Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Proyek


Seiring meningkatnya perkembangan suatu daerah dan untuk
meningkatkan taraf hidup serta memajukan perekonomian, diperlukan
sarana dan prasarana perhubungan yang fungsinya sangat penting atau
vital, baik itu perhubungan darat maupun perhubungan laut.
Dalam hal ini sarana perhubungan terutama pembangunan dermaga
adalah sangat penting untuk menunjang perkembangan di sektor-sektor
lainnya. Dermaga merupakan salah satu perhubungan laut yang
keberadaanya sangat diperlukan menunjang kelancaran transportasi yang
digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan
bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Di dermaga juga
dilakukan kegiatan untuk mengisi bahan bakar untuk kapal, air minum, air
bersih, saluran untuk air kotor/limbah yang akan diproses lebih lanjut di
pelabuhan.
Pelabuhan Tanjung Perak, pelabuhan terbesar kedua di Indonesia
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi terutama daerah industri dan komoditas-komoditas non migas di
Jawa Timur. Pelabuhan Tanjung Perak juga menjadi pusat distribusi
diseluruh wilayah Indonesia bagian Timur. Hal itulah yang menjadikan
pengguna jasa pelabuhan di Surabaya memerlukan pelayanan yang lebih
efektif dan efisien dari penyedia jasa kepelabuhanan sehingga barang-
barang dapat didistribusikan dengan cepat dan aman serta biaya yang
memadai.
Pelabuhan Tnajung Perak Tahun 2012 handing peti kemas telah
mencapai 2,8 juta Teus dan kunjungan kapal sebanyak 15.064 unit kapal,
diprediksi pada tahun 2015 akan mencapai 4 juta Teus serta peningkatan
bongkar muat General Cargo, Curah Kering dan Curah Cair, dan fasilitas

1
saat itu tidak akan mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa
pelabuhan di Tanjung Perak.
Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong (TMTL)
milik PT. Pelindo III (Persero) yang berada di perbatasan Surabaya-
Gresik, Berdiri di lahan reklamasi seluas 50 hektar termasuk dalam
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) khususnya pada koridor Jawa. Dengan pembangunan dan
pengoperasian Terminal Multi Purpose Teluk Lamong, diharapkan dapat
mengurangi waktu tunggu kapal di Pelabuhan Tajung Perak selaku pintu
gerbang perekonomian Jawa Timur dan Kawasan Timur Indonesia.

1.2. Tujuan Proyek


1.2.1. Umum
Secara umum tujuan dari proyek Pembangunan Pembangunan
Terminal Multipurpose Teluk Lamong – Surabaya adalah untuk
mengurangi waktu tunggu kapal di Pelabuhan Tajung Perak.

1.2.2. Khusus
Secara khusus tujuan pelaksanaan proyek ini antara lain :
1. Sebagai implementasi pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak yang
dilengkapi peralatan bongkar muat yang memadai dengan teknologi
modern.
2. Usaha mendukung penyebaran arus barang dari dan ke wilayah
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan untuk mengatisipasi
meningkatnya angkutan peti kemas dan curah sebagai akibat pasar
global di Pelabuhan Tanjung Perak.
3. Untuk menghindari terjadinya stagnasi di Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya sehingga tidak membawa dampak negatif terhadap citra
Pelabuhan Indonesia di mata dunia.

2
1.3. Tujuan Magang Kerja
Adapun tujuan dari pelaksanaan magang kerja pada program studi
Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang adalah untuk:
1. Meningkatkan keahlian bagi mahasiswa dibidang Proyek Konstruksi
dalam dunia kerja yang dituntut untuk memiliki kompetensi dan
didukung dengan sertifikasi untuk memasuki persaingan dunia tenaga
kerja.
2. Menambah pengalaman dan pengetahuan dengan melihat secara
langsung pelaksanaan kerja di lapangan beserta permasalahannya bagi
mahasiswa dalam dunia Konstruksi. Hal ini sangat bermanfaat bagi
mahasiswa, karena dapat membandingkan antara pengetahuan teoritis
yang didapat di perkuliahan dengan kenyataan di lapangan, sehingga
ilmu akan bertambah yang berguna di kemudian hari.
3. Melatih dan meningkatkan kreatifitas mahasiswa dalam rangka
menerapkan ilmu yang diperoleh di perkuliahan.
4. Melatih mahasiswa bekerja disiplin dan bertanggung jawab.

1.4. Ruang Lingkup Pembahasan


Pembahasan dalam laporan magang kerja ini dibatasi hanya
membahas mengenai Pelaksanaan Pekerjaan Beton.

1.5. Rumusan Masalah


Pada waktu pelaksanaan magang kerja, penulis melihat berbagai
macam jenis pekerjaan yang akan dilakukan di lapangan. Diantaranya
adalah, Pelaksanaan Pekerjaan Beton yang meliputi Pemasangan
Bekisting, Penulangan Beton, Pengecoran Beton, Pemadatan Beton,
Pengujian Kekuatan Beton dan Proses Perawatan Beton. Bertitik tolak dari
hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat salah satu jenis
pekerjaan beton tersebut untuk dijadikan pokok permasalahan, meliputi:
1. Rencana Campuran Beton (Concrete Mix Design)
2. Pengujian Kekuatan Beton
3. Proses Perawatan Beton

3
1.6. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan laporan ini di jelaskan uraian umum serta uraian
detail, yang dilengkapi dengan keterangan–keterangan teknis yang didapat
dari berbagai pihak, sehingga diperoleh gambaran mengenai proyek ini.
Dalam penyusunan dan pengkajian Laporan Magang Kerja ini
menggunakan metode deskriptif yang berdasarkan pada:
1. Observasi
Yaitu pengamatan langsung terhadap metode Pelaksanaan Pekerjaan
Beton.
2. Wawancara
Yaitu dengan mengadakan diaolg langsung terhadap pihak-pihak yang
berkaitan dengan maksud untuk mengetahui hal-hal sulit diperoleh
dengan metode observasi.
3. Studi pustaka
Yaitu Untuk memperoleh data-data yang mendukung, maka digunakan
referensi buku-buku literatur yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi.

1.7. Sistematika penulisan


Sistematika penulisan dalam laporan magang kerja ini adalah
sebagai berikut:
1. BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan latar belakang proyek, tujuan proyek,
tujuan magang kerja, perumusan masalah, metode pengumpulan data
dan juga sistematika penulisan.
2. BAB II : TINJAUAN UMUM PROYEK
Dalam bab ini menguraikan sejarah perusahaan, struktur organisasi dan
uraian tugas serta ruang lingkup usaha perusahaan baik sebagai pemilik,
kontraktor maupun sebagai konsultan. Pengorganisasian merupakan
suatu sistem yang harus dimiliki suatu proyek oleh karena itu, dalam
bab ini dijelaskan struktur-struktur organisasi yang diperlukan serta
tugas dan kewajiban setiap jabatan.
3. BAB III : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan tentang landasan teori yang berhubungan
pelaksanaan pekerjaan beton, jenis alat-alat yang digunakan dan
fungsinya serta bahan yang dibutuhkan.

4
4. BAB IV : PEKERJAAN BETON
Dalam bab ini menguraikan hal yang berkaitan dengan pekerjaan beton
mulai dari perencanaan campuran beton, pengujian beton, pelaksanaan
beton.
5. BAB V : PEMBAHASAN
Dalam bab ini menguraikan data obyek hasil magang kerja, hasil
pengumpulan data, deskripsi hasil magang kerja serta rekapitulasi hasil
magang kerja. Selanjutnya diuraikan pembahasan berdasarkan data
tersebut tentang metode perencanaan pekerjaan beton. Meliputi proses
pencampuran bahan, pengujian beton dan proses pelaksanaan
pekerjaan.
6. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan
saran dari penulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.

5
BAB II
TINJAUN UMUM PROYEK

2.1. Sejarah Perusahaan


Sejarah PT Pelindo III (Persero) terbagi menjadi beberapa fase
penting berikut ini:
1. Perseroan pada awal berdirinya adalah sebuah Perusahaan Negara yang
pendiriannya dituangkan dalam PP No.19 Tahun 1960.
2. Selanjutnya pada kurun waktu 1969- 1983 bentuk Perusahaan Negara
diubah dengan nama Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1969.
3. Kemudian pada kurun waktu tahun 1983-1992, untuk membedakan
pengelolaan Pelabuhan Umum yang diusahakan dan yang tidak
diusahakan, diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1983 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1985.
4. Seiring pesatnya perkembangan dunia usaha, maka status Perum diubah
menjadi Perseroan pada tahun 1992 dan tertuang dalam Akta Notaris
Imas Fatimah, SH Nomor 5 Tanggal 1 Desember 1992.
5. Perubahan Anggaran Dasar Desember 2011 tentang Kepmen BUMN
236.

PT Pelindo III (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya,


mengelola 43 pelabuhan yang tersebar di 7 Propinsi yaitu Jawa Timur,
Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, serta memiliki 7 anak
perusahaan.

PT Pelindo III (Persero) yang menjalankan bisnis inti sebagai


penyedia fasilitas jasa kepelabuhanan, memiliki peran kunci untuk
menjamin kelangsungan dan kelancaran angkutan laut. Dengan tersedianya
prasarana transportasi laut yang memadai, PT Pelindo III (Persero) mampu

6
menggerakkan dan menggairahkan kegiatan ekonomi negara dan
masyarakat.

Berdasarkan UU No.17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan


Pelabuhan Umum, PT Pelindo III (Persero) bertanggung jawab atas
Keselamatan Pelayaran, Penyelenggaraan Pelabuhan, Angkutan Perairan
dan Lingkungan Maritim. Dengan demikian status Pelindo bukan lagi
sebagai “regulator” melainkan “operator” Pelabuhan, yang secara otomatis
mengubah bisnis Pelindo dari Port Operator menjadi Terminal Operator.

Surat dari Kementerian Perhubungan, Dirjen Perhubungan Laut yang


diterbitkan bulan Februari 2011 menjelaskan tentang penunjukan PT
Pelindo III (Persero) sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

2.2. Data-data Proyek


Proyek Pembangunan Terminal Multi Purpose Teluk Lamong
(TMTL), merupakan proyek yang dilaksanakan oleh PT. Pelabuhan
Indonesia III (Persero) selaku pemilik poyek menetapkan PT. Adhi Karya
(Persero) Tbk, sebagai pelaksana proyek berdasarkan surat perjanjian
kontrak Nomor: HK.0502/180/P.III-2013 tanggal 21 Mei 2013.

2.2.1. Data Umum Proyek


Nama Paket : Pembangunan gedung, instalasi dan mekanika
elektrikal untuk Terminal MultiPurpose Teluk
Lamong (paket D)
Lokasi : Kotamadya Surabaya – Jawa Timur
Pemberi Tugas : Direksi PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)
Nomor Kontrak : HK.0502/180/P.III-2013
Tanggal Kontak : 21 Mei 2013
Waktu pelaksanaan : 335 (tiga ratus tiga puluh lima) hari kalender
Masa pemeliharaan : 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari kalender
Nilai Kontrak : Rp.152.200.000.000,- (seratus lima puluh dua
milyar dua ratus juta)

7
Sumber Dana : RKAP PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)
Tahun Anggaran 2013
Jenis Kontrak : Unit Price
Konsultan Perencana : PT. Sarana Antar Nusa Perekayasa Bangunan
Sejajar Prima
Konsultan Pengawas : PT. Virama Karya & Ass.
Kontraktor : PT. Adhi Karya (Persero) Tbk

2.2.2. Data Teknis Proyek


Daftar Materia Struktur (minimal)
1. Tiang pancang beton diameter 400
2. Tiang pancang beton diameter 300
3. Ready mix K 300
4. Reinforment bar
5. Struktur rangka baja
6. Pengecetan dasar dan pengecetan akhir

Daftar Material Arsitektur (mininal)


1. Keramik lantai
2. Waterproofing
3. Keramik dinding
4. Dinding partisi
5. Plafon
6. Kusen, pintu, dan jendela
7. Railing
8. Pekerjaan ACP
9. Pengecetan
10. Pintu besi
11. Sanitary
12. Paving

8
Daftar Material ME (minimal)
1. AC slpit VRV (VRV system)
2. Elevator
3. Lampu penerangan
4. Kabel
5. Sound system
6. Fire alarm
7. CCTV
8. Kabel data
9. Crane

Daftar Material ME Infrastruktur (minimal)


1. Transformator
2. Kabel
3. Tiang lampu
4. Panel TM
5. Panel TR
6. Lampu
7. Pipa
8. Circuit breaker
9. Pompa
10. Genset

2.3. Struktur Organisasi


Untuk mencapai hasil yang optimal dalam penyelesaian suatu proyek
sangat tergantung pada sistem perencanaan sampai pelaksanaannya.
Kelancaran suatu pekerjaan didukung oleh adanya unsur-unsur organisasi
proyek, di mana masing-masing unsur yang terlibat di dalamnya
bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan hingga selesainya
proyek. Hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya adalah saling
berkaitan, sehingga diharapkan dapat saling berinteraksi dan saling
menunjang sesuai dengan fungsi dan wewenangnya masing-masing agar

9
pelaksanaan proyek dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
Badan-badan hukum dan susunan organisasi pelaksanaan pekerjaan
perlu dibentuk untuk menjamin pelaksanaan proyek agar dapat berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan selesai pada waktunya
(Soeharto, 2001 : 57). Masing-masing unsur organisasi tersebut memiliki
fungsi dan tanggung jawab yang berbeda.
Unsur-unsur organisasi yang terlibat langsung dalam Proyek
Pembangunan Terminal Multi Purpose Teluk Lamong (TMTL) adalah :
1. pemilik proyek (bouwheer/owner)
2. konsultan perencana (consultant/designer)
3. konsultan pengawas (direksi/supervisor) dan
4. pelaksana proyek (contractor).
Setiap unsur yang terlibat harus dapat berinteraksi dengan baik dan
saling menunjang antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan
wewenang dan fungsinya masing-masing agar sasaran pelaksanaan dapat
tercapai sebagaimana diharapkan.

