Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Administrasi Publik (JAP)

Volume 6 No. 2 Desember 2020

KEBIJAKAN EKOWISATA DI TAMAN


NASIONAL SEBANGAU
Oleh
Puput Ratnasari

Abstrak
Pariwisata telah menjadi prioritas nasional berdasarkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (2015 -2019), Pariwisata diyakini dapat meningkatkan devisa negara
dengan target jumlah wisatawan mancanegera mencapai 20 juta dan 275 ribu orang dari
wisatawan dalam negeri. Jumlah wisatawan tersebut diharapkan akan menyumbang
devisa negara sebesar 270 triliyun rupiah. Pada tahun 2016, devisa negara dari sektor ini
mencapai 13,5 juta US dollar dan sebagai penyumbang devisa kedua setelah kelapa sawit.
Kawasan lahan gambut dan pariwisata alam (ekowisata) yang didiskusikan di
atas dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Tengah. Adanya Taman Nasional Tanjung Putting
(TNTP), Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dan Taman Nasional
Sebangau (TNS) adalah wujud nyata pemerintah untuk melindungi kekayaan alam di
Kalimantan Tengah. Kawasan Sebangau memiliki perhatian khusus dari pemerintah
karena tingkat kerusakannya yang cukup tinggi sehingga statusnya yang merupakan
kawasan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dinaikkan status fungsinya menjadi Kawasan
Pelestarian Alam (KPA) dan kemudian ditetapkan menjadi Taman Nasional Sebangau
pada tanggal 19 Oktober 2004, sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No.423/Menhut-
II/2004 seluas sekitar 568.700 ha.
Taman Nasional Sebangau memiliki potensi sebagai aktor utama dan kunci
keberhasilan pengembangan kebijakan ekowisata di Kota Palangka Raya. Namun
demikian, fokus pengelola pada saat itu masih pada penentuan batas wilayah, konservasi
dan tindakan pengamanan sehingga kegiatan ekowisata kurang mendapatkan peran.
Namun demikian, dalam perkembangannya telah terjadi perubahan kebijakan dari Balai
Taman Nasional Sebangau untuk mendorong kegiatan ekowisata, Salah satunya
ditunjukkan dengan adanya kegiatan-kegiatan famtrip ke kawasan tertentu dalam TNS
yang menunjukkan pihak pengelola telah memberikan sinyal untuk membuka akses dan
kemudahan bagi pengunjung.
Dengan demikian, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui Kebijakan
ekowisata khususnya di Taman Nasional Sebangau yang merupakan taman nasional yang
jaraknya paling dekat dengan ibukota provinsi dibandingkan dengan taman nasional
lainnya di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi di Taman Nasional Sebangau. Adapun Teknik analisa
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa dengan menggunakan model
interaktif (interactive models of analysis). Target dan luaran penelitian ini adalah
gambaran Kebijakan Ekowisata di Taman Nasional Sebangau.

Kata kunci : Kebijakan, Ekowisata, Taman Nasional Sebangau

I. PENDAHULUAN suasana perikehidupan bangsa yang


Pembangunan nasional damai, tentram, tertib, dan dinamis,
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan serta dalam lingkungan pergaulan
suatu masyarakat adil dan makmur, hidup dunia yang merdeka, bersahabat,
material, dan spiritual berdasarkan tertib, dan damai (Setiawan 2019).
Pancasila, di dalam wadah negara Indonesia dikenal sebagai
kesatuan republik Indonesia yang negara yang memiliki berbagai tipe
merdeka, berdaulat, dan bersatu, dalam hutan dengan luasan yang cukup besar

75
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

termasuk ekosistem hutan rawa gambut kawasan di sekitar areal gambut


dengan luas hutan rawa gambut 14,9 menjadi rawan banjir. Dampak negatif
juta ha (Wahyunto, Nugroho, Ritung, lainnya adalah menurunnya kesehatan
Sulaeman, 2014). Hutan memiliki masyarakat terutama gangguan
potensi dan fungsi yang sangat beragam pernafasan karena pencemaran udara
dan bernilai tinggi sehingga hutan serta menurunnya sumberdaya ekonomi
merupakan modal pembangunan bagi yang dapat dihasilkan kelestarian dari
Indonesia. Ekosistem hutan rawa lahan gambut (Susanto et al, 2004).
gambut memiliki fungsi penting antara Dampak jangka panjangnya maka
lain sebagai penyimpan karbon yang membuat masyarakat rentan dengan
besar, penghasil berbagai jenis kayu, kemiskinan. Situasi inilah yang dapat
obat, makanan dan hasil hutan bukan mendorong masyarakat untuk kembali
kayu lainnya, lokasi bagi mengambil manfaat cepat dan sesaat
keanekaragaman hayati yang tinggi dan dari kawasan lahan gambut
habitat flora dan fauna endemik, (Kolopaking, 2018).
pengatur tata air kawasan dan sebagai Pariwisata telah menjadi
kawasan ekowisata (Rieley, 2016). prioritas nasional berdasarkan Rencana
Namun demikian, sejarah panjang Pembangunan Jangka Menengah (2015
pemanfaatan hutan di Indonesia -2019), Pariwisata diyakini dapat
membuatkualitas dan kuantitas hutan meningkatkan devisa negara dengan
Indonesia semakin menurun (Wahyunto target jumlah wisatawan mancanegera
, et al, 2014; Rieley, 2016). mencapai 20 juta dan 275 ribu orang
Lahan gambut memiliki fungsi dari wisatawan dalam negeri. Jumlah
yang penting bagi manusia dan mahluk wisatawan tersebut diharapkan akan
hidup lain yang berada di sekitarnya. menyumbang devisa negara sebesar
Lahan gambut tidak saja berguna 270 triliyun rupiah (Humas Sekretaris
sebagai pendukung kehidupan secara Kabinet, 2017). Pada tahun 2016,
langsung (misalnya sebagai sumber devisa negara dari sektor ini mencapai
ikan air tawar, habitat beraneka ragam 13,5 juta US dollar dan sebagai
mahluk hidup) namun juga memiliki penyumbang devisa kedua setelah
fungsi ekologis seperti pengendali kelapa sawit. Hal ini mendorong
banjir dan pengendali iklim global. pemerintah fokus dalam menggarap
Kelestarian fungsi ekosistem kawasan sektor ini dalam suatu program
lahan gambut perlu dikelola secara pembangunan pariwisata “Wonderful
bijaksana dengan memperhatikan Indonesia” (Qirom, Susianto &
keseimbangan ekologis bagi Supriadi, 2017; Humas Sekretaris
kepentingan generasi sekarang dan Kabinet, 2017).
yang akan datangkarenakawasan Kawasan lahan gambut dan
gambut sulit diperbaikiapabila pariwisata alam (ekowisata) yang
mengalami kerusakan. Sebagai bagian didiskusikan di atas dimiliki oleh
dari lahan basah, lahan gambut selalu Provinsi Kalimantan Tengah. Adanya
didiskusikan dalam Strategi Taman Nasional Tanjung Putting
Pengelolaan Lahan basah Nasional (TNTP), Taman Nasional Bukit Baka
(Strategi dan Rencana Tindak Nasional Bukit Raya (TNBBBR) dan Taman
Pengelolaan Lahan Gambut, 2016:1). Nasional Sebangau (TNS) adalah
Maka dari itu, lahan gambut wujud nyata pemerintah untuk
mengalami degradasi karena turunnya melindungi kekayaan alam di
permukaan tanah yang menyebabkan Kalimantan Tengah. Kawasan

