Anda di halaman 1dari 21

1

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT KORUPSI

Disusun Oleh;

Nama: Stiovani O. Gerimu

Nim: 142002619

Kelas: A/V

Mk: Anti korupsi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Maranatha Kupang

2021
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan  Makalah Pendidikan Anti Korupsi
dengan pengetahuan yang kami miliki.

Kami berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Pendidikan Anti Korupsi. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan – kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila ada kata – kata yang kurang
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Kupang, 11 oktober 2021


3iii

Daftar Isi

HALAMAN DEPAN ....................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................4

1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................5

1.3 Tujuan............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korups.........................................................................................6

2.2 Asas-asas Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.............7

2.3 Pelaku Tindak Pidana Korupsi......................................................................7

2.4 Pemidanaan...................................................................................................9

2.5 Peraturan Perundang-undangan di Bidang Tindak Pidana Korupsi............11

2.6 Tindak Pidana Korupsi Sebagai Tindak Pidana Khusus.............................17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..................................................................................................18

3.2 Saran............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................19
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju


modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk
yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi
selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring
dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia
maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana
korupsi dan tindak pidana lainnya.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang
menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan
yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat
kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi
dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu
bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak
secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah
banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini
sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel
5

organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif


dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi
hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah ada, penulis merumuskan beberapa permasalahan diantaranya

1. Apa pengertian korupsi ?


2. Bagaimana peraturan perundang-undangan terkait korupsi di Indonesia?

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk :


1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi.
2. Menganalisis bagaimana peraturan perundang-undangan terkait korupsi di Indonesia
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio “ atau “ Corruptus “ yang kemudian muncul
dalam bahasa inggris dan Prancis “ Corruption ”, dalam Bahasa Belanda “ Korruptie ”, dan
Bahasa Indonesia “ korupsi “ ( Dr. Andi Hamzah, S.H. 1985: 143 ). Korupsi secara harfiah
berarti jahat atau busuk ( John M. Echols dan Hassan Shadily, 1977: 149 ), sedangkan A.I.N.
Kramer ST menerjemahkannya sebagai busuk, rusak atau dapat disuapi.
Memperhatikan UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001, maka Tindak
Pidana Korupsi dapat dilihat dari dua segi, yaitu :1[2]
a. Korupsi Aktif
1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang Korporasi, yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ( Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 )
2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
menylahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang merugikan keuangna negara atau perekonomian negara ( Pasal 3
UU No 31 Tahun 1999 )

b. Korupsi Pasif

1
7

1) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannnya yang bertentangan
dengan kewajibannya ( Pasal 5 ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 ).
2) Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara
yang di serahan kepanya untuk diadili atau untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang
diberikan berhubungan dengan perkaranya yang di serahkan kepada pengadilan untuk diaili
( Pasal 6 ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 ).
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
1.   Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau
perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya
bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara ( Pasal 2 UU No 20 Tahun 2001 )

2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara ( Pasal 3
UU No 20 Tahun 2001 ).

3.Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415,
416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Koruptor (orang yang korupsi), Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M.
Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang
menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)

2.2 Asas - Asas Undang-Undang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi


Menurut UU No 31 Thn 1999 terdapat beberapa asas yang membedakannya dari UU tindak
pidana lain, yaitu :
1. Pelakunya adalah setiap orang, meliputi orang perseorangan dan korporasi ( Badan
hukum dan perkumpulan orang ).
8

