodium ke dalam keluarga dan
orang lain.
Responden dengan tingkat pendidikan kurang ditemukan memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak
72,7%. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Sihombing, yang menyatakan bahwa pengetahuan
seseorang tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi juga diperoleh dari pendidikan non-
formal. Pendidikan non-formal di peroleh dari pengalaman yang berasal dari sumber lain misalnya seperti
media masa, media elektronik, buku, petugas kesehatan dan keluarga. Hal ini demikian, membuktikan
bahwa informasi mengenai garam beriodium tidak semata-mata hanya didapatkan dari pendidikan formal.
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang
merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling bereaksi di dalam
memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap yaitu pengalaman pribadi, apa yang telah atau sedang dialami mempengaruhi atau
sebagai dasar terbentuknya sikap. Pengaruh dari orang lain, orang sekitar kita merupakan komponen
sosial yang mempengaruhi sikap serta pengaruh kebudayaan, budaya dimana seseorang tinggal
berpengaruh terhadap pembentukan sikap. Media masa mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pembentukan kepercayaan orang yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap, dan lembaga
pendidikan, dimana pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap karena meletakan
konsep moral dalam individu. (Notoatmodjo, 2003).
Secara umum, sikap atau persepsi responden terhadap konsumsi garam beriodium yaitu 43,3% responden
memiliki sikap yang baik, sebagian besar responden menyatakan setuju dari komponen sikap yang dinilai.
Aspek mengonsumsi makanan laut untuk memenuhi kebutuhan iodium selain dari garam merupakan
aspek dengan persentase terbesar (85,1%).
Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.
Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan disekitar
individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-beda (Sarwono, 2000). Pengetahuan dapat
diartikan sebagai proses belajar seumur hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat
penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Sesuai dengan pernyataan Soehardjo
34
sikap sebagai suatu tindakan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dalam
objek-objek piskologis, afeksi positif adalah afeksi senang terhadap suatu objek. Bila seorang ibu
memiliki pengetahuan yang baik, maka pengetahuan tersebut akan mengarahkan ibu untuk bersikap baik
pula. Pengetahuan yang dimiliki ibu akan menjadi dasar bagi ibu untuk bersikap.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan
yang baik cenderung memliki sikap yang baik (62,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian Susanto, 2011
dimana pada penelitian ini didapatkan responden dengan pengetahuan baik memiliki sikap yang baik pula
(55,6%).
6.4 Perilaku Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Sumber Informasi, Harga dan
Ketersediaan Garam Beriodium
Pengetahuan dengan mengadopsi dengan mengadopsi konsep dari teori Green adalah faktor enabling
yang mengarahkan tindakan tepat pada perilaku kesehatan. Pengetahuan akan membuka wawasan ibu
terhadap masukan informasi khususnya garam beriodium dan selanjutnya dipraktikan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan yaitu menggunakan garam beriodium. Menurut Soehardjo hasil pendidikan orang
dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku
didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sikap merupakan
respon seseorang terhadap suatu hal dan dia akan berprilaku sesuai dengan respon tersebut. Praktek
dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungan khususnya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan responden tentang garam beriodium sebagian besar cukup yaitu sebanyak 52,2%. Terdapat
kecenderungan antara pengetahuan garam beriodium dengan perilaku mengkonsumsi garam beriodium,
responden dengan tingkat pengetahuan baik cenderung memiliki perilaku yang baik pula (50,0%) . Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Setiarini, 2010 yaitu dari 198 orang responden yang
memilki pengetahuan yang baik mengenai garam beriodium akan membentuk sikap yang baik dan
menjadi dasar untuk memiliki perilaku yang baik dalam menggunakan garam beriodium (36,7%).
Hasil tabulasi silang antara perilaku dengan sikap (tabel 12) didapatkan terdapat kecenderungan antara
sikap atau persepsi terhadap perilaku penggunaan garam beriodium dengan konsumsi garam beriodium.