76
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

Sebangau memiliki perhatian khusus II. TINJAUAN PUSTAKA


dari pemerintah karena tingkat 1. Gambut
kerusakannya yang cukup tinggi Lahan gambut merupakan suatu
sehingga statusnya yang merupakan ekosistem lahan basah yang dibentuk
kawasan Hak Pengelolaan Hutan oleh adanya penimbunan atau
(HPH) dinaikkan status fungsinya akumulasi bahan organik di lantai hutan
menjadi Kawasan Pelestarian Alam yang berasal dari reruntuhan vegetasi di
(KPA) dan kemudian ditetapkan atasnya dalam kurun waktu lama.
menjadi Taman Nasional Sebangau Akumulasi ini terjadi karena lambatnya
pada tanggal 19 Oktober 2004, sesuai laju dekomposisi dibandingkan dengan
dengan SK Menteri Kehutanan laju penimbunan organik di lantai hutan
No.423/Menhut-II/2004 seluas sekitar yang basah atau tergenang. Seperti
568.700 ha (Awang, 2006; Qirom, gambut tropis lainnya, gambut di
Susianto & Supriadi, 2017; Humas Indonesia dibentuk oleh akumulasi
Sekretaris Kabinet, 2017). residu vegetasi tropis yang kaya akan
Studi sebelumnya dari Rhama kandungan lignin dan nitrogen
(2019) mengatakan bahwa Taman (Samosir, 2009).
Nasional Sebangau memiliki potensi Penelitian yang dilakukan
sebagai aktor utama dan kunci Chotimah (2009) menginformasikan
keberhasilan pengembangan kebijakan bahwa gambut terbentuk dari seresah
ekowisata di Kota Palangka Raya. organik yang terdekomposisi secara
Namun demikian, fokus pengelola pada anaerobik dimana laju penambahan
saat itu masih pada penentuan batas bahan organik lebih tinggi dari pada
wilayah, konservasi dan tindakan laju dekomposisinya. Di dataran rendah
pengamanan sehingga kegiatan dan daerah pantai, mulamula terbentuk
ekowisata kurang mendapatkan peran. gambut topogen karena kondisi
Namun demikian, dalam anaerobik yang dipertahankan oleh
perkembangannya telah terjadi tinggi permukaan air sungai, tetapi
perubahan kebijakan dari Balai Taman kemudian penumpukan seresah
Nasional Sebangau untuk mendorong tanaman yang semakin bertambah
kegiatan ekowisata (Rhama, 2019) menghasilkan pembentukan hamparan
Salah satunya ditunjukkan dengan gambut ombrogen yang berbentuk
adanya kegiatan-kegiatan famtrip ke kubah (dome). Gambut ombrogen di
kawasan tertentu dalam TNS yang Indonesia terbentuk dari seresah
menunjukkan pihak pengelola telah vegetasi hutan yang berlangsung
memberikan sinyal untuk membuka selama ribuan tahun, sehingga status
akses dan kemudahan bagi pengunjung keharaannya rendah dan mempunyai
(Rhama and Setiawan 2020). kandungan kayu yang tinggi.
Berdasarkan latar belakang Menurut Najiyati et al. (2005)
diatas, maka penelitian ini mengetahui dalam lahan gambut dibagi menjadi
bagaimana Kebijakan ekowisata empat tipe berdasarkan kedalamannya,
khususnya di Taman Nasional yaitu: (1) lahan gambut dangkal, yaitu
Sebangau yang merupakan taman lahan dengan ketebalan gambut 50-100
nasional yang jaraknya paling dekat cm, (2) lahan gambut sedang, yaitu
dengan ibukota provinsi dibandingkan lahan dengan ketebalan gambut 100-
dengan taman nasional lainnya di 200 cm, (3) lahan gambut dalam, yaitu
seluruh Indonesia (Rhama, 2019). lahan dengan ketebalan gambut 200-
300 cm dan (4) lahan gambut sangat

