Anda di halaman 1dari 14

Apa itu antibiotik?

Antibiotik adalah obat yang dapat melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik
dapat membantu menghentikan perkembangan bakteri atau menghancurkan bakteri.
Perlu kamu tahu bahwa sebelum bakteri berkembang biak dan menimbulkan gejala, sistem
kekebalan dapat membantu membunuh bakteri. Sel darah putih atau leukosit dapat
menyerang bakteri berbahaya, jika gejala muncul sistem kekebalan dapat mengatasi serta
melawan infeksi.
Akan tetapi, terkadang jumlah bakteri berbahaya dapat berlebihan, sehingga sistem kekebalan
tidak mampu untuk melawan semua bakteri. Nah, pada kasus ini antibiotik dapat membantu.

Bagaimana cara antibiotik bekerja?


Terdapat beberapa jenis antibiotik. Jenis antibiotik tersebut dapat bekerja melalui salah satu
dari dua cara berikut ini.
 Antibiotik bakterisida, seperti penicillin dapat membantu membunuh bakteri dengan
cara mengganggu pembentukan dinding sel bakteri ataupun isi selnya
 Antibiotik bakteriostatik, ini dapat membantu menghentikan bakteri berkembang biak

Apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan golongan


antibiotik dan contohnya?
Ada beberapa bakteri yang hidup di dalam tubuh dan tidak berbahaya. Namun tetap saja,
bakteri dapat menginfeksi hampir semua organ. Antibiotik dapat membantu untuk menangani
infeksi bakteri.
Dikutip dari Web MD, adapun beberapa jenis infeksi yang dapat diobati dengan antibiotik di
antaranya adalah:
 Beberapa infeksi telinga dan sinus
 Infeksi gigi
 Infeksi kulit
 Meningitis (pembengkakan pada otak dan sumsum tulang belakang)
 Strep throat
 Infeksi kandung kemih dan ginjal
 Pneumonia akibat bakteri
 Batuk rejan
Perlu dicatat bahwa hanya infeksi bakteri yang dapat ditangani oleh antibiotik. Pilek, flu, dan
beberapa infeksi bronkitis, sakit tenggorokan tertentu, dan flu perut disebabkan oleh virus.
Antibiotik tidak efektif untuk melawan infeksi virus.
Beberapa jenis antibiotik dapat bekerja pada berbagai jenis bakteri, ini dikenal sebagai
“broad-spectrum” atau spektrum luas. Sedangkan, sebagian lainnya hanya menargetkan
bakteri tertentu saja, ini dikenal dengan “narrow-spectrum” atau spektrum sempit.

