Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
“ARDS”

Dosen Pembimbing :
Ns. Nupratiwi, M. Kep

Disusun Oleh kelompok I:


Islamiati (821181004)
Jabalul rahman (821181007)
Sri Wahyuni (821181009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK
TAHUN AJARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“keperawatan kritis “dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan dari
teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini, diharapkan
dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan
serta dukungan dan doa nya,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. Kami
mohon maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena
keterbatasan penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami
dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini
bermanfaat bagi pembaca maupun kami.

Pontianak, 5, oktober, 2021

Penyusun
Daftar isi
Kata pengantar
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................................................2

A. Latar Belakang.................................................................................................................................2

B. Tujuan..............................................................................................................................................2

C. Metode Penulisan............................................................................................................................2

D. Ruang Lingkup Penulisan................................................................................................................2

E. Sistematika Penulisan......................................................................................................................2

BAB II: TINJAUAN TEORI....................................................................................................................2

A. Konsep Dasar...................................................................................................................................2

1. Pengertian........................................................................................................................................2

2. etiologi ............................................................................................................................................2

3. Anatomi fisiologi.............................................................................................................................2

4. fatofisiologi......................................................................................................................................2

5. Fatwhay...........................................................................................................................................2

6. etiologi.............................................................................................................................................2

7. manifestasi klinis.............................................................................................................................2

8. pemeriksaan penunjang....................................................................................................................2

9. penatalaksanaan medis.....................................................................................................................2

10. komplikasi…………………..………………………………….....………..2
BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................2

BAB IV: KESIMPULAN dan SARAN....................................................................................................2

Kesimpulan..............................................................................................................................................2

Saran........................................................................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................2
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ARDS adalah kondisi yang biasanya muncul setelah cedera akut paru
lang- sung atau tidak langsung. Cedera paru langsung terjadi ketika jaringan
paru sendiri terkena dampak akibat aspirasi, pneumonia, embolisme lemak,
hampir tenggelam (near drowning), keracunan oksigen, kontusio paru, dan
penghi rupan racun. Cedera paru tidak langsung adalah akibat dampak dari
luka lain pada tubuh. Jenis-jenis luka paru ini meliputi anafilaksis, koagulopati
intra- vaskuler diseminata, embolisme, transfusi darah berlebihan, hipotensi
karena jantung berhenti atau syok/sepsis, overdosis obat, fraktur tulang
panjang atau pelvis, dan pankreatitis.
ARDS adalah sindrom gawat pernafasan akut yang dikenal juga dengan
edema paru nonkardiogenik adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba
dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau
non pulmonal.
ARDS adalah penyakit paru berat yang dapat ditimbulkan oleh penyebab
langsung atau tidak langsung pada paru. ARDS ditandai dengan kondisi
radang (inflamasi) yang hebat pada jaringan paru, yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas dan hipoksemia dan sering disertai gagal organ
multiple [CITATION Zur17 \p 51 \l 14345 ]
B. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami ARDS,
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian ARDS,
2. Untuk mengetahui jenis ARDS,
3. Untuk mengetahui Mikanisme ARDS,
4. Untuk mengetahui tanda dan gejalah ARDS,
5. Untuk mengetahui patofisiologi ARDS,
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan ARDS,
7. Untuk mengetahui aplikasi ARDS,
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode
deskriptif yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dengan
menggunakan menggunakan sumber dari berbagai jurnal serta dari
berbagai buku-buku.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kelompok menjelaskan tentang apa itu ARDS,
E. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini dipergunakan sestematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan:

Bab ini berisi tentang Latar belakang, Tujuan umum dan tujuan khusus,
Ruang lingkup, Metode penulisan, serta Sistematika penulisan yang
digunakan.
BAB II Tinjauan teori:
Bab ini menjelaskan mulai dari pengertian, jenis ARDS,, dan,
patofisiologi ARDS, dan tanda gejalah ARDS,
BAB III Asuhan keperawatan:
Dan di bab ini kami menjelaskan tentang asuhan keperawatan, mulai
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi, dan evaluasi
BAB IV Penutup:
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari aplikasi sistem
pakar yang telah dibuat serta untuk pengembangan yang lebih lanjut.
BAB II
Pembahasan

A. Konsep Dasar
1. Defenisi

ARDS adalah sindrom gawat pernafasan akut yang dikenal juga dengan
edema paru nonkardiogenik adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan
bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya
sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non pulmonal.
ARDS adalah penyakit paru berat yang dapat ditimbulkan oleh
penyebab langsung atau tidak langsung pada paru. ARDS ditandai dengan
kondisi radang (inflamasi) yang hebat pada jaringan paru, yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas dan hipoksemia dan sering disertai gagal organ
multiple [CITATION Zur17 \p 51 \l 14345 ]
ARDS adalah kondisi yang biasanya muncul setelah cedera akut paru
lang- sung atau tidak langsung. Cedera paru langsung terjadi ketika jaringan
paru sendiri terkena dampak akibat aspirasi, pneumonia, embolisme lemak,
hampir tenggelam (near drowning), keracunan oksigen, kontusio paru, dan
penghi rupan racun. Cedera paru tidak langsung adalah akibat dampak dari
luka lain pada tubuh. Jenis-jenis luka paru ini meliputi anafilaksis, koagulopati
intra- vaskuler diseminata, embolisme, transfusi darah berlebihan, hipotensi
karena jantung berhenti atau syok/sepsis, overdosis obat, fraktur tulang panjang
atau pelvis, dan pankreatitis. ARDS ditandai oleh gagal napas yang memburuk
meskipun dilakukan terapi oksigen secara agresif. Pelepasan mediator
inflamasi memudahkan cairan bertranslokasi ke dalam paru yang menyebabkan
edema paru nonkar- diogenik. Peningkatan cairan membuat paru-paru menjadi
kaku dan meng- alami kegagalan, yang mengakibatkan usaha pernapasan lebih
sulit bagi pasien. Edema paru mengganggu ekskresi karbon dioksida
(hiperkarbia) dan absorpsi oksigen (hipoksemia). Peningkatan tekanan kapiler
dapat menyebab- kan hipertensi paru yang mengarah kepada atelektasis dan
penurunan volume paru. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan darah
meninggalkan paru dengan jumlah oksigen yang sedikit dan dipompa oleh sisi
kiri jantung ke jaringan (shunting) [CITATION Wea13 \p 82-83 \l 14345 ]
Sidrom distress nafas akut (acute respiratory distress sydrome, ARDS)
merupakan bentuk berat gagal nafs akut yang terjadi sebagai respons terhadap
kejadian pulmonal atau sistemik. ARDS ditandai dengan dengan edema paru
nonkardiogenik yang disebabkan oleh kerusakan inflamasi pada alvolar
dinding kapiler. Banyak gangguan yang dapar mempresipitasi ARDS,
meskipun sepsis merupakan ganguan yang paling umum [CITATION Pri14 \p
1584 \l 14345 ]
2. Anatomi Fisiologi