2.3.1. Pemilik Proyek


Pemilik proyek (bouwheer/owner) adalah pihak yang memiliki
gagasan untuk membangun, baik secara perorangan (individu) atau badan
hukum seperti wakil dari suatu perusahaan atau organisasi swasta maupun
wakil suatu dinas. Tugas dan tanggung jawab pemilik proyek (Ervianto,
2003 : 38) adalah sebagai berikut:
a. menunjuk penyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
b. meminta laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang
telah dilakukan oleh penyedia jasa.
c. memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan
oleh pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
d. menyediakan lahan untuk tempat pelaksanaan pekerjaan.

10
e. menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia
jasa sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah
bangunan.
f. ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan
dengan cara menempatkan atau menunjuk suatu badan atau orang untuk
bertindak atas nama pemilik.
g. mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).
h. menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan
oleh penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang
dikehendaki.

2.3.2. Konsultan Perencana


Konsultan perencana (consultant/designer) adalah pihak perorangan
atau badan hukum yang menerima tugas dari pemimpin proyek untuk
melaksanakan pekerjaan perencanaan dan memberikan saran-saran yang
perlu dalam perencanaan/pelaksanaan proyek. Tugas dan tanggung jawab
perencana (Ervianto, 2002 : 39) adalah sebagai berikut :
a. membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar rencana,
rencana kerja dan syarat-syarat, hitungan struktur, rencana anggaran
biaya.
b. memberikan usulan serta pertimbangan kepada pemilik proyek dan
pihak kontraktor tentang pelaksanaan pekerjaan.
c. memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal
yang kurang jelas dalam gambar rencana, rencana kerja, dan syarat-
syarat.
d. membuat gambar revisi apabila terjadi perubahan perencanaan.
e. menghadiri rapat koordinasi pengelolaan proyek.

2.3.3. Konsultan Pengawas


Konsultan pengawas (direksi/supervisor) adalah perorangan,
beberapa orang, badan hukum atau instansi yang ditunjuk dan diberi kuasa
penuh oleh pemilik proyek untuk mengawasi dan mengontrol pelaksanaan

11
pekerjaan di lapangan. Pengawasan dan pengontrolan dilakukan agar
tercapai hasil kerja sesuai dengan persyaratan yang ada atau berdasarkan
petunjuk-petunjuk dalam aanwijzing. Adanya pengawasan dari direksi
diharapkan pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan
memperoleh hasil sesuai perencanaan yang diharapkan. Dalam mengawasi
pelaksanaan pekerjaan, pengawas mempunyai tugas dan tanggung jawab
(Ervianto, 2002 : 40) adalah sebagai berikut :
a. mengawasi pelaksanaan pekerjaan dalam waktu yang telah ditetapkan.
b. membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam
pelaksanaan pekerjaan.
c. melakukan perhitungan prestasi pekerjaan.
d. mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran
informasi antar berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan
lancar.
e. menghindari kesalahan yang mungkin terjadi sedini mungkin serta
menghindari pembengkakan biaya.
f. mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar
dicapai hasil akhir sesuai dengan yang diharapkan dengan kualitas,
kuantitas serta waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan.
g. menerima atau menolak material/peralatan yang didatangkan
kontraktor.
h. menghentikan sementara apabila terjadi penyimpangan dari peraturan
ysng berlaku.
i. menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
j. menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan bertambah atau
berkurangnya pekerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas bertanggung jawab
kepada pemimpin proyek. Pengawas berhak memberikan saran dan
petunjuk kepada pelaksana (pemborong/kontraktor) jika dirasakan perlu,
agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan peraturan yang telah disepakati
bersama di dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS).

12
2.3.4. Pelaksana Proyek

PROJECT MANAGER

A. Syaiful Bahri, ST

PROJECT PROJECT PROJECT


ENGINEER MGR PRODUCTION MGR FINANCE MGR
Eko Pramono, ST Dhyan Arie Wibowo, ST M. Syaiful Zairin, ST

PLANNING & SUPERVISIOR FINANCE ADM.


SCHEDULING
Edi Joko L. (Gedung) Budihartono Fajar M.
Ikhwan Ramadhianto, ST Walugo (Besi)
Ferry David Kristian, ST Setiawan
Andy Setyawan, ST GENERAL AFFAIR

M. Syaiful Zairin, SE
SURVEYOR
QUANTITY &
Irhami
TECH. ADM
CASHIER
Andry Mustika, ST
Ardycha Prayudha M. Choiruddin
EQUIPTMENT

Edi Sriyana
COST CONTROL

Angga Irwandawa, ST
HSE OFFICER

Slamet Suhariyanto
QUALITY & Supriyanto
LABORAT, BE Danang
Diddy Suharto
Jumono

ADM. PROC, &


LOGISTIK

Sutono
Widya

13
Pelaksana (contractor) adalah perorangan atau badan hukum yang
dipercaya untuk melaksanakan pembangunan dan memiliki usaha yang
bergerak di bidang jasa kontruksi sesuai dengan keahlian dan
kemampuannya serta mempunyai tenaga ahli teknik dan sarana peralatan
yang cukup. Pelaksana disebut juga sebagai rekanan yang bertugas
melaksanakan pekerjaan sesuai surat petunjuk dan surat perintah kerja dari
pemimpin proyek setelah dinyatakan sebagai pemenang tender.
Penunjukan pelaksana proyek dilaksanakan melalui proses
pelelangan, yang selanjutnya melaksanakan pembangunan proyek tersebut
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Adapun tugas dan tanggung
jawab pelaksana (Ervianto, 2002 : 41) adalah sebagai berikut :
a. mempersiapkan sarana penunjang untuk kelancaran kerja.
b. menyediakan dan mempersiapkan perlengkapan bahan yang akan
digunakan pada proyek sesuai dengan persyaratan bestek.
c. menyediakan tenaga kerja yang berpengalaman serta peralatan yang
diperlukan pada saat pelaksanaan pekerjaan.
d. melaksanakan seluruh pekerjaan sesuai dengan gambar bestek dan
memenuhi peraturan yang tercantum dalam rencana kerja dan syarat-
syarat (RKS).
e. menyelesaikan dan menyerahkan pekerjaan tepat pada waktunya seperti
yang telah ditetapkan dalam kontrak.
f. mengadakan pemeliharaan selama proyek tersebut masih dalam
tanggung jawab pelaksana.
g. bertanggungjawab terhadap fisik bangunan selama masa pemeliharaan.

Tugas dan Tanggung Jawab Personil :


I. Site Manager
1. Memimpin pengelolaan proyek dengan melaksanakan tugas pokok
proyek yaitu :
a. Melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan sumber daya
milik perusahaan dan mitra usaha secara efisien dan produktifitas.

14
b. Melakukan hubungan bisnis dengan pemberi kerja, mitra usaha
untuk kelancaran pelaksanaan proyek.
c. Melatih dan mendidik sumber daya manusia menjadi tenaga
profeisonal yang menguasai bisnis, manajemen dan teknologi.
d. Melakukan perencanaan dan pengendalian biaya produksi sesuai
APP (Anggaran Pelaksanan Proyek).
e. Melakukan perencanaan dan pengendalian mutu sesuai sistem dan
prosedur (ISO 9001 : 2000).
f. Melakukan perencanaan dan pengendalian waktu pelaksanaan
sesuai dengan persyaratan kontrak.
g. Menindak lanjuti kebijakan Kepala Divisi dan Wilayah melalui
Kepala Divisi untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas
kerja proyek.
2. Bersama dengan Kepala Bagian Pengendalian Produksi membuat
rencana pelaksanaan proyek (Construction Planning).
3. Mempersiapkan uraian Rencana Bagian Pengendalian Proyek dan
mempresentasikan pada rapat Moving In.
4. Memimpin pelaksanaan kegiatan di lapangan dengan mendaya
gunakan sumber daya secara optimal dan memenuhi persyaratan
biaya, mutu, dan waktu.
5. Melakukan pengendalian kegiatan pelaksanaan di lapangan agar
tercapai proses produk usaha yang efisien dan produktif.
6. Mencari penyelesain permasalahan yang terjadi selama proses
kegiatan pelaksanaan di lapangan agar proyek dapat diselesaikan
untuk menjamin tercapainya laba usaha dan citra perusahaan.
7. Menjalin hubungan baik dengan pengguna jasa untuk keperluan
pelaksanaan maupun kepentingan pemasaran perusahaan untuk
mendapat pekerjaan tambah, kurang atau kontrak baru bagi
keuntungan perusahaan.
8. Menghadiri Rapat Koordinasi di Proyek antara wakil pengguna jasa,
pengawas proyek dan mitra usaha.

15
9. Mempersiapkan Laporan Pertanggung jawaban pelaksanaan proyek
selesai dan mempersentasikan pada rapat Moving Out.
10. Melakukan koordinasi kegiatan fungsional dan pembinaan sumber
daya manusia di unit kerjanya.
11. Membuat laporan tentang kepegawaian, keuangan, peralatan dan
persediaan bahan di proyek secara berkala

II. Site Engineer


1. Mengatur pelaksanaan, kemajuan proyek dan mengamati lokasi.
2. Memeriksa rencana, gambar dan kuantitas untuk akurasi perhitungan.
3. Memastikan semua bahan yang digunakan dan pekerjaan yang
dilakukan adalah sebagai per spesifikasi.
4. Mengawasi pemilihan dan daftar permintaan bahan dan alat.
5. Menyetujui harga untuk bahan, dan membuat solusi hemat biaya dan
proposal untuk proyek yang dimaksud.
6. Mengelola, pemantauan dan menafsirkan dokumen desain kontrak
yang diberikan oleh klien / arsitek.
7. Bekerjasama dengan konsultan, sub-kontraktor, supervisor, perencana,
surveyor dan kuantitas tenaga kerja umum yang terlibat dalam proyek.
8. Bekerjasama dengan otoritas setempat untuk memastikan kepatuhan
terhadap peraturan konstruksi lokal dan oleh undang-undang.
9. Bekerjasama dengan klien dan wakil-wakilnya (arsitek, insinyur, dan
surveyor), termasuk menghadiri pertemuan rutin mengenai kemajuan
proyek.
10. Setiap hari mengatur manajemen pelaksanaan, termasuk pengawas
dan memantau lokasi tenaga kerja dan pekerjaan dari setiap sub-
kontraktor.
11. Perencanaan pekerjaan dan fasilitas dalam rangka memenuhi tenggat
waktu yang disepakati.
12. Mengawasi pengendalian mutu, masalah-masalah kesehatan
keselamatan di lokasi.
13. Menyiapkan laporan sesuai kebutuhan.

16
14. Memecahkan kesulitan teknis yang tak terduga, dan masalah lain yang
mungkin timbul.

III. Administrasi Teknik


1. Bertanggung jawab atas masalah administrasi teknik.
2. Membantu quantity surveyor dalam mengawasi pekerjaan baik mulai
dari rencana sampai mengetahui hasil pekerjaan
3. Membuat back up semua hasil pekerjaan.

IV. Keuangan
1. Bertanggung jawab atas semua jenis kebutuhan pengeluaran keuangan
proyek.
2. Membuat secara rinci pembukuan keuangan yang ada.
3. Membuat laporan keuangan Office Engineer mengenai seluruh
pengeluaran keuangan.

V. Logistik dan Peralatan


1. Bertanggung jawab atas penyediaan kebutuhan logistik dan
mengawasi semua pengeluaran logistik.
2. Memperhatikan dan mengawasi semua kebutuhan logistik bagi
seluruh pekerja yang terlibat didalam proyek tersebut.
3. Membuat laporan dari bagian logistik kepada bagian keuangan Office
Engineer.

VI. Drafter
1. Membuat seluruh gambar kerja yang akan di kerjakan.
2. Bertanggung jawab atas semua gambar kerja dan kesesuaian data yang
ada.
3. Bekerja sama dengan quantity dan surveyor untuk menghitung
kuantitas pekerjaan.

17
VII. Pelaksana Utama
1. Memahami gambar desain dan spesifikasi teknik dan pedoman lain
terkait sebagai pedoman dalam memimpin pelaksanaan kerja
lapangan.
2. Bersama bagian teknik dan Adm Kontrak menyusun metode
konstruksi dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
3. Membuat program kerja mingguan, dan mengadakan pengarahan
kegiatan harian pada pelaksanaan di lapangan.
4. Memimpin pelaksanaan pekerjaan di lapangan dengan berpedoman
pada batasan-batasan biaya, mutu dan waktu pelaksanaan.
5. Menjalin hubungan baik dengan Pengawas pekerjaan/Konsultan untuk
kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
6. Melakukan koordinasi kegiatan para pelaksana dan mitra usaha di
lapangan.
7. Melakukan pengawasan pekerjaan dan membuat evaluasi hasil
pelaksanaan serta menyususn dan melaksanakan program aksi bila
terjadi penyimpangan.
8. Mengadakan evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan
pekerjaan di lapangan secara berkala.
9. Bersama dengan bagian Teknin dan Adm Kontrak melakukan
pemeriksaan dan memproses Berita Acara Kemajuan pekerjaan di
lapangan.