77
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

dalam, yaitu lahan dengan ketebalan sayuran lainnya ( Agus & Subiksa,
gambut lebih dari 300 cm. 2008).
Studi dari Sani (2011) Namun demikian, perubahan
mengungkapkan bahwa gambut dapat kondisi sosial dan ekonomi yang
dibagi berdasarkan lingkungan tempat disebabkan aktivitas kehidupan
terbentuk dan pengendapannya gambut manusia dapat mempengaruhi
di Indonesia menjadi dua jenis yaitu: lingkungan kawasan gambut. Dengan
(1) gambut Ombrogen, dimana demikian, perlu adanya sebuah regulasi
kandungan airnya hanya berasal dari air untuk menjaga kawasan gambut tetap
hujan. Gambut jenis ini dibentuk memberikan manfaat yang
dengan lingkungan pengendapan di berkelanjutan.
mana tumbuhan pembentuk yang 2. Pengertian Hukum
semasa hidupnya hanya tumbuh dari air Menurut Raharjo (2005:38)
hujan, sehingga kadar abunya adalah hukum memiliki banyak dimensi dan
asli (inherent) dari tumbuhan itu segi sehingga banyak tantangan untuk
sendiri. (2) gambut topogen, dimana memberikan definisi hukum yang sama
kandungan airnya hanya berasal dari air persis dengan kenyataan. Walaupun
permukaan. Jenis gambut ini tidak ada definisi yang sempurna
diendapkan dari sisa tumbuhan yang mengenai pengertian hukum, definisi
semasa hidupnya tumbuh dari pengaruh dari beberapa sarjana tetap digunakan
elemen yang terbawa oleh air yakni sebagai pedoman dan batasan
permukaan tersebut. Daerah gambut melakukan kajian terhadap hukum.
topogen lebih bermanfaat untuk lahan Meskipun tidak mungkin diadakan
pertanian dibandingkan dengan gambut suatu batasan yang lengkap tentang apa
ombrogen, karena gambut topogen itu hukum, namum Utrecht (1957) telah
relatif lebih banyak mengandung unsur mencoba membuat suatu batasan yang
hara. dimaksud sebagai pegangan bagi orang
Manfaat yang diberikan yang hendak mempelajari ilmu hukum.
kawasan gambut terhadap lingkungan Menurut Utrecht (1957) hukum adalah
sesuai dengan arahan Departemen himpunan peraturan-peraturan
Pertanian, lahan gambut yang dapat (perintah-perintah dan larangan -
dimanfaatkan untuk tanaman pangan larangan) yang mengurus tata tertib
disarankan pada gambut dangkal (< 100 suatu masyarakat dan oleh karena itu
cm). Dasar pertimbangannya adalah harus ditaati oleh masyarakat itu.
gambut dangkal memiliki tingkat Pengertian lain mengenai
kesuburan relatif lebih tinggi dan hukum, disampaikan oleh
memiliki risiko lingkungan lebih Mertokusumo dalam Raharjo
rendah dibandingkan gambut dalam. (2005:45), yang mengartikan hukum
Lahan gambut dengan kedalaman 1,4 - sebgai kumpulan peraturan-peraturan
2 m tergolong sesuai marjinal (kelas atau kaidah-kaidahdalam suatu
kesesuaian) untuk berbagai jenis kehidupan bersama, keseluruhan
tanaman pangan. Faktor pembatas peraturan tentang tingkah laku yang
utama adalah kondisi media perakaran berlaku dalam kehidupan bersama,
dan unsur hara yang tidak mendukung yang dapat dipaksakan pelaksaannya
pertumbuhan tanaman. Tanaman dengan suatu sanksi. Hukum sebagai
pangan yang mampu beradaptasi antara kumpulan peraturan atau kaidah
lain padi, jagung, kedelai, ubikayu, mempunyai isi yang bersifat umum dan
kacang panjang dan berbagai jenis normatif, umum karena berlaku bagi

