Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian

Menurut Assegaf, dkk (2015) Struma adalah setiap pembesaran kelenjar

tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid. Struma adalah

suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang

dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar

tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.

B. Etiologi

Menurut Brunicardi et al (2010) Adanya gangguan fungsional dalam

pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar

tyroid antara lain :

1. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering

terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang

mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid

a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,

lobak, dan kacang kedelai).

b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

3. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada

masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause,

infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar

tiroid yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah

tersebut

1
C. Klasifikasi

Menurut Assegaf, dkk (2015) Struma dapat diklasifikasikan menjadi

struma difusa non- toksik, struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan

struma nodusa non-toksik. Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada

adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid

(kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan) dan

hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan

istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar

tiroid.

1. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh

kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik

(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda

dan gejala hipertiroidisme).

2. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,

yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan

benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkin

tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak

berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.

Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat

menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita

dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.

a. Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon

tiroid sehingga produksinya berlebihan.

b. Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan

hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena

pasien tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.

2
D. Manifestasi Klinis

Menurut Tampatty, dkk (2019) penyakit Struma Nodosa Non Toksik

(SNNT) terdapat beberapa manifestasi klinis berupa :

1. Terdapat benjolan di daerah leher

2. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.

3. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat

mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan

sehingga terjadi gangguan menelan.

4. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau

hipertirodisme.

5. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya

denyut nadi.

6. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,

berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan

E. Komplikasi

Menurut Tampatty, dkk (2019) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien

dengan struma antara lain:

1. Gangguan menelan atau bernafas

2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung

kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)

3. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium

4. Komplikasi pembedahan :

a. Perdarahan

b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.

c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.

d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam

sirkulasi dengan tekanan.

3
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum.

f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.

g. Trakeumalasia (melunaknya trakea).

F. Patofisiologi

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan oleh

kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin

releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan,

diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar

tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid

dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke

pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh

TSH, TSH-receptor antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic

gonadotropin, bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel

tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa

terbentuk nodul tiroid.

Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan

menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan

peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan

kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.

Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,

kekurangan iodium, dan goitrogen.

Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor

merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon

tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang menghasilkan

human chorionic gonadotropin (Nurarif A, H, dkk, 2015)

4
G. Pathway

Defisiensi iodium Tiroiditis hasimoto’s Penyakit Graves Tiroiditis Multinodular


Gondok

Kondisi autoimun
Menghasilkan TSI Peradangan Banyak nodul

Kerusakan kelenjar
tiroid Hiperplasi sel Inflamasi
Merangsang
kelenjar tiroid
Produksi hormone
Metastasis
menurun
Hormon meningkat
Nodul berkembang
Hipotiroid
Hipertiroid

Pembesaran
Sinyal ke TSH kelenjar tiroid
Perubahan
irama jantung
TSH meningkat Peningkatan
Risiko keringat
Kurang
penurunan
energi
Nyeri akut curah jantung Ansietas

Fatigue
Kesulitan memulai tidur
Hiperplasi kel. tiroid

Gangguan pola
tidur Goiter

Menekan esofagus Menekan trakea Pembesaran tampak


diluar

Disfagia Sesak, kesulitan


Gangguan
bernafas
struktur tubuh

Nutrisi kurang dari


Rasa asam
kebutuhan tubuh Pola
di dalam Peneka Gangguan citra
mulut nafas tubuh
nan
tidak
pita
efektif
suara
Nausea

Sumber : Nurarif A, H, dkk (2015) Gangguan


komunikasi verbal

5
H. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Tampatty, dkk (2019) ada beberapa pemeriksaan diagnostic

struma, antara lain:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,

kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;

T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang

dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat

membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH

meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.

b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi

terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun :

1) antibodi tiroglobulin

2) antibodi microsomal

3) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

4) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

5) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

2. Sidik (scanning) tiroid

a. Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan

fungsi tiroid.  Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila

uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika

uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma).

b. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan

atau padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid

dan kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka

selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.

6
3. Radiologi

a. Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin

lesion (papiler), cloudy (folikuler).

b. Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.

4. Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat

ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi

anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi

paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum

Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus

dilakukan oleh operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator

yang terampil, BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk

membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam

struma multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan

spesifitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan

menghasilkan angka negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu

hampir mendekati 1%.

5. Terapi Supresi Tiroksin

Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah

dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

I. Penatalaksanaan

Menurut Tampatty, dkk (2019) terdapat beberapa penatalaksanaan antara

lain:

1. Konservatif/medikamentosa

Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,

rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada

kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).

7
a. Struma non toksik  :  iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl

b. Struma toksik   :

1) Bed rest

2) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-

tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan

akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin

(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai

eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis

maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.

3) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi

tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar

tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang

tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam

mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10

mg/hari selama 14 hari.

2. Radioterapi

Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah

diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi

radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko

tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.

Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.

3. Pembedahan

Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran

kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara

parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.

Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :

a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus

b. Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram

8
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat

d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan

dan sebagian kiri.

e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy

subtotal sinistra dan sebaliknya.

f. Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan

limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan

nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus

sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar

ludah submandibularis

J. Pencegahan

Ada beberapa pencegahan struma menurut Assegaf, dkk (2015) antara lain:

1. Pemberian edukasi

Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya

mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam

beriodium.

2. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada

di wilayah endemic sedang dan berat.

3. Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah

endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk

orang dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya

sedang atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.

9
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab

Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan,

pekerjaan, no rm, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,

nama penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan

pasien.

2. Status Kesehatan

a. Keluhan Utama

Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.

Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang

dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.

b. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang

semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya

pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu

dilakukan operasi.

c. Riwayat penyakit dahulu 

Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan

penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

3. Pola Kebutuhan

a. Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea,

edema paru (pada krisis tiroksikosis).

10
b. Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,

kelelahan berat, atrofi otot.

c. Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.

d. Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat

badan, terkadang nafsu makan meningkat, makan sering,

kehausan,mual, muntah.

e. Rasa nyaman : adanya rasa nyeri

f. Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum       : Baik

b. Kesadaran                 : Compos Mentis

c. Tanda-tanda vital     

d. Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.

e. Pemeriksaan Head to Toe

1) Kepala

Inspeksi   : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi

Palpasi     : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas

2) Mata

Inspeksi   : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil

isokor

Palpasi     : Tidak ada gangguan

3) Telinga   

Inspeksi   : Bentuk simetris, tidak ada serumen

Palpasi     : Tidak ada gangguan

4) Mulut

Inspeksi   : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi

11
5) Leher      

Palpasi     : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan

6) Dada

Inspeksi   : Simetris

Palpasi     : Tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : Tidak ada gangguan

Perkusi    : Sonor

7) Abdomen

Inspeksi   : simetris, tidak ada bengkak

Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit

Palpasi     : tidak ada nyeri tekan

Perkusi    : Timpani

8) Genetalia dan Anus

Inspeksi   : Bersih

9) Ekstremitas Atas

Inspeksi   : Simetris

Palpasi     : Tidak ada gangguan

10) Ekstremitas Bawah

Inspeksi   : Simetris

Palpasi     : Tidak ada gangguan

B. Diagnosa Keperawatan

Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien

dengan penyakit SNNT antara lain :

1. Nausea berhubungan dengan rasa asam di dalam perut

2. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama

jantung

3. Ansietas berhubungan dengan peningkatan keringat

12
4. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit (TSH meningkat)

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan memualai tidur

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Nausea Nausea and vomiting Nausea Management
berhubungan control 1. Kaji rasa mual secara
dengan rasa Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
asam di dalam severity frekuensi, durasi, tingkat
perut mual dan faktor yang
Setelah dilakukan menyebabkan pasien
tindakan asuhan mual.
keperawatan selama 3 x 2. Evaluasi efek mual
24 jam diharapkan rasa terhadap nafsu makan
mual klien hilang atau pasien, aktivitas sehari –
berkurang. hari dan pola tidur pasien
Kriteria hasil : 3. Berikan istirahat dan tidur
1. Pasien mengatakan yang adekuat
rasa mual berkurang 4. Berikan KIE makan
atau tidak mual lagi sedikit – sedikit tetapi
2. Pasien mengatakan sering dan dalam keadaan
tidak muntah hangat
3. Tidak ada 5. Kolaborasi pemberian
peningkatan kelenjar antiemetic
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
2. Risiko Cardiac Pump Cardiac care
penurunan Effectiveness Vital Sign Monitoring
curah jantung Circulation status 1. Monitor TTV dan keadaan
berhubungan Vital sign status umum pasien
dengan Setelah diberikan asuhan 2. Observasi tanda – tanda
penurunan keperawtan selama 3 adanya edema
curah jantung x24jam diharapkan curah 3. Observasi status
aktivitas saraf jantung dalam batas pernafasan
simpatis normal, dengan kriteria 4. Observasi adanya nyeri
hasil : dada (intensitas, durasi,
a. TTV dalam batas normal skala, lokasi nyeri)
b. Kelelahan tidak ada 5. Monitor balance cairan
c. Edema paru (-) 6. Anjurkan istirahat yang
d. Asites (-) cukup
e. Penurunan kesadaran (-) 7. Anjurkan menurunkan
stress
3. Ansietas a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
berhubungan b. Anxiety level (Pengurangan
dengan c. Coping kecemasan)
peningkatan Setelah dilakukan 1. Gunakan pendekatan
keringat tindakan asuhan yang menenangkan