ARDS dapat disebabkan oleh pembengkakan besar (peradangan) atau cedera


pada paru-paru. Beberapa penyebab umum termasuk:
a. Pernapasan muntah ke paru-paru (aspirasi)
b. Menghirup bahan kimia
c. Radang paru-paru
d. Syok septik
e. Trauma
ARDS menyebabkan penumpukan cairan di kantung udara. Cairan ini
mencegah cukup oksigen masuk ke aliran darah. Penumpukan cairan juga
membuat paru-paru menjadi berat dan kaku, serta menurunkan kemampuan
paru-paru untuk mengembang. Tingkat oksigen dalam darah dapat tetap sangat
rendah, bahkan jika orang tersebut menerima oksigen dari mesin pernapasan
(ventilator mekanis) melalui tabung pernapasan (tabung endotrakeal). ARDS
sering terjadi bersamaan dengan kegagalan sistem organ lain, seperti hati atau
ginjal. Merokok dan penggunaan alkohol berat dapat menjadi faktor risiko
(Patidar,2011).
3. Etiologi
a. Permulaan ARDS
Pada ARDS yang disebabkan sepsis, toksin bakteri menyebabkan
makrofag dan neutrofil melekat ke permukaan endothelial alveoli dan
kapiler. Makrofag melepaskan oksidan, mediator inflamasi, enzim, dan
peptida yang merusak kapiler dan dinding alveolar. Sebagai respons,
neutrofil melepaskan enzim lisosomal yang menyebabkan kerusakan lebih
lanjut [CITATION Pri14 \p 1584 \l 14345 ]
b. Awitan Edema Pulmonal
kerusakan dinding kapiler dan dinding alveolar menjadi lebih
permeable, memungkinkan plasma, protein, dan eritrosit masuk ke ruang
interstisial. Karena edema interstisial meningkat, tekanan pada ruang
interstisial meningkat dan cairan bocor ke alveoli. Protein plasma
berakumulasi pada ruang interstisial menurunkan gradien osmotik antara
kapiler dan kompartemen interstisial. Sebagai akibatnya, keseimbangan
terganggu antara tekanan osmotik cairan dari ruang interstisial ke dalam
kapiler dan tekanan hidrostatik normal yang mendorong cairan keluar
kapiler. Ketidakseimbangan ini menyebabkan lebih banyak cairan masuk
alveolus [CITATION Pri14 \p 1584 \l 14345 ]

c. Kolaps Alveolar
Cairan kaya protein berakumulasi dalam alveoli, menginaktivasi
surfaktan dan merusak sel alveolar tipe II yang menghasilkan surfaktan.
(Surfaktan penting dalam mempertahankan komplians alveolar-
kemampuan jaringan untuk meregang atau distensi.) Karena surfaktan
aktif hilang, alveoli kaku dan kolaps, menyebabkan atelektasis, yang
meningkatkan usaha napas. Penurunan komplians alveolar, atelektasis,
dan alveoli terisi cairan mengganggu pertukaran melintasi membran
kapiler alveolar. Akan tetapi, karena karbon dioksida berdifusi lebih siap
daripada oksigen, karbon dioksida darah (PaCO), juga turun pada awalnya
karena takipnea menyebabkan lebih banyak CO, yang diekspirasikan
[CITATION Pri14 \p 1585 \l 14345 ]

d. ARDS Tahap Akhir


Fibrin dan sel debris dari kombinasi sel nekkrotik untuk
membentuk membran hialin, yang melapisi interior alveoli dan lebih lanjut
mengurangi komplians alveolar dan pertukaran gas. Karena CO2 tidak
dapat berdifusi melintasi membran hialin, kadar PaCO2 saat ini mulai
meningkat ketika kadar Pa2 terus menurun. Tanpa dengan terapi agresif,
hampir 50% klien yang mengalami ARDS meninggal [CITATION Pri14 \p
1585 \l 14345 ]

Menurut (Hudak&Galo, 1977 dalam wahid 2013) [CITATION


Zur17 \p 52 \l 14345 ] gangguan yang dapan mencetuskan terjadinya ARDS
adalah:

a. Trauma langsung pada paru

1) Pneumoni virus, bakteri, fungal

2) Contusion paru

3) Aspirasi cairan lambung

4) Inhalasi asap berlebih

5) Inhalasi toksin

6) Mengisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama


b. Non Pulmonal
1) Cedera Kepala

2) Peningkatan tekanan intracranial

3) Pascakardioversi

4) Pankreatitis

5) Uremia

c. Sistemik

1) Syok karena beberapa etiologi

2) Sepsis gram negatif

3) Hipotermia

4) Takar lajak obat(narkotik, salisilat, trisiklik, paraquat, metadon,


bleomisin)

5) Gangguan hematologi (DIC, tranfusi massif, bypass


kardiopulmonal)