78
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

setiap orang dan normatif karena hukum. Dalam Liber


menentukan apa yang seyogyanya Primus (buku ke I)
dilakukan, apa yangtidak boleh Instutiones dari kaisar
dilakukan atau harus dilakukan serta Yustinianus (533 AD)
bagaimana cara melaksanakan dalam bab I, merumuskan
kepatuhan kepada kaedah-kaedah. tentang keadilan hukum
Menurut Soekanto (2012) adalah: “Iustiutia est et
manusia adalah makhluk sosial (zoon perpetua voluntas ius suum
politicon) oleh karena itu mereka selalu cuique tribuere. Ius
cenderung menggabungkan diri dalam produentia est divinarum
sebuah kelompok dan menjadi etque humanarum rerum
masyarakat. Dengan demikian, ciri-ciri notitia, iusti etque iniusti
masyarakat adalah: scientia” (Keadilan adalah
1. Manusia yang hidup kehendak yang teguh untuk
bersama, yang secara memberikan kepada
teoritis berjumlah dua masing-masing bagiannya).
orang dalam ukuran Elemen memanusiakan adalah
minimalnya, inti tujuan hukum. Tujuan hukum yang
2. Manusia-manusia tersebut paling dalam dan paling esensi adalah
bergaul dan hidup memanusiakan manusia, menjaga agar
bersama selama jangka manusia tetap diperlakukan sebagai
waktu yang cukup lama, manusia. Dalam negara yang diktator,
3. Mereka sadar, bahwa manusia diperlakukan seperti binatang,
manusia-manusia tersebut ditindas, diperalat, di-dehumanisasi.
merupakan bagian dari Sifat subyek dari manusia adalah sifat
suatu kesatuan, yang hakiki. Manusia itu memiliki
4. Mereka merupakan suatu “aku” yang tidak boleh disewenang-
sistem kehidupan wenangkan. Dan di pihak lain manusia
bersama, yang memiliki relasi, yaitu relasi antara aku
menghasilkan kebudayaan dan engkau. Sifat relasi ini menjadikan
Menurut Notohamidjojo (2011) manusia ada dalam lingkup
dalam Artadi (2006:29), ada tiga kemanusiaannya yang utuh, yaitu
elemen dapat dijumpai dalam tujuan manusia dalam hubungannya dengan
hukum, yaitu: sesama, manusia dalam hubungannya
a. Elemen reguler dengan alam semesta dan manusia
adalahelemen dalam bentuk dalam hubungannya dengan sang
norma hukum yang pencipta.
memberikan kepastian 3. Kebijakan Ekowisata
penyelesaian bagi setiap Kebijakan pemanfaatan
persoalan di masyarakat kawasan gambut khususnya di kawasan
tentang apa hukumnya atau konservasi untuk kegiatan ekowisata
bagaimana hukumnya atas umumnya telah diatur dengan jelas
suatu masalah tersebut. Jadi dalam Peraturan menteri dalam negeri
hukum disini datang untuk nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman
tujuan menimbulkan tata pengembangan ekowisata di daerah
dan kepastian hukum. serta Peraturan Pemerintah Nomor 18
b. Elemen keadilan adalah Tahun 1994 tentang Pengusahaan
elemen kedua dari tujuan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan

79
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

Taman Nasional, Taman Hutan Raya, konsep awal ini telah menempatkan
dan Taman Wisata Alam (Lembaran perlindungan alam sebagai fungsi
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 utama di atas fungsi menghasilkan
Nomor 25, Tambahan Lembaran uang. Fungsi pendidikan, mutu
Negara Republik Indonesia Nomor pariwisata, dan partisipasi lokal baru
3550). datang kemudian.
Menurut Barker (2009) dalam Menurut CREST (2010) dalam
Rhama (2019:77) Ekowisata dapat Rhama (2019:78) mengatakan bahwa
didefinisi secara luas atau secara ketat. konsep ini baru mengalami
Secara luas, ekowisata tidak lain adalah perkembangan di akhir tahun 1970-an
pariwisata berbasis alam. Dalam sebagai bagian dari kesadaran
definisi yang paling ketat, ekowisata lingkungan global. Perserikatan
adalah “perjalanan menuju wilayah Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan
yang rapuh, asli, dan biasanya bahwa tahun 2002 adalah tahun
terlindungi, yang diharapkan ekowisata internasional. Walau begitu,
memberikan dampak minimum dan seiring perkembangan, konsep
berskala kecil, dan mendidik ekowisata sering digunakan untuk
pengunjung, menyediakan dana untuk praktik promosi pariwisata alam yang
konservasi, memberikan manfaat tidak menggunakan prinsip-prinsip
ekonomi langsung dan pemberdayaan berkelanjutan. Operator tur sering
politik masyarakat lokal, serta hanya memberikan label ekopada
memberikan penghargaan terhadap paketnya, tanpa menerapkan prinsip-
berbagai budaya dan hak asasi prinsip ekowisata secara ketat
manusia”. (Himoonde, 2007).
Penelitian sebelumnya dari Menurut Gouvea (2004) dalam
McGahey (2012) dalam Rhama (2019) Rhama (2019:81) menyebutkan banyak
mengatakan bahwa konsep ekowisata manfaat potensial dari ekowisata antara
berkembang sebagai makna upaya lain:
melawan dampak negatif dari a. transaksi yang menggunakan
pariwisata massal yang terus mata uang asing memberikan
berkembang dan banyak memberikan nilai ekspor yang baik;
dampak buruk pada lingkungan hidup. b.memberikan perlindungan
Konsep ini mulai hadir di pertengahan keanekaragaman hayati;
1960-an ketika Hetzer (1995) c. menciptakan lapangan kerja,
mengemukakan empat pilar pariwisata baik langsung maupun tidak
yang bertanggung jawab, mencakup langsung;
minimalisasi dampak lingkungan, d. mendorong pembentukan
memaksimalkan dampak baik bagi usaha kecil menengah
penduduk lokal, menghargai negara masyarakat lokal;
sumber, dan mengoptimalkan kepuasan e. menciptakan kesempatan
wisatawan. pengembangan
Walau demikian, Hetzer (1965) kewirausahaan lokal;
dalam Rhama (2019:78) f. menciptakan pendapatan
mendefinisikan ekowisata sebagai pajak yang dapat dialihkan
“bentuk pariwisata yang berdasarkan ke masyarakat lokal;
pada sumber daya alam dan arkeologis g.memberikan pelatihan
seperti gua, lokasi fosil, dan situs personil bagi masyarakat
arkeologi”. Walaupun demikian, lokal.

