Anda di halaman 1dari 4

Nama : Irna Wahyu H (18.01.

0739)
Tugas UAS SP Pengantar Studi Islam
Wabah Covid-19 dan Penanganannya
dalam Berbagai Sudut Pandang
1. Wabah Penyakit Covid-19 dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam Covid-19 merupakan sebuah kejadian pandemi
wabah virus menular seperti di zaman Nabi Muhammad Saw dan para sahabat yang
disebut dengan Tho'un. Meskipun masih terjadi perdebatan diantara para ulama
tentang penyebutan Tho'un untuk Covid-19 ini, namun faktanya wabah Covid-19 ini
memang sangat mirip kasusnya dengan peristiwa di zaman Nabi Muhammad Saw dan
para sahabat. Pandemi virus Covid-19 ini merupakan suatu ujian dari Allah SWT
kepada umat manusia, agar manusia bisa mengingat kembali bahwa Allah Maha
Kuasa atas segala-galanya tentang dunia ini.
2. Wabah dalam Sudut Pandang Al-Quran dan Sunah
Sejatinya Covid-19 termasuk makhluk Allah. Dan merebaknya wabah yang
terjadi di Indonesia dan seluruh dunia tidak terlepas dari peran manusia yang turut
memperburuk keadaan lingkungan. Hal ini dapat kita lihat dari apa yang diwahyukan
Allah SWT dalam surat Ar-Ruum 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).” (QS Ar-Ruum: 41). Mengenai obat penawar virus, pengembangan
vaksin dibutuhkan waktu yang lama untuk menanggulangi pandemik Covid-19.
Namun Allah telah menjamin bahwa setiap jenis penyakit yang diturunkan pasti
mengandung penawarnya. Seperti yang disebutkan dalam Hadis Rasulullah Saw:
"Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya."
(HR Bukhari).
3. Menyikapi Wabah Covid-19 dari sudut pandang Aqidah
Sikap kita sebagai hamba yang beriman kepada Allah dalam menghadapi
musibah pandemi ini, tidak boleh bersikap berlebihan dalam mengantisipasi sampai
menimbulkan kepanikan hingga putus asa. Atau bersikap meremehkannya hingga
menimbulkan bahaya bagi yang lain. Sikap waspadalah yang perlu dikedepankan
sehingga kita dapat bertindak sesuai tuntunan Al-Quran dan Hadits serta mematuhi
apa yang telah ditatapkan para pemimpin kita. Sebab secara Aqidah, segala sesuatu
musibah harus benar-benar kita yakini itu datangnya dari Allah SWT, sebagaimana
firman Allah “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu
sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah”. (QS.Surat al-
Hadid : 22). Namun demikian kita tidak boleh menunjukkan keberanian di muka
publik, bahwa kita tak akan takut dengan virus apa pun, sebab harus ditakuti hanyalah
Allah. Dari segi aqidah, pernyataan itu benar sebab tak ada yang dapat menyebabkan
orang menjadi sakit kecuali atas izin Allah. “Tidak ada sesuatu musibah yang
menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah…”. (QS At-Tagabun : 11).
4. Penanganan Pandemi Covid-19 dalam pandangan Fiqih Islam
Hampir di semua negara terutama yang berpenduduk muslim, para ulama
melakukan ijtihad untuk menetapkan fatwa yang relevan dengan kondisi pandemi
Covid-19 agar menjadi panduan di negara masing-masing seperti untuk tenaga medis,
para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya. Dalam ajaran Islam, ijtihad
merupakan bagian dari fiqih (tata cara dan aturan-aturan dalam pelaksanaan Ibadah)
yang mempunyai karakter solutif terhadap permasalahan yang muncul dan
meringankan dalam aplikasi kebijakan. Untuk itu pendekatan fiqih dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan membantu dalam pengambilan keputusan untuk
mengahadapi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah Indonesia saat ini sejalan dengan fiqih Islam.
5. Wabah Covid 19 dalam kacamata Tasawuf
Menurut ilmu tasawuf bahwa bencana berupa ketakutan (al-khauf), karena
wabah virus Covid-19 atau bencana lainnya tak lebih dari sekadar ujian yang hanya
perlu direspon manusia dengan bersikap sabar, tidak panik, apalagi menciptakan
masalah baru. Itulah protokol bencana berdasarkan ilmu tasawuf, tentu tanpa
mengesampingkan ikhtiar. Hadapi Covid-19 dengan ikhtiar doa dan Mahabbah Cinta
kepada Allah dan Nabi Muhammad Saw. Sementara itu, tasawuf dalam tradisi sufi
dikenal istilah uzlah (mengasingkan diri) dan khalwat (menyendiri). Tujuan beruzlah
ini agar umat manusia selalu bertafakur kepada Allah. Oleh karena itu, di tengah
wabah pendemi ini makna uzlah dan khalwat dapat dimaknai menjauhkan diri tempat-
tempat keramaian, kerumunan yang dapat membahayakan nyawa sendiri, karena di
tengah keramaiaan itu terdapat sumber penyakit lahir maupun penyakit batin. Bisa
ditegaskan bahwa uzlah dan khalwat adalah cara paling efektif dalam memutus mata
rantai penularan Covid-19 yang dalam konteks ini dimaknai sebagai isolasi, social
