Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

Apendisitis Akut

Oleh:

Dr. I Gusti Agung Ari W. N.

Pembimbing

Dr. Rizky E. S. Asri, SpB

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

KEMENTERIAN KESEHATAN INDONESIA

RSUD DR. M. M. DUNDA – PUSKESMAS LIMBOTO

LIMBOTO GORONTALO

2020

1
Daftar Isi
BAB I. Ilustrasi Kasus ...................................................................................................... 3
1.1. Identitas Pasien ......................................................................................................... 3
1.2. Anamnesis .................................................................................................................. 3
1.2.1. Keluhan Utama .................................................................................................... 3
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang ................................................................................. 3
1.2.3. Riwayat Penyakit Terdahulu ................................................................................ 3
1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga ................................................................................. 4
1.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................................................... 4
1.3.1. Keadaan Umum ................................................................................................... 4
1.3.2. Status Generalis ................................................................................................... 4
1.4. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................... 5
1.4.1. Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................. 5
1.4.2. Pemeriksaan Radiologi ........................................................................................ 6
1.5. Diagnosis .................................................................................................................... 7
1.6. Managemen ............................................................................................................... 7
1.7. Prognosis .................................................................................................................... 7
BAB 2. Tinjauan Pustaka.................................................................................................... 8
2.1. Anatomi ..................................................................................................................... 8
2.2. Histologi ..................................................................................................................... 9
2.3. Epidemiologi ............................................................................................................ 10
2.4. Manifestasi Klinis ....................................................... Error! Bookmark not defined.
2.5. Diagnosis ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.5. Diagnosis Banding .................................................................................................. 14
2.6. Tata Laksana ........................................................................................................... 14
2.7. Komplikasi............................................................................................................... 15
BAB 3. Diskusi .................................................................................................................. 16
BAB 4. Daftar Pustaka ...................................................................................................... 18

2
BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SS

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 1 Juli 1965

Usia : 54 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Asuransi : Jaminan Kesehatan Nasional

Waktu masuk RS : 29 Desember 2019 (06.15 WITA)

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah yang memberat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa nyeri di ulu hati, nyeri seperti ditusuk-
tusuk dan hilang timbul. Nyeri kemudian menjalar ke arah perut kanan bawah. Nyeri dirasa
memberat jika tubuh terutama area perut bergerak-gerak dan nyeri terasa sedikit mereda ketika
pasien berbaring terlentang dan tenang. Keluhan nyeri disertai rasa mual, muntah dan demam.
Keluhan BAB cair/darah/hitam, dan sulit BAB disangkal. Keluhan BAK seperti nyeri,
berdarah, dan berpasir disangkal. Riwayat penyakit hipertensi (+), DM (-), asma (-), alergi (-),
pengobatan TB paru (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat prosedur operasi sebelumnya. Pasien mengaku belum pernah
masuk ke rumah sakit. Biasanya pasien kontrol berobat untuk tekanan darah tinggi di
Puskesmas.

3
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat gejala yang serupa pada anggota keluarga disangkal. Riwayat penyakit diabetes,
hipertensi, kolesterol, jantung dan paru juga disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK (20/02/2017)

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Denyut Nadi : 124x/menit

Suhu : 36.6oC

Frekuensi Napas : 20x/menit

SpO2 : 98%

Status Generalis

Kepala : Normosefal, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan.

Rambut : hitam, ada uban, tersebar merata, tidak mudah rontok.

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, reflex pupil +/+, pupil isokor.

Kulit : Turgor baik, tidak sianosis, tidak ikterik.

Telinga : Tidak ada deformitas, serumen minimal, tidak ada nyeri pada palpasi.

Hidung : Tidak ada deformitas, mukosa tidak hiperemis, tidak ada nyeri tekan sinus-
sinus paranasalis

Tenggorokan : Uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T2-T2.

Mulut : Higienitas oral baik, gigi geligi lengkap

Leher : Tidak ada perbesaran KGB, tidak ada perbesaran tiroid.

4
Jantung : S1-S2 normal, tidak ada murmur, gallop, atau bunyi jantung tambahan. Batas-
batas jantung dalam batasan normal.

Paru : Pergerakan dinding dada simetris, ekspansi paru kanan dan kiri simetris,
fremitus kanan = kiri, perkusi bunyi sonor +/+, bunyi vesikuler di kedua paru,
tidak ada ronki, wheezing, atau bunyi napas tambahan.

Abdomen :

• Inspeksi Abdomen : Datar, lemas, tidak ada luka & tanda inflamasi
• Auskultasi Abdomen : bising usus 4x/menit
• Perkusi Abdomen : shifting dullness negatif, nyeri ketok CVA -/-
• Palpasi Abdomen : nyeri pada palpasi tercatat seperti laporan di bawah ini

Nyeri tekan : (+) RLQ Obturator sign: (-)


Nyeri lepas : (+)
Rovsing sign: (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (29/12/2019)

Hematologi
Hemoglobin : 14,3 g/dL
Hematokrit : 37,7%
Leukosit : 19.200/ul
Trombosit : 257.000/ul
CT : 1’30” (n: 1-3’)
CT : 9’ (n: 9-15’)
Kimia Klinik
GDS : 110 mg/dl
Ureum : 13 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl
HbsAg : negatif

5
Ultrasonografi (30/12/2019)

Tampak lesi bentuk tubular diameter


+/- 1,25 cm non compressible, non
peristaltic pada area McBurney
dengan echo cairan bebas minimal
disekitarnya

Kesan:
• Gambaran appendicitis akut
disertai tanda-tanda perforasi

Gambar 1. USG region abdomen kanan bawah


X-ray BNO 3 Posisi (29/12/2019)

Gambar 2. Foto BNO 3 posisi


• Udara usus terdistribusi minimal ke distal colon
• Tidak tampak dilatasi loop-loop usus, herring bone dan airfluid level
• Tidak tampak udara bebas subdiafragma
• Kedua psoas line dan preperitoneal fat line intak
• Tulang-tulang intak

Kesan:

Tidak tampak kelainan radiologi pada foto abdomen 3 posisi ini

6
DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Apendisitis akut

Diagnosis post-operatif : Apendisitis akut

TERAPI

Manajemen Pre-operatif Manajemen Post-operatif


1. IVFD RL 20 tpm 1. Rawat luka
2. Ketorolac 3% 3x1 drips 2. Cefixime 2x100 mg
3. Pumpicel 2x1 IV 3. Asam mefenamat 3x500 mg
4. Cefobactam 2x1 gr IV (skin test) 4. Paracetamol 3x500 mg bila perlu
5. Amlodipine 1x10 mg PO

APENDIKS

Gambar 3. Apendiks pasien yang diangkat

PROGNOSIS

Ad Vitam : bonam

Ad Functionam : bonam

Ad Sanationam : bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI APENDIKS
Apendiks vermiformis merupakan struktur panjang dengan lumen yang sempit,
vermiformis (menyerupai cacing) yang terletak di dinding posteromedial cecum, sekitar 2 cm
di bawah ujung ileum. Letak apendiks dapat berbagai macam. Letak yang paling sering ditemui
adalah retrocecal (di belakang cecum atau di belakang kolon asendens bagian bawah), pelvis,
desendens (apendiks menggantung dengan bebas pada pinggir pelvis, dekat pada tuba uterine
dan ovarium pada perempuan). Selain itu, terdapat posisi lain dari apendiks seperti di subcecal
(di bawah cecum), dan pre atau post ilial (anterior atau posterior dari ujung ileum).1
Tiga taenia coli dari kolon ansendens dan cecum bersatu di dasar appendiks dan
bergabung membentuk otot longitudinal apendiks. Taenia cecal anterior biasanya dapat terlihat
jelas dan disusuri hingga ke appendiks dan berguna untuk membantu menentukan lokasi
appendiks saat operasi. Appendiks biasanya berukuran 2-20 cm, biasanya ukuran appendiks
lebih panjang saat anak-anak dan selanjutnya mengalami atrofi saat beranjak dewasa. Lumen
appendiks terhubung dengan cecum melalui orificium yang terletak di posteroinferior dari
orificium ileocecal.1

Gambar 1: Lokasi apendiks2

8
Appendiks mendapatkan pendarahan dari arteri appendicular yang merupakan percabangan
dari arteri ileocecal. Sementara itu, drainase vena melalui vena ileocecal. Drainase limfatik
cecum dan appendiks melewati nodus limfe di meso-appendiks menuju nodus limfe ileocecal.
Persarafan simpatetik berasal dari bagian bawah torakal spinal, sementara parasimpatetik
berasal dari nervus vagus. Kedua sistem persarafan tersebut bersatu di pleksus mesenterika
superior.2