Mengenal golongan antibiotik


Ada berbagai macam antibiotik yang tesedia dalam berbagai merek berbeda. Antibiotik
biasanya digolongkan berdasarkan cara kerjanya. Yang perlu diketahui adalah, setiap jenis
antibiotik hanya bekerja melawan jenis bakteri atau parasit tertentu.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah penggolongan antibiotik yang perlu kamu tahu.
Baca juga: Wajib Tahu! Ini Alasan Penting Mengapa Antibiotik Harus Dihabiskan
1. Penicillin
Golongan antibiotik dan contohnya yang pertama adalah penicillin. Penicilin adalah salah
satu jenis antibiotik turunan Penicilium fungi. Antibiotik jenis ini biasanya menjadi pilihan
pertama dokter untuk mengobati beberapa penyakit yang di sebabkan oleh bakteri.
Penicillin bekerja dengan cara mencegah ikatan silang rantai asam amino di dinding sel
bakteri. Ini tidak memengaruhi bakteri yang sudah ada sebelumnya, tetapi sel bakteri yang
baru diproduksi dapat memiliki dinding sel yang lemah sehingga mudah pecah.
Beberapa contoh penicillin termasuk:
 Amoxicillin
 Ampicillin
 Penicillin G
 Penicillin V
2. Tetracycline
Penggolongan antibiotik yang kedua adalah tetracycline. Tetracycline adalah golongan
antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
rentan seperti bakteri gram positif dan negatif, klamidia, mikoplasmata, protozoa, serta
riketsia.
Tetracycline bekerja dengan cara menghambat sintesis protein dalam RNA mikroba, yakni
molekul penting yang bertindak sebagai pembawa pesan DNA.
Obat ini merupakan jenis antibiotik bakteriostatik, yang dapat berarti mencegah bakteri
berkembang biak.
Jenis antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi seperti infeksi pernapasan, kulit, dan
kelamin. Tak hanya itu, tetracycline juga dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang tidak
biasa, seperti penyakit Lyme, malaria, antraks, atau bahkan kolera.
Beberapa contoh tetracycline termasuk:
 Doxycycline
 Minocycline
 Tetracycline
3. Chepalosporin
Selanjutnya, golongan antibiotik yang perlu kamu ketahui yakni chepalosporin.
Chepalosporin bersifat bakterisidia (membunuh bakteri) dan bekerja dengan cara yang mirip
penicillin.
Obat ini bekerja dengan cara mengikat dan memblokir aktivitas enzim yang bertanggung
jawab untuk membuat peptidoglikan, yakni komponen penting dari dinding sel bakteri.
Chepalosporin disebut sebagai antibiotik spektrum luas (broad-spectrum) karena efektif
melawan berbagai jenis bakteri.
Antibiotik golongan ini dapat membantu untuk mengobati berbagai infeksi, seperti radang
tenggorokan, infeksi kulit, hingga infeksi serius seperti meningitis.
Beberapa contoh chepalosporin termasuk:
 Cefixime
 Cefpodoxime
 Cefuroxime
 Cephalexin
Baca juga: Obat Ceftriaxone: Kenali Manfaat, Dosis serta Efek Samping Penggunaannya
4. Quinolon
Quinolone atau yang juga dikenal sebagai fluoroquinolone merupakan golongan antibiotik
aktif untuk melawan bakteri. Antibiotik ini dapat mengobati berbagai infeksi, termasuk
infeksi mata, pneumonia, infeksi kulit, sinus, sendi, saluran kencing atau ginekologi dll.
Dikutip dari drugs.com, quinolon dapat memengaruhi fungsi dua enzim yang diproduksi oleh
bakteri, sehingga tidak dapat memperbaiki DNA atau membantu pembuatan DNA bakteri.
Beberapa contoh quinolone termasuk:
 Ciprofloxacin
 Levofloxacin
 Moxifloxacin
5. Lincomycin
Golongan antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang parah di mana
seseorang tidak bisa mengonsumsi antibiotik penicillin. Lincomycin tidak dapat digunakan
untuk mengobati infeksi virus, seperti pilek atau flu.
Beberapa contoh lincomycin termasuk:
 Lincomycin
 Clindamycin
6. Makrolid
Penggolongan antibiotik selanjutnya yang perlu kamu tahu adalah makrolid. Makrolid adalah
antibiotik dengan spektrum aktivitas yang luas yang dapat melawan banyak bakteri gram
positif.
Makrolid bekerja dengan cara menghambat sintesis protein dalam bakteri. Pada dasarnya obat
ini bersifat bakteriostatik namun dapat menjadi bakterisida pada tingkat konsentrasi tinggi
atau tergantung pada jenis mikroorganisme.
Makrolid dapat digunakan secara luas untuk mengobati infeksi ringan hingga sedang, seperti
infeksi saluran pernapasan, telinga, kulit, dan infeksi menular seksual. Jenis ini sangat
berguna bagi orang yang alergi terhadap beta-laktam.
Beberapa contoh makrolid termasuk:
 Azithromycin
 Clarithromycin
 Erythromycin
7. Sulfonamide
Sulfonamide (sulfonamida) merupakan golongan antibiotik yang secara teknis tidak
membunuh bakteri seperti antibiotik lainnya. Golongan ini bersifat bakteriostatik, yang
berperan menghentikan pertumbuhan bakteri.
Sulfonamide sangat baik digunakan sebagai perawatan topikal untuk mengobati luka bakar
dan infeksi vagina maupun mata serta mengobati infeksi saluran kemih dan diare.
Beberapa contoh sulfonamide termasuk:
 Sulfacetamide
 Sulfadiazine
 Sulfamethoxazole-Trimethoprim
8. Glycopeptide
Antibiotik golongan ini adalah jenis antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan dinding sel bakteri dengan cara menghambat sintetis peptidoglikan.
Antibiotik jenis ini biasanya digunakan untuk mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh
bakteri MRSA, Streptococcus, atau Enterococcus. Beberapa penyakit yang dapat diobati di
antaranya adalah endokarditis, pneumonia, hingga infeksi kulit yang parah.
Beberapa contoh glycopeptide termasuk:
 Dalbavancin
 Oritavancin
 Teicoplanin
 Telavancin
9. Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan jenis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan infeksi basil
gram negatif aerobik. Meskipun demikian, golongan ini juga efektif dalam melawan bakteri
lain seperti Staphylococci dan Mycobacterium tuberculosis.
Antibiotik jenis ini kurang efektif jika dikonsumsi dengan mulut, oleh karenanya
aminoglikosida seringkali diberikan dalam bentuk injeksi oleh tenaga kesehatan.
Beberapa contoh aminoglikosida termasuk:
 Tobramycin
 Gentamicin
 Paromomycin
 Amikacin
 Neomycin
 Plazomicin
10. Carbapenem
Penggolongan antibiotik antibiotik dan contohnya yang perlu kamu ketahui selanjutnya
adalah carbapenem. Golongan ini bekerja dengan cara menghambat sintetis dinding sel dan
mengganggu pembentukan dinding sel.
Beberapa penyakit yang dapat diobati oleh antibiotik ini di antaranya adalah infekssi yang
sedang sampai yang membahayakan jiwa.
Beberapa contoh carbapenem termasuk:
 Doripenem
 Iminepenem
 Meropenem
 Ertapenem