VIII. Pelaksana
1. Memahami gambar desain dan spesifikasi teknik dan pedoman lain
terkait sebagai pedoman dalam memimpin pelaksanaan kerja
lapangan.
2. Mengatur pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya
sesuai dengan program kerja mingguan, metode kerja, gambar kerja
dan spesifikasi teknik.
3. Menyiapkan tenaga kerja sesuai jadwal pengadaan tenaga kerja dan
mengatur pelaksanaan tugas tenaga kerja tiap harinya.

18
4. Melakukan supervise atas pelaksanaan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
5. Menjalin hubungan baik dengan Pengawas pekerjaan/Konsultan untuk
kelancaran pelaksanaan pekerjaan
6. Mengupayakan effisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga
kerja dan alat di lapangan.
7. Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil pekerjaan mitra
usaha/mandor borong secara berkala.
8. Membantu Kepala lapangan memproses berita acara kemajuan
pekerjaan secara berkala.
9. Melaksanakan koordinasi dengan mitra usaha/mandor borong.
10. Membuat laporan harian tentang pelaksanaan kegiatan pekerjaan di
lapanga

2.3.5. Sub Kontraktor dan Supplier Kontraktor


Pada pelaksanaan proyek Pembangunan Terminal Multi Purpose
Teluk Lamong (TMTL) Surabaya, tidak terlepas dari kerja sama dengan
perusahaan / instansi terkait lainnya yang bergerak dalam penyediaan
barang dan jasa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan
Tabel 2.2
Sub Kontraktor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
penyediaan bahan/material dan sekaligus memiliki keahlian khusus dalam
mengerjakannya.
Supplier adalah perusahaan bekerja sama sebagai penyedia
bahan/material untuk proyek

19
Tabel 2.1. Sub Kontraktor dan Supplier Kontraktor
No Nama Sub Kon Pekerjaan Contact person
Nama No. Telp
1 PT. Teno Indonesia Pemancangan dan Tiang ANTO 08123149368
Pancang
2 CV. Sawunggaling Baja Struktur Dila 081235167431
3 PT. Citrawardana Plafon dan Partisi Indra 08123524466
4 PT. Lion Metal Work Kabel Tray Aziz 082141731003
5 PT. Karya Luhur Lampu Outdoor dan Indoor Michele 081 23044515
Harapan
6 PT. Sentratek Kabel Sandi 081330221177
7 PT. Triguna Sinergi Tiang PJU Komang 0811218170
8 PT. Mitra Wira Tindo Instalasi Elektronik Hari 08123022745
9 PT. Central Aircon Instalasi AC dan Unit AC Jimmy 0811300063
10 PT. Karya anugrah Waterproofing
11 Bpk. Sarjandra Instalasi Listrik dan Kabel
Tray
12 PT. Wirya Krenindo Overhead Crane Indra.s 031546097273
13 PT. Interjaya surya Genset Erwan 081346492963
Megah
14 CV. Kreasi Indah Abadi Instalasi ACP Setiawan 031582070130
15 PT. Superhelindo Lift Edi 081391957522
16 PT. Indopipe Pipa HDPE Kukuh 08113341303
17 PT. Schneider Indonesia Travo dan Panel MW Aka.V 08119787735
18 PT. Warna Indah Marine Coating
Samatek
19 PT. Seven Surabaya ACP Poniman 0318916447
20 PT. Holcim Beton Ready mix Aulia 08121639276

2.4. Hubungan Kerja antara Unsur-unsur Organisasi Proyek


Dalam pelaksanaan sebuah proyek, hubungan kerja antara unsur-
unsur organisasi yang terlibat dapat berupa hubungan kerja secara teknis
dan hukum. Secara teknis, hubungan kerja ini merupakan hubungan
tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan suatu
proyek.
Dalam hal ini semua masalah teknis perencanaan diserahkan oleh
pemimpin proyek kepada perencana. Berdasarkan penunjukan pengawas
oleh pemimpin proyek, maka seluruh teknis pengawasan diserahkan

20
kepada pengawas. Jika terdapat suatu masalah teknis yang perlu
dibicarakan, pemilik proyek tidak dapat berhubungan langsung kepada
pelaksana melainkan harus melalui pengawas. Dalam pelaksanaan di
lapangan pengawas memiliki kuasa penuh untuk menegur pelaksana
apabila pekerjaan yang dilaksanakannya menyimpang dari bestek. Apabila
teguran tersebut tidak diindahkan oleh pelaksana, maka pengawas dapat
menghentikan seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan, baik untuk
sementara maupun seterusnya.
Secara hukum masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang
sama dan terikat dengan kontrak, sehingga masing-masing pihak
menjalankan tugasnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
bersama. Pelaksana dan pengawas proyek bertanggungjawab terhadap
pemilik proyek. Keduanya saling keterkaitan satu sama lain, sehingga
didapat hasil proyek sesuai dengan yang direncanakan. Sama halnya
dengan pelaksana dan pengawas proyek, perencana juga
bertanggungjawab terhadap pemilik proyek.

2.5. Pelaksanaan Pelelangan


Pelelangan menurut Ervianto (2002 : 43) adalah suatu sistem
penawaran di mana setiap rekanan yang diundang diberi kesempatan untuk
mengajukan besarnya anggaran biaya pelaksanaan untuk proyek yang
ditawarkan. Melalui persaingan yang sehat di antara para kontraktor yang
benar-benar mampu dan memenuhi syarat administratif, teknis dan
keuangan (financial) untuk melaksanakan pembangunan suatu proyek.
Menurut Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang pengadaan konstuksi,
Penentuan pelaksanaan proyek dapat dilakukan dengan cara penyediaan
jasa dan swakelola. Penyediaan jasa dapat dilakukan dengan cara:
a. pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang
dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media massa atau papan pengumuman resmi untuk penerangan umum,
sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi
kualifikasi dapat mengikutinya.

21
b. dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan
diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan
penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan
terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa dan papan
pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang
telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia
barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
c. pemilihan langsung adalah pemilihan penyedia barang/jasa yang
dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia barang/jasa yang
telah lulus prakualifikasi, serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun
biaya, serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman
resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui
internet.
d. dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia
barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap
1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik
teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara
teknis dapat dipertanggungjawabkan.
Karena proyek pembagunan gedung merupakan milik pemerintah,
maka untuk menetapkan pelaksana proyek diadakan pelelangan. Sistem
pelelangan yang dilakukan adalah sistem pelelangan umum.

2.6. Tenaga Kerja


Tenaga kerja pada proyek ini merupakan gabungan antara tenaga
kerja lokal yang berasal dari daerah Surabaya. Dalam melaksanakan
pekerjaannya mereka diklasifikasikan menurut bidang keahlian masing-
masing dan dikepalai oleh seorang kepala tukang. Untuk menjamin
kelancaran dalam melaksanakan pekerjaan, kontraktor juga menyediakan
tempat pemondokan bagi pekerjanya yang berada dalam lokasi proyek.
Waktu kerja ditentukan, yaitu :

22
a. Pagi mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB.
b. Sore mulai pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB.
Upah kerja yang dibayar kontraktor kepada kepala tukang adalah
berdasarkan prestasi kerja, sedangkan kepala tukang membayar upah
harian kepada pekerja yang masing-masing berbeda menurut keahlian,
kemampuan dan kerja per harinya.

2.7. Rencana Pelaksanaan Pekerjaan


Penjadwalan dilakukan dengan menyusun sebuah time schedule,
yaitu waktu pelaksanaan penyelesaian proyek. Apabila jangka waktu
pelaksanaan yang telah ditetapkan tidak dapat dipenuhi oleh kontraktor
dan tidak dapat mengemukakan alasan-alasan keterlambatan, maka akan
dikenakan denda 1/1000 (satu per mil) dari harga kontrak untuk tiap-tiap
hari kalender keterlambatan. Keterlambatan akibat pekerjaan yang tidak
sesuai kualitas standar selama masa pelaksanaan merupakan tanggung
jawab pelaksana dan tidak dapat meminta perpanjangan waktu dari jadwal
kontrak.

23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Sejarah Beton


1. Telah dikenal sejak pembuatan piramida oleh bangsa Mesir (memakai
campuran batu kapur dan tanah liat yang dapat mengeras bila tercampur
air, bersifat hidrolis)
2. Bangsa Yunani, bangsa Etruria dan bangsa Romawi menggunakan
semen dalam bangunan mereka seperti Koleseum (Roma), Pont du Gard
(Nimes), Pantheon (Roma).
3. Semen yang dipakai merupakan pembakaran campuran batu kapur dan
debu vulkanis (batuan tuff) dari daerah Pozzuoli (sekitar gunung berapi
Vesuv dan Napoli).
4. John Smeaton (1756) menemukan adukan semen yang terbaik adalah
campuran kapur Blue Lias dan tanah liat yang digiling di waktu
membangun mercu suar Eddystone
5. James Parker mengembangkan semen hidrolis yang dikenal dengan
semen Romawi.
6. Joseph Aspdin (1824) mematenkan semen Portland yang didapat dengan
memanaskan campuran tanah liat halus dengan batu kapur di tungku
sampai seluruh karbon dioksida (CO2) lenyap.
7. Isaac Johnson (1845) menemukan semen yang merupakan prototip dari
semen Portland yang sekarang yaitu dengan membakar batu kapur dan
tanah liat hingga menjadi lahar yang mengeras (until clinkering),
sehingga menghasilkan bahan semen yang berkualitas baik.

3.2. Pengertian Beton


Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan
tambahan yang membentuk massa padat (SNI-03-2847-2002). Seiring

24
dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan
mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari.

3.3. Aplikasi Beton


Beton merupakan struktur yang paling fleksibel, sehingga
bentuknya dapat beraneka ragam. Sesuai dengan kebutuhan dan
kegunaannya. Beberapa contohnya adalah :
1. Gedung (building)
1. Gewel
1
2. Kolom
7
Ring balk 3. Pelat lantai/atap

3 4. Balok (induk/anak)

4
5. Pondasi
2
6. Sloof
8 6
7. Lisplank
5
8. Tangga
Gambar 3.1. Struktur Gedung

2. Jembatan (Bridge)
A

Gambar 3.2. Struktur Jembatan

Gambar 3.3. Potongan Struktur Jembatan A-A

25
3. Bendung (Weir)

Gambar 3.4. Bendungan

4. Tangki Air/Tandon Air/ Menara (Reservoir)

Gambar 3.5. Tandon Air dan Menara

3.4. Sifat-Sifat Beton Segar


Beton segar adalah beton dalam kondisi plastis (sebelum mengeras),
dan akan segera mengeras dalam beberapa jam setelah beton diaduk.
Beton segar harus mempunyai kinerja tinggi yaitu: kelecakan atau
kemudahan dikerjakan, kohesivitas dan kemudahan pemompaan ke tempat
yang tinggi, panas hidrasi rendah, susut yang relative rendah pada proses
pengerasan dan percepatan maupun penundaan waktu ikat awal.

3.4.1 Sifat Kemudahan Dikerjakan (Workability)


Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan beton
untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan. Sifat kemudahan
dikerjakan pada beton segar dipengaruhi oleh:
1. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton.
Semakin banyak air yang dipakai, semakin mudah beton segar
dikerjakan tetapi jumlah air yang banyak dapat menurunkan kuat tekan
beton.

26
2. Penambahan semen ke dalam adukan.
Makin banyak jumlah semen, maka beton segar makin mudah
dikerjakan.
3. Gradasi agregat halus dan kasar.
Apabila agregat yang digunakan mempunyai gradasi sesuai dengan
persyaratan, maka adukan beton akan mudah dikerjakan.
4. Bentuk butiran agregat.
Bentuk butiran agregat bulat akan lebih mempermudah pengerjaan
beton.
5. Penggunaan admixture dan bahan tambah mineral.

Tingkat kemudahan pengerjaan berkaitan erat dengan kelecakan


beton. Untuk mengukur kelecakan beton dilakukan pengujian slump.
Semakin besar nilai slump berarti adukan beton encer dan ini berarti beton
semakin mudah dikerjakan. Nilai slump berkisar antara 5 – 120 cm.
Pada beton segar harus dihindari terjadinya segregasi dan
ketidakkohesifan campuran. Segregrasi terjadi disebabkan karena beton
kekurangan butiran halus, butir semen kasar dan adukan sangat encer.
Ketidakkohesifan beton disebabkan oleh: kekurangan semen, kekurangan
pasir, kekurangan air dan susunan besar butir agregat tidak baik. Untuk
menghindari terjadinya segregasi dan ketidakkohesifan campuran
dilakukan dengan cara memperbaiki susunan campuran beton yaitu :
memperbaiki kadar air, kadar pasir, ukuran maksimum butir agregat dan
penambahan jumlah butiran halus/filler.

3.4.2. Berat Isi


Berat isi beton merupakan perbandingan antara berat bersih beton
segar terhadap volumenya (volume silinder untuk pengujian). Berat isi
beton berfungsi untuk mengoreksi susunan campuran beton apabila hasil
perencanaan berbeda dengan pelaksanaan. Angka koreksi di peroleh dari
perbandingan antara berat isi beton perencanaan dengan berat isi beton
pelaksanaan. Harga angka koreksi ini kemudian dikalikan dengan

27
kebutuhan masing-masing bahan dalam perencanaan. Selain itu, berat isi
beton juga berfungsi untuk mengkonversi dari satuan berat ke satuan
volume dan mengoreksi kelebihan maupun kekurangan bahan pada saat
pembuatan beton yang akan mempengaruhi volume pekerjaan secara
keseluruhan.

