TINJAUAN TEORI
Autisme diartikan oleh Leo Kanner dalam penelitiannya pada tahun 1943 adalah suatu
gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada seseorang sehingga secara
tak langsung individu tersebut dapat dikatakan “ hidup dalam dunianya sendiri “ (Dr. Melly
Budhiman, 2002).
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi
autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia
2,5 tahun (Devision, 2006).
1.1.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1) Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang
disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
2) Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan,
kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan
Cytomegalovirus Infection.
Umumnya penderita Autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang wajar dan
normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, dan berdiri), kemampuan
bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak dengan autis juga dapat meniru
beberapa lagu yang didengarakannya atau dapat menggunakan panca indranya dengan normal
dan secara luas ketika mengeksplorasi lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada
proses pertumbuhannya, pada anak penderita Autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan
organnya, misalnya:
1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran bicara pada
usia 12- 14 bulan.
2) Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
3) Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
4) Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
5) Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
6) Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan rumit
(Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki dan tangan
(Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan (Hypotonic) sehingga tak mampu untuk
mengembangkan kemampuan duduk, berdiri, dan berjalan secara mandiri, pada
pertumbuhan anak normal didapati kemampuan untuk berdiri sendiri dan berjalan pada usia
6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri sehingga anak sering
terlihat menyakiti diri sendiri.
9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang nantinya juga dapat
mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan intelektual.
10) Anak Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2 tahun dan
setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.
1.1.3.2 Pada Tahap Perkembangan
Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan gangguan dalam hal
psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan untuk berkomunikasi dan berprilaku juga
mengalami penyimpangan. Dalam usia 5 tahun, komunikasi anak dan ibu terganggu dengan
adanya sikap anak yang tidak mau menatap ibunya ketika ditimang, hal ini menunjukkan kesan
tidak mengenal.Tidak dapat bercakap-cakap dengan orang lain di sekitar secara mandiri, adanya
gangguan praverbal yang ditunjukkan dengan berteriak dan ekolia (bicara yang mengulang kata
atau ungkapan), padahal anak normal pada usia 6- 18 bulan sudah dapat melakukannya (dalam
kemampuan berbahasa sesuai batas usia). Dalam berperilaku, anak biasanya duduk dalam jangka
waktu yang lama, sibuk dengan tangannya (dengan mengepakkannya, memainkan jarinya atau
bertepuk tangan), tercengang dan menatap terus pada objek tertentu (mengkilap dan bersifat
mekanis) seolah tak dapat dipisahkan dan sangat terikat daripadanya. Gambaran lain adalah
adanya sikap rirualistik dan konvulsif dimana anak menekankan suatu rutinitas kehidupan harian
tertentu dan menolak suatu perubahan, dan adanya gerakan yang tidak biasa ditemukan pada
anak normal yaitu sering mengedipkan mata secara berulang, wajah sering menyeringai, sikap
melompat dan berjingkat. Pada segi psikologis didapati adanya perubahan suasana hati yang
tiba-tiba, tertawa dengan sebab yang tidak jelas dan sering diselingi dengan kemarahan yang
bersifat destruktif. Anak sering ketakutan dengan suara tertentu dan tercengang dengan suara
yang lain. Hal ini juga akan mengarahkan anak untuk mengalami gangguan mental psikotik
paranoid (takut dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak mempercayai orang lain),
schizotypal (menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri), dan histionik (selalu ingin
diperhatikan, diutamakan, dan dituruti seluruh keinginannya). Sisi intelektual anak dengan autis
akan dihadapkan dengan adanya retardasi, tetapi ada kecenderungan untuk membaik jika anak
dapat lepas dari sikap menarik diri. Kemampuan olah bicara anak autis sering terhambat pada hal
intonasi dan hal lain yang mengalami gangguan adalah kemampuan untuk menentukan waktu.
Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:
1) Di bidang komunikasi:
(1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti
tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.
(2) Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
(3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dimengerti orang
lain.
(4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia).