Adakah efek samping dari antibiotik?


Melansir laman Medical News Today, beberapa efek samping dari antibiotik di antaranya
adalah:
 Diare
 Mual
 Muntah
 Timbulnya ruam
 Sakit perut
Sedangkan, efek samping yang kurang umum yakni:
 Pembentukan batu ginjal
 Pembekuan darah
 Sensitivitas terhadap sinar matahari
Maka dari itu, agar terhindar dari efek samping tersebut janganlah konsumsi antibiotik secara
sembarangan. Sebaikya, berkonsultasilah terlebih dahulu pada dokter sebelum memutuskan
untuk menggunakan antibiotik.
Dokter akan memberikan petunjuk mengenai dosis dan cara mengonsumsinya dengan tepat
untuk menghindari efek samping antibiotik.

Resistensi antibiotik
Antibiotik dapat membantu mengatasi infeksi bakteri jika digunakan dengan tepat dan hati-
hati. Namun, penggunaan secara berlebihan terhadap antibiotik dapat menyebabkan resistensi
bakteri. Sebab, bakteri dapat beradaptasi dari waktu ke waktu.
Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri berubah sehingga antibiotik tidak dapat lagi bekerja
secara efektif pada bakteri. Maka dari itu, penggunaan antibiotik secara tepat perlu untuk
diperhatikan, misalnya saja dengan cara:
 Selalu berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter
 Jangan konsumsi antibiotik untuk menangani infeksi virus
 Konsumsi antibiotik hanya jika diresepkan oleh dokter
 Selalu ikuti instruksi yang diberikan oleh dokter
 Jangan melewatkan dosis
Interaksi antibiotik
Jika kamu sedang mengonsumsi antibiotik, sebaiknya janganlah mengonsumsi obat lain atau
pengobatan herbal tanpa berbicara terlebih dahulu pada dokter. Sebab, obat-obatan tertentu
mungkin saja dapat berinteraksi dengan antibiotik.

Bagaimana cara tepat menggunakan antibiotik?


Antibiotik dapat dikonsumsi dengan cara diminum, diberikan dalam bentuk suntikan, atau
dengan mengoleskannya secara langsung ke bagian tubuh yang terinfeksi.
Kebanyakan antibiotik dapat mulai melawan infeksi dalam beberapa jam. Oleh karena itu,
sebaiknya selesaikan seluruh pengobatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali.
Hal tersebut dikarenakan menghentikan pengobatan lebih cepat dapat meningkatkan risiko
bakteri menjadi lebih kebal dalam pengobatan di masa mendatang. Tak hanya itu, ikuti selalu
instruksi dokter dengan benar agar obat menjadi efektif.
Hindari produk susu saat mengonsumsi tetracyclines, karena dapat mengganggu penyerapan
obat.

Adakah alergi dari antibiotik?