2. Pidananya bersifat komulasi dan alternatif


Komulasi berarti, dalam rumusan pasalnya terdapat kata “.... dan .... “ sedangkan
alternatif terdapat kata “ .... atau .... “.
3. Adanya pidana minimum dan maksimum
4. Percobaan, pembantuan tindak pidana korupsi dipidana sama dengan pelaku.
5. Setiap orang yang di luar wilayah indonesia memberikan bantuan, kesempatan, sarana,
dan keterangan untuk terjadinya TPK dipidana sama dengan pelaku.
6. Pidana tambahan selain pidana tambahan yang diatur dalam KUHP ( Pasal 18 UU No 31
Tahun 1999 ).
7. Orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
dapat dipidana ( Pasal 22 ).
2.3 Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Pasal 2 sampai Pasal 17 dan Pasal 21 sampai Pasal 24 UU No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pelaku tindak pidananya adalah Setiap
orang, yang berarti orang perseorangan dan Korporasi. Dalam UU No 3 Tahun 1971 pelaku
Tindak Pidana Korupsi yaitu orang perseorang saja. Pelaku Tindak Pidana Korupsi menurut
KUHP adalah “ Barang siapa “ yang berarti orang perseorang ( swasta atau pegawai negeri ).
a. Korporasi
Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir baik berupa Badan
Hukum maupun tidak.
Badan Hukum di Indonesia :
1) Perseroan Terbatas (PT)
2) Yayasan
3) Koperasi
4) Indonesische Maatchapij op Andelen ( IMA )

b. Orang Perorangan
1) Firma
2) Perusahaan Komanditer ( CV )
3) Pegawai Swasta
4) Pegawai Negeri
9

Pegawai Negeri
Pengertian pegawai negeri ( pejabat ) dalam Psal 1 ayat (2) UU No 31 Tahun 1999 meliputi :
1. Pegawai negeri ( UU No 8 Tahun 1974 )
a. Pegawai Negeri Sipil
b. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
2. Pasal 92 KUHP
Ayat (1) :
a. Orang yang dipilih dalam Pemilu.
b. Orang yang diangkat menjadi anggota Badan Pembentuk Undang-Undang.
c. Anggota Badan Pemerintahan.
d. Badan Perwakilan Rakyat.
e. Anggota Dewan Waterschap.
f. Kepala Rakyat Indonesia Asli
g. Kepala Golongan Timur Asing.
Ayat (2) :
a. Hakim
b. Hakim Wasiat
c. Hakim administratif
d. Ketua atau Anggota Pengadilan Agama
e. Semua Anggota Tentara Nasional Indonesia
3. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuagan negara.
4. Orang yang menerima gaji dari Korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara
atau daerah.
5. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi yang mempergunakan modal atau
fasilitas negara atau masyarakat.
2.4 Pemidanaan
a. Hukuman Pokok
Pasal 10 KUHP mengatur pidana pokok sebagai berikut :
-          Pidana Mati
-          Pidana penjara
10

-          Kurungan; dan


-          Denda.
Sedangkan, menurut UU No. 31 tahun 1999 hukuman pokok dibagi menjadi :
-          Pidana mati;
-          Pidana penjara;
PASAL HUKUMAN BADAN HUKUMAN DENDA Rp.
MIN MAKS MIN MAKS
2 4Th 20Th 200 juta 1 miliar
3 1Th 20Th 50 juta 1 miliar
5 1Th 5Th 50 juta 250 juta
6 3Th 15Th 150 juta 750 juta
7 2Th 7Th 100 juta 350 juta
8 3Th 15Th 150 juta 750 juta
9 1Th 5Th 50 juta 250 juta
10 2Th 7Th 100 juta 350 juta
11 1Th 5Th 50 juta 250 juta
12 4Th 20Th 200 juta 1 miliar
13 - 3Th - 150 juta
21 3Th 12Th 150 juta 600 juta
22 3Th 12Th 150 juta 600 juta
23 1Th 6Th 150 juta 300 juta
24 - 3Th - 150 juta

b. Pidana Tambahan menurut UU No. 31 tahun 1999


1. Perampasan barang bergerak berwujud atau tidak berwujud;
2.  Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi tersebut;
3.  Penutupan seluruh atau sebagaian perusahaan untuk paling lama 1 tahun;
4. Pencabutan seluruh atau sebagaian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana;
Sedangkan, menurut Pasal 10 huruf b KUHP mengenai Pidana tambahan terdiri dari pencabutan
hak-hak tertentu ( Pasal 35 KUHP ).

c. Perampasan barang pihak ke tiga


Dalam perkara TPK, perampasan barang pihak ke tiga atau yang bukan milik atau kepunyaan
terdakwa dapat dijatuhkan. Untuk itu hak – hak pihak ketiga yang beritikad baik tidak
11

dirugikan, akan tetapi ( Pasal 19 ayat (1) ) apabila merugikan hak-hak pihak ketiga yang
beritikad baik, maka putusan pengadilan mengenai perampasn barang-barang yang bukan
kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan.