13
keperawatan selama 3 x dan menyakinkan.
24 jam diharapkan 2. Dorong pasien
kecemasan klien hilang mengungkapkan
atau berkurang. kecemasan yang
Kriteria hasil : dialaminya.
1. Mampu 3. Dengarkan pasien
mengindentifikasi dengan penuh
dan mengungkapan perhatian.
(tanda dan gejala) 4. Kaji tanda kecemasan
kecemasan. yang
2. Mengatakan diungkapkan secara
kecemasan sudah verbal maupun
berkurang yang nonverbal.
dinyatakan verbal 5. Beri pujian atau
maupun nonverbal. kuatkan perilaku yang
3. Tampak adanya baik secara tepat.
dukungan keluarga 6. Ajak melakukan
teknik relaksasi nafas
dalam
b. Peningkatan Koping
1. Berikan informasi
mengenai penyakit,
yang dideritanya
2. Dukung keterlibatan
keluarga untuk
mendampingi pasien
4. Nyeri akut
f. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan g. 2. Pain control 2. Analgesic
dengan proses
h. 3. Comfort level administration
penyakit (TSH Setelah dilakukan a. Observasi TTV
meningkat) tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri
keperawatan selama 3 x secara komprehensif
24 jam diharapkan nyeri (penyebab, kualitas,
berkurang klien hilang intensitas, skala nyeri)
atau berkurang. yang diungkapkan secara
verbal dan nonverbal
Kriteria hasil : c. Berikan posisi yang
1. Pasien nyaman
mengatakan nyeri d. Ajarkan teknik relaksasi
berkurang yang baik nafas dalam ataupun
diekspresikan melalui distraksi
verbal dan non verbal e. Kolaborasi pemberian
2. Mampu obat analgesik
mengontrol nyeri
dengan manajemen
nyeri
5. Gangguan polai. 1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
tidur j. 2. Comfort level a. Kaji kebutuhan tidur
berhubungan k. 3. Pain level pasien
dengan l. 4. Rest : Extent and b. Kaji kualitas dan
kesulitan Pattern kuantitas tidur pasien
memulai tidurm. 5. Sleep : Extent and c. Identifikasi penyebab
Pattern gangguan pola tidur yang
dialami pasien
Setelah dilakukan d. Berikan lingkungan yang

14
tindakan asuhan nyaman dan kurangi
keperawatan selama 3 x factor penyebabkan
24 jam diharapkan gangguan pola tidur
gangguan pola tidur e. Beri KIE pentingnya
berkurang. pemenuhan waktu tidur
terhadap kesehatan
Kriteria Hasil : f. Ajarkan teknik relaksasi
1. Pasien dapat tidur g. Dorong keluarga pasien
dengan tenang untuk membantu
2. Jumlah tidur pasien peningkatan kuantitas
sesuai dengan dan kualitas tidur pasien
kebutuhan pasien (6- h. Kolaborasi pemberian
8 jam/hari) obat untuk mengurangi
dampak dari factor
penyebab yang
menimbulkan gangguan
tidur
i. Kolaborasi pemberian
makanan seperti susu
10 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control
berhubungan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
dengan efek Infection control a. Monitor keadaan luka
prosedur 3. Risk control b. Monitor tanda dan gejala
invasif infeksi
Setelah dilakukan c. Monitor kadar WBC,
tindakan asuhan granulosit
keperawatan selama 3 x d. Berikan perawatan luka
24 jam diharapkan risiko secara berkala dengan
infeksi klien hilang atau teknik yang tepat
berkurang. e. Berikan lingkungan yang
bersih
Kriteria hasil : f. Berikan KIE pasien dan
1. Tidak tampak keluarga mengenai
adanya tanda dan personal hygiene (seperti
gejala infeksi cara mencuci tangan
2. Jumlah leukosit yang benar) untuk
dalam batas normal menghindari adanya
3. Menunjukkan factor pemicu infeksi
perilaku hidup sehat g. Kolaborasi pemberian
antibiotic

15
9 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention
berhubungan 2. Injury risk for a. Identifikasi defisit kognisi
dengan efek Setelah diberikan atau fisik pasien
agen asuhan keperawatan b. Identifikasi karakteristik
farmakologis selama 3 x 24jam lingkungan yang
diharapkan tidak ada berpotensi menyebabkan
kejadian jatuh dengan kejadian jatuh
kriteria hasil : c. Pasang belt pengaman
1. Mampu pada tepi tempat tidur dan
mempertahakan kunci roda tempat tidur
keseimbangan tubuh setelah melakukan
2. Tidak terjadi kejadian mobilisasi
jatuh d. Bantu memenuhi ADLs
3. Mempunyai pasien
pemahaman dan e. Ajarkan pasien dan
perilaku pencegahan keluarga pasien menjaga
kejadian jatuh lingkungan yang aman
4. Lingkungan aman dan terhindar dari kejadian
jatuh

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan

tindakan, serta menilai data yang baru.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang

ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi keperawatan

harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk memperbaiki kekurangan dan

memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).

16
DAFTAR PUSTAKA

Assegaf K, Syaugi, dkk, 2015. Gambaran Eutiroid Pada Pasien Struma Multinodusa

Non-Toksik Di Bagian Bedah Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Periode Juli 2012 – Juli 2014. Volume3.

Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction

Jogja.

Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC

Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta

: EGC

Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tampatty, Gabriela,dkk.2019. Profil Pemeriksaan Ultrasonografi Pada Pasien

Struma Dibagian/Smf Radiologi Fk Unsrat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Periode Januari 2018 - Juni 2018. Volume 1. Manado : e-Journal.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA,

Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai