Antibiotik adalah obat yang dapat melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik
dapat membantu menghentikan perkembangan bakteri atau menghancurkan bakteri.
Perlu kamu tahu bahwa sebelum bakteri berkembang biak dan menimbulkan gejala, sistem
kekebalan dapat membantu membunuh bakteri. Sel darah putih atau leukosit dapat
menyerang bakteri berbahaya, jika gejala muncul sistem kekebalan dapat mengatasi serta
melawan infeksi.
Akan tetapi, terkadang jumlah bakteri berbahaya dapat berlebihan, sehingga sistem kekebalan
tidak mampu untuk melawan semua bakteri. Nah, pada kasus ini antibiotik dapat membantu.
Resistensi antibiotik
Antibiotik dapat membantu mengatasi infeksi bakteri jika digunakan dengan tepat dan hati-
hati. Namun, penggunaan secara berlebihan terhadap antibiotik dapat menyebabkan resistensi
bakteri. Sebab, bakteri dapat beradaptasi dari waktu ke waktu.
Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri berubah sehingga antibiotik tidak dapat lagi bekerja
secara efektif pada bakteri. Maka dari itu, penggunaan antibiotik secara tepat perlu untuk
diperhatikan, misalnya saja dengan cara:
Selalu berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter
Jangan konsumsi antibiotik untuk menangani infeksi virus
Konsumsi antibiotik hanya jika diresepkan oleh dokter
Selalu ikuti instruksi yang diberikan oleh dokter
Jangan melewatkan dosis
Interaksi antibiotik
Jika kamu sedang mengonsumsi antibiotik, sebaiknya janganlah mengonsumsi obat lain atau
pengobatan herbal tanpa berbicara terlebih dahulu pada dokter. Sebab, obat-obatan tertentu
mungkin saja dapat berinteraksi dengan antibiotik.
supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease, hiperplasia adrenal kongenital;
udema serebral yang berhubungan dengan kehamilan; batuk yang disertai sesak napas
(bagian 3.2); penyakit rematik (bagian 10.1.2); mata (bagian 11.2); lihat keterangan di atas.
Peringatan:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; iritasi perineal dapat diikuti dengan
pemberian injeksi intravena ester fosfat.
Dosis:
Oral, umum 0,5 - 10 mg/hari; anak 10 - 100 mcg/kg bb/hari; lihat juga pemberian dosis di
atas. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus (sebagai deksametason
fosfat), awal 0,5 - 24 mg; anak 200 - 400 mcg/kg bb/hari. Udema serebral yang berhubungan
dengan kehamilan (sebagai deksametason fosfat), melalui injeksi intravena, awal 10 mg,
kemudian 4 mg melalui injeksi intramuskular tiap 6 jam selama 2-4 hari kemudian secara
bertahap dikurangi dan dihentikan setelah 5-7 hari. Pengobatan pendukung bakteri
meningitis, (dimulai sebelum atau dengan dosis pertama pengobatan antibakteri, sebagai
deksametason fosfat) (tanpa indikasi), dengan injeksi intravena 10 mg tiap 6 jam selama 4
hari; anak 150 mcg/kg bb tiap 6 jam selama 4 hari. Catatan: Deksametason 1 mg sebanding
dengan deksametason fosfat 1,2 mg sebanding dengan deksametason natrium fosfat 1,3 mg.
2.6. Deksametason
2.6.1 Struktur Kimia DeksametasonDeksametason dengan rumus
molekul C22H29 FO5 dengan nama kimia 9-Fluoro-11β,17,21-
trihidroksi-16α-metilpregna-1-,4-diena,3,20-dion. Gambar 2.5.
Struktur kimia deksametason.Deksametason merupakan obat
golongan kortikosteroid. Kortikosteroid adalah suatu hormon yang
dibuat oleh bagian korteks (luar) dari kelenjar adrenal.
Kortikosteroid terbagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid berperan
mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak,dan protein, juga
bertindak sebagai anti inflamasi dengan cara menghambat
pelepasan fosfolipid serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil.
Mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air
dengan cara penahanan garam di ginjal. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, deksametason digolongkan ke dalam kelompok
glukokortikoid (Allen K, 2007).2.6.2 Farmakodinamik
DeksametasonDeksametason dapat menghambat pelepasan asam
arakidonat, modulasi substansi yang berasal dari metabolisme
asam arakidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Deksametason
mempunyai efek anti emetik, diduga melalui mekanisme
menghambat pelepasan prostaglandin secara sentral sehingga
terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat, menghambat
pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan
serotonin dengan reseptor 5-HT3, pelepasan endorfin, dan anti
inflamasi yang kuat di daerah pembedahan dan diduga
glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf
pusat dan akan mempengaruhi regio neurotransmite, densitas
reseptor, transduksi sinyal, dan
konfigurasi neuron (Allen K, 2007). Reseptor glukokortikoid juga
ditemukan pada nukleus traktussolitaries, nukleus raphe, dan area
postrema, dimana inti-inti tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap aktivitas mual muntah. Efek anti emetik deksametason
juga dihubungkan dengan supresi dari adrenokortikotropin yang
telah diteliti responnya terhadap stimuli pergerakan sehingga
deksametason sangat efektif dalam penanganan motion sickness.
Kebanyakan efek farmakologis glukokortikoid tergantung pada
kombinasi dengan reseptor-reseptor steroi intrasel pada sel-sel
target dan mempengaruhi DNA, transkipsi gen, serta protein
ribosom, oleh karena itu efeknya tidak langsung dan onset kerjanya
relatif lambat (1-6 jam).Deksametason memiliki waktu paruh 36-72
jam dengan waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan sangat baik
diberikan sebagai profilakis sesaat sesudah induksi dibandingkan
saat selesai anestesi untuk mencegah mual dan muntah
pascaoperasi. Secara umum dosis deksametason yang efektif
untuk mencegah mual dan muntah pascaoperasi berkisar 8-10 mg.
Efektifitas, keamanan,dan biaya yang relatif murah menyebabkan
deksametason direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk
kombinasi dengan anti emetik yang lain. Dosis lebih kecil (2,5-5
mg) dilaporkan juga efektif mencegah mual dan muntah
pascaoperasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Apfeldkk(2007)disebutkan bahwa deksametason dengan dosis 2,5
mg efektif menurunkan kejadian mual dan muntah pascaoperasi
laparaskopiginekologi. 2.6.3 Farmakokinetik
DeksametasonPemberian obatsecaraintravena, obat langsung
berada di sirkulasi sistemik, didistribusikan, sebagianberikatan
dengan protein plasmadan sebagian lagi beradadalam bentuk
bebas.Bentukoral dan intramuskular diabsorpsi dengan baik oleh
mukosa saluran gastrointestinal,ruang sinovial, dan otot.
Presentase yang terikat protein tidak diketahui.
Kebanyakan(palingsedikit70%)dimetabolismeolehhati. Metabolit
inaktif setelah penyuntikan intravena, sebagian besar dalam waktu
72 jam disekresi dalamurin, di feses dan empedu hampir tidak
ada(Katzung, dkk., 2012).2.6.4 Interaksi Deksametason dengan
Obat LainGlukokortikoid meningkatkan potensi obat, yang dipakai
secara bersama-sama.termasuk aspirin dan obat anti inflamasi
nonsteroid (meningkatkan pendarahan dantukak
gastrointestinal),diuretik tidak hemat kalium (peningkatan
pelepasan kaliummenyebabkan hipokelami).2.6.5 Efek Samping
Deksametason1.Hiperglikemia perioperatif: studi meta analisis
mengatakan bahwa kadar gula darah meningkat 24 jam setelah
pemberian deksametason. Hiperglikemia bisa terjadi pada pasien
tanpa atau dengan diabetes mellitus.Efek glukokotikoid
deksametason mampu meningkatkan glukoneogenesis, yaitu
pembentukan glukosa yang mengaktivasi konversi dari protein
menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan
menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen, sehingga
beresiko meningkatkan kadar gula darah.2.Meningkatkan resiko
infeksi: suatu studi case-controlpada 63 pasien menyimpulkan
bahwa penggunaan deksametason pada PONV meningkatkan
resiko infeksi pascaoperasi. Mekanismenya tidak diketahui dengan
jelas. 3.Menghambat penyembuhan luka: studi yang dilakukan
pada hewan mengatakan bahwa pemberian deksametason
menurunkan proses kolagenisasi, epitelisasi,dan konten
fibroblast.4.Ulkus lambung: tidak terdapat data pasien-pasienyang
diberikan dosis tunggal deksametason terkena ulkus lambung, tapi
studi pada tikus menyatakan bahwa pada
hewan yang diberikan deksametason 1 mg/kgBB intramuskular
sebanyak 30% menderita ulkus lambung.5.Mengiritasi perineum:
kejadian ini tidak sepenuhnya dimegerti, tapi pemberian
deksametason intravena pada pasien yang sadar memberikan efek
nyeri pada perineum, teriritasi, terbakar. Kemungkinan fosfat ester
pada deksametason sodium fosfatyang mengambil peran terhadap
hal ini.2.7Kombinasi Anti Muntah Dalam Mencegah Mual dan
Muntah PascaoperasiTerapi kombinasi terbukti lebih baik
dibandingkan terapi tunggal dalam mencegah mual dan muntah
pascaoperasi. Adanya berbagai reseptor muntah di pusat muntah
dan CTZ mendukung penggunaan kombinasi obat-obatanti muntah.