3.4.3. Waktu Ikat


Waktu ikat beton merupakan waktu yang dibutuhkan oleh beton
untuk mengeras, mulai dari keadaan plastis yang mudah dikerjakan
menjadi bentuk yang kaku (keras). Waktu ikat berfungsi untuk mengetahui
kapan saat yang tepat untuk membuka cetakan (bekesting) beton sehingga
beton tidak mengalami perubahan bentuk, tetapi beton tersebut belum
diperbolehkan menerima beban, baik berat sendiri maupun beban yang
berasal dari luar.

3.5. Perilaku Mekanik Beton


Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di
dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang
baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih
baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan
terhadap sulfat dn klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka
panjang.
3.5.1. Kuat Tekan
Kuat tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kuat tekan
adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Tri
Mulyono, 2004). Nilai kuat beton diketahui dengan melakukan pengujian
kuat tekan terhadap benda uji silinder ataupun kubus pada umur 28 hari
yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum.
Beban maksimum didapat dari pengujian dengan menggunakan alat
compression testing machine. Kuat tekan beton normal antara 20 – 40
MPa.

28
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu :
1. Faktor air semen (FAS)
Faktor air semen (FAS) merupakan perbandingan antara jumlah air
terhadap jumlah semen dalam suatu campuran beton. Fungsi FAS,
yaitu :
a. Untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan
dan berlangsungnya pengerasan.
b. Memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton (workability)
Semakin tinggi nilai FAS, mengakibatkan penurunan mutu kekuatan
beton. Namun nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti
bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Umumnya nilai FAS yang
diberikan minimum 0,4 dan maksimum 0,65 (Tri Mulyono, 2004).
2. Sifat dan jenis agregat
Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton.
Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperhatikan seperti, serapan air,
kadar air agregat, berat jenis, gradasi agregat, modulus halus butir,
kekekalan agregat, kekasaran dan kekerasan agregat.
3. Proporsi semen dan jenis semen yang digunakan
Berhubungan dengan perbandingan jumlah semen yang digunakan saat
pembuatan mix design dan jenis semen yang digunakan berdasarkan
peruntukkan beton yang akan dibuat. Penentuan jenis semen yang
digunakan mengacu pada tempat dimana struktur bangunan yang
menggunakan material beton tersebut dibuat, serta pada kebutuhan
perencanaan apakah pada saat proses pengecoran membutuhkan
kekuatan awal yang tinggi atau normal.
4. Perawatan (curing) beton
Untuk memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan,
maka beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan dengan
tujuan agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada
proses hidrasi semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu.
Apabila beton terlalu cepat mongering, akan timbul retak-retak pada

29
permukaannya. Retak-retak ini akan menyebabkan kekuatan beton
turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi kimiawi penuh.
5. Umur beton
Kuat tekan beton mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya umur beton. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100%
setelah beton berumur 28 hari. Menurut SNI T-15-1991, perkembangan
kekuatan beton dengan bahan pengikat PC type 1 berdasarkan umur
beton disajikan pada Tabel 3.1 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Perkiraan Kuat Tekan Beton pada berbagai umur
Umur beton (Hari) 3 7 14 21 28
PC type I 0,46 0,70 0,88 0,96 1,0

3.5.2. Kuat Tarik


Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang
sangat kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10% – 15% f’c.
Kuat tarik beton berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam
mengatasi retak awal sebelum dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan tarik
beton dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengujian tarik langsung
2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan
menggunakan “Split cylinder test”.
Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan tegangan tarik
melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder beton
tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya.
3.5.3. Kuat Lentur
Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam
keadaan lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian
kuat lentur dapat diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok
yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan
tingkat daktilitas beton. Kuat lentur beton dihitung berdasarkan rumus :

σlt = (3.1)

30
Dimana, M = momen maksium
Z = modulus penampang arah melintang
Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847 (2002) nilai kuat lentur beton bila
dihubungkan dengan kuat tekannya adalah fr = 0,7 ′ Mpa.

3.5.4. Perilaku Tegangan-Regangan Beton Normal


Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar.
Intensitas gaya yaitu gaya per satuan luas disebut tegangan dan diberi
notasi huruf Yunani “σ” (sigma). Apabila sebuah batang ditarik dengan
gaya P, maka tegangannya adalah tegangan tarik (tensile stress),
sedangkan apabila ditekan, maka terjadi tegangan tekan (compressive
stress). Dengan rumus :

σ= (3.2)

Asilinder = ²
Akubus = r²
Dimana, σ = tegangan (N/mm²)
P = beban maksimum (N)
A = luas bidang tekan (mm²)
d = diameter silinder (mm)
r = rusuk kubus (mm)
P
P

15 cm 30 cm

15 cm
15 cm 15 cm
(a) (b)

Gambar 3.6. Sampel uji kuat tekan, (a) kubus beton dan (b) silinder beton

31
Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda
mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang
besarnya berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan
adanya pergeseran struktur material regangan atau himpitan yang besarnya
juga berbanding lurus. Karena adanya pergeseran, maka terjadilah
deformasi bentuk material misalnya perubahan panjang menjadi L + ∆L
(jika ditarik) atau L - ∆L.(jika ditekan). Dimana L adalah panjang awal
benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio perbandingan
antara ∆L terhadap L inilah yang disebut regangan (strain) dan
dilambangkan “ε” (epsilon).
Dengan rumus :

ε = (3.3)

Gambar 3.7. Regangan (strain)

3.5.5 Kurva Tegangan – Regangan Beton


Beton adalah suatu material heterogen yang sangat kompleks di
mana reaksi terhadap tegangan tidak hanya tergantung dari reaksi
komponen individu tetapi juga interaksi anatar komponen. Kompleksitas
interaksi diilustrasikan dalam Gambar 3.3, di mana ditunjukkan kurva
tegangan - regangan tertekan untuk beton dan mortar, pasta semen dan
agregat kasar. Agregat kasar adalah suatu material getas elastis linier,
dengan kekuatan signifikan di atas beton. Pasta semen mempunyai nilai
modulus elastisitas rendah, tetapi kuat tekan lebih tinggi dibandingkan
dengan mortar atau beton. Penambahan agregat halus ke pasta semen
menjadi mortar mengakibatkan suatu peningkatan modulus elastisitas,
tetapi mereduksi kekuatan. Penambahaan agregat kasar ke mortar, dalam

32
ilustrasi di atas, hanya sedikit mempengaruhi modulus ilastisitas, tetapi
mengakibatkan penambahan reduksi kuat tekan. secara keseluruhan,
perilaku beton adalah serupa dengan unsur pokok mortar, sedangkan
perilaku mortar dan beton secara signifikan berbeda dari perilaku baik
pasta semen atau agregat.

Gambar 3.8. Kurva stress – strain tipikal untuk agregat, pasta semen,
mortal dan beton

Kurva tegangan-regangan pada Gambar 2.4 dibawah menampilkan


hasil yang dicapai dari hasil uji tekan terhadap sejumlah silinder uji beton
standar berumur 28 hari dengan kekuatan beragam. Dari kurva tersebut
dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : semakin tinggi mutu beton, maka
modulus elastisitasnya akan semakin besar sehingga beton dengan
kekuatan lebih tinggi bersifat lebih getas (brittle); sedangkan beton dengan
kekuatan lebih rendah lebih ductile (ulet) daripada beton berkekuatan
lebih tinggi, artinya beton tersebut akan mengalami regangan yang lebih
besar sebelum mengalami kegagalan (failure).

33
Gambar 3.9. contoh kurva tegangan – regangan pada beton dengan
berbagai variasi kuat tekan

3.5.6. Modulus Elastisitas


Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan hubungan linier
antara tegangan dan regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik
atau tekan. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan
elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat
dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff).
Modulus elastisitas adalah kemiringan kurva tegangan – regangan di
dalam daerah elastis linier pada sekitar 40% beban puncak (Concrete,
Mindess et al., 2003 & ASTM STP 169D Chapter 19).
Untuk beton normal Modulus Elastisitas Beton dapat diambil dengan
rumus :

Ec = 4.700 f c' (rumus umum) (3.3)


%
%
E= (rumus ASTMSTP 169D) (3.4)

34
Gambar 3.10. Macam - macam bentuk modulus elastisitas.

3.5.7. Poisson’s Ratio


Ketika sebuah silinder beton menerima beban tekan atau beban tarik,
silinder tersebut tidak hanya berkurang atau bertambah tingginya tetapi
juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral yaitu kontraksi
tegak lurus arah beban. Regangan lateral disetiap titik pada suatu batang
sebanding dengan regangan aksial di titik tersebut jika bahanya elastis
liniear. Oleh karena itu, dibuatlah kesepakatan bahwa :
1. Regangan yang arahnya segaris dengan arah gerak gaya disebut
Regangan Longitudinal.
2. Regangan yang arahnya tegak lurus terhadap arah gerak gaya disebut
Regangan Lateral.

Gambar 3.11. Regangan Longitudinal dan Lateral

35
Di mana : = Regangan
L = Panjang Benda Mula-mula (m)
∆L = Perubahan Panjang Benda ( m)
d0 = Diameter Penampang Mula-mula (m)
∆d = Perubahan Diameter Penampang ( m)
Besarnya nilai perbandingan antara regangan lateral terhadap
regangan longitudinal pada suatu bahan/material adalah tetap (konstan).
Nilai perbandingan inilah yang disebut dengan Rasio Poisson dan
dilambangkan dengan “v” (nu). Nilai Rasio Poisson untuk beton berkisar
antara 0,15 – 0,25 (ASTM STP 169D Chapter 19, 1994).

3.6. Klasifikasi Beton Berdasarkan Berat Jenis dan Kelasnnya

1. Menurut kekasarannya
a. Beton segar : masih dapat dikerjakan
b. Beton hijau : beton yang baru saja dituangkan dan segera harus
dipadatkan
c. Beton muda : 3 hari < 28 hari
d. Beton keras : umur > 28 hari

2. Menurut berat jenis


a. Beton ringan : BJ < 2 t/m3
b. Beton sedang : BJ 2 - 2,8 t/m3
c. Beton berat : BJ > 2,8 t/m3

3. Menurut cara pengecoran


a. Cara setempat (Insitu) : tidak dipindahkan/tetap disitu
b. Cara Eksitu : dibuat ditempat lain
c. Pabrikasi/pracetak : dirancang, dicetak, dibuat pabrik
d. Beton siap pakai : beton dirancang khusus dengan mutu tinggi
dengan suhu tinggi.

36
4. Menurut PBI tahun 1971
a. Beton kelas I : beton untuk pekerjaan non-struktural
b. Beton kelas II : beton untuk pekerjaan struktural secara umum
c. Beton kelas III : beton untuk pekerjaan struktural dengan kuat tekan
karakteristik lebih tinggi dari 225 kg/cm2.

Tabel 3.2. Klasifikasi Beton Berdasarkan Berat Jenis dan Kelasnnya


Kelas Mutu Berat Jenis Tujuan Pengawasan Terhadap
Kg/cm2 Kg/cm, dgs Mutu Kekuatan
agregat agregat
I B0 - - Non Ringan Tanpa
Struktur
B1 - - Struktur Sedang Tanpa
K125 125 200 Struktur Ketat Kontinu
K175 175 250 Struktur Ketat Kontinu
K225 225 300 Struktur Ketat Kontinu
III K>225 >225 >300 Struktur Ketat Kontinu

37
BAB IV
PEKERJAAN BETON

4.1. Material Penyusun Beton


Beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi
sejumlah material pembentuknya (Nawy, 1985:8). Sehingga untuk
memahami dan mempelajari perilaku beton, diperlukan pengetahuan
tentang karakteristik masing – masing komponen pembentuknya. Bahan
pembentuk beton terdiri dari campuran agregat halus dan agregat kasar
dengan air dan semen sebagai pengikatnya.

4.1.1 Agregat
Pada beton biasanya terdapat sekitar 70% sampai 80 % volume
agregat terhadap volume keseluruhan beton, karena itu agregat mempunyai
peranan yang penting dalam propertis suatu beton (Mindess et al., 2003).
Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa
beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh, homogen, rapat,
dan variasi dalam perilaku (Nawy, 1998).
Sifat-sifat Agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton.
Untuk menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan seperti yang
diinginkan, maka sifat-sifat agregat harus diketahui dan diuji. Sifat-sifat
tersebut antara lain :
1. Serapan air
Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh
agregat pada kondisi Jenuh Permukaan Kering (JPK) atau Saturated
Surface Dry (SSD).
2. Kadar air
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat.
Kadar air di dalam pasir dapat diukur dengan cara sebagai berikut :
Timbangan pasir sebanyak 500 gram, keringkan pasir tersebut dengan
memasukannya ke dalam oven sampai tidak berkurang beratnya.

38
!" # $%&
Kadar air = x 100% (4.1)
!" # $%&

Dalam hitungan campuran adukan beton dipakai berat satuan pasir


untuk tingkat jenuh kering permukaan karena tidak menambah
ataupun mengurangi jumlah air ke dalam campuran.