2.5 Peraturan Perundang-undangan di Bidang Tindak Pidana Korupsi

Berikut ini adalah naskah Peraturan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP), Instruksi
Presiden (Inpres), yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi. TAP MPR No. XI Tahun 1998
tentang penyelenggaraan Negara yang bebas KKN Undang-Undang :
1. UU nomor 20 tahun 2001 Pemberantasan Tidak pidana Korupsi
2. UU 30/2002 Komisi Anti Korupsi
3. UU 31/1999 Pemberantasan Korupsi. Telah diperbaharui menjadi UU No 20 Tahun 2001
4. UU 11/1980 tentang Antisuap
5. UU 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang. UU ini telah dirubah menjadi UU No
25 tahun 2003
6. UU 25/2003 tentang perubahan UU No 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang
7. UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih Bebas dari KKN
8. UU No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti
Korupsi, 2003
9. UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana
10.UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (termasuk versi bahasa
Inggrisnya)2[3].
11. UU No. 8 Tahun 1981, tentang kitab Undang-Undang Hukum acara pidana
12. PP No. 71 Tahun 2000, tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
13, PP No.46 Tahun 2009, tentang pengadilan tindak pidana korupsi

2
12

Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi


yaitu: UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Beberapa Daftar Peraturan Perundang-undangan di Bidang Tindak Pidana Korupsi

NO
. NOMOR PERATURAN JUDUL PERATURAN
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 11
1 Tindak Pidana Suap
Tahun 1980
Undang-Undang Nomor 6 Ketentuan Umum dan
2
Tahun 1983 Tata Cara Perpajakan
Perubahan UU 6-1983
Undang-Undang Nomor 9 Tentang Ketentuan
3
Tahun 1994 Umum Dan Tata Cara
Perpajakan
Penyelenggaraan
Undang-Undang Nomor 28 Negara Yang Bersih dan
4
Tahun 1999 Bebas Dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme
Undang-Undang 31 Tahun Pemberantasan Tindak
5
1999 Pidana Korupsi
Perubahan Kedua UU 6-
Undang-Undang Nomor 16 1983 Tentang Ketentuan
6
Tahun 2000 Umum Dan Tata Cara
Perpajakan
7 Undang-Undang Nomor 20 Perubahan Atas
Undang-undang No. 31
Tahun 1999 Tentang
13

Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 2 Kepolisian Negara
8
Tahun 2002 Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 30 Komisi Pemberantasan
9
Tahun 2002 Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 24
10 Mahkamah Konstitusi
Tahun 2003
Undang-Undang Nomor 16 Kejaksaan Republik
11
Tahun 2004 Indonesia
Undang-Undang Nomor 1 Bantuan Timbal Balik
12
Tahun 2006 Dalam Masalah Pidana
Undang-Undang Nomor 7 Pengesahan United
Tahun 2006 Nations Convention
Against Corruption,
13
2003 (Konvensi PBB
 
Menentang Korupsi,
2003)
Undang-Undang Nomor 15 Badan Pemeriksa
14
Tahun 2006 Keuangan
Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor
Undang-Undang Nomor 28
15 6 Tahun 1983 Tentang
Tahun 2007
Ketentuan Umum dan
Tata cara Perpajakan
Undang-Undang Nomor 14 Keterbukaan Informasi
16
Tahun 2008 Publik
17 Undang-Undang Nomor 5 Pengesahan United
Tahun 2009 Nations Convention
Against Transnational
Organized Crime
(Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak
14

