Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Dosen Pengampu : Sagiman M. Kom

Disusun Oleh kelompok 1 :

1. Erwin syaputra ( 20531054)

2. Esa tiansi prasasna ( 20531055)

3. Eviliani ( 20531056)

4. Jamaludin ( 20531077)

5. Jarniati ( 20531078)

6. Jelly palensia ( 20531079)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN) CURUP


FAKULTAS TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021\2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik
jiwa dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai
teladan dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya,
sahabat- sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari
berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat dan rhido-Nya,
sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan manfaat untuk umat dalam
keseharian kita, Aamiin.

Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Teori Belajar Behaviorisme” ini,


tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak
terima kasih kepada :

Sagiman, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan
makalah dimasa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa membalas amal baik yang
telah Bapak/Ibu/Saudara berikan, dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak yang telah membaca makalah ini.

Curup,30 oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. Latar Belakang ......................................................................................................1

B. Rumusan masalah .................................................................................................2

C. Tujuan masalah .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3

A. Teori belajar yang berpijak pada pandangan behavioristik ..................................3

B. Belajar menurut teori behavioristik ......................................................................4

C. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran .................................................5

D. Kelebihan serta kekurangan teori behavioristik ...................................................6

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................7

A. Kesimpulan ...........................................................................................................7

B. Saran .....................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Belajar dan pembelajaran merupakan topik yang tetap menarik ketika mengkaji ilmu-ilmu
perilaku. Bagaiman sebenernya proses belajar itu dapat berlangsung dan bagaimana
pembelajaran seharusnya dilakukan, ini merupakan hal yang menarik bagi pendidik, guru,
orang tua, konselor, dan orang-orang yang bergerak dalam pengelolaan perilaku. Jika belajar
merupakan suatu kegiatan yang bersifat rumit dan kompleks, maka pembelajaran menjadi
lebih kompleks dan rumit karena tujuan pembelajaran adalah untuk memacu (merangsang)
dan memicu (menumbuhkan) terjadi kegiatan belajar. Dengan demikian, hasil belajar
merupakan tujuan dan pembelajaran dari sarana untuk mencapai tujuan tersebut.

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,
dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar
memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan
individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi
suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.

Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi
dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang
kejadian- kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang
didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih
variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz
tentang kejadian- kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang
dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.

Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Teori belajar selalu bertolak dari sudut
pandang psikologi belajar. Untuk itu dalam pemahasan ini penyusun akan mengulas
mengenai teori belajar yang berhubungan dengan psikologi yang berpijak pada pandaangan
behaviorisme dan aplikasinya dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behaviorisme?

2. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behaviorisme?

3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behaviorisme?

4. Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?

C. Tujuan

1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik

2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik

3. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik

4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik dalam sistem


pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Yang Berpijak Pada Pandangan Behaviorisme


Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar. Dalam teori psikologi belajar,
terdapat tiga aliran besar yaitu: psikologi behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi
humanistik. Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu
(apaun yang dilakukan, verbal dan non verbal, yang dapat diobservasi secara langsung) dengan
menggunakan metode pelatihan, pembiasan, dan pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa
perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman-pengalaman yang terobservasi, bukan oleh proses
mental. Jadi, peristiwa belajar berarti untuk melatih refleks- refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Ciri teori ini mengutamakan unsur-unsur dan
bagian kecil, yang bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentinganya latihan, mementingkan mekanisme
hasil belajar, mementingkan peranan kemampan dan hasil belajar yang diperoleh adalah berupa
prilaku yang dapat dimati (observable). Santrock (2008) memandag individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman, dan latihan akan membentuk
perilaku mereka. Tokoh penting dalam teori belajar behaviorisme secara teoretik antara lain:
Pavlov, Skinner, E.L. Thorndike, dan E.R Guthrie.

a. Teori behaviorisme menurut Thorndike

Teori belajar Thorndike dikenal dengan istilah Koneksionisme (connectionism), merupaakan


rumpun yang paling awal dari teori beavioristik, Teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar
terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan anatara kesan indra (stimulus)
dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (respons) yang disebut dengan connecting.
Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus- respons. Siapa
yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil
dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-
ulangan.Thorndike (1874-1949), dengan eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku
bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar
Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi- koneksi atara stimulus
dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon
yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,
perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar,
yaitu:
Hukum Kesiapan (Law of readiness), kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu stimulus yang
dihadapi sehingga reaksi tersebut menjadi memuaskan.