distance maupun lockdown. Tasawuf mengajarkan kita untuk mengolah jiwa serta
menenangkan diri dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melaksanakan
ajaran tasawuf ini dengan tetap patuh terhadap anjuran dari pemerintah dan tim medis.
6. Penanganan Covid-19 Dalam Pandangan Syariat Islam
Pada saat ini, masyarakat begitu memperhatikan perilaku-perilaku positif dan
dianjurkan untuk dilakukan saat menghadapi pandemi ini. Di mana perilaku tersebut,
hakikatnya telah disyariatkan dalam Islam tetapi masih banyak yang belum menyadari
dan mengamalkannya. Syariat tersebut diantaranya adalah:
1) Thaharah, dalam usaha mencegah terjadinya penularan Covid-19, kita dianjurkan
untuk selalu menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan dengan cara
menyela-nyela jari, membasuhnya dengan sabun dan air mengalir dan dianjurkan
untuk mandi setelah berada di luar rumah sebelum kita berinteraksi dengan
anggota keluarga di rumah.
2) Menurutup Aurat, saat pandemi Covid-19 datang, setiap orang berbondong-
bondong menutup auratnya. Sebab wanita yang memakai pakaian tertutup dan
cadar memiliki potensi resiko lebih kecil terpapar virus. Islam memerintahkan
para wanita untuk menutup auratnya. Para ulama pun bersepakat bahwa menutup
aurat bagi perempuan hukumnya wajib. Yang berbeda hanyalah pendapat terkait
sebagian tubuh yang menjadi pengecualian, seperti bagian wajah dan telapak
tangan.
3) Adab Bersalaman, dalam Islam seorang laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrim dilarang untuk bersentuhan. Namun, dalam budaya tertentu seperti di
Barat, hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan nilai kesopanan, seperti saat
menolak ajakan berjabat tangan. Berbeda saat muncul Covid-19, mendadak setiap
orang memilih untuk tidak menjabat tangan satu sama lain dengan alasan medis.
Para ulama sepakat bahwa hukum asal menjabat tangan seseorang yang bukan
mahram adalah haram. Untuk beberapa kondisi tertentu, para ulama
memperbolehkan seseorang menjabat tangan yang bukan mahramnya.
4) Adab Bersin, mengenai anjuran untuk menggunakan masker dan menutup mulut
saat bersin. Nabi Muhammad Saw telah mencontohkan bagaimana adab ketika
bersin. Saat bersin, hendaknya kita menutup mulutnya dengan tangan atau kain
agar percikan dari mulut dan hidung tidak terhambur keluar. Tujuannya untuk
mencegah terjadinya penularan terhadap orang lain. Sebagaimana dalam sebuah
hadits: “Bahwasanya apabila Nabi Saw bersin, beliau menutup wajah dengan
tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
at-Tirmidzi )
5) Rukhsah, rukhsah adalah suatu keringanan yang diberikan kepada umat Islam
dalam menjalankan ibadah saat menghadapi kesulitan dan kemadzaratan tertentu.
Kondisi penyebaran virus Covid-19 saat ini, sudah selayaknya umat muslim
mendapatkan kemudahan dalam beribadah.
6) Karantina dan Menjaga Jarak, tidak banyak yang tahu bahwa kebijakan ini juga
pernah diambil pada masa Rasulullah Saw. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh Usamah bin Zaid bahwa Nabi Saw bersabda: “Tha’un (wabah penyakit
menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-
hambaNya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu
berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila
wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari
daripadanya.” (HR. Bukhari, HR. Muslim). Demikian Rasulullah pun pernah
bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Janganlah yang
sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR. Bukhari).
7. Penanganan Wabah Covid-19 Dengan Pendekatan Budaya
Wabah penyakit dan aspek sosial-budaya adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Disatu sisi, penyakit seringkali disebabkan oleh budaya (cara-cara hidup)
manusia, atau setidaknya penyakit mudah menjadi wabah karena budaya tertentu
dalam masyarakat. Di sisi lain penyakit memberikan dampak yang luar biasa dalam
aspek budaya manusia. Penyakit kolera misalnya, diketahui muncul dari budaya
sanitasi yang buruk. Penyebaran kolera dimungkinkan karena pola hidup yang tidak
bersih. Sebaliknya, sejak adanya wabah kolera masyarakat memiliki cara hidup baru,
seperti penggunaan jamban dengan sistem septic tank. Demikian juga dengan wabah
Covid-19 saat ini. Penyakit ini ditularkan antar manusia melalui kontak jarak dekat,
karena itu berbagai kegiatan keramaian untuk sementara waktu tidak boleh
dilaksanakan. Bukan tidak mungkin setelah wabah ini berakhir, manusia memiliki
suatu cara hidup atau budaya yang baru.

Anda mungkin juga menyukai