80
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

Kebijakan pengembangan 2. Konservasi, yaitu melindungi,


ekowisata merupakan implementasi mengawetkan, dan
sistem manajemen nasional yang memanfaatkan secara lestari
melekat kepada sistem kelembangaan sumber daya alam yang
yang sedang berlaku. Kebijakan digunakan untuk ekowisata.
ekowisata dapat mengacu kepada 3. Ekonomis, yaitu memberikan
hubungan antar industri maupun manfaat untuk masyarakat
terlaksananya fungsi-fungsi organisasi. setempat dan menjadi
Hubungan antar industri ditunjukkan penggerak pembangunan
dengan keterkaitan sektor jasa ekonomi di wilayahnya serta
ekowisata dengan sektor lain, misalnya memastikan usaha ekowisata
kehutanan, perkotaan, pendidikan, dan dapat berkelanjutan.
infra struktur. Sementara hubungan 4. Edukasi, yaitu mengandung
fungsional organisasi mengacu kepada unsur pendidikan untuk
fungsi-fungsi perencanaan, mengubah persepsi seseorang
pelaksanaan, dan pengendalian. Lebih agar memiliki kepedulian,
jauh, dalam banyak hal kebijakan tanggung jawab, dan komitmen
eokowisata juga mengacu kepada terhadap pelestarian lingkungan
perkembangan lingkungan global. dan budaya.
Pengelolaan industri jasa 5. Memberikan kepuasan dan
pariwisata secara langsung berada pengalaman kepada
dalam wewenang Kementerian pengunjung.
Kehutanan (Kemenhut), Kementerian 6. Partisipasi masyarakat, yaitu
Kebudayaan dan Pariwisata peran serta masyarakat dalam
(Kemenbudpar) dan Kementerian kegiatan perencanaan,
dalam Negeri (Kemendagri). Ketiganya pemanfaatan, dan pengendalian
merupakan unsur pelaksana yang ekowisata dengan menghormati
mengoperasionalkan ke dalam rambu- nilai-nilai sosial-budaya dan
rambu pengelolaan ekowisata secara keagamaan masyarakat di
berkelanjutan. Pemerintah daerah sekitar kawasan, dan
(Kemendagri) berperan dalam upaya 7. Menampung kearifan lokal.
mengkoordinasikan dan mengendalikan
peran dan aliran manfaat kepada Melalui Permendagri Nomor 33
masyarakat, penduduk lokal dan Tahun 2009 dapat menjamin
swasta, melalui kebijakan penataan tercapainya sasaran yaitu pertumbuhan
ruang, prosedur investasi dan perihal ekonomi wilayah, pengunjung
teknis lainnya. Peran pemerintah daerah memperoleh pengalaman dan
sangat penting untuk ketrampilan, masyarakat dan penduduk
mengoperasionalkan pengembangan lokal memperoleh kesempatan kerja
ekowisata dilandasi prinsip-prinsip dan penghasilan, swasta memperoleh
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam nilai tambah dan pemerintah daerah
Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun memperoleh pajak/retribusi untuk
2009 Tentang Pedoman Pengembangan dikembalikan ke upayaupaya
Ekowisata di Daerah, dalam Pasal 2 konservasi. Ekowisata memerlukan
yaitu : dukungan fungsi perencanaan makro
1. Kesesuaian antara jenis dan berasal dari kebijakan ekonomi
karakteristik ekowisata. nasional. Perencanaan makro
bersentuhan dengan antisipasi

81
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

perubahan di tingkat internasional, III. METODE PENELITIAN


mencakup perdagangan luar negeri, isu Penelitian ini dilakukan dengan
lingkungan global dan pengelolaan menggunakan metode penelitian
wilayah. Perencanaan makro ini pula kualitatif deskriptif dengan teknik
yang mengkoordinasi implementasi pengumpulan data melalui observasi,
perubahan dan pengembangan wawancara dan studi dokumentasi di
kelembagaan di tingkat nasional, Taman Nasional Sebangau. Teknik
seperti ratifikasi Convention on penentuan informan menggunakan
Biological Diversity (CBD). teknik purposive bertujuan memperluas
Aspek perencanaan di tingkat deskripsi informasi dan melacak variasi
teknis mendukung ekowisata melalui informasi yang dimungkinkan ada, juga
kelembagaan dan penyediaan untuk mengetahui dan mengulas lebih
pertanahan, infrastruktur dan kapasitas dalam mengenai Kebijakan Ekowisata
daerah. Ekowisata memerlukan fungsi antar stakeholder di Taman Nasional
pengendalian dan monitoring agar Sebangau. Adapun Teknik analisa data
senantiasa terpelihara kualitas aliran yang digunakan dalam penelitian ini
manfaat. Manfaat ekowisata dalam adalah analisa dengan menggunakan
wujud konservasi air dan habitat model interaktif (interactive models of
berguna untuk irigasi sektor pertanian, analysis).
pemijahan sektor perikanan dan usaha- IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
usaha jasa lain. Perencanaan teknis Kebijakan ekowisata khususnya
menjadi daya taris dan motivasi di Taman Nasional Sebangau Dilihat
pengelolaan dan pengembangan dari Kebijakan pengembangan
ekowisata. Atas dasar hubungan ekowisata merupakan implementasi
kelembagaan tersebut, fungsi sistem manajemen nasional yang
koordinasi menjadi penting. Landasan melekat kepada sistem kelembangaan
koordinasi yaitu Instruksi Presiden yang sedang berlaku. Kebijakan
Nomor 16 Tahun 2005 tentang ekowisata dapat mengacu kepada
Kebijakan Pembangunan Kebudayaan hubungan antar industri maupun
dan Pariwisata, yang menginstruksikan terlaksananya fungsi-fungsi organisasi.
meteri dan badan-badan pemerintah Hubungan antar industri ditunjukkan
terkait serta semua gubernur dan dengan keterkaitan sektor jasa
bupati/walikota untuk mendukung dan ekowisata dengan sektor lain, misalnya
berkoordinasi erat bagi percepatan kehutanan, perkotaan, pendidikan, dan
pembangunan pariwisata Indonesia. infra struktur. Sementara hubungan
Namun demikian, pemanfaatan fungsional organisasi mengacu kepada
kawasan gambut di dalam taman fungsi-fungsi perencanaan,
nasional untuk kegiatan pariwisata pelaksanaan, dan pengendalian. Lebih
lebih mudah dikatakan daripada jauh, dalam banyak hal kebijakan
dilakukan. Masih terdapat konflik eokowisata juga mengacu kepada
antara masyarakat lokal dan pengelola perkembangan lingkungan global.
taman nasional karena adanya Pengelolaan industri jasa
perbedaan perlakuan untuk pariwisata secara langsung berada
kesejahteraan masyarakat dengan dalam wewenang Kementerian
kelestarian lingkungan sehingga Kehutanan (Kemenhut), Kementerian
menimbulkan kesenjangan dan Kebudayaan dan Pariwisata
kemiskinan masyarakat lokal di sekitar (Kemenbudpar) dan Kementerian
kawasan konservasi (Rhamdan, 2017). dalam Negeri (Kemendagri). Ketiganya