Hal ini dapat terlihat dari responden dengan sikap baik sudah memiliki perilaku yang baik (28,2%), dan
responden dengan sikap yang kurang masih memiliki perilaku yang kurang (78,9%). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanto 2011 yang mendapatkan hasil besarnya sikap yang baik
35
diikuti dengan oleh tindakan yang baik yaitu hanya sebesar 23,9%. Dan responden dengan sikap kurang
juga memiliki perilaku yang kurang (45,8%).
Menurut hasil penelitian pada tabel 8 diperoleh gambaran umum mengenai perilaku Ibu Rumah Tangga
terhadap konsumsi garam beryodium yaitu sebagian besar responden sudah menggunakan garam
beryodium yaitu sebanyak 65,6%. Namun, angka ini masih berada dibawah target yang ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Bali yaitu sebesar 80% (Dinkes Provinsi Bali, 2008). Sebanyak 34,4% masih
belum mengonsumsi garam beriodium, berasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Ekawati,
2013 menyebutkan bahwa perilaku Ibu Rumah Tangga yang tidak mengkonsumsi garam beryodium
dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman Ibu Rumah Tangga akan pentingnya konsumsi garam beryodium
bagi kesehatan. Rendahnya penggunaan garam beriodium pada rumah tangga di kawasan penelitian juga
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya sudah menjadi kebiasaan turun temurun penggunaan garam
tidak beriodium, harga garam krosok lebih murah dibandingkan dengan garam yodium, selera rasa, serta
kemudahan mereka dalam mendapatkan garam krosok.
Garam yang bermutu adalah garam beriodium yang jika diuji menggunakan tes cepat (iodine test)
mengalami perubahan warna berwarna ungu dan mengandung iodium sebanyak 30-80 ppm. Penggunaan
garam beriodium bertujuan untuk menyediakan unsur iodium kepada masyarakat secara teratur dan
berkesinambungan agar masyarakat tercukupi kebutuhannya akan unsur iodium. Untuk mengatasi
kekurangan asupan iodium dalam makanan, pemerintah membuat program penggunaan garam beriodium
dengan menambahkan (suplementasi) kalium iodat ke dalam garam dapur sesuai dengan standar nasional,
tetapi masih banyak garam yang ditemukan beredar tidak memenuhi standar.
Dari hasil observasi dan pengecekan kandungan iodium pada garam yang digunakan oleh responden,
sebanyak 34,4% responden masih menggunakan garam tidak mengandung iodium, hanya 30% responden
yang mempunyai hasil tes iodine positif berubah menjadi ungu tua yang menunjukkan bahwa baru 30%
responden menggunakan garam beriodium yang sesuai standar. Dan sebanyak 35,6% garam yang
digunakan oleh responden memiliki kandungan iodium yang tidak memenuhi standar. Hasil ini sejalan
dengan hasil survei semi kuantitatif yang menunjukkan secara nasional persentase rumah tangga yang
mengonsumsi garam beriodium dengan kandungan cukup (30-80ppm) sejak tahun 1997-2003 berkisar
antara 62% sampai dengan 73,24% (Kartono, 2010). Kandungan iodium yang tidak memenuhi standar
nasional juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Amalai pada tahun 2015, didapatkan sebanyak
88,9% garam yang digunakan memiliki kandungan iodium <30ppm.
36
Dari hasil observasi didapatkan hanya 31,3% responden yang menggunakan garam iodium dengan label
kandungan iodium 30-80ppm. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan responden terhadap
kandungan iodium yang sesuai dengan standar nasional hanya 12,2% responden yang mengetahui bahwa
sebaiknya membeli garam iodium dengan label kandungan 30-80ppm. Selain itu faktor yang
mempengaruhi responden menggunakan garam dengan kandungan iodium yang tidak sesuai standar
karena masih banyak garam beriodium yang beredar tidak memenuhi standar.