6) Eklamsia

7) Lukabakar
4. Patofisiologi
a. RDS pada neonatus

RDS pada neonates terutama disebabkan karena kekurangan


cukupan pembentukan dan diferensiasi sel paru (pneumocytes) tipe II
yang menghasilkan surfaktan, sehingga menyebabkan defesiensi
surfaktan. Surfaktan diproduksi oleh sel pneumosit tipe II mulai pada
umur janin 24-28 minggu, dan meningkat secara bertahap sampai cukup
jumlah pada saat kelahiran. Surfaktan paru mengandung fosfolipid yang
berfungsi pada permukaan alveolus untuk menurunkan tegangan
permukaan pada saat ekspirasi, menjaga alveolus tetap berkembang
sebagian, sehingga mencegah paru-paru menjadoi kolaps.
Pada bayi premature, kurangnya surfaktan ini menyebabkan
buruknya daya kembang (compliance) paru-paru, ateletaksis (adanya
tekanan/kompresi pada alveolus sehingga tidak bisa mengembang pada
saat inspirasi), bekurangnya pertukaran gas, sehingg hipoksia dan
asidosis yang berat. Semua ini dapat menyebabkan terbentuknya debris
yang terdiri dari sel-sel yang rusak dan terdeskuamasi, eksudat sel sel
nekrosis dan protein yang bocor, menyelimuti membrane kantong
alveolus membentuk suatu penebalan yang disebut membrane hialin.
Pada pengecatan dengan hematoksilin-eosin pada membrane alveolus
teramati adanya penebalan yang disebut hilain. Itulah makanya penyakit
ini pada awalnya disebut penyakit membrane hialin, walaupun
sebenarnya adanya membrane hialin ini tidak spesifik untuk penyakit ini.
Apalagi jika bayi dengan ganggua RDS ini meninggal kurang dari 4 jam
setelah bayi lahir, maka kemungkinan membran hialin ini belum
terbentuk, karena itu penggunanaan istilah penyakit hialin kemudian
diganti menjadi Respiratory Distress Syndrome pada Neonatu
[CITATION Zur17 \p 56-57 \l 14345 ]

b. RDS pada dewasa (ARDS)

Fase akut cedera paru dan ARDS dikarakterkan adanya influx


cairan edema yang berisi protein ke dalam rongga udara sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler di alveolus. Cedera pada sel epithelial
alveolus di duga merupakan awal dari rangkaian proses yang terjadi pada
RDS . Perlu diketahui bahwa sel epithelial pada alveolus (pneumosit)
terdiri dari dua jenis, yaitu pneumosit tipe I &II. Tipe I berbentuk datar
(flat) merupakan penyususnan terbesar (90%) tipe II berbentuk kubus,
menyususn 10% dari permukaan alveolus, dan lebih kuat terhadap
cedera. Sel tipe II berfungsi untuk menghasilkan surfaktan dan transport
ion dan akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi tipe I setelah dia
mengalami injuri.
Derajat keruskaan sel epithelial alveolus akan menentukan derajat
keparahan ARDS dan menjadi predictor bagi hasil terapinya. Semakin
berat kerusakan epitel, maka akan semakin berat keperahan penyakitnya.
Rangkaian kejadian pada perkembangan ARDS melewati 5 peristiwa
sbb:
a) Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan masuknya
cairan berlebihan ke dalam alveolus
b) Cedera dapat menyebabkan kerusakan sel pneumosit tipe II, yang
menyebabkan kegagalan transport cairan sehingga mengurangi
kemampuan untuk menghilangkan cairan edema pada alveoli
c) Rusaknya sel pneumosit tipe II juga menyebabkan berkurangnya
produksi surfaktan
d) Kerusakan pada sel epithelial memudahkan masuknya bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi atau bahkan syok sepsis yang
berkoontribusi terhadap perkembangan ARDS
e) jJika cedera pada epithelial alveolus cukup berat, maka perbaikan
epitel yang kurang cukup atau tidak teratur dapat menyebabkan
fibrosis paru [CITATION Zur17 \p 57-58 \l 14345 ]
5. FATHWAY
6. Manisfestasi Klinis

Perubahan yang dialami paru, baik klinis, radiologi, maupun patologi


dapat digambarkan sebagai berikut [CITATION Zur17 \p 54-56 \l 14345 ]
a. Fase Eksudat