82
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

merupakan unsur pelaksana yang Dari dapat diuraiankan dengan


mengoperasionalkan ke dalam rambu- jelas bahwa, Kebijakan Ekowisata
rambu pengelolaan ekowisata secara diatur dalam UU no 10 tahun 2009
berkelanjutan. Pemerintah daerah tentang Kepariwisataan, Peraturan
(Kemendagri) berperan dalam upaya Menteri Dalam Negeri Nomor 33
mengkoordinasikan dan mengendalikan Tahun 2009 Tentang Pedoman
peran dan aliran manfaat kepada Pengembangan Ekowisata Di Daerah,
masyarakat, penduduk lokal dan Surat Keputusan Direktur Jenderal
swasta, melalui kebijakan penataan Konservasi Sumber Daya Alam dan
ruang, prosedur investasi dan perihal Ekosistem Nomor SK.
teknis lainnya. 97/KSDAE.0/3/2016 Tentang Zonasi
Kebijakan pengembangan Taman Nasional Sebangau serta SK
ekowisata merupakan implementasi 261/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016
sistem manajemen nasional yang tentang Perubahan atas Keputusan
melekat kepada sistem kelembangaan Direktur Jenderal Konservasi Sumber
yang sedang berlaku. Kebijakan Daya Alam dan Ekosistem Nomor SK.
ekowisata dapat mengacu kepada 97/KSDAE.0/3/2016 Tentang Zonasi
hubungan antar industri maupun Taman Nasional Sebangau, Provinsi
terlaksananya fungsi-fungsi organisasi. Kalimantan Tengah. Zonasi pada TN
Hubungan antar industri ditunjukkan Sebangau terdiri dari ; 1). Zona Inti; 2).
dengan keterkaitan sektor jasa Zona Rimba; 3). Zona Pemanfaatan; 4).
ekowisata dengan sektor lain, misalnya Zona Tradisional; 5). Zona
kehutanan, perkotaan, pendidikan, dan Rehabilitasi; 6). Zona Religi, Budaya
infra struktur. Sementara hubungan dan Sosial serta 7). Zona Khusus serta
fungsional organisasi mengacu kepada Pemanfaatan kawasan TN Sebangau
fungsi-fungsi perencanaan, untuk menambah penerimaan negara
pelaksanaan, dan pengendalian. Lebih bukan pajak (PNBP) baru diperoleh
jauh, dalam banyak hal kebijakan dari kegiatan pariwisata alam baik
eokowisata juga mengacu kepada kunjungan wisatawan mancanegara
perkembangan lingkungan global. maupun wisatawan nusantara serta
Pengelolaan industri jasa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
pariwisata secara langsung berada 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
dalam wewenang Kementerian PNBP yang berlaku pada Kementerian
Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Kehutanan.
Kebudayaan dan Pariwisata Dari hasil penelitian Kebijakan
(Kemenbudpar) dan Kementerian Ekowisata dilihat dari prinsip-prinsip
dalam Negeri (Kemendagri). Ketiganya sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
merupakan unsur pelaksana yang Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun
mengoperasionalkan ke dalam rambu- 2009 Tentang Pedoman Pengembangan
rambu pengelolaan ekowisata secara Ekowisata di Daerah, dalam Pasal 2
berkelanjutan. Pemerintah daerah yaitu:
(Kemendagri) berperan dalam upaya 1. Kebijakan Ekowisata di Taman
mengkoordinasikan dan mengendalikan Nasional Sebangau sesuaian
peran dan aliran manfaat kepada antara jenis dan karakteristik
masyarakat, penduduk lokal dan ekowisata.
swasta, melalui kebijakan penataan Berdasarkan hasil penelitian
ruang, prosedur investasi dan perihal dapat disimpulkan bahwa
teknis lainnya. Kebijakan Ekowisata di Taman