Salah satu aspek yang berperan terhadap jenis garam yang digunakan saat ini adalah faktor ketersediaan
daripada garam tersebut. Garam sehat adalah garam konsumsi dengan kandungan yodium minimal 30
ppm dan dianjurkan mengkonsumsi garam beriodium 6-10 gram/hari (1 sendok makan). Dipasaran
terdapat 3 jenis garam diantaranya yaitu garam halus, garam krosok dan garam briket. Dari segi kualitas,
maka garam halus adalah yang paling bagus, kemudian garam briket dan yang terakhir garam krosok
(Sarlan, 2009). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran umum mengenai jenis garam yang
dikonsumsi ibu rumah tangga yaitu sebagian besar responden mengkonsumsi bentuk garam halus
(67,8%). Ini menunjukkan responden sudah menggunakan jenis garam yang benar. Namun sebanyak
80% responden belum menggunakan garam beriodium sebanyak 6-10 gram/hari (1 sendok makan). Hal
ini disebabkan karena pengetahuan responden masih kurang mengenai seberapa banyak garam yang harus
dikonsumsi perhari, selain itu responden juga tidak pernah mengukur takaran garam yang digunakan
tergantung dengan keperluan saat memasak dan takaran yang digunakan hanya perkiraan saja.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas iodium pada garam di rumah tangga antara lain adalah
penggunaan dan penyimpanan garam oleh ibu rumah tangga, walaupun garam yang dibeli mengandung
iodium cukup tetapi pengelolaan dan penyimpanan oleh ibu rumah tangga yang kurang baik dapat
menyebabkan kandungan iodium dalam garam berkurang bahkan bisa hilang (BPS-UNICEF, 1995).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa cara penyimpanan garam beriodium oleh ibu rumah tangga
sebanyak 52,2% sudah menyimpan garam dengan cara yang benar yaitu pada tempat yang tertutup rapat
dan tidak dekat dengan panas. Sebanyak 47,8% ibu masih menyimpan garam dengan cara yang salah
yaitu dekat dengan panas atau ditaruh pada tempat yang terbuka. Masih banyak responden yang
menyimpan garam berioidum dengan salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan fungsi
menyimpan garam dengan benar, jadi masih banyak responden yang menyimpan dengan cara yang salah.
Dalam pengolahan makanan cara penggunaan garam sebagian besar masih salah yaitu sebanyak 87,8%.
Hanya 12,2% responden yang benar untuk cara penggunaan garam. Cara ini dilakukan karena sudah
menjadi kebiasaan oleh ibu rumah tangga dengan pemberian garam pada proses pemasakan lebih praktis.
37
Hasil ini sejalan dengan penelitian Sihombing, 2014 yang didapatkan 69,14% responden sudah
menyimpan garam dengan baik dan cara penggunaan garam sebagian besar masih salah yaitu pada
awal/waktu persiapan (38,06%) maupun pada saat proses pemasakan (23,64%).
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa 34,4% responden tidak menggunakan garam beriodium, alasan
paling banyak tidak menggunakan adalah sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari keluarga, yaitu
sebesar 45,2%. Pengaruh kebiasaan yang dipelajari dan dikerjalan sejak kecil dengan mudah menjadi
tingkah laku menetap dan sukar diubah, dan kepraktisan merupakan pendorong bagi setiap diberlakunya
kebiasaan yang diinternalisasikan sejak masa kecil. Alasan harga garam beriodium tidak terjangkau
merupakan alasan terbanyak kedua yaitu 19,4%, dimana hal tersebut membuktikan masih terdapat
masyarakat dengan status ekonomi rendah di kawasan ini. Untuk alasan terbesar ketiga yaitu alasan rasa
tidak enak dengan angka sebesar 19,4%, kebanyakan responden yang mengatakan alasan ini mengatakan
rasa dari garam beriodium lebih pahit dari garam krosok sehingga penyebabkan mereka tetap memilih
garam krosok. Untuk alasan lainnya sebesar 3,2% yaitu faktor tidak tidak tersedia di kawasan tempat
tinggal dan sulit mendapat akses ke penjual garam beriodium menunjukkan masih ada kesulitan dan
kekurangan dalam ketersediaan garam beriodium.
Konsumsi makanan laut dikatakan sudah baik karena sebagian besar responden sudah mengonsumsi
makanan laut (62,2%). Makanan laut yang dikonsumsi antaranya adalah ikan laut. Secara tidak langsung
responden mendapatkan asupan iodium dari ikan laut yang dikonsumsinya. Diperlukan suatu upaya
sosialisasi dari puskesmas agar masyarakat mengetahui bahwa makanan laut adalah salah satu sumber
iodium, sehingga pencapaian ini dapat ditingkatkan.