(5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
(6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit berbicara (kurang
verbal) sampai usia dewasa.
(7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.
6) Di bidang emosi:
(1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa.
(2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
(3) Kadang agresif dan merusak.
(4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
(5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya
atau didekatnya.
1.1.4 Patofisiologi
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di beberapa
jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) set besar gangguan dengan
berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari perkembangan faktor-faktor yang
mempengaruhi banyak atau semua fungsi sistem otak, dan mengganggu perkembangan otak
waktu lebih dari produk akhir. Neuroanatomical penelitian dan asosiasi-asosiasi dengan
teratogen sangat menyarankan bahwa mekanisme autisme itu meliputi perubahan dari
perkembangan otak segera setelah pembuahan. anomali ini muncul untuk memulai kaskade
patologis peristiwa dalam otak yang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Hanya setelah lahir, otak anak-anak autistik cenderung tumbuh lebih cepat dari biasanya, diikuti
dengan normal atau relatif lebih lambat pertumbuhan di masa kanak-kanak. Tidak diketahui
apakah awal pertumbuhan yang berlebihan terjadi pada semua anak-anak autistik. Tampaknya
menjadi yang paling menonjol di wilayah-wilayah otak yang mendasari perkembangan kognitif
yang lebih tinggi spesialisasi.
Hipotesis untuk seluler dan molekuler dasar patologis berlebih awal meliputi:
(1) Kelebihan neuron yang menyebabkan overconnectivity lokal di daerah otak kunci.
(2) Terganggu saraf migrasi selama awal kehamilan.
Interaksi antara sistem kekebalan dan sistem saraf mulai awal selama tahap embrionik
kehidupan dan sukses neurodevelopment tergantung pada respon imun yang seimbang. Ada
kemungkinan bahwa aktivitas kekebalan yang menyimpang selama periode kritis
neurodevelopment adalah bagian dari mekanisme dari beberapa bentuk ASD. Meskipun
beberapa kelainan pada sistem kekebalan telah ditemukan dalam sub-sub kelompok khusus
individu autistic tidak diketahui apakah kelainan ini relevan dengan atau sekunder untuk proses
penyakit autisme. Sebagaimana autoantibodies ditemukan dalam kondisi selain ASD, dan tidak
selalu hadir dalam ASD, hubungan antara gangguan kekebalan dan autisme tetap tidak jelas dan
controversial. Hubungan antara zat kimia saraf dengan autisme belum dipahami dengan baik;
beberapa telah diselidiki, dengan banyak bukti-bukti untuk peran serotonin dan perbedaan
genetis dalam transportasi.
Beberapa data menunjukkan peningkatan beberapa hormon pertumbuhan data lain
berpendapat untuk berkurang faktor pertumbuhan. Beberapa kekeliruan metabolisme bawaan
berhubungan dengan autisme tetapi account mungkin kurang dari 5% dari kasus. Sistem neuron
cermin (MNS) hypothesizes autisme teori bahwa distorsi dalam perkembangan MNS imitasi
mengganggu dan menyebabkan autisme fitur inti kerusakan sosial dan komunikasi, kesulitan
MNS beroperasi ketika binatang melakukan suatu tindakan atau mengamati binatang lain
melakukan tindakan yang sama. MNS dapat berkontribusi pada pemahaman individu orang lain
dengan mengaktifkan modeling perilaku mereka diwujudkan melalui simulasi dari tindakan
mereka, niat, dan emosi.
Individu autistik cenderung menggunakan berbagai wilayah otak (kuning) untuk tugas
gerakan dibandingkan dengan kelompok kontrol (biru).