3. Berat jenis dan Daya serap agregat


Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh
agregat. Berat jenis pada agregat pada akhirnya akan menentukan
berat jenis dari beton sehingga secar langsung menentukan banyaknya
campuran beton. Hubungan antara berat jenis dengan daya serap
adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin kecil
daya serap air agregat tersebut.
Dalam hitungan Kadar air sering pula dipakai berat jenis pasir jenuh
kering permukaan yang diperoleh dengan rumus:
'
Bj = (4.2)
(' ))

dimana : A = berat pasir jenuh kering permukaan


B = berat pasir dalam air

4. Gradasi agregat
Gradasi agregat adalah distribusi ukuran dari batuan. Bila butir-butir
batuan mempunyai ukuran yang sama (seragam) volume pori akan
besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi akan terjadi
volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil mengisi pori
diantara butiran yang lebih besar, sehingga pori-porinya menjadi
sedikit, dengan kata lain kemampatannya tinggi, karena volume
porinya sedikit, dan ini bearti hanya membutuhkan bahan ikat sedikit
(bahan ikat mengisi pori antara butir-butir batuan, bila volume pori
sedikit bearti bahan ikat sedikit pula).
SK.SNI T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus,
dimana agregat halus dikelompokan dalam empat zone (daerah) yaitu:

39
a. Daerah Gradasi I : Pasir kasar
b. Daerah Gradasi I : Pasir agak kasar
c. Daerah Gradasi I : Pasir halus
d. Daerah Gradasi I : Pasir agak halus

Tabel 4.1. Syarat Batas Gradasi Pasir


Lubang Berat Tembus Komulatif (%)
ayakan Zone I Zone II Zone III Zone IV
(mm) Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas
10 100 100 100 100 100 100 100 100
4.8 90 100 90 100 90 100 95 100
2.4 60 95 75 100 80 100 95 100
1.2 30 70 65 100 75 100 90 100
0.6 15 34 35 59 60 79 80 100
0.3 5 20 8 30 12 40 15 50
0.15 0 10 0 10 0 10 0 15

5. Modulus halus butir


Modulus halus butir adalah suatu indek yang dipakai untuk mengukur
kehalusan atau kekerasan butir-butir agregat. Modulus halus butir
didefinisikan sebagai jumlah persen komulatif dari butir agregat yang
tertinggal diatas suatu set ayakan kemudian nilai tersebut dibagi
dengan seratus (Ilsley, 1942:232). Susunan lubang ayakan itu sebagai
berikut : 38 mm, 19 mm, 9.6 mm, 4.8 mm, 2.4 mm, 1.2 mm, 0.6 mm,
0.3 mm, dan 0.15 mm.
Makin besar nilai modulus halus menunjukan bahwa makin besar
butir-butir batuannya. Pada umumnya pasir dapat dikelompokan
menjadi tiga macam tingkat kehalusan, yaitu :
a. Pasir halus : dengan modulus halus butir 2,2 – 2,6
b. Pasir sedang : dengan modulus halus butir 2,6 – 2,9
c. Pasir kasar : dengan modulus halus butir 2,9 – 3,2
Adapun modulus halus kerikil diantara 5 dan 8.

40
Modulus halus butir selain untuk menjadi ukuran kehalusan butir juga
dapat dipakai untuk mencari nilai perbandingan berat antara pasir dan
kerikil, bila kita akan membuat campuran beton. Modulus halus butir
batuan dari campuran pasir dan kerikil untuk bahan pembuat beton
berkisar antara 5 dan 6,5.
Hubungan antara modulus halus butir pasir dan dengan modulus halus
butir kerikil dan dengan modulus halus butir campurannya dapat
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
+ ,
W= x 100% (4.3)
, -
Dimana : W = persentase berat pasir terhadap kerikil
K = modulus halus butir kerikil
P = modulus halus butir pasir
C = modulus halus butir campuran
Misalnya dari hasil pemeriksaan pasir dan kerikil diperoleh dengan
modulus halus butir pasir dan kerikil berturut-turut 2,5 dan 7,4.
Diinginkan modulus halus butir campurannya sebesar 5,8 maka dapat
dihitung :
., ,0
W= x 100% = 49%
,0 1,

Berat pasir terhadap kerikil sebesar 49% atau dapat dikatakan


perbandingan antara berat pasir dengan kerikil sebesar 49 : 100.
Cara menentukan perbandingan dengan rumus ini dapat dipakai, akan
tetapi hasilnya masih harus digambarkan dengan diagram gradasi,
karena nilai modulus halus butir tidak menggambarkan variasi besar
butir yang diteliti.
Jadi sebaiknya rumus ini hanya dipakai untuk menentukan
perbandingan pasir dan kerikil secara kasar saja sebelum memulai
hitungan gradasi campuran yang menggunakan tabel-tabel dan
diagram gradasi.

41
Jenis agregat digolongkan dua macam, yaitu sebagai berikut:
1. Agregat halus (pasir alami dan buatan)
Agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh
langsung dari sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecahan batu.
Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih kecil dari 4,75
mm (ASTM C 125 – 06). Agregat yang butir-butirnya lebih kecil dari
1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang lebih kecil dari
0,075 mm disebut silt, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut
clay (SK SNI T-15-1991-03). Persyaratan mengenai proporsi agregat
dengan gradasi ideal yang direkomendasikan terdapat dalam standar
ASTM C 33/ 03 “Standard Spesification for Concrete Aggregates”.
Menurut SK SNI S 04 1989 F : 8 disebutkan mengenai persyaratan
pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan bangunan sebagai
berikut :
a. Agregat halaus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras
dengan indeks kekerasan < 2,2.
b. Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai
berikut :
• Jika dipakai natriun sulfat bagian hancur maksimal 12%
• Jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%
• Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila
apabila pasir mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasir
harus dicuci.
• Pasir tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu
banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari
Abrans-Harder dengan larutan jenuh NaOH 3%
• Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan
antara 1,5 sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka
ragam.
• Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir
terhadap alkali harus negatif.

42
• Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk
semua mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga
pemerintahan bahan bangunan yang diakui.
• Agregat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi
terapan harus memenuhi persyaratan pasir pasangan.

Tabel 4.2. Gradasi Saringan Ideal Agregat Halus


Diameter Saringan Persen Lolos Gradasi Ideal
(mm) (%) (%)

9,5 mm 100 100


4,75 mm 95 - 100 97,5
2,36 mm 80 - 100 90
1,18 mm 50 - 85 67,5
600 µm 25 - 60 42,5
300 µm 5 - 30 17,5
150 µm 0 - 10 5
(Sumber: ASTM C 33/ 03)

2. Àgregat kasar (kerikil atau batu pecah)


Menurut ASTM C 33 - 03 dan ASTM C 125 - 06, agregat kasar adalah
agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 4,75 mm. Ketentuan
mengenai agregat kasar antara lain :
a. Harus terdiri dari butir – butir yang keras dan tidak berpori.
b. Butir – butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh – pengaruh cuaca, seperti terik matahari
dan hujan.
c. Tidak boleh mengandung zat alkali atau zat-zat yang dapat
merusak beton, seperti zat – zat yang relatif alkali.
d. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %. Apabila kadar
lumpur melampaui 1 %, maka agregat kasar harus dicuci.
e. Ukuran maksimal kerikil beton adalah 30 mm dan ukuran minimal
adalah 6 mm.

43
Persyaratan mengenai proporsi gradasi saringan untuk campuran beton
berdasarkan standar yang direkomendasikan ASTM C 33/ 03 “Standard
Spesification for Concrete Aggregates” (lihat Tabel 3.1). Dan standar
pengujian lainnya mengacu pada standar yang direkomendasikan pada
ASTM.

Tabel 4.3. Gradasi Saringan Ideal Agregat Kasar


Diameter Saringan Persen Lolos Gradasi Ideal
(mm) (%) (%)
25,00 100 100
19,00 90 -100 95
12,50 - -
9,50 20 – 55 37,5
4,75 0 – 10 5
2,36 0–5 2,5
(Sumber: ASTM C 33/ 03)

4.1.2 Semen (Portland Cement)


Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan
beton dan pasangan batu yang digunakan untuk menyatukan bahan
menjadi satu kesatuan yang kuat. Jenis atau tipe semen yang digunakan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam
hal ini perlu diketahui tipe semen yang distandardisasi di Indonesia.
Menurut ASTM C150, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I : Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan
umum, tidak memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi,
ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal).
Tipe II : Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan
terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.
Tipe III : High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan
kekuatan awal tinggi (cepat mengeras)

44
Tipe IV : Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang
memerlukan panas hidrasi rendah, dengan kekuatan awal
rendah.
Tipe V : High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang
tahan terhadap kadar sulfat tinggi.

Selain semen Portland di atas, juga terdapat beberapa jenis semen lain :
1. Blended Cement (Semen Campur)
Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus yang
tidak dimiliki oleh semen portland. Untuk mendapatkan sifat khusus
tersebut diperlukan material lain sebagai pencampur. Jenis semen
campur :
a. Portland Pozzolan Cement (PPC)
b. Semen Mosonry
c. Portland Composite Cement (PCC)
2. Water Proofed Cement
Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen
Portland dengan “Water proofing agent”, dalam jumlah yang kecil.
3. White Cement (Semen Putih)
Semen putih dibuat untuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan konstruktif.
4. High Alumina Cement
High alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan
pengerasan yang cepat dan tahan terhadap serangan sulfat, asam akan
tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali.
5. Semen Anti Bakteri
Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen
Portland dengan “anti bacterial agent” seperti germicide.
(Sumber : http://en.wikipedia.org)

45
4.1.3. Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur
dan pengaduk antara semen dan agregat. Pada umumnya air yang dapat
diminum memenuhi persyaratan sebagai air pencampur beton, air ini harus
bebas dari padatan tersuspensi ataupun padatan terlarut yang terlalu
banyak, dan bebas dari material organik (Mindess et al.,2003).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan
penggunaannya harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum
Bahan Bangunan Di Indonesia (PUBI-1982), antara lain :
1. Air harus bersih dan bening, tidak bewarna dan tidak berasa.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram /
liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak
beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram /
liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m. dan senyawa
sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m. sebagai SO3.
5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan
dievaluasi.

4.1.4 Bahan tambah (Zat Additive)


Bahan tambah (additive) ditambahkan pada saat pengadukan
dilaksanakan. Bahan tambah (additive) lebih banyak digunakan untuk
penyemenan (cementitious), jadi digunakan untuk perbaikan kinerja.
Ketentuan mengenai zat additive antara lain :
1. Pemakaian zat additive pada campuran beton untuk segala alasan yang
berhubungan kemudahan dalam pengerjaan beton atau Workability
harus disetujui oleh Konsultan PENGAWAS.
2. Penggunaan zat additive dalam campuran beton harus melalui proses
penelitian dan percobaan dilaboratorium beton dengan biaya sendiri
dari Kontraktor Pelaksana.

46
3. Kontraktor Pelaksana harus menunjukan standar, aturan, dan syarat
yang berlaku secara umum mengenai zat additive yang akan dipakai.
4. Kerusakan dan kegagalan struktur akibat penggunaan zat additive yang
dapat dibuktikan secara teknis sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Kontraktor Pelaksana.
Menurut standar ASTM C 494/C494M – 05a, jenis bahan tambah kimia
dibedakan menjadi tujuh tipe, yaitu :
a. water reducing admixtures
b. retarding admixtures
c. accelerating admixtures
d. water reducing and retarding admixtures
e. water reducing and accelerating admixtures
f. water reducing, high range and retarding admixtures admixtures

4.2. Perencanaan Campuran (Mix Design)


Tujuan utama mempelajari sifat – sifat beton adalah untuk
perencanaan campuran (mix design), yaitu pemilihan bahan – bahan beton
yang memadai, serta menentukan proporsi masing – masing bahan untuk
menghasilkan beton ekonomis dengan kualitas yang baik (Antoni –
P.Nugraha, 2007). Sedangkan tujuan utama dari perencanaan beton (mix
design) adalah menentukan volume/kuantitas masing-masing bahan
sehingga menghasilkan beton yang seekonomis mungkin. Secara umum
faktor-faktor perencanaan campuran beton (Nugraha P., 1980), adalah :
1. Persyaratan :
a. Jenis struktur
b. Kondisi lingkungan
c. Kualitas material
d. Ukuran penampang
e. Koefisien variasi
2. Dasar perencanaan :
a. Kekuatan rencana
b. Ukuran butir terbesar

47
c. Slump
d. Kelecakan (workability)
e. Ketahanan (durability)
f. Jenis admixture
3. Perhitungan :
a. Faktor air/semen
b. Jumlah air
c. Faktor semen/agregat
d. Perhitungan proporsi.

Dalam laporan ini, mix design dilaksanakan dengan menggunakan metode


DOE (Department of Environment). Perencanaan dengan cara DOE
dipakai sebagai standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum di
Indonesia dan dimuat dalam buku standar SK SNI T-15-1990. Pemakaian
metode DOE karena metode ini yang paling sederhana dengan
menghasilkan hasil yang akurat, diantaranya penggunaan rumus dan grafik
yang sederhana.
Secara garis besar langkah perhitungan mix design cara DOE dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. menentukan kuat tekan rata-rata rencana (f’c)
2. faktor air semen
3. nilai slump
4. besar butir agregat maksimum
5. kadar air bebas
6. proporsi agregat
7. berat jenis agregat gabungan, dan
8. menghitung proporsi campuran beton.