Pidana Transnasional
Yang Terorganisasi)
Undang-Undang Nomor 25
18 Pelayanan Publik
Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 46 Pengadilan Tindak
19
Tahun 2009 Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 48
20 Kekuasaan Kehakiman
Tahun 2009
Pencabutan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 UU No. 4 Tahun 2009
Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
21
UU No. 30 Tahun 2002
tentang Komisi
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 8 Pencegahan dan
22 Pemberantasan Tindak
Tahun 2010
Pidana Pencucian Uang
Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Undang-Undang Nomor
22
Tahun 2011 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah Tim Gabungan
1 Pemberantasan Tindak
Nomor 19 Tahun 2000
Pidana Korupsi
Peraturan Tata Cara Pelaksanaan
PemerintahNomor 71 Peran Serta Masyarakat
Tahun 2000 dan Pemberian
2 Penghargaan Dalam
Pencegahan dan
 
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
15

Peraturan Pemerintah Tata Cara Perlindungan


Nomor 57 Tahun 2003 Khusus Bagi Pelapor
3
dan Saksi Tindak Pidana
Nomor 57 Tahun 2003
Pencucian Uang
Peraturan Pemerintah Sistem Manajemen
Sumber Daya Manusia
4
Nomor 63 Tahun 2005 Komisi Pemberantasan
Korupsi
Pelaporan Keuangan
Peraturan Pemerintah
5 Dan Kinerja Instansi
Nomor 8 Tahun 2006
Pemerintah
Peraturan Pemerintah Hak Keuangan
Nomor 29 Tahun 2006 Kedudukan Protokol
Dan Perlindungan
6
Keamanan Pimpinan
 
Komisi Pemberantasan
Korupsi
Peraturan Pemerintah Sistem Pengendalian
7
Nomor 60 Tahun 2008 Intern Pemerintah
Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2009
Nomor 29 Tahun 2006
tentang Hak Keuangan,
8 Kedudukan Protokol,

  Dan Perlindungan
Keamanan Pimpinan
Komisi Pemberantasan
Korupsi

PERATURAN PRESIDEN
Uang Kehormatan Bagi
Peraturan Presiden Nomor
1 Hakim Pada Pengadilan
49 Tahun 2005
Tindak Pidana Korupsi
2 Peraturan Presiden Nomor Honorarium Bagi Ketua,
16

Wakil Ketua, Anggota,


dan Sekretaris Tim
80 Tahun 2006 Koordinasi
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Peraturan Presiden Nomor Pengadaan Barang/Jasa
3
54 Tahun 2010 Pemerintah
Grand Design
Peraturan Presiden Nomor
4 Reformasi Birokrasi
81 Tahun 2010
2010-2025
Perubahan Atas
Peraturan Presiden
Nomor 49 Tahun 2005
Peraturan Presiden Nomor
5 Tentang Uang
86 Tahun 2010
Kehormatan Bagi
Hakim Pada Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
KEPUTUSAN PRESIDEN
Keputusan Presiden Nomor Komite Koordinasi
1 Tahun 2004 Nasional Pencegahan
1 dan Pemberantasan
  Tindak Pidana
Pencucian Uang
Pengalihan Organisasi,
Keputusan Presiden Nomor Administrasi, dan
45 Tahun 2004 Finansial Sekretariat
Jenderal Komisi
2 Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara
 
ke Komisi
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
3 Keputusan Presiden Nomor
Pembentukan
17

59 Tahun 2004 Pengadilan Tindak


Pidana Korupsi Pada
  Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat
Pengakhiran Tugas dan
Keputusan Presiden Nomor
Pembubaran Tim
10 Tahun 2007
4 Koordinasi

  Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
INSTRUKSI PRESIDEN
Intruksi Presiden Nomor 30 Pemberantasan Korupsi,
1
Tahun 1998 Kolusi dan Nepotisme
Inpres 2/2004 Dukungan
Kelancaran Pelaksanaan
Proses Hukum Oleh
Komisi Pemberantasan
2 Intruksi Presiden Tindak Pidana Korupsi
Dan Penyelenggaraan
Pemerintahan Di
Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam
Intruksi Presiden Nomor 5
3 Percepatan
Tahun 2004
  Pemberantasan Korupsi
Intruksi Presiden Nomor 9 Rencana Aksi
Tahun 2011 Pencegahan dan
4
Pemberantasan Korupsi
 