83
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

Nasional Sebangau sesuaian antara ekonomi baik perdagangan


jenis dan karakteristik ekowisata makanan dan minuman maupun
sudah terlaksana sangat baik. jasa – jasa lainnya serta kepedulian
dimana pada Kebijakan pariwisata terhadap kelestraian ligkungan
ini berdasarkan pada berkelanjutan dengan mematuhi aturan yang
dengan konsep ekowisata melalui diterapkan oleh pemerintah
konservasi alam yang ada pada setempat yang dapat di lihat
masyarakat Kalimantan Tengah kegiatan sehari – hari masyarakat.
sebagai objek dan daya tarik utama 4. Kebijakan Ekowisata di Taman
kawasan wisata Taman Nasional Nasional Sebangau Memberikan
Sebangau. kepuasan dan pengalaman
2. Kebijakan Ekowisata di Taman kepada pengunjung.
Nasional Sebangau memberikan Berdasarkan hasil penelitian
manfaat untuk masyarakat dapat disimpulkan Kebijakan
setempat dan menjadi penggerak Ekowisata di Taman Nasional
pembangunan ekonomi di Sebangau Memberikan kepuasan
wilayahnya serta memastikan dan pengalaman kepada
usaha ekowisata dapat pengunjung telah terlaksana sangat
berkelanjutan. baik, hal ini tercermin dari adanya
Berdasarkan hasil penelitian aktivitas wisatawan datang
dapat disimpulkan bahwa berkunjung kembali ke Taman
Kebijakan Ekowisata di Taman Nasional Sebangau.
Nasional Sebangau melindungi, 5. Kebijakan Ekowisata di Taman
mengawetkan, dan memanfaatkan Nasional Sebangau peran serta
secara lestari sumber daya alam masyarakat dalam kegiatan
yang digunakan untuk ekowisata perencanaan, pemanfaatan, dan
telah sangat baik hal ini tercermin pengendalian ekowisata dengan
dari adanya aktivitas kunjungan menghormati nilai-nilai sosial-
wisatawan local dan manca Negara. budaya dan keagamaan
3. Kebijakan Ekowisata di Taman masyarakat di sekitar kawasan.
Nasional Sebangau mengandung Berdasarkan hasil penelitian
unsur pendidikan untuk dapat disimpulkan bahwa
mengubah persepsi seseorang Kebijakan Ekowisata di Taman
agar memiliki kepedulian, Nasional Sebangau peran serta
tanggung jawab, dan komitmen masyarakat dalam kegiatan
terhadap pelestarian lingkungan perencanaan, pemanfaatan, dan
dan budaya. pengendalian ekowisata dengan
Berdasarkan hasil penelitian menghormati nilai-nilai sosial-
dapat disimpulkan bahwa budaya dan keagamaan masyarakat
Kebijakan Ekowisata di Taman di sekitar kawasan telah terlaksana
Nasional Sebangau memberikan sangat baik. hal ini tercermin dari
manfaat untuk masyarakat setempat terbentuknya POKDARWIS di
dan menjadi penggerak Taman Nasional Sebangau.
pembangunan ekonomi di 6. Kebijakan Ekowisata di Taman
wilayahnya serta memastikan usaha Nasional Sebangau telah
ekowisata dapat berkelanjutan telah menampung kearifan local.
terlaksana sudah sangat baik hal ini Berdasarkan hasil penelitian
tercermin dari adanya aktivitas dapat disimpulkan bahwa

84
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

Kebijakan Ekowisata di Taman Penelitian ini dapat disimpulkan


Nasional Sebangau telah antaralain :
menampung kearifan lokal telah 1. Kebijakan Ekowisata di Taman
terlaksana sangat baik, hal ini Nasional Sebangau sesuaian
tercermin dari wujud fisik dan non antara jenis dan karakteristik
fisik dalam bentuk – bentuk sarana, ekowisata sudah terlaksana
prasarana serta pertunjukan tarian sangat baik. dimana pada
Dayak pada acara-acara tertentu Kebijakan pariwisata ini
pada pintu masuk ke Taman berdasarkan pada berkelanjutan
Nasional Sebangau terkait budaya dengan konsep ekowisata
local khususnya Budaya Dayak. melalui konservasi alam yang
V. PENUTUP ada pada masyarakat
A. Kesimpulan Kalimantan Tengah sebagai
Berdasarkan hasil penelitian dan objek dan daya tarik utama
pembahasan di atas maka Kebijakan kawasan wisata Taman
Ekowisata diatur dalam UU no 10 Nasional Sebangau.
tahun 2009 tentang Kepariwisataan, 2. Kebijakan Ekowisata di Taman
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nasional Sebangau memberikan
Nomor 33 Tahun 2009 Tentang manfaat untuk masyarakat
Pedoman Pengembangan Ekowisata Di setempat dan menjadi
Daerah, Surat Keputusan Direktur penggerak pembangunan
Jenderal Konservasi Sumber Daya ekonomi di wilayahnya serta
Alam dan Ekosistem Nomor SK. memastikan usaha ekowisata
97/KSDAE.0/3/2016 Tentang Zonasi dapat berkelanjutan telah
Taman Nasional Sebangau serta SK terlaksana dengan sangat baik
261/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016 hal ini tercermin dari adanya
tentang Perubahan atas Keputusan aktivitas kunjungan wisatawan
Direktur Jenderal Konservasi Sumber local dan manca Negara.
Daya Alam dan Ekosistem Nomor SK. 3. Kebijakan Ekowisata di Taman
97/KSDAE.0/3/2016 Tentang Zonasi Nasional Sebangau
Taman Nasional Sebangau, Provinsi mengandung unsur pendidikan
Kalimantan Tengah. Zonasi pada TN untuk mengubah persepsi
Sebangau terdiri dari ; 1). Zona Inti; 2). seseorang agar memiliki
Zona Rimba; 3). Zona Pemanfaatan; 4). kepedulian, tanggung jawab,
Zona Tradisional; 5). Zona dan komitmen terhadap
Rehabilitasi; 6). Zona Religi, Budaya pelestarian lingkungan dan
dan Sosial serta 7). Zona Khusus serta budaya telah terlaksana sudah
Pemanfaatan kawasan TN Sebangau sangat baik hal ini tercermin
untuk menambah penerimaan negara dari adanya aktivitas ekonomi
bukan pajak (PNBP) baru diperoleh baik perdagangan makanan dan
dari kegiatan pariwisata alam baik minuman maupun jasa – jasa
kunjungan wisatawan mancanegara lainnya serta kepedulian
maupun wisatawan nusantara serta terhadap kelestraian ligkungan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun dengan mematuhi aturan yang
2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis diterapkan oleh pemerintah
PNBP yang berlaku pada Kementerian setempat yang dapat di lihat
Kehutanan. Dari uraian ditas maka, kegiatan sehari – hari
masyarakat.