48
4.3. Quality Control
4.3.1. Slump Test
1. Pemeriksaan kekentalan beton (kosistensi) harus dilakukan setiap
beton dituangkan dari Concrete Mixer atau minimal setiap 3 m3
pekerjaan beton pada setiap mutu beton.
2. Pemeriksaan kekentalan beton dilakukan dengan metode Slump Test
dimana nilai slump yang diperoleh harus sesuai dengan nilai slump
rencana yang ada pada Mix Disain.
3. Nilai slump = Tinggi alat slump – Tinggi beton setelah penurunan
4. Alat uji harus berupa sebuah cetakan yang terbuat dari bahan logam
yang tidak lengket dan tidak bereaksi dengan pasta semen. Ketebalan
logam tersebut tidak boleh lebih kecil dari 1,5 mm dan bila dibentuk
dengan proses pemutaran (spinning), maka tidak boleh ada titik
dalam cetakan yang ketebalannya lebih kecil dari 1,15 mm.

Gamabr 4.1. Cetakan untuk Uji Slump (kerucut abram)

49
4.3.2. Benda Uji Beton
1. Kontraktor Pelaksana harus mengambil benda uji beton dalam bentuk
kubus dan slinder standar. Ukuran kubus adalah 20x 20x20 cm dan
ukuran silinder tinggi 30 cm dan diameter 15 cm.
2. Benda uji beton harus diambil minimal 20 benda uji untuk setiap mutu
beton yang berbeda atau minimal satu benda uji setiap 3 m3 beton
dalam satu kali pengecoran.
3. Pengambilan benda uji harus dilakukan secara acak dan selang seling
antara satu campuran dengan campuran yang lain untuk mutu beton
yang sama.
4. Benda uji beton harus dirawat sampai berumur 28 hari.
5. Pada benda uji beton harus dicantumkan mutu beton, nama benda uji
,dan tanggal pengambilan benda uji yang tidak mudah hilang dan
luntur.

Gambar 4.2. Tanda Benda Uji Kuat Beton

4.3.3. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton


1. Kontraktor Pelaksana harus melakukan pemeriksaan terhadap kuat
tekan beton yang telah selesai mereka kerjakan minimal sebelum
pekerjaan pengecoran melebihi 50% dari total pekerjaan pengecoran.
2. Tujuan pemeriksaan kuat tekan beton adalah untuk mendapatkan Mutu
Beton hasil pelaksanaan pekerjaan pengecoran lapangan.

50
3. Yang dimaksud dengan Mutu Beton adalah Kuat Tekan Karakteristik
yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kuat tekan benda uji kubus
ukuran 20 x 20 x 20 cm umur 28 hari dengan minimal 20 benda uji.
4. Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Beton
dengan minimal 20 benda uji kubus atau silinder untuk setiap mutu
beton.
5. Pemeriksaan kuat tekan beton pada Laboratorium Beton oleh
Kontraktor Pelaksana harus didampingi oleh Konsultan Pengawas.
Pemeriksaan kuat tekan beton tanpa didampingi oleh Konsultan
Pengawas hasilnya dianggap tidak sah.
6. Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pemeriksaan kuat
tekan beton ini dibebankan kepada Kontraktor Pelaksana.
7. Mutu Beton hasil pemeriksaan kuat tekan benda uji kubus yang kurang
dari 95% dari Mutu Beton Rencana dianggap gagal dan beton yang
telah selesai dikerjakan dilapangan harus dibongkar kecuali diputuskan
lain oleh Konsultan Perencana dengan disertakan Rekomendasi Ahli
beton.
8. Kontraktor Pelaksana tidak diperbolehkan melanjutkan pekerjaan
pengecoran beton jika hasil pemeriksaan kuat tekan beton
menghasilkan kuat tekan yang berbeda dengan kuat tekan beton
rencana.
9. Perencanaan ulang untuk Mix Disain harus dilakukan oleh Kontraktor
Pelaksana untuk beton yang gagal dalam uji kuat tekan jika dalam
pemeriksaan oleh Konsultan Pengawas bersama dengan Kontraktor
Pelaksana kegagalan kuat tekan disebabkan oleh kesalahan dalam
perencanaan campuran dan bukan karena kesalahan pada tahap
pelaksanaan.
10. Pemeriksaan kuat tekan beton selain dengan uji tekan pada
laboratorium beton harus disetujui oleh Konsultan Pengawas.
11. Laporan hasil pemeriksaan Mutu Beton harus disetujui oleh Konsultan
Pengawas.

51
Gambar 4.3. Perkiraan Perkembangan Kekuatan Beton

4.3.4. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton Dengan Cara Lain


1. Jika pemeriksaan Kuat Tekan Beton dengan cara Uji Tekan Kubus
Beton hasilnya meragukan dan tidak disetujui oleh Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas atau Owner, maka cara pemeriksaan
mutu beton dengan uji langsung pada konstruksi beton harus
dilakukan.
2. Pemeriksaan mutu beton dengan uji langsung ke konstruksi beton jika
tidak ditentukan khusus oleh Konsultan Perencana maka harus
dilakukan dengan salah satu metode seperti dibawah ini :
a. Metode Core Drill.
b. Metode Hammer Test.
3. Konsultan Perencana berhak menentukan metode mana yang akan
dipakai untuk pemeriksaan kuat tekan beton langsung ke konstruksi
beton.
4. Posisi dan lokasi pengujian untuk masing-masing komponen struktur
ditentukan oleh Konsultan Perencana atau Konsultan Pengawas

52
5. Jumlah titik pengujian jika tidak ditentukan oleh Konsultan
Perencana, maka harus diambil minimal 10 titk untuk masing-masing
komponen struktur dan masing-masing mutu beton.
6. Data Kuat Tekan yang diperoleh dari hasil uji langsung kuat tekan
pada konstruksi beton harus dikalkulasi kembali oleh Kontarktor
Pelaksana untk memperoleh Kuat Tekan karakteristik Beton (mutu
beton).
7. Kuat Tekan Beton Karakteristik yang diperoleh dari uji langsung ke
konstruksi beto adalah hasil final yang harus diakui oleh Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas, Kontraktor Pelaksana dan Owner.
.
4.3. Bahan Capping
Pada saat pengujian compression, permukaan silinder beton haruslah
rata sehingga gaya tekan menyebar di semua permukaan silinder beton
tersebut. Untuk mendapatkan permukaan silinder beton yang rata
diperlukan bahan tambahan yang disebut capping. Bahan capping yang
biasa digunakan adalah belerang.
Bahan pembuatan belerang sebagai capping adalah dengan cara
memanaskan bubuk belerang hingga mencair dan dituang ke alat cetak
capping. Selanjutnya ujung permukaan silinder beton yang tidak rata di
timpa ke alat cetak capping tersebut sampai belerang menutup ujung
permukaan beton dan mengeras.
Selain belerang terdapat juga bahan capping lainnya yaitu topi baja
dan teflon. Topi baja berupa pad elastomer yang dimasukkan ke dalam
topi logam kaku yang berfungsi menahan atau mereduksi beban. Ukuran
diameter topi baja 6 mm lebih besar dari diameter silinder beton.
Sedangkan untuk penggunaan teflon dibentuk mengikuti bentuk
permukaan benda uji. Teflon ini mempunyai dua jenis ketebalan yaitu 100
µm dan 50 µm.

53
(a)

(b) (c)
Gambar 4.4. Jenis capping, (a) belerang (b) topi baja dan (c) teflon

4.4. Karbonasi
Karbonisasi pada beton terjadi akibat unsur kalsium yang ada pada
beton tercampur oleh karbon dioksida yang ada di udara dan berubah
menjadi kalsium karbonat. Pasta semen mengandung 25-50% kalsium
hidroksida (Ca(OH)2), dimana rata-rata nilai pH dari pasta semen segar
setidaknya 12,5. Sedangkan nilai pH pasta semen yang terkarbonasi
seluruhnya berkisar 7.
Beton akan terkarbonasi jika karbon dioksida dari udara atau dari air
meresap ke dalam beton. Tingkat karbonasi tergantung dari porositas dan
unsur kelembaban pada beton. Jika beton terlalu kering (RH<40%) CO2
tidak dapat larut dan karbonasi tidak terjadi. Sebaliknya jika beton terlalu
basah (RH>90%) CO2 tidak dapat meresap ke dalam beton dan karbonasi

54
juga tidak dapat terjadi pada beton. Kondisi optimal untuk terjadinya
karbonasi pada saat RH 50% (berkisar antara 40-90%).
Karbonasi sangat merugikan pada beton bertulang karena
menyebabkan atau berhubungan langsung dengan proses korosi pada
tulangan dalam beton dan proses penyusutan (shrinkage). Tetapi pada
beton biasa, karbonasi menyebabkan peningkatan nilai kuat tekan maupun
tarik. Sehingga tidak semua efek karbonasi itu merugikan. Untuk
mengetahui secara cepat dimana beton mengalami karbonasi, dapat
dilakukan dengan cara menuangkan/meneteskan cairan Phenolphthalein,
yang biasa disebut Phenolphthalein indicator. Jika setelah dituang beton
berwarna keunguan, maka beton tidak terkarbonasi. Tetapi jika tidak
berwarna, maka beton telah terkarbonasi.

Gambar 4.5. Beton terkarbonasi

55
BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)


Sampel yang akan dibuat dalam pengujian harus direncanakan sesuai
dengan tinjauan pengujian dan kondisi yang ada. Perencanaan terhadap
prosedur pelaksanaan pengujian ini secara keseluruhan dapat dijelaskan
melalui diagram alir pada Gambar 5.1.

MULAI

Pengujian Bahan Beton

Semen Agregat Halus Agregat Kasar Air

Pengujian: Pengujian: Pengujian:


Berat Jenis Analisa Saringan Analisa Saringan
Konsistensi Normal Kadar Lumpur Kadar Lumpur
Pengikat Awal Kotoran Organik Berat Jenis
Berat Jenis Penyerapan Air
Penyerapan Air

Perencanaan Campuran Beton


(Mix Design)

56
A

Pembuatan Sampel / Benda Uji Beton

Perawatan

Pengujian Sampel / Benda Uji Beton

Pengujian Kuat Pengamatan Pengujian


Tekan Beton Pola Retak Absorpsi

Analisa Data

Hasil dan
Kesimpulan

Selesai

Gambar 5.1. Prosedur Perencanaan Mix Design

57
5.1.1. Pengujian Mutu Bahan
Pada perencanaan campuran beton mutu K 300, bahan yang
digunakan untuk pembuatan benda uji pada pengujian ini adalah :
1. Agregat halus : Pasir ex Lumajang
2. Agregat kasar : Batu Pecah ex Pasuruan
3. Semen portland : Semen Type I ex Holcim
4. Air : Laboratorium Holcim

Hasil pengujian laboratorium agregat halus dan agregat kasar


dapat dilihat pada Tabel 5.1 Sedangkan hasil analisa saringan agregat halus
dan agregat kasar serta agregat campuran dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan
Tabel 5.3.

Tabel 5.1. Hasil Pengujian Laboratorium Agregat.


Uraian Pengujian Pasir Batu Pecah
1. Berat Volume 1,650 gr/cm3 1,495 gr/liter
2. Berat Jenis
a. Bulk 2,736 t/m3 2,694 t/m3
b. SSD 2,78 t/m3 2,742 t/m3
c. Semu 2,855 t/m3 2,830 t/m3
3. Penyerapan 1,523 % 1,781 %
4. Lolos saringan No. 200 (0,075 mm) 0,720 % 0,283 %
5. Pemeriksaan kotoran Organik Putih bening -
6. Kekekalan Fraksi halus
a. Larutan Natrium Sulfat 0,13 % 0,17 %
b. Larutan Magnesium Sulfat 0,17 % 0,18 %
7. Kadar lumpur 0,095 % 0,00 %
8. Kepipihan - 24,48%
9. Kepanjangan - 9,36 %
10. Keausan - 21,13 %

58
Tabel 5.2. Hasil Analisis Saringan Agregat Halus
Lubang Pasir ex Lumajang
Saringan Berat Tertinggal Lolos
(inc/mm) (gram) (%) (E%)
# 4,76 43,2 3,84 3,84
2,38 97,9 8,71 12,55
1,19 143,6 12,77 25,32
0,59 241,9 21,52 46,84
0,297 449,8 40,01 86,85
0,149 139,9 12,44 99,30
Pan 7,9 0,70 -
Jumlah 1124,2 100 0
Fm Pasir = 2,75

Tabel 5.3. Hasil Analisis Saringan Agregat Kasar


Lubang Batu Pecah Komulatip
Saringan Tertinggal Tinggal Lolos
(inc/mm) (gram) (%) (E%)
2 76,2
38,1
19,1 2347 37,23 37,23
9,5 3957 62,77 100
4,76 100
2,38 100
# 1,19 100
0,59 100
0,297 100
0,149 100
0 -
Jumlah 6304,0 100 737,23
Fm BBp = 7,372

59
5.1.2. Langkah-langkah Perencanaan Mix Design
Langkah-langkah mix design metode DOE menurut SK SNI T – 15 –
1990 – 03, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan kuat tekan beton yang disyaratkan
Ditetapkan K 300 = 24,9 mpa
2. Menetapkan nilai deviasi standar / nilai tambah
Pada SNI 03 – 2847 – 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung, disebutkan bahwa apabila data untuk
menetapkan standar deviasi tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata
perlu (f’cr) ditetapkan berdasarkan kuat tekan yang disyaratkan (f’c).