Tahun 2011
PERATURAN MENTERI
1 Peraturan Menteri Hukum Pedoman Penetapan
dan HAM RI Nomor Wilayah Bebas Korupsi
M.HH-01.PW.02.03 (WBK) Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik
18

Indonesia
Permen PAN dan Pedoman Penilaian
2 Reformasi Birokrasi Nomor Kinerja Unit Pelayanan
7 Tahun 2010 Publik
Permen PAN dan reformasi
3 Birokrasi Nomor 20 Tahun Road Map Reformasi
2010 2010-2014
Pedoman Penyusunan
Permen PAN dan Penetapan Kinerja dan
4 Reformasi Birokrasi Nomor Pelaporan Akuntabilitas
29 Tahun 2010 Kinerja Instansi
Pemerintah

2.6 Tindak Pidana Korupsi Sebagai Tindak Pidana Khusus


Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, dari aspek norma,
jelas mengatur hal-hal yang belum diatur dalam KUHP. Dikatakan khusus, karena dalam UU
No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi terdapat asas atau hal – hal yang menyimpang dari ketentuan umum
dalam Buku I KUHP.
Contohnya perbedaan pada KUHP sebagai sumber hukum materiil pada tindak pidana
umum dengan UU tindak pidana korupsi pada tindak pidana khusus:
No Perbedaan KUHP UU Tindak pidana korupsi
1 Penyadapan Tidak dibolehkan Dibolehkan dilakukan
penyadapan
2 Aparat Polisi sebagai penyidik Penyidik dan penyelidik
penegak dan penyelidik selain polisi juga bisa jaksa
hukum penuntut umum dan penyidik
KPK
3 Sistem Bersifat konvensional Secara ad hoc
peradilannya
19

4 Hukuman -             Pidana Mati -          Pidana mati;


Pokok -             Pidana penjara -          Pidana penjara
-             Kurungan; dan -          Hukuman denda
-             Denda.

5 Hukuman Percobaan, pembantuan Percobaan, pembantuan


Percobaan, tindak pidana tindak pidana korupsi
pembantuan hukumannya dikurangi 1/3 dipidana sama dengan pelaku
dari ancaman hukuman.
6. Ancaman Ancaman pidana Adanya pidana minimum dan
pidana maksimum maksimum

7 Subjek Orang perorangan Orang dan Korporasi ( Badan


Hukum hukum / bukan badan
hukum ).

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). Dan korupsi akan berdampak pada
masarakat luas serta akan merugikan masyarakat umum dan negara.di indonesiakorupsi
identik dengan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang
berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang
terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai
prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-
delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu
rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut
kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana
korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi
selalu bebas dari hukuman ataupun mendapat hukuman yang tidak sesuai dengan
20

pelanggaranya contoh saja Angelina Sondakh seperti yang sudah dijelaskan diatas . Itulah
sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat
dipastikan gagal.

3.2 Saran
Berdasarkan realita yang ada begitu banyak kasus Korupsi yang ada di Indonesia bahkan
menurut beberapa orang kasus Korupsi sudah menjadi Budaya bangsa Indonesia untuk itu
kami himbau kepada teman-teman untuk lebih mempelajari hal-hal yang terkait dengan
Korupsi dan menambah pengetahuan korupsi dengan peraturan perudang-undangan korupsi.
21

DAFTAR PUSTAKA

Hartati, Evi. Tindak Pidana Korupsi ( edisi kedua ). 2007. Jakarta : Sinar Grafika.

Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami Untuk Membasmi ( Buku Saku Untuk Memahamu
Tindak Pidana Korupsi ). 2006. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Prinst, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2002. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.

Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi ( Ditinjau dari Hukum Pidana ). 2002. Jakarta : Pusat
Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti.

https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/undang-undang-terkait (diakses pada tanggal 29 september


2019)
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/harmonisasi-peraturan-lainnya/65-rekapitulasi-peraturan-
perundang-undangan/1492-puu-anti-korupsi.html ( diakses pada tanggal 28 September 2019)

Anda mungkin juga menyukai