85
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

4. Kebijakan Ekowisata di Taman pemahaman masyarakat


Nasional Sebangau mengenai konservasi.
Memberikan kepuasan dan 2. Memberikan pemahaman
pengalaman kepada pengunjung pengunjung tentang ekosistem
telah terlaksana sangat baik, hal Taman Nasional Sebangau dan
ini tercermin dari adanya ekowisata dalam meningkatkan
aktivitas wisatawan datang pemahaman pengunjung tentang
berkunjung kembali ke Taman Keberlanjutan Ekowisata
Nasional Sebangau. Taman Nasional Sebangau agar
5. Kebijakan Ekowisata di Taman Tetap Terjaga.
Nasional Sebangau peran serta
masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian ekowisata dengan
VI. DAFTAR PUSTAKA
menghormati nilai-nilai sosial-
budaya dan keagamaan Buku :
masyarakat di sekitar kawasan Agus, F. dan I. G. M. Subiksa. 2008.
telah terlaksana sangat baik, hal Lahan Gambut: Potensi untuk
ini tercermin dari terbentuknya Pertanian Dan Aspek Lingkungan.
POKDARWIS di Taman Balai Penelitian Tanah Dan World
Nasional Sebangau. Agroforestry Centre (ICRAF).
6. Kebijakan Ekowisata di Taman Bogor. Indonesia.
Nasional Sebangau telah
menampung kearifan local telah Artadi, I. K. 2006. Hukum Dalam
terlaksana sangat baik, hal ini Perspektif Kebudayaan: Pendekatan
tercermin dari wujud fisik dan Kebudayaan terhadap Hukum,
non fisik dalam bentuk – bentuk Denpasar: Pustaka Bali Post.
sarana, prasarana serta
Awang S.A., 2006. Perencanaan
pertunjukan tarian Dayak pada
acara-acara tertentu pada pintu Kolaborasi Taman Nasional
masuk ke Taman Nasional Sebangau: Analisis, Konsep dan
Sebangau terkait budaya local Kegiatan. Yogyakarta: Author.
khususnya Budaya Dayak. Kelompok Kerja, 2016. Strategi dan
Rencana Tindak Nasional
B. Saran
Pengelolaan Lahan Gambut,
Berdasarkan kesimpulan diatas,
maka penulis menuliskan beberapa Jakarta: Author.
saran yakni sebagai berikut: Kolopaking, L.M. 2018. Ekosistem
1. Perlu adanya sosialisasi Lahan Gambut Tropis. Power Point
program atau penyuluhan Slide.
konservasi secara berkelanjutan Najiyati S., Muslihat, L., dan
kepada masyarakat. Hal ini Siryadiputra, I. N. N. 2005.
perlu dilakukan agar masyarakat
Panduan Pengelolaan Lahan
mengetahui dan dapat
berpartisipasi dalam kegiatan Gambut Untuk Pertanian
ekowisata yang dilakukan berkelanjutan. Bogor: Proyek
dalam meningkatkan Climate Change, Forests and
Peatlands in Indonesia. Wetlands

86
Jurnal Administrasi Publik (JAP)
Volume 6 No. 2 Desember 2020

International – Indonesia Review.


Programme dan Wildlife Habitat Setiawan, Ferry. 2019. “Pengaruh Teori
Canada. Pembangunan Dunia Ke -3 Dalam
Teori Modernisasi Terhadap
Otje Salman, O. dan Susanto, A.F.,
Administrasi Pembangunan Di
2004, Beberapa Aspek Sosiologi Indonesia.” JJurnal Ilmu Sosial,
Hukum. Bandung : Alumni Politik dan Pemerintahan FISIP
Bandung. Universitas Palangka Raya 8(2):
Raharjo, S. 2005. Ilmu Hukum, 59–69. https://e-
Bandung: Citra Adtya Bakti. journal.upr.ac.id/index.php/JISPA
Rhama, B. 2019. Taman Nasional dan R/article/view/1033/831.
Sani. 2011. Pembuatan Karbon Aktif
Ekowisata. Sleman: PT Kanisius.
dari Tanah Gambut. Jurnal Teknik
Rieley, J. O. 2016. “Tropical Peatland - Kimia Vol. 5 No. 2.
the Amazing Dual Ecosystem: Co-
Existence and Mutual Benefit.”
Holocene.
Samosir, R. 2009. Identifikasi Fungi
Dekomposer Jaringan Kayu Mati
yang Berasal dari Tegakan Lahan
Gambut, Skripsi. Medan:
Departemen Kehutanan. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.
Soekanto, S. 2012. Pokok-Pokok
Sosiologi Hukum. Jakarta:
Rajawali.
Wahyunto, Nugroho, K., Ritung, S.,
and Sulaeman, Y. 2014.
“Indonesian Peatland Map: Method,
Certainty, and Uses.” Proceeding
Lokakarya Kajian dan Sebaran
Gambut di Indonesia.

Jurnal
Qirom, M.A., Susianto, A., Supriadi.
2017. Belajar Pengelolaan
Ekowisata dari Halinjuangan.
Bekantan Vol. 5 No. 1.

Rhama, Bhayu, and Ferry Setiawan.


2020. “Asssessing Public Private
Partnership in Indonesia
Tourism.” Policy & Governance

87

Anda mungkin juga menyukai