Distribusi dari garam akan dipasarkan ke berbagai tempat, pemasaran akhir umumnya melalui pengecer
formal yaitu melalui pasar besar dan supermaket, sampai dengan pengecer kecil diperkotaan dan
pinggiran kota melalui warung-warung dan penjual keliling (Depkes RI, 2005). Dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa sebagian besar responden membeli garam yang digunakan sehari-hari paling banyak di
warung yaitu 72,2%. Hal tersebut dikarenakan dengan alasan akses yang lebih mudah dan cepat untuk
membeli garam disekitar rumah. Selain warung 18,9% responden membeli garam di pasar. Pasar
merupakan tempat yang lengkap dan sebagian besar ibu-ibu membeli segala bahan masakan di pasar
besar terdekat. Hanya 8,9% responden yang membeli garam dari supermarket. Ini juga dipengaruhi
dengan faktor perjalanan yang harus menempuh jarak yang jauh.
38
Kebijakan pemerintah dalam progam penggunaan garam beriodium oleh masyarakat dibuat dalam Surat
Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri tahun 1985 yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan
Menteri Koperasi tentang pengadaan dan pendistribusian garam beriodium di daerah. Dengan adanya
surat keputusan bersama ini diharapkan garam yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat mengadung
iodium sesuai dengan yang ditetapkan sehingga progam penanggulangan masalah GAKI di Indonesia
dapat dilakukan (Panjaitan, 2008).
Dari hasil penelitian mengenai harga garam iodium di masyarakat ditemukan bahwa sebagian besar
responden mengatakan harga yang terjangkau untuk garam beriodium yaitu sebesar 90% hal itu dapat
dikatakan bahwa masyarakat tidak merasa terbebani dengan harga garam beriodium dan merasa harga
tidak terlalu berbeda jauh dengan harga garam yang kiloan jika dibandingkan dengan manfaat yang
didapatkan dari garam beriodium.
Sumber informasi merupakan faktor penguat perilaku seseorang untuk menggunakan garam beriodium.
Adanya himbauan atau dorongan dari pihak lain untuk menggunakan garam beriodium akan mendukung
perilaku terhadap garam beriodium yang baik (Hidayat, 2012). Informasi yang diperoleh dari suatu
sumber informasi bermanfaat untuk menambah pengetahuan, meyakinkan atau memberi kepastian kepada
penerima informasi, dan memberikan standar atau aturan-aturan untuk melakukan hal tertentu (Sutanta,
2003).
Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak pernah mendengar informasi tentang garam
beriodium, sebagian besarnya memiliki tingkat perilaku garam beriodium yang kurang (87,5%),
dibandingkan dengan responden lain yang pernah mendengar informasi tentang garam beriodium.
Persentase tingkat perilaku baik yang paling tinggi terdapat pada responden yang mendapatkan sumber
informasi dari petugas kesehatan. Hal ini bisa disebabkan karena responden paling suka mendapatkan
informasi dari petugas kesehatan karena informasi yang didapatkan lebih terpercaya dibandingkan dengan
sumber informasi lainnya (Depkes, 2000), sehingga perilaku garam beriodium yang baik dapat terbentuk.
Meninjau dari hasil penelitian kami dan penelitian sebelumnya, perlu dilakukan peningkatan penyuluhan
oleh tenaga kesehatan karena sumber informasi tersebut paling disenangi oleh masyarakat.