Jika individu siap melakukan tindakan, maka melakukan tindakan itu akan menimbulkan
kepuasan. Contoh : Peserta didik yang merasa sangat siap menghadapi ujian denga belajar keras,
maka mengikuti ujia merupakan suatu tindakan yang menyenangkan karena dapat mengerjakan
dengan benar Jika individu siap melakukan tindakan, maka tidak melakukan tindakan akan
menimbulkan kekesalan. Jika individu tidak siap melakukan tindakan, maka melakuka tindakan
akan menimbulkan kekesalan. Jadi dalam melakukan suatu perbuatan (belajar) akan dicapai hasil
yang memuaskan apabila individu siap menerima dan melakukan sesuatau dengan tidak ada
hambatan.

Hukum Latihan (Law of exercise), Prinsip dalam hukum latidan ini adalah tingkat frekuensi
untuk mempraktikan (seringnya menggunakan hubungan stimulus-respons), sehingga hubungan
tersebut seakin kuat. Hukum ini mengenai istilah law of use dan law of desuse. makin sering
hubunga stimulus dan respon dilakukan maka akan makin kuat koneksinya (law of use).jika
hubungan antara stimulus dan respons dihentikan untuk periode tertentu, maka koneksinya akan
melemah (law of dis-use).

Hukum Akibat (Law of effect), suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu
keadaan yang menyenangkan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diulangi, diingat, dan dipeljari
dengan sebaik-baiknya. Suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan tidak
menyenangkan (tidak cocok dengan tuntutan situasi) akan dihilangkan atau dilupakan. tingkah
laku ini terjadi secara otomatis.

b. Teori Behaviorisme menurut Skinner

B.F. Skinner terkenal dengan teori Pengkondisian operan (operant conditioning), yaitu suatu
bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai kemungkinan
terjadinya perilaku tersebut. Penggunakaan frekuensi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengondisian operan
( Slavin, 1996). Prinsip teori skinner ini adalah hukum akibat, penguatan, dan konsekuens

1.Penguatan (reinforcement),

Penguatan adalah suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya suatu perilaku.
Menurut skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan penguatan
(reirforcement). Ada dua jenis penguatan, yaitu: penguatan positif dan penguatan negative
(Santrock 2008).
Penguatan positif (positive reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respons akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi,
perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan.
Penguatan negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu
respons akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang
ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti stimulus yang
tidak menyenangkan.
2.Hukuman (Punishment),

Respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan
membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan
bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan
proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal
banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau
shaping.Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat
negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan
malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya
adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar
memperkuat respons.
c. Teori Behaviorisme menurut Pavlov

Ivan Pavlov terkenal dengan teori kondisionig klasik (classical conditioning), yaitu sejenis
pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan atau mengasosiasikan
stimulus dengan respon. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu
dipahami bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah
stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun. Dan stimulus terkondisi
(conditioned stimulus-CS), Yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya
mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak
terkondisi.

Dua respons tersebut adalah respons yang tidak terkondisi (unconditioned respons- UCR),
yaitu sebuah respons yang tidak dipelajari secara otomatis disebabkan oleh stimulus yang tidak
terkondisi. Dan respon terkondisi (conditioned respon-CR), yaitu sebuah respons yan dipelajari
terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi setelah stimulus tidak terkondisi dipasangkan
dengan stimulus terkondisi.

Faktor lain yang juga penting dalam teori belajar pengondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi, diskriminasi, dan pelemahan (Santrock, 2008)

Generalisasi. Melibatkan kecendrungan dari stimulus baru yang serupa dengan stimulus
terkondisi asli untuk menghasilkan respons serupa. Contoh : seorang peserta didik merasa gugup
ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran fisika. Ketika mempersiapakan ujian
statistika peserta didik tersebut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran tersebut sama-sama
berupa hitungan. Jadi, kegugupan peserta didik tersebut karena hasil generalisasi dari melakukan
ujian mata pelajaran satu dengan yang lainya mirip.

