≈ Leave a comment
Perencanaan pembangunan yang tepat membutuhkan instrumen yang tepat dan memadai
untuk mengolah input yang diperoleh. Salah satu pola yang digunakan oleh pemerintah untuk
merencanakan kebijakan pembangunan dengan menggunakan model-model ekonomi
pembangunan, salah satunya model input dan output. Selain pada skala nasional, model input
dan output ini juga digunakan di tingkat propinsi maupun kabupaten. Hasil yang diperoleh
dari model ini kemudian menjadi landasan dalam penentuan skala prioritas pembangunan.
Mengapa model ini dipilih? Karena dianggap dapat memberikan dasar bagi analisis yang
rinci dari hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian.
Model yang pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Wassily W. Leontif tahun 1930 ini
dipakai BPS dan masih bertahan hingga sekarang. BPS (2008) mendefenisikan Tabel Input
Output sebagai suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang
terjadi antar sektor ekonomi serta saling keterkaitan antara sektor yang satu dengan sektor
yang lainnya dalam suatu wilayah pada suatu periode tertentu, disajikan berupa matriks.
Isian sepanjang baris Tabel Input Output menunjukkan bagaimana output suatu sektor
dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, dan pada baris nilai
tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral.
Prinsip dasar analisis input-output ini dengan mendisagregasi semua aliran pengeluaran
antara berbagai aktivitas ekonomi (sektor ekonomi), antar konsumen dan aktivitas ekonomi,
antar aktivitas ekonomi dan penyediaan input dalam perekonomian (BPS, 2008; Nazara,
2011).
Gambar 1.
Menurut BPS (1999) dalam Boedijanto (2003), pada suatu analisis I-O yang bersifat terbuka
dan statis, transaksi yang digunakan dalam penyusunan I-O Table harus memenuhi tiga
asumsi dasar, yaitu:
IO Analisis dapat dikategorikan sebagai analisis tradisional. Analisis tradisional berfokus
kepada pemisahan potongan-potongan individual dari sesuatu yang dipelajari/dikaji; kata
analisis itu sendiri berakar dari pengertian “memecahkan sesuatu berdasarkan bagian-bagian
yang membentuknya” (Aronson, tt).
Dalam pelaksanaannya, banyak pihak melihat bahwa penggunaan Input Output Analisis ini
tidak memadai karena ternyata informasi yang disajikan, berupa program atau komoditi
strategis tertentu, ternyata belum berhasil menggerakkan pembangunan. Penyebabnya terkait
asumsi yang dipakai, hubungan antara input dengan output digambarkan sebagai fungsi
linear. Padahal kondisi di lapangan terkait kepada tingkah laku manusia dan faktor-faktor lain
yang sifatnya bisa jadi non linear dan tidak sesederhana itu.
Gambar 2.
Hubungan penyemprotan pestisida dengan penurunan populasi serangga
Pada gambar di atas, penggunaan pestisida dapat menurunkan populasi serangga yang
menyerang tanaman di suatu daerah. Hal ini efektif untuk jangka pendek. Namun pada jangka
panjang, keadaan akan berubah dan tidak sesuai dengan diharapkan, seperti tergambar berikut
ini:
Gambar 3.
1. Koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode
analisis atau proyeksi, sehingga teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi
dalam proses produksinya juga dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan
harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga input.
2. Analisis input output tidak mampu menjelaskan masalah distribusi pendapatan dalam
suatu perekonomian karena dalam model itu tidak terdapat elemen yang dapat
mencerminkan distribusi pendapatan.
3. Tidak mampu menjawab bagaimana mencapai tujuan yang ditetapkan dengan cara
yang paling memungkinkan bila dihadapkan pada sumber daya tertentu. Analisis
input output hanya bisa menjawab pertanyaan tentang apakah suatu daerah memiliki
sumberdaya yang mencukupi untuk mencapai target yang hendak dicapai.
Adanya asumsi bahwa koefisien teknis dan input konstan juga merupakan penyebab
mengapa IO analisis seringkali gagal menghasilkan suatu analisis yang mencerminkan
keadaan di lapangan. Meletakkan asumsi “statis” kepada sesuatu yang bersifat dinamis dapat
melemahkan analisis yang dihasilkan. Berlawanan dengan IO Analisis yang bersifat statis,
System Thinking berfokus pada bagaimana sesuatu yang dikaji berinteraksi dengan bagian-
bagian lain di dalam system – serangkaian elemen yang berinteraksi untuk menghasilkan
suatu tingkah laku. Itu artinya, sistem bekerja bukannya dengan mengisolasi bagian-bagian
kecil yang dipelajari tapi dengan memperluas pandangannya ke interaksi yang lebih besar
sehingga kesimpulan yang diperoleh jauh lebih meyakinkan dan jelas. (Aronson, tt).
Jay Forrester, seorang pakar yang menciptakan konsep System Dynamics (Lane dan Sterman,
2011) menekankan bahwa pada suatu kondisi yang dinamis, terdapat 4 hal penting yaitu:
1. Interaksi antara struktur fisik, aliran informasi dan proses keputusan menciptakan
suatu rantai jaringan umpan balik yang menghasilkan kedinamisan suatu sistem.
2. Non linearity atau ketidaklinearan memegang peranan sentral dalam kedinamisan
suatu sistem yang kompleks. Ia menegaskan bahwa sistem sosial dan ekonomi pada
dasarnya adalah suatu yang non linear sehingga tidak tepat jika didekati dengan cara
linear.
3. Simulasi sangat diperlukan untuk mengeksplorasi suatu sistem.
4. Sistem dinamik merupakan alat yang kuat untuk membangun pengetahuan sains dan
alat yang praktis untuk meningkatkan kualitas sebuah organisasi. Ia menekankan
bahwa seorang manager berfungsi sebagai seorang kapten sekaligus desainer sebuah
kapal.
Hal lain yang dipandang lemah menurut Nasution dkk (2000), IO analisis seringkali tidak
tepat menghasilkan suatu sektor yang semula dianalisis memiliki keterkaitan yang luas dan
berpotensi menumbuhkan dampak ganda bagi berbagai indikator pembangunan (dianalisis
sebagai sektor yang strategis) namun di lapangan ternyata dampaknya tidak begitu luas. Hal
ini disebabkan oleh adanya fenomena keterkaitan yang asimetrik dan karakteristik sektor
yang bersifat price taker.
Nasution juga menambahkan, pemanfaatan quadran IV pada IO Table yang masih sangat
sedikit, hal ini menyebabkan pemahaman tentang keterkaitan yang bersifat kelembagaan
menjadi sangat kurang. Jika ini dimaksimalkan akan dapat menghasilkan analisis yang lebih
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2008. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input Output . Jakarta: PT.
Tionarayana Marbuejaya
Boedijanto, A. 2003. Dampak Kebijakan Anggaran Belanja Pembangunan Sektoral APBD di
Provinsi Jawa Tengah Terhadap Output dan Kesempatan Kerja Sektoral (Pendekatan Model
Analisis Input Output); Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Lane, DC. dan Sterman, JD. 2011. Profiles in Operations Research: Jay Wright Forrester.
New York: Springer
Advertisements
Related
Post navigation
← Previous post Next post →
Leave a Reply
Search…
Search: