Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan

atau stresor yang dianggap mengancam atau menantang, dan menimbulkan

gangguan psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi. Luthans

(2006) mendefiniskan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi

eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku

pada anggota organisasi. Robbins (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai

kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau

tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya

dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Stres menunjukkan suatu kondisi

dinamika di mana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang,

kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan dan yang

hasilnya dipersepsikan sebagai hal yang tidak pasti.

Ivancevich dan Matteson (dalam Luthans, 2006) mendefinisikan stres kerja

sebagai respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan proses

psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal

(lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara

berlebihan pada seseorang. Gibson et al, (1989) mendefinisikan stres kerja sebagai

suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan proses

11
12

psikologis, yaitu, suatu konsekuensi dari setiap kegiatan, situasi, atau kejadian

eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap

seseorang. Sedangkan menurut Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk

tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di

lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Handoko (dalam Wibowo, 2014), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu

kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi

seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan

seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan mengganggu

pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Sasono (dalam Wibowo, 2014), stres kerja

bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau

pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika

kemampuan seseorang baru sampai angka 5 (lima) tetapi menghadapi pekerjaan

yang menuntut kemampuan dengan angka 9 (sembilan), maka sangat mungkin

sekali orang itu akan terkena stres kerja. Stres tersebut akan muncul apabila ada

tuntutan-tuntutan pada seseorang yang dirasakan menantang, menekan,

membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas, banyak para

ahli yang mendifinisikan stres kerja. Penulis menyimpulkan bahwa stres kerja

adalah suatu yang dirasa memberikan tekanan akibat adanya beban kerja yang

berlebihan, ketegangan mental dan emosi dari bentuk tanggapan terhadap

berbagai urusan pekerjaan yang dapat menghambat kinerja individu dalam

pekerjaannya.
13

2. Aspek-aspek Stres Kerja

Menurut Robbins (2006) aspek-aspek stres kerja meliputi tiga aspek, yaitu;

a. Pertama fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang yang terkena stres

antara lain adalah; sakit kepala, sakit punggung, otot terasa kaku, tekanan

darah naik, serangan jantung, lelah atau kehilangan daya energi.

b. Kedua adalah psikologis yang mencakup; depresi, mudah marah, gelisah,

cemas, mudah tersinggung, marah-marah, bingung, dan kebosanan.

c. Ketiga adalah perilaku yang mencakup; mudah mempersalahkan orang

lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari

kesalahan orang lain atau menyerang orang lain, meningkatnya frekuensi

absensi, meningkatkan penggunaan minuman keras dan mabuk, tidur

tidak teratur.

Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001), aspek-aspek stres kerja meliputi

empat aspek, yaitu;

a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air

besar, adanya gangguan pencenaan, radang usus, kulit gatal-gatal,

punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang,

keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau

serangan jantung, kehilangan energi.

b. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif,

gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah

menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah

bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.


14

c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun,

sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya

dipenuhi satu pikiran saja.

d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada

orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang

mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup

din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa stres kerja

ditandai dengan gejala-gejala fisik, psikologis, perilaku, emosi, intelektual, dan

interpersonal. Pada penelitian ini peneliti memilih aspek stres kerja menurut

Robbins (2006) gejala fisik ditandai dengan adanya gangguan fisiknya seperti

sakit kepala, otot terasa kaku, dan lelah atau kehilangan daya energi. Gejala

psikologis ditandai dengan adanya perasaan mudah marah, cemas, dan depresi.

Gejala perilaku ditandai dengan adanya, meningkatnya frekuensi absensi, mudah

menyalahkan orang lain dan tidur tidak teratur. Peneliti memilih aspek stres kerja

dari Robbins karena dari tiga aspek tersebut sesuai dan mencakup secara

keseluruhan gejala stres kerja yang ingin diteliti.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

Menurut Robbins (2006), mengemukakan faktor–faktor yang dapat

menimbulkan dan menyebabkan stres kerja antara lain;

a. Faktor lingkungan

Perubahan yang terjadi secara tidak pasti dalam lingkungan organisasi

dapat mempengaruhi tingakat stres dikalangan karyawan. Contohnya:


15

keamanan dan keselamatan dalam lingkungan pekerjaan, perilaku

manejer terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan dalam

lingkungan pekerjaan.

b. Faktor organisasional

Tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan

dalam kurung waktu tertentu.

c. Faktor individual

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama persoalan

keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.

1) Faktor persoalan keluarga, survei nasional secara konsisten

menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi

dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan

pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak

merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi

karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

2) Masalah ekonomi, diciptakan oleh individu yang tidak dapat

mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh

kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan

mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.

3) Karakteristik kepribadian, faktor individu yang penting

mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.

Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu

sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu.


16

Menurut Carry Cooper (dalam Wibowo, 2014) faktor–faktor yang dapat

menimbulkan dan menyebabkan stres kerja antara lain;

a. Kondisi kerja

Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab pekerja mudah jatuh

sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunya produktivitas kerja.

Banyaknya pekerjaan yang digunakan melebihi kapasitas

kemampuan karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah

dan berada dalam keteganggan tinggi.

b. Konflik peran

Ada sebuah penelitian menarik tentang stres kerja menemukan bahwa

sebagian besar pekerja yang bekerja diperusahaan yang sangat besar atau

yang kurang memiliki strukur yang jelas, mengalami stres karena konflik

peran. Mereka stres karena ketidak jelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu

apa yang diharapkan oleh manajemen.

c. Pengembangan karier

Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja disuatu

perusahaan atau organisasi. Namun pada kenyataan impian dan cita-cita

mereka untuk mencapai prestasi dan karier yang baik sering kali tidak

terlaksana. Alasanya bisa bermacam-macam seperti ketidakjelasan sistem

pengembangan karier dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam

manajemen perusahaan, atau karena sudah tidak ada kesempatan lagi untuk

naik jabatan.
17

Terdapat penelitian menyebutkan bahwa kepribadian berpengaruh terhadap

stres kerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research 1998 (dalam

Widhiastuti, 2002) penyebab stres kerja dapat dibagi dua yaitu yang berasal dari

dalam individu dan dari luar individu antara lain:

1) Dari diri individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian, apakah

kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara

keseluruhan dituangkan dalam lima faktor kepribadian (Big Five Factor

Personality yang meliputi ektraversia, emotional stability, agrecables, dan

operres to experience) dalam hal ini emotional stability berhubungan dengan

mudah tidaknya seorang mengalami stres.

2) Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun

lingkungan kerja, cita-cita. Lingkungan mendorong kondisi kerja penuh

dengan stres yang disebut stress kerja dan dapat langsung mempengaruhi

keamanan pekerja dan kesehatan.

Berdasarkan beberapa teori di atas, faktor yang mempengaruhi stres kerja

adalah faktor lingkungan, organisasi, individual, kondisi kerja, konflik peran, dan

pengembangan karier. Menurut Robbins dan Judge (2008) faktor yang

mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, organisasi dan individual.

Faktor individual yang mempengaruhi stres mencakup persoalan keluarga,

masalah ekonomi dan karakteristik kepribadian.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research 1998 (dalam

Widhiastuti, 2002) bahwa tipe kepribadian A dan B mempengaruhi stres kerja,

peneliti memilih faktor kepribadian tipe A dan B karena sebagai salahsatu


18

karakteristik yang dapat mempengaruhi stres kerja. Hal tersebut mendukung

pernyataan Robbins (2008) bahwa kepribadian merupakan salah satu unsur dari

perbedaan individu yang banyak menarik perhatian peneliti terkait permasalahan

tentang stres kerja.

B. Tipe Kepribadian A dan Tipe Kepribadian B

1. Pengertian Kepribadian

Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep

dinamis yang mendekripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem

psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat

oleh Gordon Allport hampir 70 tahun yang lalu. Gordon Allport (dalam Robbins

dan Judge, 2008) mengatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam

sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan

diri secara unik terhadap lingkungannya.

Robbins (2008) mendifinisikan kepribadian sebagai keseluruhan cara dimana

seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian

paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukan

oleh seseorang. Menurut Luthans (2006) kepribadian berarti bagaimana individu

memengaruhi orang lain dan bagaimana individu memahami dan memandang

dirinya, juga bagaimana pola ukur karakter dalam dan karakter luar individu

mengukur trait dan interaksi antara manusia-situasi.

Berbagi penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar

upaya untuk mengidentifikasikan dan menamai karateristik permanen yang


19

menjelaskan perilaku seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri

seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.

Karateristik-karakteristik tersebut, ketika ditunjukan dalam berbagai situasi,

disebut sifat-sifat kepribadian. Ada berbagai tipologi kepribadian, di antaranya

adalah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara

keseluruhan dirangkum dalan 5 faktor kepribadian (Big Five Factor Personality,

yang meliputi Extraversion, Conscientiousness, Emotional Stability,

Agreeableness dan Openness to Experience).

Dari bebagai pengertian kepribadian di atas disimpulkan bahwa kepribadian

merupakan sebagai keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan

berinteraksi dengan individu lain yang didalamnya terkandung

kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang sangat berguna untuk menghadapi dan

menyesuaikan tuntuan hidup maupun lingkungan pekerjaan. Terdapat berbagai

jenis tipologi kepribadian. Fokus penelitian ini ada tipe kepribadian A dan tipe

kepriadian B.

2. Jenis Tipe Kepribadian A

Menurut Friedman & Rosenman (dalam Luthans, 2006) mendefinisikan

kepribadian tipe A sebagai tindakan-emosi kompleks yang dapat diamati pada

orang yang secara agresif terlibat dalam perjuangan tanpa henti untuk mencapai

tujuan lebih dan lebih lagi dalam waktu paling sedikit. Friedman & Rosenman

(dalam Luthans, 2006) menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai kepribadian

tipe A sangat kompetitif dan berorientasi pada pencapaian, merasa waktu selalu

mendesak, sulit untuk bersantai dan menjadi tidak sabar dan marah jika
20

berhadapan dengan keterlambatan atau dengan orang yang dipandang tidak

kompeten. Walaupun tampak dari luar tipe A sebagai orang yang percaya diri,

namun mereka cenderung mempunyai perasaan keraguan diri yang terus-menerus

dan itu memaksa mereka untuk mencapai lebih banyak dan lebih banyak lagi

dalam waktu yang lebih cepat.

Robbins (2006), mendefinisikan sesorang dengan tipe kepribadian A adalah

secara agresif terlibat dalam perjuangan bertahun-tahun tiada henti untuk

mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit, dan jika perlu, melawan

upaya-upaya lain atau orang lain yang menentang. Kepribadian tipe A cenderung

mempunyai semangat bersaing yang tinggi dan ambisius, berbicara dengan cepat,

suka menyela pembicaraan orang lain dan sering terperangkap dalam kemarahan

yang luar biasa. tipe A memiliki sifat yang agresif, mau menetang terhadap yang

lain untuk mendapatkan apa yg diinginkan, memiliki standart yang sangat tinggi

terhadap dirinya sendiri, bekerja secara berlebihan dengan kecepatan yang luar

biasa, suka bersaing dan selalu terpacu dengan waktu.

Berdasarkan pengertian tipe kepribadian A di atas, disimpulkan bahwa

perilaku tipe A adalah perilaku yang selalu berjuang tanpa henti, agresif, dan

melakukan banyak hal dalam satu waktu.

3. Jenis Tipe Kepribadian B

Istilah tipe B datang dari karya kardiolog Amerika bernama Friedman &

Rosenman pada tahun 1974 (Luthans, 2006). Gambaran khas perilaku tipe B

adalah perilaku yang berlawanan dari tipe A. Luthans (2006) mendefinisikan

perilaku tipe B adalah perilaku yang mampu bersantai tanpa merasa bersalah dan
21

bekerja tanpa melihat nafsu, tidak harus tergesa-gesa yang menyebabkan

ketidaksabaran dan tidak mudah marah.

Menurut Robbins (2006), individu tipe B adalah individu yang menghadapi

segala sesuatunya dengan sabar, baik itu di lingkungan pekerjaan atau pun di

lingkungan keluarga. Selain itu individu tipe B cenderung lebih santai dalam

melakukan sesuatu, kurang asertif, menghindari persaingan, tidak perfeksionis

dan kurang ambisi. Adalah keliru untuk percaya bahwa hanya orng yang giat dan

suka sekali bekerja keras, yang sangat kompetitif, terburu-buru, dan agresif yang

dapat menyelesaikan segala sesuatunya. Individu tipe B juga dapat mencapai

sama banyaknya, hanya mereka menjalaninya dengan cara yang berbeda.

Berdasarkan pengertian tipe kepribadian B di atas, disimpulkan bahwa

perilaku tipe B adalah perilaku yang perilaku yang santai, penyabar, dan

melakukan satu hal dalam satu waktu.

4. Ciri Tipe Kepribadian A dan B

Menurut Robbins dan Judge (2008) ciri kepribadian tipe A adalah :

a. Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat

b. Merasa tidak sabaran

c. Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih

pada saat bersamaan

d. Tidak dapat menikmati waktu luang

e. Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk

jumlah yang bisa mereka peroleh


22

Berbeda dengan kepribadian tipe A adalah tipe B, yang benar-benar

berlawanan. ciri kepribadian tipe B sebagai berikut;

a. tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran

(penyabar)

b. Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian

maupun prestasi mereka kecuali atas tuntutan (tidak kompetitif)

c. Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukan

keunggulan mereka (menikmati waktu luang)

d. Bisa santai tanpa merasa bersalah

Ciri tipe kepribadian A menurut Friedman dan Rosenman (dalam Luthans,

2006)

a. Melakukan aktivitas dengan cepat (selalu bergerak, berjalan, makan,

bicara dengan cepat)

b. Tidak sabar

c. Melakukan dua hal sekaligus

d. Tidak tahan dengan waktu senggang

e. Terobsesi dengan jumlah

f. Mengukur kesuksesan dengan kuantitas

g. Agresif

h. Kompetitif

i. Terus-menerus merasa dalam tekanan waktu

Ciri tipe kepribadian B menurut Friedman dan Rosenman (dalam Luthans,

2006)
23

a. Tidak peduli dengan waktu

b. Sabar

c. Tidak mempunyai beban

d. Bermain untuk kesenangan, bukan untuk kemenangan

e. Santai tanpa rasa bersalah

f. Tidak ada tekanan tenggat waktu

g. Berwatak lembut

h. Tidak pernah terburu-buru

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe kepriabdian A

memiliki ciri-ciri melakukan segala ativitas dengan cepat, tidak sabaran,

melakukan dua hal dalam satu waktu, agresif, dan kompetitif. Sebaliknya,

kepribadian tipe B memiliki ciri-ciri santai dalam melakukan aktivitas, sabar,

hanya bisa mengerjakan satu hal dalam satu waktu, tidak kompetitif, dan merasa

tidak memiliki beban. Pada penelitian ini peneliti memilih ciri-ciri tipe

kepribadian A dan tipe kepribadian B menurut Robbins dan Judge (2008).

Ciri-ciri tipe kepribadian A ditandai dengan melakukan aktivitas dengan cepat,

merasa tidak sabaran, berusaha melakukan dua hal sekaligus, tidak dapat

menikmati waktu luang, dan terobsesi dengan jumlah. Sebaliknya, kepribadian

tipe B memiliki ciri yang berlawanan dengan tipe A, ciri kepribadian B adalah

penyabar, tidak kompetitif, menikmati waktu luang, dan merasa santai. Peneliti

memilih ciri-ciri tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B menurut Robbins dan

Judge (2008) karena dari ciri-ciri tersebut sesuai dan mencakup secara

keseluruhan ciri tipe kepribadian A dan B.


24

C. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Tipe Kepribadian A dan Tipe

Kepribadian B

Robbins dan Judge (2008) menjelaskan bahwa hubungan antara kesesuaian

kepribadian dan pekerjaan merupakan hal yang dapat menciptakan stres kerja.

Baik atau tidaknya suatu hasil pekerjaan bisa ditentukan oleh sesuai atau tidaknya

kepribadian karyawan dengan pekerjaannya. Terdapat penelitian dan kesepakatan

mengenai dimensi situasi dan disposisi individu yang mempengaruhi stres.

Misalnya, disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A atau tipe B, kontrol

personal dan daya tahan psikologis mungkin saja mempengaruhi tingkat stres

yang dialami seseorang (Luthans, 2006).

Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa stres kerja adalah hasil

interaksi karakteristik individu dengan lingkungannya, selain itu kepribadian

menentukan stres kerja karyawan. Pekerjaan yang dijalani apabila tidak sesuai

dengan kepribadiannya dapat menciptakan stres kerja yang tinggi. Karakteristik

individu yang merupakan salah satu faktor kepribadian tersebut adalah tipe

kepribadian A dan tipe kepribadian B.

Kepribadian dalam penelitian ini dikuatkan oleh pendapat Friedman dan

Rosenman (dalam Luthans, 2006) bahwa kepribadian dibagi menjadi 2 tipe, yaitu

kepribadian tipe A dan tipe B. Karakteristik kepribadian tipe A adalah tidak

sabaran, melakukan dua hal sekaligus, agresif dan melakukan segala sesuatu

dengan cepat. Sedangkan kepribadian tipe B memiliki karakteristik tidak peduli

dengan waktu, sabar, tidak pernah terburu-buru, dan merasa tidak mempunyai

beban.
25

Cukup banyak para peneliti kesehatan melakukan penelitian dengan

menggunakan tipe kepribadian untuk memprediksi tingkat stres kerja sejak

1950-an. Pada akhir tahun 1960-an, Friedman dan Rosenman (dalam Luthans,

2006) mempopulerkan penggunaan kepribadian tipe A dan tipe B yang

berlawanan dalam studi tentang stres. Jenis tipe tersebut digambarkan sebagai

karakteristik yang relatif stabil.

Ditinjau dari aspek fisiologis, karyawan tipe A dalam menghadapi tuntutan

pekerjaan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai target pekerjaan dalam

waktu yang singkat. Karyawan tipe A adalah pekerja yang cepat karena karyawan

tipe A lebih menekankan kuantitas daripada kualitas. Sejalan dengan perilaku

tersebut, dapat menciptakan perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak

jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, dan menimbulkan sakit

kepala (Robbins, 2006). Berbeda dengan karyawan tipe B yang lebih santai dan

bersenang-senang dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Sejauhmana tuntutan

pekerjaannya, karyawan tersebut merasa lebih tenang dan rileks. Ambisi untuk

pekerjaan individu tipe B tidak mendominasi dalam kehidupannya. Individu tipe

B cenderung meluangkan waktu untuk keluarga, teman dan memilih rekreasi

daripada mengalokasikan waktu luangnya untuk menyelesaikan pekerjaan.

Sejalan dengan hal tersebut, karyawan tipe B tingkat stresnya lebih rendah

dibanding dengan pola perilaku tipe A, (Janjhua dan Chandrakanta, 2012).