- Diskriminasi. Organisme merespons stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya.
Contoh : dalam melaksanakan ujian dikelas yang berbeda, peserta didik tidak merasa sama
gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan
subjek yang berbeda.

- Pelemahan(extinction). Proses melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara


menghilangkan stimulus tak terkondisi. Contoh : kritikan guru yang terus-menerus pada hasil
ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta
didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.

Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan


sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru
untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
d. Teori behaviorisme menurut E.R. Guthrie

Menurut Guthrie, tingkah laku manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian
tingkah laku yang terdiri atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respns-respons dari
stimulus sebelumnya dan kemudian unit respons tersebut menjadi stimulus yang kemudian akan
menimbulkan respons bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikian seterusnya sehingga
merupakan deretan tingkah laku yang terus-menerus. Jadi, proses terbentuknya rangkaian tingkah
laku tersebut terjadi dengan kondisioning melalui proses asosiasi antara unit tingkah laku yang
satu dengan unit tingkah laku lainnya menjadi semakin kuat. Prinsip belajar pembentukan tingkah
laku ini disebut “law of Association”.

Menurut Guthrie, untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak baik harus dilihat dari
rentetan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau mengganti
unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang seharusnya Selain dengan cara diatas,
Guthrie menyarankan tiga metode untuk mengubah tingkah laku yaitu:

1. Metode respons bertentangan (Incompatible Respons Method). Cara mengubah tingkah


laku dengan jalan memberikan stimulus yang dapat menimbulkan reaksi yang berlawanan
drngan reaksi yang akan dihilangkan.

2. Metode membosankkan (Exhaustion Method). Contoh, anak kecil suka menghisap rokok.
Mereka disuruh merokok terus sampai bosan dan setelah bosan, mereka akan berhenti
merokok dengan sendirinya.
3. Metode mengubah lingkungan (Change of Enviromental Method). Contoh, anak bosan
belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan
memungkinkan mereka senang belajar.

C. Belajar Menurut Teori Behavioristik


Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung
penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih belum bisa
mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena ia belum
menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar. Dalam teori Behavioristik, yang
terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa stimulus serta output yang berupa respon.
Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidaklah penting karena tidak dapat
diamati dan diukur.
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik diberi
tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat belajarnya (positive
reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan meningkatkan aktifitas belajarnya
(negative reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan
(ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.

D. Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran

Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran, perlu dipahami terlebih dulu
mengenai prinsip belajar menurut teori behaviorisme (Mukminan, 1997). Prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah
laku. Seseorang dikatakan belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukan
perubahan tingkah laku tertentu.

2. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi karena
hubungan stimulus dan respons., sedangkan proses yang terjadi antara stimulus dan
respons, yang tidak dapat diamati itu tidak penting.

3. Perlunya Reinforcement untuk memunculkan perilaku yang diharapkan. Respons akan


semakin kuat jika reinforcement (baik positif maupn negative) ditambah.

Penekanan proses belajar menurut teori behaviorisme ini adalah hubungan stimulus dan respons.
Dengan demikian, agar pembelajaran di kelas menjadi efektif, hendaknya gguru perlu
memerhatikan hal-hal berikut:

1. Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik
agar dapat memberikan respons yang diharapkan.

2. Guru hendaknya menentukan jenis respons yang harus dimunculkan oleh peserta didik.

3. Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan
muncul dari peserta didik.

4. Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara langsung, sehingga si belajar
dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum

Metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran antara lain: ceramah, demonstrasi,
dimana aktivitas ada pada guru sedangkan peserta didik pasif menerima sesuai yang diberikan gu
Meningkatkan perilaku yang diinginkan Enam strategi pengondisian operan dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku yang diinginkan, yaitu

a. Memilih penguat yang efektif

Guru harus mampu menemukan penguat mana yang berhasil paling baik untuk setiap peserta
didiknya, yaitu membedakan setiap individu dalam menggunakan penguat tertentu.