ASD-pola yang terkait fungsi dan menyimpang rendah aktivasi di otak berbeda-beda tergantung
pada apakah otak melakukan tugas-tugas sosial atau nonsocial. Di autisme ada bukti untuk
mengurangi konektivitas fungsional dari jaringan standar, skala besar jaringan otak yang terlibat
sosial dan emosional dalam pengolahan, dengan konektivitas utuh dari tugas-jaringan positif,
yang digunakan dalam perhatian berkesinambungan dan tujuan-diarahkan berpikir. Pada orang
dengan autis dua jaringan tidak berkorelasi negatif pada waktunya, menunjukkan adanya
ketidakseimbangan dalam Toggling antara dua jaringan, mungkin mencerminkan gangguan
referensial diri berpikir.
1.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua
yaitu:
(1) Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan
dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6
bulan.
(2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan
perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya
sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya.
(Kurniasih, 2002).
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati 2007) mengelompokkan
autisme menjadi:
(1) Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena
kelainan sudah timbul sebelum lahir
(2) Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (6-7 tahun)
sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu-
minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang.
1) Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada
periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat
berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autism
2) Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya.
Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan
dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan
aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ
yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat
mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali
pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah (< 2500
gram).
3) Periode Usia Bayi
Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat
mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan
autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autisme adalah prematuritas,
alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan: kelainan jantung bawaan,
kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan: sering muntah, kolik, sulit buang air
besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf: trauma kepala, kejang, otot atipikal,
kelemahan otot.
1.1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autism:
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan didisain
khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada
anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa.
Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau
kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun
mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara
yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot
halusnya dengan benar.
4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik
mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek
sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi
integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi
dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan
berkomunikasi dua arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis
sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman
sebaya dan mengajari caranya.
6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar
bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.
8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai
terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya.
Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal
inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui
gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System).
Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN (Defeat
Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak
ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi
otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan
rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari
gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
(1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu
untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya
keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini
bukanlah hal yang mudah.
(2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter.
Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang
mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi
mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah
Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif)
2) Diagnosa II: Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan:
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku merusak
diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi
Intervensi Rasional
(1) Sediakan lingkungan (1) Anak yang austik dapat
kondusif dan sebanyak mungkin berkembang melalui lingkungan yang
rutinitas sepanjang periode kondusif dan rutinitas, dan biasanya
perawatan di RS tidak dapat beradaptasi terhadap
perubahan dalam hidup mereka.
Mempertahankan program yang
teratur dapat mencegah perasaan
frustasi, yang dapat menuntun pada
ledakan kekerasan
(2) Lakukan intervensi (2) Sesi yang singkat dan sering
keperawatan dalam sesingkat dan memungkinkan anak mudah
sering. Dekati anak dengan sikap mengenal perawat serta lingkungan
lembut, bersahabat dan jelaskan apa rumah sakit. Mempertahankan sikap
yang anda akan lakukan dengan tenang, ramah dan mendemontrasikan
kalimat yang jelas, dan sederhana. prosedur pada orang tua, dapat
Apabila dibutuhkan, demontrasikan membantu anak menerima intervensi
prosedur kepada orang tua. sebagai tindakan yang tidak
mengancam, dapat mencegah perilaku
destruktif
(3) Gunakan restrain fisik (3) Restrain fisik dapat
selama prosedur ketika mencegah anak dari tindakan
membutuhkannya, untuk mencederai diri sendiri. Biarkan anak
memastikan keamanan anak dan terlibat dalam perilaku yang tidak
untuk mengalihkan amarah dan terlalu membahayakan, misalnya
frustasinya, misalnya untuk membanding bantal, perilaku
mencagah anak dari membenturkan semacam ini memungkinkan
kepalanya ke dinding berulang- menyalurkan amarahnya, serta
ulang, restrain badan anak pada mengekpresikan frustasinya dengan
bagian atasnya, tetapi cara yang aman
memperbolehkan anak untuk
memukul bantal
(4) Gunakan teknik modifikasi (4) Pemberian imbalan dan
perilaku yang tepat untuk hukuman dapat membantu mengubah
menghargai perilaku positif dan perilaku anak dan mencegah episode
menghukum perilaku yang negatif. kekerasan
Misalnya, hargai perilaku yang
positif dengan cara memberi anak
makanan atau mainan kesukaannya,
beri hukuman untuk perilaku yang
negatif dengan cara mencabut hak
istimewanya
(5) Ketika anak berperilaku (5) Setiap peningkatan perilaku
destruktif, tanyakan apakah ia agresif menunjukkan perasaan stres
mencoba menyampaikan sesuatu, meningkat, kemungkinan muncul dari
misalnya apakah ia ingin sesuatu kebutuhan untuk mengomunikasikan
untuk dimakan atau diminum atau sesuatu.
apakah ia perlu pergi ke kamar
mandi
3) Diagnosa III: Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang ditandai
oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan
Intervensi Rasional
(1) Anjurkan orang tua untuk (1) Membiarkan orang tua
mengekpresikan perasaan dan mengekpresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka kekhawatiran mereka tentang kondisi
kronis anak membantu mereka
beradaptasi terhadap frustasi dengan
lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
(2) Rujuk orang tua ke (2) Kelompok pendukung
kelompok pendukung autisme memperbolehkan orang tua menemui
setempat dan kesekolah khusus jika orang tua dari anak yang menderita
diperlukan autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan dukungan emosioanl
(3) Anjurkan orang tua untuk (3) Kontak dengan kelompok
mengikuti konseling (bila ada) swabantu membantu orang tua
memperoleh informasi tentang masa
terkini, dan perkembangan yang
berhubungan dengan autisme
2.1 Pengkajian
2..1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An. I
TTL : Surabaya, 20 September 2002
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Konghucu
Suku/Bangsa : Cina / Indonesia
Pendidikan : -
Alamat : Jl. Kapuas FI N0. 22 Wisma Tropodo
(Asrama Paul)
Diagnosa Medis : Autis
1) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sr. F
TTL : Kefa, 1 April 1979
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Katholik
Suku/Bangsa : NTT/ Indonesia
Pendidikan : DII
Alamat : Jl. Kapuas FI N0. 22 Wisma Tropodo
(Asrama Paul)
Hubungan Klien : Suster/Ibu Asuh di Panti
Lama tinggal di panti : ± 4 tahun
2) Keluhan Utama
Klien tidak bisa berbicara dan asik dengan dirinya sendiri seperti teriak-teriak jika lapar atau
menginginkan sesuatu.
3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan sekarang
An. I didiagnosa mengalami cerebral autis An. I memiliki kebiasaan asik pada diri
sendiri, hanya memainkan jari jari tangannya, menghindari kontak mata dengan lawan
bicara, lebih senang dengan menyendiri dari pada diajak bermain dengan teman-
temannya, kadang-kadang diam dan berteriak-teriak, tidak peka terhadap rangsangan
nyeri. An. I tidak mampu berbicara, hanya mengerang. Seluruh Activity Daily Living
(ADL) An. I dibantu oleh pengasuh
(2) Riwayat Kesehatan lalu
An. I masuk Panti Asuhan Bakti Luhur pada tanggal 10 maret 2011 dan di antar oleh
orang tuanya. Berdasarkan cerita pengasuh panti yang diperoleh dari orang tuanya An.
pada waktu bayi mengalami panas tinggi dan mengalami kejang, ketika di rumah pada
usia anak 3 tahun selalu menyendiri dan suka main air di kamar mandi berjam-jam
bahkan air di bak sering diminum, BAB dan BAK digosokkan ke rambut dan anggota
tubuh lainnya bahkan sering dimasukan kemulutnya karena melihat keadaan seperti itu
keluarga memutuskan An I di bawa ke panti Bakti Luhur Tropodo Sidoarjo.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data untuk riwayat kesehatan keluarga An.I
(4) Susunan Genogram
Tidak ditemukan data yang lengkap tentang susunan genogram keluarga An. I, yang
diketahui bahwa An. I anak ke dua dari dua bersaudara. An I memiliki satu kakak
perempuan yang tinggal serumah dengan kedua orang tuanya.
1.1.1. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis, An. I tampak kurus, menggunakan pakaian rapi dan
bersih, tampak duduk ranjang tempat tidurnya dengan diruangan tengah asrama
dengan memainkan dan menggigit jari-jari tangannya ke dalam mulut, An I sering
menekan-nekan lehernya menggunakan jari tangannya, kadang-kadang melompat-
lompat dan berteriak An. I tidak mampu berbicara, hanya mengerang, An I sering
membanting badannya langsung terbaring di tempat tidurnya..
2) Tanda-tanda Vital
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 37 0C
Respirasi : 20x/menit
3) Kepala dan Wajah
Rambut berwarna kecoklatan, keadaan baik tidak rontok, tidak ada benjolan pada
kulit kepala. Keadaan hidung bersih tidak ada sekret. Penglihatan dan pendengaran
tidak fokus, An. I tidak pernah merespon ketika dipanggil namanya.
4) Leher dan Tenggorokan
Di leher sebelah kiri nampak seperti lingkaran, berwarna kehitman Tidak ada
peningkatan vena jugularis dan tidak ada pembesaran limfa. Reflek menelan baik.
5) Dada
Bentuk dada simetris. Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada sesak nafas. Bunyi nafas
vesikuler. Pola nafas teratur dengan frekuensi 20x/menit
6) Abdomen
Bentuk perut simetris. Tidak terdapat penonjolan dan nyeri tekan. Bising usus
18x/menit.
7) Ektrimitas
Pergerakan/tonus otot kaku, lemah/terbatas. tidak ada oedem dan sianosis. Keadaan kulit/turgot
elastik. Kekuatan otot 4 4
8) Genetalia 3 3
Keadaan genetalia bersih dan tidak terdapat lesi. Pengeluaran urine normal ±5
kali/hari (memakai popok), urine berwarna kuning bening.
1.1.2. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Gizi
Selera makan An. I baik, dapat menghabiskan 1 porsi makanan yang diberikan
dengan reflex menelan baik. BB:16 kg, TB: 100 cm
2) Kemandirian dalam bergaul
An. I tidak mampu beraktifitas/bermain selalu asik dengan dirinya sendiri saat di
panggil namanya pun tidak ada respon.
3) Motorik halus
An. I hanya tidak mampu mamainkan jari-jari tanganya
4) Motorik Kasar
An. I tidak mampu melakukan aktifitas seperti, menulis, melempar, berdiri dan
berjalan dibantu untuk menjaga keseimbangan tubuhnya..
5) Kognitif dan bahasa
An. I tidak mampu berbicara hanya mengerang saja.
6) Psikososial
An. I tidak mampu berinteraksi dengan orang lain, hanya mampu berteriak.
Nutrisi
a. Frekuensi 3 kali sehari
b. Nafsu Makan/selera Baik
c. Jenis Makanan Nasi, sayur, lauk
Eliminasi
a. BAB 1 kali sehari, lembek
b. BAK ±5 kali/hari (memakai popok), urine berwarna
kuning bening
Istirahat dan tidur
a. Siang/jam 2 jam
b. Malam/jam 8 jam
Personal Hyigene
a. Mandi 2kali/hari
b. Oral Hyegene 2kali/hari
Surabaya, 2 Januari2015
Mahasiswa,
DO:
- Sangat menghindari kontak mata
dengan lawan bcara
- Asik pada dirinya sendiri
- An. I tampak kesulitan menggerakan
tangan dan kakinya.
- Tidak ada menunjukan keinginan
untuk bergaul dengan teman-
temannya yang lain
- Hanya diam dan kadang-kadang
eriak-teriak di ranjang tempat
tidurnya
- An. I tidak mampu beraktifitas /
bermain
- An. I tidak mampu melakukan
aktifitas seperti, menulis,
melempar, berdiri dan berjalan.
- An. I tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain, jika dipanggil
namanya tidak ada respon sama
sekali
- An I tidak peka terhadap rangsangan
nyeri.
OLEH:
Lisna Waty
2010.C.1B.0008