Sedangkan yang mendapatkan sumber informasi dari media elektronik dalam hal ini televisi, masih
cenderung memiliki tingkat perilaku yang kurang. Hal ini berbeda dengan penelitian tentang kampanye
dan penggunaan garam berioidum di Jawa Barat menyatakan bahwa pesan yang disampaikan dalam
media elektronik televisi dapat diterima dengan baik hingga kini walaupun tayangan tersebut sudah
39
berakhir tahun 2003. Tayangan iklan juga jelas, mudah dimengerti dan logis, karena penggunaan bahasa
yang dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini memang, tayangan tersebut sudah tidak
muncul di televisi (Anggorodi, 2010). Pada penelitian kami, walaupun infomasi dari media elektronik
jelas dan mudah dipahami, namun iklan pada media elektronik sudah berakhir tahun 2003, sehingga
hanya 4,1% responden yang menyatakan mendapat informasi dari media elektronik. Responden yang
mendapat informasi dari media elektronik sebanyak 66,7% memiliki prilaku yang kurang, hal ini
memperlihatkan bahwa informasi dari petugas kesehatan yang lebih informatif dan komunikatif lebih
efektif dalam meningkatkan perilaku responden.
Dari tabel 17 tabulasi silang antara ketersediaan garam dan tingkat perilaku dapat dilihat bahwa 51,9%
responden yang menyatakan garam beriodium tersedia tetapi masih memiliki perilaku yang kurang. Dari
tabel 16 harga garam dan tingkat perilaku memperlihatkan bahwa sebanyak 50,6% responden yang
menyatakan harga garam beriodium terjangkau masih memiliki perilaku yang kurang. Seperti yang sudah
dijelaskan diatas, perilaku penggunaan garam beriodium dipengaruhi oleh banyak faktor.
40
41
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Karakteritik subjek penelitian sebagian besar IRT dalam kelompok rentang usia 20-44 tahun (66,7%)
dengan tingkat pendidikan kelompok menengah (53,3%) dan bekerja sebagai petani (74,4%).
2. Sebanyak 52,2% IRT memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.
3. Sebagian besar IRT memiliki sikap yang baik terhadap penggunaan garam beriodium (43,3%).
4. Sebanyak 87,8% IRT mengatakan bahwa garam beriodium telah tersedia. Dan sebanyak 57,8% IRT
mengaku garam berlabel iodium lebih banyak ditemukan. IRT mengaku lebih banyak membeli garam
di warung sekitar rumah.
5. Sebagian besar IRT (90%) mengatakan bahwa harga garam beriodium adalah terjangkau.
6. Sebagian besar IRT (54,4%) mendapatkan informasi mengenai garam beriodium petugas kesehatan.
Masih terdapat 17,7% IRT yang mengaku tidak pernah mendapatkan informasi tentang garam
beriodium.
7. Lebih dari separuh IRT (53,3%) memiliki tingkat perilaku kurang.
8. Terdapat lebih banyak IRT (67,8%) yang sudah memilih jenis garam halus.
9. Hanya sebanyak 30% IRT yang menggunakan garam dengan kandungan iodium sesuai dengan
standar (30-80ppm).
10. Hanya sebanyak 52,2% IRT yang menyimpan garam dengan baik.
11. Terdapat lebih banyak IRT (87,8%) yang tidak menggunakan garam pada saat makanan mau
dihidangkan.
12. Dari IRT yang tidak menggunakan garam beriodium, sebanyak 45,2% beralasan tidak menggunakan
garam beriodium karena sudah menjadi kebiasaan turun temurun.
7.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami ajukan adalah sebagai berikut:
42
1. Melakukan pengawasan kualitas garam beriodium yang beredar memenuhi syarat kandungan
iodium (30-80ppm KIO3).
2. Meningkatkan promosi kesehatan mengenai garam beriodium khususnya mengenai cara
penggunaan garam beriodium yang benar, memperhatikan label kandungan iodium saat membeli
garam beriodium, cara dan fungsi meyimpan garam, dan jumlah garam yang harus dikonsumsi
perhari dengan pendekatan personal agar mampu mengajak masyarakat untuk mengubah perilaku.
3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya perencanaan program gizi
khususnya pemantauan garam beriodium.
4. Diharapkan masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya
mengkonsumsi garam beriodium guna menanggulangi GAKI misalnya melalui kegiatan
penyuluhan, yang diharapkan dapat menjadi dasar untuk memperkuat perilaku mereka dalam
penggunaan garam beriodium.
5. Khususnya kepada pedagang garam di warung agar meningkatkan pengadaan garam berlabel
iodium di warung sebagai tempat terbanyak IRT memperoleh garam sehari-harinya.
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56