Kombinasi antagonis reseptor 5HT-3, bersama droperidol,
deksametason lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan
obat tunggal antagonis reseptor 5-HT3, droperidol atau
deksametason (Lobato dkk., 2008).Dalam uji coba klinis skala
besar, Apfel dkk(2007)secara stimultan mengevaluasi efikasi anti
muntah tiga obat yang berbeda yaitu ondansetron, deksametason,
dan droperidol. Obat-obat ini menunjukkan efektifitas yang sama
dengan cara kerja yang berbeda. Peningkatan jumlah anti muntah
yang diberikan dapat mengurangi insiden mual muntah
pascaoperasi dari 52% jika tanpa anti muntah, sampai masing-
masing 37%, 28%, dan 22%, ketika menggunakan satu, dua,dan
tiga obat anti muntah (Lobato dkk., 2008).Kombinasi obat telah
banyak dilaporkan sangat bermanfaat dalam profilaksis mual dan
muntah pascaoperasi, khususnya pada pasien-pasien resiko tinggi
untuk terjadinya muntah. Pemberian kombinasi ondansetrondan
deksametason dimungkinkan melalui cara-cara antara lain
deksametason dapat menurunkan level 5-HT3 di jaringan saraf
dengan menurunkan prekursor dari tritphan, efek anti inflamasi dari
deksametason dapat mencegah pelepasan serotonin di usus, dan
deksametason dapat meningkatkan efek umum dari anti emetik
dengan meningkatkan sensibilitas dari reseptor (Song dkk., 2011).
DEXAMETHASONE
Indikasi Umum:
INFORMASI OBAT INI HANYA UNTUK KALANGAN MEDIS. Obat ini digunakan
untuk mengatasi peradangan (anti inflamasi), rheumatik arthritis, alergi dermatitis, rhinitis
alergi
Deskripsi:
DEXAMETHASONE 0.5 MG KAPLET adalah obat generik yang mengandung
Dexamethasone 0.5 mg. Dexamethasone adalah salah obat anti inflamasi golongan
kortikosteroid yang berperan dalam mengurangi atau menekan proses peradangan dan alergi
yang terjadi pada tubuh. Pada tingkat molekular, diduga glukokortikoid mempengaruhi
sintesa protein pada proses transkripsi RNA. Obat ini digunakan untuk meredakan
peradangan dan reaksi alergi berupa gatal-gatal di kulit, dermatitis, asma bronkhial, dan
sebagainya. Dalam penggunaan obat ini harus SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
Kategori:
Anti Inflamasi
Komposisi:
Dexamethasone 0.5 mg
Dosis:
PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER. Dewasa
awal bervariasi : 0.75 - 9 mg per hari, 2-4 kali sehari atau tergantung berat ringannya
penyakit. Pada penyakit ringan, dosis kurang dari 0.75 mg. Pada penyakit berat, dosis lebih
dari 9 mg.
Aturan Pakai:
Diberikan bersama dengan makan atau sesudah makan
Kemasan:
Dus, 10 Strip @ 10 tablet
Kontra Indikasi:
Infeksi fungsi sistemik. Herpes simplek okuler. Penderita yang sensitif terhadap obat tersebut
dan komponennya. Gangguan ginjal dan hati. Kehamilan dan menyusui. Hindari
pengurangan dosis yang cepat atau mendadak.
Perhatian :
HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester
pertama. Tidak dianjurkan pemakaian pada ibu menyusui. Pemakaian jangka panjang dapat
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Tidak dianjurkan pada anak usia di
bawah 6 tahun. Pemakaian pada penderita hipotiroid dan sirosis dapat meningkatkan efek
obat. Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita diabetes melitus, karena dapat
meningkatkan glukoneogenesis dan mengurangi sensitifitas terhadap insulin. Kategori
Kehamilan : C (mungkin berisiko), obat digunakan dengan hati-hati apabila besarnya manfaat
yang diperoleh melebihi besarnya risiko terhadap janin. Penelitian pada hewan uji
menunjukkan risiko terhadap janin dan belum terdapat penelitian langsung terhadap wanita
hamil.