b. Membuat penguat menjadi bergantung pada tepat waktu

Agar penguat efektif, guru harus memberikan penguat secara tepat waktu dan segera mungkin
setelah anak menampilkan perhilaku tertentu yang diharapkan.

c. Pilih jadwal terbaik untuk penguatan

Guru harus memilih jadwal penguatan terbaik sesuai dengan tuntutan perilaku peserta didik
yang diharapkan guru.

d. Pertimbangkan untuk membuat kontrak

Analisis perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak kelas seharusnya merupakan hasil
masukan dari guru maupun peserta didik. Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan
ketergantungan penguatan secara tertulis.

e. Gunakan penguatan negative secara efektif

Penguatan negative, meningkatkan frekuensi respons dengan menghilangkan stimulus yang


tidak disukai. Contoh: stimulus guru yang sering mengkritik jawaban serta pertanyaan peserta
didik harus dihilangkan agar frekuensi bertanya dan frekuensi menjawab semakin meningkat.

f. Gunakan arahan dan pembentukan

Arahan merupakan stimulus ditambahkan sebelum terjadinya kemungkinan peningkatan


respons yang diinginkan. Jika arahan belum mampu membuat peserta didik menampilkan perilaku
yang diharapakan, guru perlu membantu dengan pembentukan.

2. Mengurangi perilaku yang tidak diinginkan

Ada beberapa langkah yang dapat digunakan guru untuk mengurangi perilaku peserta didik
yang tidak diinginkan (Alberto & Troutman dalam Santrock, 2008) :
a. Gunakan penguatan Diferensial

dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang
dilakukan anak tersebut. Contoh: guru dapat memperkuat peserta didik untuk melakukan aktivitas
pembelajaran dengan memanfaatkan computer dari pada computer hanya dipakai untuk
memainkan game.

b. Gunakan penguatan Diferensial

Tanpa disengaja guru memberikan penguatan positif yang justru membuat perilaku peserta
didik yang tidak diharapkan semakin terpelihara. Dengan demikian, guru harus segera
menghentikan penguatan positif tersebut agar perilaku yag tidak

diharapkan menurun atau hilang dan guru memberikan peguatan positif lagi setelah perilaku yang
diharapkan muncul.

c. Hilangkan stimulus yang diinginkan

Jika memberikan penguatan tetap tidak berhasil meingkatkan respons diharapkan,


penghilangan stimulus yang diinginkan harus dilakukan oleh guru, dengan cara time- out dan
respons-cost. Time out adalah penghentian penguatan positif terhadap seseorang untuk sementara,
yaitu hamper sama dengan penghentian penguatan, yang berbeda adalah waktu penghilangan
penguatan positif lebih lama sampai terbentuk lagi perilaku yang diinginkan.

d. Biaya respons (Respons cost)

Adalah menjauhkan atau mengambil penguatan-penguatan positif dari seseorang, seperti


peserta didik kehilangan hak istimewa tertentu. Biasanya biaya respons melibatkan sejumlah
sanksi atau denda.

e. Hadirkan stimulus yang tidak disukai (Hukuman)

Jenis stimulus yang tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah teguran verbal serta
disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif digunakan ketika guru
berada dekat dengan peserta didik.

E. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik

a. Kelebihan Teori Behavioristik

· Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar. Guru tidak
membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid
menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
· Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak
Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat
dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang
tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-
bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan
suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.

· Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.

· Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.

Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

b. Kekurangan Teori Behavioristik

Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.Tidak setiap
pelajaran dapat menggunakan teori ini.

· Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar
dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.

· Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

· Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan oleh guru.

· Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.

Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif,
dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.

Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori behavioristik
merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai akibat
dari interaksi antara stimulus dan respon.

Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian, penguatan, dan
Operant conditioning.

Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila
ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.

B. SARAN

Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
efektif, lalu menerapkan metode dan teori yang tepat, sehingga proses belajar mengajar berjalan
dengan baik. Oleh karena itu sebagai calon pendidik (guru) hendaknya kita mempelajari teori-teori
pembelajaran yang ada, agar kita mampu menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang
tepa
DAFTAR PUSTAKA

Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala,
Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar
Raya.

Karwono. Mularsih, Heni. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Purwanto,
Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP.

Anda mungkin juga menyukai