Ketika terjadi ARDS, permeabilitas membrane basalis dari


alveoli meninggi dan menyebabkan alveoli penuh dengan cairan
yang mengandung protein dengan kadar tinggi. Keadaan ini
disebabkan oleh karena rusaknya endotel kapiler dan epitel alveoli.
Beberapa jam kemudian magrofag yang ada di paru akan
mengeluarkan sitokinase yang menyebabkan terkumpulnya lekosit,
yakni dari sirkulasi masuk ke sakus alveolaris dalam waktu 24-48
jam pertama dan setelah itu akan diikuti neutrofil, yang akan
terlibat di jaringan intertisial dan di dalam alveoli.
Neurofil memegang peranan penting di dalam terjadinya
kerusakan paru, oleh karena neurofil dapat mengeluarkan protease
dan membebaskan zat oksigen reaktif. Mikroemboli dapat terjadi di
seluruh lapang paru dan menyebabkan terganggunya pertukaran
gas, selain itu mikroemboli juga merupakan penyebab terjadinya
gambaran infiltrate yang luas dan juga memberikan kesan bahwa
paru merupakan suatu benda padat.
b. Fase Poliferasi

Setelah terjadi kerusakan luas pada paru. 3-4 hari kemudian


sel-sel epitel tipe dua akan mengalami multiplikasi dan setelah itu
akan diikuti dengan proliferasi fibroblast, sehingga terjadi
pembentukan jaringan ikat, begitu pula pada ruangan alveoli juga
terjadi pembentukan jaringan ikat, begitu pula pada ruangan alveoli
juga terjadi pembentukan jaringan ikat dan hal ini mengakibatkan
difusi dari gas mengalami gangguan. Proses granulasi ini terus
berlanjut, yakni dimulai dari seminggu setelah serangan ARDS
akut. Baik pembuluh darah maupun sakus alveolaris akan diganti
dengan fibroblast, sehingga menyebabkan paru menjadi keras
seperti batu karang atau disebut juga stiff lung.
c. Fase penyembuhan

Selama fase kedua dari ARDS faal paru tidak akan pernah
kembali normal, oleh karena unit paru tidak dapat melaksanakan
fungsinya.

Dalam keadaan ini pasien memerlukan oksigen dalam


kosentrasi tinggi dan ventilator. Bila proses tersebut tetap ekstensif,
maka pasien akan meninggal. Akan tetapi apabila keadaan faal paru
dapat kembali normal setelah fase ketiga, maka paru dapat kembali
6-12 minggu.

Tanda dan Gejala Khusus

1) Perubahan pada tingkat respons, kelelahan dan disorientasi

2) Dispnea yang meningkat

3) Perubahan suara paru-paru progresif dari crackles ke gurgles


ke suara napas bronkial

4) Takipnea peningkatan kerja otot aksesoris untuk bernapas


Peningkatan tekanan vena sentral tetapi tekanan baji kapiler
paru-pary rendah hingga normal

5) Penurunan kesadaran mental

6) Takikardi, takipnoe

7) Dispnoe dengan kesulitan bernafas

8) Terdapat retraksi interkosta

9) Sianosis

10) Hipoksemia

11) Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing

12) Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop


[CITATION Zur17 \p 53 \l 14345 ]
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut [CITATION Zur17 \p 60-61 \l 14345 ]

a. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah

Sampel darah yang diambil dari darah arteri. Hasil pemeriksaan


ada beberapa komponen utama [CITATION Zur17 \p 60-61 \l 14345 ]
1) PH (derajat keasaman)
Alkalosis respiratori (PH > 7,4) pada tahap dini. Asidosis
respiratori/ metabolic pada tahap lanjut.
2) PA02 (tekanan parsial O2 arteri) Hipokkapnia (penurunan Pa02)
< 200.
3) PACO2 (tekanan parsial CO2 arteri). Hipokapnia (penurunan
PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi. Hiperkapnia
(peningkatan PCO2) menunjukan gagal ventilasi.
4) BE (Base excess)

5) FiO2 (Kadar O2 yang digunakan)


b. Pemeriksaan Rontgen Dada

Pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak ditengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial
secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup
keseluruhan lobus paru-paru.
c. Tes Fungsi Paru

Kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru menurun


terutama FRC, peningkatan anatomical dead space dihasilkan oleh area
dimana timbul vasokontriksi dan milkroemboli.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut [CITATION Zur17 \p 61-62 \l 14345 ]

a. Pasang jalan nafas yang adekuat

b. Ventilasi mekanik

c. TEAP Monitor system terhadap respon

d. Pemantauan oksigenisasi arter

e. Cairan

f. Farmakologi (O2, Diuretik, A.B)

g. Pemeliharaan jalan nafas


9. Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo (1997), Komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah [CITATION Zur17 \p 59-60 \l 14345 ]
a. Abnormalitas obstruktif terbatas (Keterbatasan aliran udara)
b. Defek difusi sedang

c. Hipoksemia selama latihan

d. Toksisitas okssigen

e. Sepsis

f. Multiple organ failure

g. Death

h. Permanent lung diseasease.

i. Oxygentoxicity

j. Barotrauma

k. Superinfeksi

l. Fibrosis pulmonaris

m. Kolaps paru

n. Infeksi bakteri

o. Abnormalitas fungsi paru

p. Kehilangan massa otot dan kelemahan

q. Masalah memori dan fungsi kognitif


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

ARDS bisa terjadi pada semua umur baik anak-anak maupun


dewasa. Akan tetapi insiden lebih tinggi pada orang dewasa karena
factor predisposisi (seperti trauma, sepsis, pancreatitis)

2. Riwayat Penyakit

a. Dosis terapi obat (narkotik, salisilat, trisklik, paraquat,


metadon, bleomisin)

b. Gangguan hematologi (DIC, Transfusi massif, by pass


kardiopulmonal)

c. Eklamsia

d. Luka bakar

e. Pneumonia (viral, bacterial, jamur, pneumositik karini)

f. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)


g. Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hydrocarbon)

h. Pnemositis

i. Cedera kepala

j. Peningkatan Tekanan intrakarnial

k. Pascakardioversi

l. Uremia

3. Pemeriksaan Fisik

a. B1

Subyek Timbul tiba-tiba atau


tif
bertahap, kesulitan bernafas
Objek Pernafasan: cepat, mendengkur, dangkal
tif Peningkatan
kerja nafas :
penggunaan otot aksesor pernafasan
(retraksi interkostal atau substernal),
pelebaran nasal, memerlukan kosentrasi
tinggi
Bunyi nafas : pada awal

normal. Krekels, ronkhi, dan


dapat terjadi bunyi nafas
bronchial.
b. B2 (Blood-
Perkusi dada : bunyi pekak
kardiovaskuler)
di atas area konsolidasi
Ekpansi dada menurun atau
tidak sama
Subjek Fenomena embolik
Sputum sedikit, berbusa
tif (lemak,
Pucat atau sianosis
darah udara)
Objekti Tekanan darah dapat normal
f atau meningkat pada awal.
Hipotensi terjadi pada tahap
lanjut.
Frekuensi jantung : takikardi
Bunyi jantung : normal pada
tahap dini
Dapat terjadi distrimia tetapi
EKG sering normal
Kulit dan membrane mukosa:
pucat dingin, pada tahap
lanjut terjadi sianosis.
c. B3 (Brain- Persyarafan)

Objektif : penurunan mental, bingung

d. B4 (Blader –perkemihan)

Objektif : oliguria

e. B5 (Bowel – pencernaan)

Subjektif : Kehilangan selera makan, mula

Objektif : Hilang/berkurangnya bunyi usus

f. BG (Bone-Muskuloskletal)

Objektif : kekurangan energi /kelelahan

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar X

Terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit normal.


Infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihiliar paru. Pada
tahap lanjut interstitial bilatralipus dan alveolar infiltrate menjadi bukti
dan dapat melibatkan semua lobus paru

b. AGD

Seri membedakan gambaran hipoksis (penurunan


PACO2 meskipun kosentrasi oksigen inspirasi meningkat)
Hipokabnoe (penurunan kadar CO2) dapat terjadi pada tahap
awal sehubungan dengan kompensasi hiperventilas.
Hiperkabnoe (PAC02 lebih besar dari 50) menunjukan
kegagalan ventilasi Alkalosis respiratori (ph >7.45) dapat terjadi
pada tahap dini, tapi asidosis respiratori dapat terjadi pata tahap
lanjut sehubungan dengan peningkatan area mati dan penurunan
area ventilasi alveolar.