Sebagian orang mungkin saja tidak cocok dengan pengobatan antibiotik. Beberapa orang
mungkin saja mengalami reaksi alergi terhadap antibiotik, terutama penicillin.
Reaksi alergi yang dapat ditimbulkan di antaranya adalah ruam, pembengkakan pada wajah,
hingga kesulitan bernapas. Seseorang yang memiliki alergi terhadap antibiotik harus memberi
tahu dokter ataupun apoteker.
Selain itu, seseorang yang memiliki kondisi terkait dengan fungsi hati atau ginjal juga harus
berhati-hati ketika menggunakan antibiotik. Sebab, kondisi tersebut dapat memengaruhi jenis
antibiotik yang dapat digunakan serta dosis yang akan diterima.
Di sisi lain, ibu hamil atau ibu menyusui juga harus berbicara terlebih dahulu pada dokter
sebelum memutuskan untuk mengonsumsi antibiotik.
Itulah informasi mengenai golongan antibiotik yang perlu kamu tahu. Antibiotik tidak boleh
digunakan sembarangan. Maka dari itu, pastikan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter
ya.
Jika kamu memiliki pertanyaan lebih lanjut seputar golongan antibiotik dan contohnya atau
masing-masing kegunaan dari antibiotik, kamu juga dapat berkonsultasi langsung dengan
dokter.
Indikasi: 

supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease, hiperplasia adrenal kongenital;
udema serebral yang berhubungan dengan kehamilan; batuk yang disertai sesak napas
(bagian 3.2); penyakit rematik (bagian 10.1.2); mata (bagian 11.2); lihat keterangan di atas.

Peringatan: 

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Kontraindikasi: 

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping: 

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; iritasi perineal dapat diikuti dengan
pemberian injeksi intravena ester fosfat.

Dosis: 