Tabel 5.4. Kuat Tekan Rata-rata Perlu


Persyaratan kuat tekan f’c kuat tekan rata-rata perlu f’cr
(Mpa) (Mpa)
Kurang dari 21 F’c + 7
21 sampai dengan 35 F’c + 8,5
Lebih dari 35 F’c + 10
(SNI 03–2847–2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung)

Dari hasil pengujian sebelumnya didapatkan kekuatan tekan beton


mutu K 300 di laboratorium tes Holcim.
Tabel. 5.5. Data Pemeriksaan Kuat Tekan Mutu Beton
Tanggal Kuat Tekan Umur 28 Rata2 Ket. Rata2 Ket.
A B (x) (a) 3 (b)
437,96 337,86 387,91 Ok - -
21/10/13 400,42 338,86 369,64 Ok - -
437,96 350,37 394,165 Ok 383,91 Ok
375,4 425,45 400,425 Ok 388,08 Ok
23/10/13 400,42 350,37 375,395 Ok 390,00 Ok
387,91 351,37 369,64 Ok 381,82 Ok
Rata-rata ̅ 382,86

60
Dari tabel 5.7. dapat ditentukan nilai standar deviasi, dengan rumus :

( 6 6̅ )²
Sd = 4∑ = 13,17 : 11,364 = 1,16
7

3. Menentukan Nilai Tambah/Margin (m)


M =k x s
= 1,64 x 1,16
= 1,9
4. Menghitung kuat tekan rata-rata perlu
f’cr = f,c + m
= 24,9 + 1,9
= 26,8 mpa
5. Menetapkan jenis semen dan agregat
• Jenis semen = Pasir ex Lumajang
• Jenis agregat halus = Batu Pecah ex Pasuruan
• Jenis agregat kasar = Semen Type I ex Holcim
6. Menentukan faktor air semen
Faktor air semen ditentukan dengan Tabel 5.2. dan Grafik 5.1 sebagai
berikut :

Tabel 5.6. Perkiraan Kekuatan Tekan Beton dengan Faktor Air Semen 0,5
Kekuatan Tekan (N/mm2)
Jenis Semen Jenis Agregat Kasar Pada Umur (hari) Bentuk
3 7 28 91 Benda Uji
Semen Batu tak dipecahkan 17 23 23 40 Silinder
Type I atau Batu pecah 19 27 37 45
semen Type Batu tak dipecahkan 20 28 40 48 Kubus
II, V Batu pecah 23 32 45 54
Batu tak dipecahkan 21 28 38 44 Silinder
Semen Batu pecah 25 33 44 48
Type III Batu tak dipecahkan 25 31 46 53 Kubus
Batu pecah 30 40 53 60
(SK SNI T – 15 – 1990 – 03, tabel 2 halaman 6)

61
37

0,6

Grafik 5.1. Hubungan antara Kuat Tekan dan Faktor Air Semen
Dari Tabel 5.6. dan Grafik 5.1. diperoleh faktor air semen 0,6

7. Menentukan nilai faktor air semen maksimum


Tabel 5.7. Persyaratan FAS dan Jumlah Semen minimum untuk berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Keterangan Fas maksimum
Beton di dalam ruangan bangunan :
• Keadaan keliling non korosif 0.6
• Keadaan keliling korosif disebabkan oleh 0.52
kondensasi atau uap korosif
Beton diluar ruang bangunan :
• Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari 0.6
langsung
• Terlindung dari hujan dan terik matahari 0.6
langsung

62
Beton yang masuk kedalam tanah :
• Mengalami keadaan basah kering berganti-ganti 0.55
• Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Tabel tersendiri
Beton yang selalu berhubungan dengan air Tabel tersendiri
tawar/payau/laut

Dari Tabel 5.7. diperoleh faktor air semen maksimum 0,6

8. Menetapkan nilai Slump.


Nilai slump dalam SK SNI T – 15 – 1990 – 03, Tata Cara Pembuatan
Rencana Campuran Beton Normal, ditetapkan sedemikian rupa
sehingga diperoleh beton yang mudah dituangkan, dipadatkan dan
diratakan. Dalam hal ini slump ditetapkan sebesar 100 ± 20 mm.
9. Menetapkan ukuran besar butir maksimum
Besar butir agregat maksimum adalah 25 mm.
10. Menetapkan kadar air bebas
Kadar air bebas ditetapkan sebagai berikut :

Kadar air bebas = 2/3 Wh + 1/3 Wk

Dimana : Wh = Perkiraan jumlah air untuk agregat halus


Wk = Perkiraan jumlah air untuk agregat halus

Tabel 5.8. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)


Ukuran maks Jenis Agregat Slump (mm)
Agregat 0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 80
(mm)
10 Alami 150 180 205 225
Batu pecah 180 205 230 250
20 Alami 135 160 180 195
Batu pecah 170 190 210 225
40 Alami 115 140 160 175
Batu pecah 155 175 190 205

63
Sehingga kadar air bebas menjadi :
Kadar air bebas = (2/3 x 205) + (1/3 x 205)
= 205 kg/m3
11. Menghitung kebutuhan semen
Kebutuhan semen = Kadar air bebas / faktor air semen
= 205 / 0,6
= 341,67 kg/m3
Tabel 5.9. Semen minimum untuk pembetonan dan lingkungan khusus
Semen
Keterangan minimum
(kg/m3)
Beton di dalam ruangan bangunan :
• Keadaan keliling non korosif 275
• Keadaan keliling korosif disebabkan oleh 325
kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruang bangunan :
• Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari 325
langsung
• Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 275

Beton yang masuk kedalam tanah :


• Mengalami keadaan basah kering berganti-ganti 325
• Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Tabel
tersendiri
Beton yang selalu berhubungan dengan air Tabel
tawar/payau/laut tersendiri

Kebutuhan semen yang sesuia :


• Kebutuhan semen teoritis = 341,67 kg/m3
• Kebutuhan semen minimum = 325 kg/m3
Maka diambil jumlah semen terbesar, yaitu 341,67 kg/m3

64
12. Menentukan persentase agregat halus dan kasar
Daerah gradasi pasir : zona II
Faktor air semen : 0,6
Nilai slump : 100 ± 2
Ukuran agregat maksmum : 25 mm
Berdasarkan data di atas maka prosentase agregat halus dapat
ditentukan dengan menggunakan Grafik 5.2. sebagai berikut :

43,5

34,5

0,6

Grafik 5.2. Prosentase Agregat Halus terhadap Agregat Gabungan


Untuk ukuran butir maksimum 40 mm dan slump 60-80 mm

Dari Grafik 5.2. diperoleh nilai antara 34,5 – 43,5 %


• Prosentase agregat halus = ( 34,5 + 43,5 ) / 2 = 39 %
• Prosentase agregat kasar = 100 – 39 = 61 %

65
13. Menghitung berat jenis SSD agregat gabungan
Berat jenis SSD agregat gabungan dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
BJ gabungan = ( % agregat halus x BJ SSD agregat halus ) +
( % agregat kasar x BJ SSD agregat kasar )
= ( 0,39 x 2,78 ) + ( 0,61 x 2,742 ) = 2,757 gram/cm3

14. Menentukan berat jenis beton


Besarnya berat jenis beton diperkirakan menggunakan Grafik 5.3.

2450

205

Grafik 5.3. Perkiraan Berat Jenis Beton

Dari Grafik 5.3. didapat perkiraan berat jenis beton basah sebesar
2450 kg/m3.

15. Menghitung berat masing-masing agregat

Berat agregat gabungan = Berat beton – Berat semen – Berat air

66
Berat agregat gabungan = 2450 – 341,67 – 205 = 1903,33 kg/m3
Berat agregat halus = 0,39 x 1903,33 = 742,30 kg/m3
Berat agregat kasar = 0,61 x 1903,33 = 1161,03 kg/m3

16. Koreksi berat agregat dan berat air


• Berat agregat halus :
Penyerapan = 1,523 %
Berat pasir terkoreksi = 742,30 + ( 0,015 x 742,30 )
= 753,44 kg/m3
• Berat agregat kasar :
Penyerapan = 1,781 %
Berat batu terkoreksi = 1161,03 + ( 0,0178 x 1161,03 )
= 1181,70 kg/m3
• Berat air :
Berat air terkoreksi = 205 - (0,015 x 742,3) - (0,0178 x 1161,03)
= 173,20 kg/m3
• Berat Semen :
Berat semen terkoreksi = 173,20 / 0,6
= 288,67 kg/m3
17. Kebutuhan bahan (untuk 1 m3 beton)
• Air = 173,20 liter
• Semen = 288,67 kg / 40 kg / 1 sak = 7,22 sak
• Pasir = 753,44 kg
• Kerikil = 1181,7 kg

Untuk 1 adukan (misal 1 sak semen), maka dibutuhkan :


• Air = 24 liter
• Semen = 1 sak
• Pasir = 104,35 kg
• Kerikil = 163,67 kg

Semen : Pasir : Krikil : Air = 1 : 104,4 : 4,09 : 0,6

67
5.2. Pengujian Beton Segar
5.2.1. Workability Beton Segar
Tingkat kemudahan beton untuk dikerjakan (workability)
ditunjukkan dengan nilai slump. Slump beton merupakan penurunan
ketinggian pada pusat permukaan atas beton yang diukur segera setelah
cetakan uji slump diangkat.

Nilai Slump = Tinggi alat slump – tinggi beton setelah terjadi penurunan

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai Slump beton


segar. Nilai Slump beton menunjukan tingkat / derajat kemudahan
pengerjaan yang berkaitan erat dengan tingkat kelecakan / keenceran
adukan beton. Makin cair adukan beton, makin mudah cara pengerjaannya
begitu juga sebaliknya.
Hasil pengujian nilai slump beton disajikan pada Tabel 5.10 sebagai
berikut :

Tabel 5.10. Hasil Pengujian Nilai Slump


Pemeriksaan Slump (cm)
I II
1 11 9,5
2 11,5 11
3 11 11,5
4 11 10
Rata-rata Slump 10,8

5.3. Pengujian Beton Keras


5.3.1 Uji Kuat Tekan
Untuk mengetahui kuat tekan dari beton yang sudah mengeras. Test
ini dilakukan di laboratoium (off-site). Kekuatan beton dapat diukur dalam
satuan Mpa atau satuan lain misalnya kh/cm2. Kuat tekan ini menunjukan
mutu beton yang diukur pada umur beton 28 hari.

68
Hasil pengujian nilai slump beton disajikan pada Tabel 5.11
sebagai berikut :

Tabel 5.10. Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan Beton K 300


No Tanggal Umur Berat Tekan Kuat Tekan
Buat Test (hari) (kg) (kn) (kg/cm3)
1 24/11/2013 22/12/2013 28 12,86 535 372,06
2 24/11/2013 22/12/2013 28 12,85 505 351,20
3 25/11/2013 22/12/2013 28 12,87 510 354,68
4 25/11/2013 22/12/2013 28 12,90 525 365,11
5 27/11/2013 26/12/2013 29 12,86 520 361,63
6 27/11/2013 26/12/2013 29 12,92 540 375,54
7 24/12/2013 31/12/2013 7 12,83 355 246,88
8 24/12/2013 31/12/2013 7 12,79 340 236,45
9 05/12/2013 02/01/2014 28 13,04 585 406,83
10 05/12/2013 02/01/2014 28 13,09 600 417,27

69
5.4. Analisa Pekerjaan Balok Gedung Kantor (Atap)
5.4.1. Flow chart untuk Balok Gedung Kantor (Atap)

MULAI

SHOP DRAWING BEAM

SURVEY

PASANG BEKISTING

PASANG BESI BALOK

ADAKAN CHEK LIST

PERSETUJUAN PENGAWAS

PELAKSANAAN PENGECORAN

PERAWATAN BETON BONGKAR BEKISTING

SELESAI

Gambar. 5.2 Flow Chart Pelaksanaan Balok Gedung Kantor (Atap)

70
5.4.2. Pelaksanaan Survey
Sebelum pelaksanan Bekisting perlu dilakukan pekerjaan survey
untuk menentukan letak bekisting sesuai dengan gambar rencah.
Data Teknis :
1. Alat
• Total station 1000 m akurasi 5“ : 1 unit
• Waterpass : 1 unit
2. Tenaga kerja
• Kru surveyor : 2 orang
3. Durasi
• Penentuan titik pinjam 1 meter : 15 menit/titik

Siklus waktu Surveyor 2 titik pinjam x 15 menit = 30 menit


@ Tenaga kerja 30 x 2 = 60 menit

Koefisien tenaga kerja = 0,016


:

5.4.3. Pelaksanaan Pasang Perancah


Data Teknis :
1. Bahan
• Peri grider GT.24 : 0,83 set
• Kayu uk. 6/12
.
- Timber melintang 2m x : 23,33 m
,:

- Timber memanjang 7 m x 4 : 28 m +
51,33 m
Total keperluhan bahan 0,06 x 0,12 x 51,33 = 0,37 m3

• Kayu uk. 5/7


.
- Stronger beam 2 x ( 0,7 m x ) : 16,33 m
,:
.
- Botom form melintang 0,25 m x : 2,92 m
,:

71
- Botom form memanjang 7 m x 2 : 14 m
.
- Side form melintang 2 x ( 0,6 m x ) : 14 m
,:

- Side form memanjang 7m x 6 : 42 m +


89,25 m
Total keperluhan bahan 0,05 x 0,07 x 89,25 = 0,31 m3

• Papan triplek 4 mm
- Botom form 0,35 m x 7 m : 2,45 m2
- Side form 2 x ( 0,7 m x 7 m ) : 9,8 m2 +
12,25 m2
1,1
Total keperluhan bahan = 4,25 lembar
1,00