Asidosis metabolic dapat terjadi pada tahap lanjut sehubungan


dengan peningkatan kadar laktat darah akibat dari metabolic
anaerob

c. Kadar asam laktat : meningkat

B. Diagnosis Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


peningkatan produksi sekresi dan penurunan gerakan silia

2. Gangguan pertukaran gas: yang berhubungan dengan hipoksemia


refraktori dan kebocoran intertisial pulmonal/ alveolar pada status
cedera kapiler paru.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

4. Resiko perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh)


berhubungan dengan penurunan selera makan, mual.
N Diagnosa Tujuan dan criteria Intervensi
A. Intervensi Keperawatan
O Keperawatan Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif  Respiratory Airway suction
Definisi : status :  Pastikan
Ketidakmampuan untuk Ventilation kebutuhan oral /
membersihkan sekresi  Respiratory tracheal
atau obstruksi dari saluran status : suctioning
pernafasan untuk Airway  Auskultasi suara
mempertahankan patency nafas sebelum
kebersihan jalan nafas.  Aspiration dan sesudah
Batasan Karakteristik : Control suctioning.
 Informasikan
- Dispneu, Penurunan
pada klien dan
suara nafas Kriteria Hasil :
keluarga tentang
- Orthopneu
suctioning
- Cyanosis  Mendemonstra
 Minta klien
- Kelainan suara sikan batuk
nafas dalam
nafas (rales, efektif dan
sebelum suction
wheezing) suara nafas
dilakukan.
- Kesulitan berbicara yang bersih,
 Berikan O2
- Batuk, tidak efekotif tidak ada
dengan
atau tidak ada sianosis
menggunakan
- Mata melebar dan
nasal untuk
- Produksi sputum dyspneu
memfasilitasi
- Gelisah (mampu
suksion
- Perubahan mengeluarkan
nasotrakeal
frekuensi dan irama sputum,
 Gunakan alat
nafas mampu
yang steril
Faktor-faktor yang bernafas
sitiap melakukan
berhubungan: dengan
tindakan
mudah, tidak
- Lingkungan: merokok, Anjurkan pasien
ada pursed
menghirup asap, untuk istirahat
lips)
banyaknya mukus, dan napas dalam
Menunjuk
adanya jalan nafas
buatan, sekresi merasa setelah kateter
bronkus, adanya tercekik, dikeluarkan dari
eksudat di alveolus, irama nafas, nasotrakeal
adanya benda asing di frekuensi  Monitor status
jalan nafas pernafasan oksigen pasien
dalam rentang  Ajarkan
normal, tidak keluarga
ada suara bagaimana
nafas cara
abnormal) melakukan
 Mampu suksion
 mengidentifika  Hentikan suksion
sikan dan dan berikan
mencegah oksigen apabila
factor yang pasien
dapat menunjukkan
menghambat bradikardi,
jalan nafas peningkatan
kan jalan nafas saturasi O2, dll.
yang paten pemasangan alat
(klien tidak jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila
perlu
 Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret
dengan batuk
atau suction
 Auskultasi suara
nafas,
catat adanya
suara tambahan
 Lakukan suction
pada mayo
 Berikan
bronkodilator
bila perlu
 Berikan
pelembab
2. Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :

Defenisi :  Respiratory Airway Management


Kelebihan atau kekurangan Status : Gas  Buka jalan
dalam oksigen atau exchange nafas, guanakan
pengeluaran karbondioksida  Respiratory teknik chin lift
didalam membrane kaviler Status : atau jaw thrust
alveoli ventilation bila perlu
 Vital Sign  Posisikan pasien
Batasan kateristik:
Status untuk
- Gangguan penglihatan
Kriteria Hasil : memaksimalk an
- Penurunan CO2
ventilasi
- Takikardi
 Mendemonst  Identifikasi
- Hiperkapnia
rasikan pasien perlunya
- Keletihan
peningkatan pemasangan alat
- Samnolen
ventilasi dan jalan nafas
- Iritabilitasi
oksigenasi buatan
yang adekuat  Pasang mayo bila
Memelihara perlu
kebersihan  Lakukan
paru paru dan fisioterapi dada
bebas dari
tanda tanda
tanda distress
pernafasan
 Mendemonst
rasikan
batuk efektif
dan
suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarka
n sputum,
mampu
bernafas
dengan
 mudah, tidak
ada pursed
3 Ketidakseimbang an nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan
 Nutritional Nutrition
Status : food Management
Tubuh Intake and Fluid  Kaji adanya
Kriteria Hasil : alergi makanan
 Kolaborasi dengan
 Adanya ahli
Definisi : Intake peningkatan gizi untuk
nutrisi tidak berat badan menentukan
cukup untuk sesuai dengan jumlah kalori dan
keperluan tujuan nutrisi
metabolisme  Berat badan yang dibutuhkan
tubuh. ideal sesuai pasien.
dengan tinggi  Anjurkan pasien
badan untuk
 Mampu meningkatkan
Batasan mengidentifika si intake Fe
karakteristik : kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien
 Tidak ada untuk
- Berat badan 20 % atau tanda tanda meningkatkan
lebih di bawah ideal malnutrisi protein dan
- Dilaporkan adanya  Tidak terjadi vitamin C
intake makanan yang penurunan  Berikan substansi
kurang dari RDA berat badan gula
(Recomended Daily yang berarti  Yakinkan diet
Allowance) yang dimakan
- Membran mukosa dan mengandung
konjungtiva pucat tinggi serat
- Kelemahan otot yang untuk mencegah
digunakan untuk konstipasi
menelan/meng unyah  Berikan makanan
- Luka, inflamasi pada yang terpilih (
sudah
dikonsultasika n
dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
rongga mulut catatan makanan harian.
- Mudah merasa kenyang,  Monitor jumlah nutrisi dan
sesaat setelah mengunyah kandungan kalori
makanan  Berikan informasi tentang
- Dilaporkan atau fakta kebutuhan nutrisi
adanya kekurangan  Kaji kemampuan pasien
makanan untuk mendapatkan nutrisi
- Dilaporkan adanya yang dibutuhkan
perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmamp
uan untuk mengunyah
makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan Nutrition
- Pembuluh Monitoring

 BB pasien dalam batas normal


 Monitor adanya penurunan
berat badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
 Monitor
darah kapiler mulai rapuh lingkungan selama makan
- Diare dan atau steatorrhea  Jadwalkan pengobatan dan
- Kehilangan rambut yang tindakan tidak
cukup banyak (rontok) selama jam makan
- Suara usus hiperaktif  Monitor kulit kering dan
- Kurangnya informasi, perubahan pigmentasi
misinformasi  Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Faktor-faktor yang  Monitor mual dan muntah
berhubungan :  Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Ketidakmampuan pemasukan  Monitor makanan
atau mencerna makanan atau kesukaan
mengabsorpsi  Monitor pertumbuhan dan
zat-zat gizi berhubungan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan,
dengan faktor biologis,
dan kekeringan jaringan
psikologis atau ekonomi. konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
Nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral. Catat
jika lidah berwarna magenta,
scarlet
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

ARDS adalah penyakit akut dan progresif dari kegagalan yang


disebabkan oleh terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke
kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang
terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra alveolar.
Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung maupun tidak
langsung melukai paru-paru seperti: Virus pneumonia, bakteri, jamur;
contusio aspirasi cairan lambung, inhalasi secepatnya, inhalasi toksin,
konsentrasi O tinggi dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat,
Tenggelam,dsb. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah
terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat darurat permafasan
akut) sering terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti
hati atau ginjal.

B. SARAN

1. faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.

2. Jika gejala ARDS mulai muncul mungkin bawalah ke rumah sakit


terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi
komplikasi pada hati dan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Priscilla LeMone, K. M. (2014). Keperawatan Medika Bedah . Jakarta : EGC.

Weaver, C. L. (2013). Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha.

Zuriati, S. K. (2017). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.


Padang - Sumatra Barat: Sinar Ultima Indah .

Anda mungkin juga menyukai