Oral, umum 0,5 - 10 mg/hari; anak 10 - 100 mcg/kg bb/hari; lihat juga pemberian dosis di
atas. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus (sebagai deksametason
fosfat), awal 0,5 - 24 mg; anak 200 - 400 mcg/kg bb/hari. Udema serebral yang berhubungan
dengan kehamilan (sebagai deksametason fosfat), melalui injeksi intravena, awal 10 mg,
kemudian 4 mg melalui injeksi intramuskular tiap 6 jam selama 2-4 hari kemudian secara
bertahap dikurangi dan dihentikan setelah 5-7 hari. Pengobatan pendukung bakteri
meningitis, (dimulai sebelum atau dengan dosis pertama pengobatan antibakteri, sebagai
deksametason fosfat) (tanpa indikasi), dengan injeksi intravena 10 mg tiap 6 jam selama 4
hari; anak 150 mcg/kg bb tiap 6 jam selama 4 hari. Catatan: Deksametason 1 mg sebanding
dengan deksametason fosfat 1,2 mg sebanding dengan deksametason natrium fosfat 1,3 mg.
2.6. Deksametason
2.6.1 Struktur Kimia DeksametasonDeksametason dengan rumus
molekul C22H29 FO5 dengan nama kimia 9-Fluoro-11β,17,21-
trihidroksi-16α-metilpregna-1-,4-diena,3,20-dion. Gambar 2.5.
Struktur kimia deksametason.Deksametason merupakan obat
golongan kortikosteroid. Kortikosteroid adalah suatu hormon yang
dibuat oleh bagian korteks (luar) dari kelenjar adrenal.
Kortikosteroid terbagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid berperan
mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak,dan protein, juga
bertindak sebagai anti inflamasi dengan cara menghambat
pelepasan fosfolipid serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil.
Mineralokortikoid berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air
dengan cara penahanan garam di ginjal. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, deksametason digolongkan ke dalam kelompok
glukokortikoid (Allen K, 2007).2.6.2 Farmakodinamik
DeksametasonDeksametason dapat menghambat pelepasan asam
arakidonat, modulasi substansi yang berasal dari metabolisme
asam arakidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Deksametason
mempunyai efek anti emetik, diduga melalui mekanisme
menghambat pelepasan prostaglandin secara sentral sehingga
terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat, menghambat
pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan
serotonin dengan reseptor 5-HT3, pelepasan endorfin, dan anti
inflamasi yang kuat di daerah pembedahan dan diduga
glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan saraf
pusat dan akan mempengaruhi regio neurotransmite, densitas
reseptor, transduksi sinyal, dan
konfigurasi neuron (Allen K, 2007). Reseptor glukokortikoid juga
ditemukan pada nukleus traktussolitaries, nukleus raphe, dan area
postrema, dimana inti-inti tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap aktivitas mual muntah. Efek anti emetik deksametason
juga dihubungkan dengan supresi dari adrenokortikotropin yang
telah diteliti responnya terhadap stimuli pergerakan sehingga
deksametason sangat efektif dalam penanganan motion sickness.
Kebanyakan efek farmakologis glukokortikoid tergantung pada
kombinasi dengan reseptor-reseptor steroi intrasel pada sel-sel
target dan mempengaruhi DNA, transkipsi gen, serta protein
ribosom, oleh karena itu efeknya tidak langsung dan onset kerjanya
relatif lambat (1-6 jam).Deksametason memiliki waktu paruh 36-72
jam dengan waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan sangat baik
diberikan sebagai profilakis sesaat sesudah induksi dibandingkan
saat selesai anestesi untuk mencegah mual dan muntah
pascaoperasi. Secara umum dosis deksametason yang efektif
untuk mencegah mual dan muntah pascaoperasi berkisar 8-10 mg.
Efektifitas, keamanan,dan biaya yang relatif murah menyebabkan
deksametason direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk
kombinasi dengan anti emetik yang lain. Dosis lebih kecil (2,5-5
mg) dilaporkan juga efektif mencegah mual dan muntah
pascaoperasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Apfeldkk(2007)disebutkan bahwa deksametason dengan dosis 2,5
mg efektif menurunkan kejadian mual dan muntah pascaoperasi
laparaskopiginekologi. 2.6.3 Farmakokinetik
DeksametasonPemberian obatsecaraintravena, obat langsung
berada di sirkulasi sistemik, didistribusikan, sebagianberikatan
dengan protein plasmadan sebagian lagi beradadalam bentuk
bebas.Bentukoral dan intramuskular diabsorpsi dengan baik oleh
mukosa saluran gastrointestinal,ruang sinovial, dan otot.
Presentase yang terikat protein tidak diketahui.
Kebanyakan(palingsedikit70%)dimetabolismeolehhati. Metabolit
inaktif setelah penyuntikan intravena, sebagian besar dalam waktu
72 jam disekresi dalamurin, di feses dan empedu hampir tidak
ada(Katzung, dkk., 2012).2.6.4 Interaksi Deksametason dengan
Obat LainGlukokortikoid meningkatkan potensi obat, yang dipakai
secara bersama-sama.termasuk aspirin dan obat anti inflamasi
nonsteroid (meningkatkan pendarahan dantukak
gastrointestinal),diuretik tidak hemat kalium (peningkatan
pelepasan kaliummenyebabkan hipokelami).2.6.5 Efek Samping
Deksametason1.Hiperglikemia perioperatif: studi meta analisis
mengatakan bahwa kadar gula darah meningkat 24 jam setelah
pemberian deksametason. Hiperglikemia bisa terjadi pada pasien
tanpa atau dengan diabetes mellitus.Efek glukokotikoid
deksametason mampu meningkatkan glukoneogenesis, yaitu
pembentukan glukosa yang mengaktivasi konversi dari protein
menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan
menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen, sehingga
beresiko meningkatkan kadar gula darah.2.Meningkatkan resiko
infeksi: suatu studi case-controlpada 63 pasien menyimpulkan
bahwa penggunaan deksametason pada PONV meningkatkan
resiko infeksi pascaoperasi. Mekanismenya tidak diketahui dengan
jelas. 3.Menghambat penyembuhan luka: studi yang dilakukan
pada hewan mengatakan bahwa pemberian deksametason
menurunkan proses kolagenisasi, epitelisasi,dan konten
fibroblast.4.Ulkus lambung: tidak terdapat data pasien-pasienyang
diberikan dosis tunggal deksametason terkena ulkus lambung, tapi
studi pada tikus menyatakan bahwa pada
hewan yang diberikan deksametason 1 mg/kgBB intramuskular
sebanyak 30% menderita ulkus lambung.5.Mengiritasi perineum:
kejadian ini tidak sepenuhnya dimegerti, tapi pemberian
deksametason intravena pada pasien yang sadar memberikan efek
nyeri pada perineum, teriritasi, terbakar. Kemungkinan fosfat ester
pada deksametason sodium fosfatyang mengambil peran terhadap
hal ini.2.7Kombinasi Anti Muntah Dalam Mencegah Mual dan
Muntah PascaoperasiTerapi kombinasi terbukti lebih baik
dibandingkan terapi tunggal dalam mencegah mual dan muntah
pascaoperasi. Adanya berbagai reseptor muntah di pusat muntah
dan CTZ mendukung penggunaan kombinasi obat-obatanti muntah.
Kombinasi antagonis reseptor 5HT-3, bersama droperidol,
deksametason lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan
obat tunggal antagonis reseptor 5-HT3, droperidol atau
deksametason (Lobato dkk., 2008).Dalam uji coba klinis skala
besar, Apfel dkk(2007)secara stimultan mengevaluasi efikasi anti
muntah tiga obat yang berbeda yaitu ondansetron, deksametason,
dan droperidol. Obat-obat ini menunjukkan efektifitas yang sama
dengan cara kerja yang berbeda. Peningkatan jumlah anti muntah
yang diberikan dapat mengurangi insiden mual muntah
pascaoperasi dari 52% jika tanpa anti muntah, sampai masing-
masing 37%, 28%, dan 22%, ketika menggunakan satu, dua,dan
tiga obat anti muntah (Lobato dkk., 2008).Kombinasi obat telah
banyak dilaporkan sangat bermanfaat dalam profilaksis mual dan
muntah pascaoperasi, khususnya pada pasien-pasien resiko tinggi
untuk terjadinya muntah. Pemberian kombinasi ondansetrondan
deksametason dimungkinkan melalui cara-cara antara lain
deksametason dapat menurunkan level 5-HT3 di jaringan saraf
dengan menurunkan prekursor dari tritphan, efek anti inflamasi dari
deksametason dapat mencegah pelepasan serotonin di usus, dan
deksametason dapat meningkatkan efek umum dari anti emetik
dengan meningkatkan sensibilitas dari reseptor (Song dkk., 2011).
DEXAMETHASONE