Psikiater organisasi dari heart disease, anger linked and research shows

mempelajari penyebab stres pada karyawan di Jepang, Jerman, dan Amerika

(dalam Luthans, 2006). Psikiater tersebut menyimpulkan bahwa bagaimana


26

karyawan menangani agresi diri merupakan faktor untuk menentukan apakah

individu akan mengalami jenis stres yang dapat menyebabkan serangan jantung,

tekanan darah tinggi, dan masalah kesehatan lainnya. Perlu diketahui bahwa

karyawan yang berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai target pekerjaan

dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan stres kerja yang berjalan seiringan

dengan ciri kepribadian tipe A.

Ditinjau dari aspek psikologis, karyawan tipe A merasa tidak sabaran dan

melakukan aktifitas dengan cepat. Individu tipe A senantiasa menempatkan diri

dalam tekanan waktu, menciptakan kehidupan yang penuh tenggat waktu bagi

dirinya sendiri. Seiring dengan kondisi tersebut karyawan akan merasa lebih

mudah cepat bosan, cemas, dan mudah marah. Karyawan tipe A mudah

mengalami depresi karena sering membuat keputusan buruk yang dilakukan

dengan terlalu cepat (Robbins, 2006). Selain itu karyawan tipe A memiliki

orientasi persaingan dengan rekan kerjanya dan merasa harus berkompetisi

dengan rekan kerjanya. Berbeda dengan dengan karyawan tipe B yang memiliki

ciri-ciri sabar dalam menghadapi tuntutan pekerjaan, tidak terburu-buru dan tidak

peduli dengan waktu. Karyawan tipe B kurang memiliki dorongan untuk

berprestasi sehingga jiwa bersaing atau kompetisi dengan rekan kerjanya cukup

rendah dibandingkan dengan karyawan tipe A. Individu tipe B bekerja di bawah

tingkat stres yang rendah, karena individu tipe B dalam pekerjaan lebih

bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukan keunggulannya

(Robbins dan Judge, 2008).


27

Ditinjau dari aspek perilaku, karyawan dengan tipe A lebih agresif dan

merasa terus-menerus dalam tekanan waktu. Karyawan dengan kepribadian tipe A

sebisa mungkin menghindari tekanan dalam pekerjaannya. Tingginya tekanan dan

tuntutan dalam pekerjaan menyebabkan karyawan mangkir atau membolos dari

pekerjaannya. Selain mangkir dari pekerjaan, tingginya tekanan dan tuntutan

pekerjaan dapat menimbulkan rendahnya produktivitas kerja karyawan. Tuntutan

pekerjan selama 24 jam juga memberikan efek buruk terhadap siklus tidur

karyawan. Hal tersebut sejalan dengan individu ciri kepribadian tipe A yang

merasa terus-menerus dalam tekanan waktu dan agresif. Lain halnya dengan

karyawan yang memiliki ciri kepribadian tipe B. individu dengan tipe B tidak

peduli dengan waktu dalam menghadapi tekanan dalam pekerjaannya. Sebagai

contoh jika karyawan tipe B diberi tuntutan tugas dan merasa masih bisa

dikerjakan esok harinya, maka karyawan tersebut memilih untuk

bersenang-senang daripada menyelesaikan pekerjaannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing tipe

kepribadian mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi

stres kerja. Adanya kelebihan dan kekurangan tersebut, sehingga dimungkinkan

ada perbedaan stres kerja pada karyawan tipe kepribadian A dan karyawan tipe

kepribadian B. karyawan dengan kepribadian tipe A cenderung lebih mudah

mengalami stres dibandingkan dengan karyawan tipe kepribadian B yang lebih

santai dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Hal tersebut senada dengan studi

ektensif yang dilakukan oleh Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006).
28

Hasil studi tersebut ditemukan bahwa profil tipe A tingkat stresnya lebih tinggi

dibandingkan dengan tipe B.

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas peneliti mengajukan hipotesis bahwa karyawan

dengan tipe kepribadian A tingkat stresnya lebih tinggi dibandingkan dengan

karyawan tipe kepribadian B.

Anda mungkin juga menyukai