2. Alat
• Tower Crane 50 m : 1 unit
• Waterpass : 1 unit
• Scafolding : 6 set
3. Tenaga kerja
• Kru bekisting : 2 orang
4. Durasi
• Pengangkutan Kayu + peri girder
- Pengikatan : 25 detik
- Pengangkutan : 15 detik
- Swing : 25 detik
- Penurunan : 10 detik
- Pembongkaran : 20 detik
- Pengangkatan kembali : 10 detik
- Swing kembali : 25 detik
- Penurunan kembali : 10 detik +
Jumlah waktu 140 detik
• Pengangkutan Form
- Pengikatan : 20 detik

72
- Pengangkutan : 15 detik
- Swing : 20 detik
- Penurunan : 10 detik
- Pembongkaran : 20 detik
- Pengangkatan kembali : 10 detik
- Swing kembali : 25 detik
- Penurunan kembali : 10 detik +
Jumlah waktu 130 detik

• Pengangkutan Scafolding
- Pengikatan : 35 detik
- Pengangkutan : 15 detik
- Swing : 30 detik
- Penurunan : 10 detik
- Pembongkaran : 25 detik
- Pengangkatan kembali : 10 detik
- Swing kembali : 30 detik
- Penurunan kembali : 10 detik +
Jumlah waktu 165 detik

Siklus Waktu Tower Crane 435 detik = 7,25 menit


@ Tower Crane = 7,25 menit

Koefisien TC = 0,138
.,1

• Pemasangan Scafolding
Langkah 1 :
- Pas. Base jack 10 detik/unit x 5 : 50 detik
Langkah 2 :
- Pas. Main frame 30 detik/unit x 5 : 150 detik
- Pas. Cross brace 15 detik/unit x 5 : 75 detik +
Jumlah waktu 225 detik

73
Langkah 3 :
- Pas. Join pin 20 detik/unit x 5 : 100 detik
- Pas. Ladder frame 15 detik/unit x 5 : 75 detik
- Pas. Cross brace 15 detik/unit x 5 : 75 detik +
- Jumlah waktu 250 detik
• Pemasangan Girder
- Pas. Cross head jack 20 detik/unit x 5 : 100 detik
- Pas. Peri girder GT. 24 40 detik/unit x 5 : 200 detik +
Jumlah waktu 300 detik
• Pemasangan Timber
.
- Sambungan 10 detik/unit x ( 2 x ) : 233,33 detik
,:

• Pemasangan Bottom form


.
- Pas. Papan 5 detik/unit x ( 2 x ) : 116,67 detik
,:
.
- Sambungan 10 detik/unit x ( 2 x ) : 233,33 detik
,:

Jumlah waktu 350 detik


• Pemasang Side form
.
- Pas. Papan 5 detik/unit x ( 2 x ) x 2 : 233,33 detik
,:
.
- Sambungan 10 detik/unit x ( 2 x ) x 2 : 466,67 detik
,:

Jumlah waktu 700 detik


• Pemasangan Beam clamp
.
- Pas. Kayu 5 detik/unit x ( 2 x ) x 2 : 233,33 detik
,:

• Pemasangan Stronger beam


.
- Sambungan 10 detik/unit x ( 2 x ) : 233,33 detik
,:

-
Siklus Waktu Bekisting 2574,99 detik = 42,92 menit
@ Tenaga kerja 42,92 x 2 = 85,84 menit

Koefisien tenaga kerja = 0,012


0 ,0

74
5.4.4. Pelaksanaan Pembesian Balok

Gambar 5.3 Pemasangan Tulangan dan Penempatan Sambungan

Gambar 5.4 Denah Atap Beton Gedung Kantor

75
Gambar 5.5 Potongan Tulangan Balok

Data Teknis :
1. Bahan
• Besi D 25 ( 7 m x ¼ x π x 0,0252 m ) x 5 : 0,0172 m3
• Besi D 16 ( 7 m x ¼ x π x 0,0162 m ) x 4 : 0,00563 m3
.
• Besi D 13 2,1 m x x ( ¼ x π x 0,0132 m ) : 0,00976 m3
,1

Total keperluhan bahan :


- Besi D 25 0,0172 m3 x 7850 kg/ m3 = 134,87 kg
- Besi D 16 0,00563 m3 x 7850 kg/ m3 = 44,19 kg
- Besi D 13 0,00976 m3 x 7850 kg/ m3 = 76,58 kg

2. Alat
• Tower Crane
• Bar cutter
• Bending

76
3. Tenaga Kerja
• Kru Pembesian : 2 orang
4. Durasi
• Pengankutan besi
- Pengikatan : 35 detik
- Pengangkutan : 15 detik
- Swing : 30 detik
- Penurunan : 10 detik
- Pembongkaran : 25 detik
- Pengangkatan kembali : 10 detik
- Swing kembali : 30 detik
- Penurunan kembali : 10 detik +
Jumlah waktu 165 detik

Siklus Waktu Tower Crane 165 detik = 2,75 menit


@ Tower Crane = 2,75 menit

Koefisien TC = 0,36
1,.

• Besi Utama
;
- Pemotongan 30 detik x : 67,5 detik

- Pemasangan 15 detik x 9 : 135 detik


- Pembentukan 30 detik x 3 : 90 detik +
Jumlah waktu 292,5 detik
• Besi Begel
<
- Pemotongan 30 detik x : 262,5 detik
<
- Pembentukan 120 detik x : 1050 detik

- Pemasangan 135 detik x 35 : 4725 detik +


Jumlah waktu 6127,5 detik

77
Siklus Waktu pembesian 6127,5 detik = 102,125 menit
@ tenaga kerja 102,125 x 2 = 204,25 menit

Koefisien Tenaga kerja = 0,005


1 ,1

5.4.5. Pelaksanaan Chek List


Data Teknis
1. Alat
• Total station 1000 m akurasi 5“ : 1 unit
• Alat ukur : 1 unit
• Waterpass : 1 unit
2. Tenaga kerja
• Kru surveyor : 2 orang
3. Durasi
• Chek titik ketinggian balok : 15 menit/titik

Siklus waktu Chek List = 30 menit
@ tenaga kerja 30 x 2 = 60 menit

Koefisien tenaga kerja = 0,016


:

5.4.6. Pelaksanaan Pengecoran


Data teknis
1. Alat
• Tower Crane 50 m : 1 unit
• Concrete Vibrator : 1 unit
• Truck Mixer : 1 unit
• Concrete Bucket : 1 unit
2. Bahan
• Beton K 300 0,35 m x 0,7 m x 7 m : 1,715 m3

78
3. Tenaga kerja
• Kru pengecoran : 2 orang
4. Durasi
• Pengisian beton ke dalam bucket : 0,5 menit
• Pengangkutan : 3 menit
• Swing : 0,5 menit
• Penempatan (position load) : 1 menit
• Cor (concreting) : 4 menit
• Bucket kembali (return to load) : 3 menit

Siklus waktu pengecoran = 12 menit


@ Tower Crane = 12 menit

Koefisien tenaga kerja = 0,083


1

5.4.7. Pelaksanaan Pembongkaran Bekisting


Data teknis
1. Tenaga kerja
• Kru pembongkaran : 2 orang
2. Durasi
• Pembongkaran scafolding 4 menit x 5 : 20 menit
• Pembongkaran bekisting
- Bottom form : 15 menit
- Side form 15 menit x 2 : 30 menit +
Jumlah waktu 65 menit

Siklus waktu pembongkaran = 12 menit


@ tenaga kerja 65 x 2 = 130 menit

Koefisien @tenaga kerja = 0,008


<

79
5.5. Analisa Harga Satuan Pekerjaan Balok Gedung Kantor (Atap)
Nilai Harga Satuan Pekerjaan dapat ditentukan dari hasil analisa
perhitungan kebutuhan alat dan bahan serta waktu pelaksanaan Pekerjaan
Balok Gedung Kantor (Atap).
Hasil Analisa Harga Satuan Pekerjaan disajikan pada Tabel 5.11
sebagai berikut :

Tabel. 5.11 Hasil Analisa Harga Satuan Pekerjaan Balok 1 m3


No Uraian Pekerjaan Harga Satuan Pekerjaan
I Pekerjaan Survey Rp. 700
II Pekerjaan Bekisting Rp. 831.261
III Pekerjaan Pembesian Rp. 1.074.413
IV Pekerjaan Chek list Rp. 700
V Pekerjaan Pengecoran Rp. 632.426
VI Pekerjaan Pembongkaran Rp. 261
Total Harga Satuan Pekerjaan Rp 2.539.761

Dari tabel 5.11. Dalam pekerjaan Balok Gedung Kantor (Atap) 1m3
memerlukan harga biaya Rp. 2.539.761,- (Dua Juta Lima Ratus Tiga Puluh
Sembilan Ribu Tujuh Ratus Enam Puluh Satu Rupih).
Untuk Hasil proses analisa secara lengkap ada pada bagian lampiran
laporan ini.

5.6. Permasalahan Dalam Pekerjaan Beton Yang Terjadi Di Lapangan


Di dalam proyek ditemui beberapa permasalahan dalam pekerjaan
beton, diantaranya sebagai berikut :
1. Segregation
Segregation adalah kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk
memisahkan diri dari campuran adukan beton. Kecenderungan pemisahan
agregat kasar dikarenakan :
a. Campuran yang kurus (kurang semen)
b. Terlalu banyak air
c. Semakin besar butir agregat kasar
d. Semakin kasar permukaan agregat kasar
e. Proses pemadatan yang tidak merata

80
Pemisahan agregat kasar dari adukan beton berakibat kurang baik
terhadap beton yang sudah mengeras, sehingga terjadi beton keropos.
Untuk mengurangi kecenderungan pemisahan agregat kasar tersebut maka
diusahakan hal-hal sebagai berikut :
a. Air yang diberikan sedikit mungkin, sehingga didapat slump yang
tidak terlalu besar.
b. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu besar,
sehingga mengakibatkan agregat jatuh terlebih dahulu.
c. Cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti
standart pengecoran sesuai SOP.

Gambar 5.6. Beton Keropos pada Kolom

2. Tulangan Terlihat
Kecenderungan Tulangan terlihat terjadi akibat :
a. Jarak perletakan beton tahu (Dacking) terlalu jauh
b. Proses pemadatan yang tidak merata
c. Jarak pemasangan tulangan yang terlalu rapat
d. Waktu pembongkaran bekisting yang sulit.
. Untuk mengurangi terjadinya tulangan terlihat tersebut maka
diusahakan hal-hal sebagai berikut :
a. Memberikan pengolesan minyak bekisting saat pengecoran untuk
mempermudah pembongkaran bekisting.
b. Pemadatan yang merata

81
Gambar 5.7. Terlihatnya Tulangan pada Plat Lantai

3. Bleeding
Bleeding adalah kecenderungan air campuran untuk naik ke atas
(memisahkan diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan. Akibatnya
daya ikat beton berkurang sehingga terjadi penyusutan beton.

Pemisahan air dapat dikurangi dengan cara-cara sebagai berikut :


a. Memberi lebih banyak semen
b. Menggunakan air sedikit mungkin
c. Menggunakan pasir lebih banyak

Gambar 5.8 Beton Bleeding saat Pengecoran

82
BAB VI
KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan
Dari analisa yang telah dilakukan dalam pembahasan ini, dapat
diperoleh beberapa kesimpilan sebagai berikut :
1. Perencanaan Mix Design Beton mutu beton K 300. Dengan
persyaratan nilai slump 100 ± 20 mm dan ukuran agregat maksimum
25 mm, diperoleh kandungan beton meliputi :
• FAS = 60 %
• Air = 174 liter
• Semen Type I = 289 kg
• Pasir = 754 kg
• Batu Pecah = 1182 kg
Sedangkan untuk hasil perencanaan Mix Design PT. Holcim Beton
diperoleh :
• FAS = 59 %
• Air = 180 liter
• Semen Type I = 304 kg
• Pasir = 842 kg
• Batu Pecah = 1072 kg
Dikarenakan mix design dari PT. Holcim Beton sebagai Supplier
diperoleh campuran bahan lebih besar, maka Kuat Tekan yang
dihasilkan lebih tinggi dari mutu beton K 300
2. Hasil pengujian beton dari PT. Holcim Beton diperoleh nilai rata-
rata slump 10,8 cm dan uji kuat tekan beton 375,54 kg/cm3
3. Dari perhitungan analisa pekerjaan beton Balok Gedung Kantor
(Atap) diperloh nilai Harga Satuan Pekerjan 1m3 Rp. 2.539.761,-
(Dua Juta Lima Ratus Tiga Puluh Sembilan Ribu Tujuh Ratus Enam
Puluh Satu Rupih). Sedangkan perhitungan PT. Adhi Karya
(Persero) Tbk, untuk analisa harga satuan pekerjaan beton Balok

83
Gedung Kantor (Atap) diperoleh Rp. 3.308.571,63 (Tiga Juta Tiga
Ratus Delapan Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Satu Rupih).

4. Pencampuran
• Menggunakan komposisi campuran yang tepat
• Takaran air sesuai dengan kebutuhan dan tidak boleh berlebihan
• Menyesuaikan keenceran beton untuk kemudahan bekerja
• Pengujian kuat tekan pada sample beton tiap umur 7, 14, 28 hari
5. Pembetonan
• Memperhatikan tinggi penuangan beton
• Melakukan pemadatan dengan benar
• Melakukan perawatan selama minimal 7 hari

84

Anda mungkin juga menyukai