Indikasi Umum:
INFORMASI OBAT INI HANYA UNTUK KALANGAN MEDIS. Obat ini digunakan
untuk mengatasi peradangan (anti inflamasi), rheumatik arthritis, alergi dermatitis, rhinitis
alergi
Deskripsi:
DEXAMETHASONE 0.5 MG KAPLET adalah obat generik yang mengandung
Dexamethasone 0.5 mg. Dexamethasone adalah salah obat anti inflamasi golongan
kortikosteroid yang berperan dalam mengurangi atau menekan proses peradangan dan alergi
yang terjadi pada tubuh. Pada tingkat molekular, diduga glukokortikoid mempengaruhi
sintesa protein pada proses transkripsi RNA. Obat ini digunakan untuk meredakan
peradangan dan reaksi alergi berupa gatal-gatal di kulit, dermatitis, asma bronkhial, dan
sebagainya. Dalam penggunaan obat ini harus SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
Kategori:
Anti Inflamasi
Komposisi:
Dexamethasone 0.5 mg
Dosis:
PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER. Dewasa
awal bervariasi : 0.75 - 9 mg per hari, 2-4 kali sehari atau tergantung berat ringannya
penyakit. Pada penyakit ringan, dosis kurang dari 0.75 mg. Pada penyakit berat, dosis lebih
dari 9 mg.
Aturan Pakai:
Diberikan bersama dengan makan atau sesudah makan
Kemasan:
Dus, 10 Strip @ 10 tablet
Kontra Indikasi:
Infeksi fungsi sistemik. Herpes simplek okuler. Penderita yang sensitif terhadap obat tersebut
dan komponennya. Gangguan ginjal dan hati. Kehamilan dan menyusui. Hindari
pengurangan dosis yang cepat atau mendadak.
Perhatian :
HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester
pertama. Tidak dianjurkan pemakaian pada ibu menyusui. Pemakaian jangka panjang dapat
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Tidak dianjurkan pada anak usia di
bawah 6 tahun. Pemakaian pada penderita hipotiroid dan sirosis dapat meningkatkan efek
obat. Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita diabetes melitus, karena dapat
meningkatkan glukoneogenesis dan mengurangi sensitifitas terhadap insulin. Kategori
Kehamilan : C (mungkin berisiko), obat digunakan dengan hati-hati apabila besarnya manfaat
yang diperoleh melebihi besarnya risiko terhadap janin. Penelitian pada hewan uji
menunjukkan risiko terhadap janin dan belum terdapat penelitian langsung terhadap wanita
hamil.

Anda mungkin juga menyukai