Gambar 2: Pendarahan dan Persarafan Apendiks2

HISTOLOGI APENDIKS
Mukosa appendiks merupakan epitel kolumnar seperti yang ditemukan pada usus besar.
Pada bagian epitelium, terdapat jaringan limfoid mukosa berisi M cell. Jaringan limfoid
tersebut menembus hingga bagian submucosa. Folikel limfoid belum terbentuk saat lahir dan
akan mulai terakumulasi pada 10 tahun pertama kehidupan. Pada usia dewasa, folikel limfoid
mengalami atrofi dan digantikan oleh jaringan kolagen. Pada usia lanjut, jaringan appendiks
akan digantikan oleh jaringan fibrosa.1

Gambar 3: Histologi Appendiks1

9
EPIDEMIOLOGI

Apendisitis biasanya paling sering terjadi pada rentang usia 5-45 tahun. Insidensi
apendisitis diperikirakan 233/100.000 orang. Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami appendisiti akut dibandingkan wanita (8,6% : 6,7%).3 Sementara itu kejadian
apendisitis di Indonesia menurut Pusat Data Indonesia Kementerian Kesehatan RI pada tahun
2009 mencapai 596.132 kasus dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435. Apendisitis
merupakan penyakit tidak menular tertinggi kedua di Indonesia pada rawat inap di rumah sakit
pada tahun 2009 dan 2010.4

ETIOLOGI DAN PATHOGENESIS

Obstruksi lumen diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya apendisitis.


Meskipun demikian, obstruksi hanya ditemukan pada 30-40% kasus. Sebagian besar obstruksi
disebabkan oleh fecalith yang merupakan bagian keras dari feses (fecal stones). Selain itu,
pembesaran folikel limfoid juga menjadi penyebab penyempitan lumen apendiks. Pembesaran
folikel limfoid disebabkan karena infeksi virus, bakteri, cacing, barium, dan lain-lain.5
Proses terjadi apendisitis melalui beberapa tahap sampai menjadi tahap yang lebih
kompleks. Obstruksi lumen proksimal apendiks yang terutama oleh fecalit dan hiperplasia
KGB sekitar menyebabkan sekresi mukus berlebih pada lumen apendiks. Produksi mukus yang
cepat dan berlebihan dalam lumen yang tertutup ini menyebabkan apendiks mengalami
distensi. Distensi apendiks menstimulasi ujung saraf nyeri pada visceral, menimbulkan sensasi
nyeri yang tumpul, difuse di abdomen tengah atau regio epigastrium. Seiring dengan distensi
yang semakin meningkat karena peningkatan produksi mukus dan multiplikasi bakteri residen
di apendiks, menimbulkan refleks mual dan mual, dan nyeri visceral meningkat. Karena
tekanan di organ ini meningkat, tekanan vena juga mengalami peningkatan. Kapiler dan venula
tertutup namun aliran arterial masih bisa berlangsung, menyebabkan kongesti vaskular. Proses
inflamasi ini dengan segera melibatkan serosa apendiks dan peritonium parietal yang
menyebabkan sensasi nyeri berpindah ke kuadran kanan bawah. Area dengan vaskularisasi
paling jelek akan mengalami efek paling buruk. Seiring dengan distensi, invasi bakteri,
gangguan aliran darah dan proses infark yang terus berjalan, maka apendiks akan semakin
rentan terhadap terjadinya perforasi. Berbagai urutan proses ini tidak bisa dielakkan kecuali
dilakukan tata laksana yang adekuat, namun beberapa kasus apendisitis bisa sembuh secara
spontan. 5

10
MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama apendisitis adalah nyeri perut. Pada fase awal, nyeri akan terasa di bagian
periumbilikus atau epigastrium yang sulit dilokalisasi. Nyeri tersebut disebabkan oleh
kontraksi apendiks atau distensi dari lumen yang merangsang serabut saraf visceral. Sifat
nyerinya antara lain tumpul, ringan, hilang-timbul. Selanjutnya, inflamasi apendiks akan
menyebar ke permukaan peritoneal parietal sehingga nyeri akan terasa lebih sakit, diperparah
dengan gerakan/batuk, dan terlokalisasi di bagian perut kanan bawah. Biasanya disertai dengan
gejala mual, muntah, dan anorexia. Perubahan konsistensi feses dan frekuensi defekasi
biasanya jarang menyertai pasien dengan apendisitis. Gejala urinaria seperti peningkatan BAK
dan dysuria dapat ditemui jika apendiks berada di dekat vesika urinaria. 5

DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan apakah ada gejala nyeri perut yang menjalar dari bagian
pusat ke bagian perut kanan bawah, mual, muntah dan demam. Selain itu, perlu dipikirkan juga
diagnosis banding lainnya seperti infeksi hepar/obstruksi saluran bilier atau kolik renal akibat
batu saluran kemih khususnya di sisi sebelah kanan. 3,5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan kecurigaan apendisitis biasanya ditemukan3,5:
- Nyeri tekan perut kanan bawah (McBurney)
- Blumberg sign à nyeri lepas (rebound pain)
- Rovsing sign à nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi kuadran kiri bawah
- Psoas sign à nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan
(menunjukkan apendiks retrosekal)
- Obturator sign à nyeri perut kanan bawah pada saat rotasi internal rongga panggul
kanan (menunjukkan apendiks pelvis)
- Dunphy sign à peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk
Apabila telah terjadi perforasi, nyeri perut semakin kuat dan difus menyebabkan peningkatan
defans muscular dan rigiditas (tanda peritonitis). Perforasi biasanya jarang terjadi sebelum 24
jam dari onset sakit, namun akan meningkat hingga 80% setelah 48 jam onset.

11
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium:
Leukositosis ringan (10.000-20.000/uL) dengan peningkatan neutrophil. Leukositosis tinggi
(>20.000/uL) didapatkan apabila sudah terjadi perforasi dan gangern. Urinalisis dapat
dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan infeksi saluran kemih. Pada
perempuan yang sudah haid, perlu diperiksakan juga tes kehamilan bila dicurigai kehamilan
ektopik sebagai diagnosis banding. 3,5

2. Pemeriksaan radiologi:
CT scan dan USG merupakan pemeriksaan imaging yang paling sering dilakukan pada pasien
dengan nyeri abdomen, khususnya dalam mengevaluasi kemungkinan apendisitis. Berdasarkan
berbagai studi meta analisis, CT scan secara umum lebih sensitif dan lebih spesifik
dibandingkan USG dalam mendiagnosis apendisitis. Meskipun demikian, pemeriksaan USG
sangat baik untuk mengeksklusi penyebab nyeri perut kanan bawah yang disebabkan karena
kelainan ginekologi seperti kista ovarium, kehamilan ektopik atau abses tuboovarium. 3,5
Pada pemeriksaan USG, penemuan diameter anteroposterior apendiks yang lebih besar 7 mm,
penebalan dinding, struktur lumen yang tidak dapat dikompresi (lesi target), adanya
apendikolit, bersifat sugestif terhadap apendisitis. 3,5

Gambar 4: CT- Scan dan USG Appendiks6

Pemeriksaan foto polos abdomen bisa memperlihatkan gambaran fecalith pada cecum yang
berkaitan dengan apendisitis namun jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis
akut, namun pemeriksaan foto polos berguna dalam mengeksklusi kemungkinan kelainan
patologi yang lain seperti obstruksi usus atau batu saluran kemih. Foto polos thorax berperan
dalam mengeksklusi nyeri alih yang kemungkinan disebabkan karena kelainan di

12
kardiopulmonar. Pada pemeriksaan barium enema, jika apendiks terisi kontras maka
kemungkinan bukan apendisitis, namun pemeriksaan ini tidak diindikasikan pada keadaan
akut. 3,5

Sistem Skoring Apendisitis


Untuk membuat diagnosis lebih objektif dengan menggunakan clinical scoring systems, yang
berdasarkan pada variabel-variabel tertentu, misalnya dengan skor Alvarado yang digunakan
secara luas dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Selain itu terdapat juga sistem skoring
lain yakni dengan The Appendicitis Inflammatory Response Score yang mirip dengan skoring
Alvarado hanya saja ditambahkan variabel CRP dan sistem The Appendicitis Inflammatory
Response Score menunjukkan performa yang lebih baik dalam menegakkan diagnosis
apendisitis. Namun, sistem skoring tidak digunakan secara luas dalam menegakkan diagnosis
apendisitis. 7
Tabel 1: Sistem skoring untuk menegakkan diagnosis apendisitis7

13
DIAGNOSIS DIFFERENSIAL

Akurasi diagnosis preoperative harus >85%, jika kurang maka perlu dipertimbangkan untuk
tidak langsung melakukan operasi dan perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis lain. Diagnosis
differensial apendisitis akut dapat dipertimbangkan dari faktor usia dan jenis kelamin8:

- Pada bayi: stenosis pylorus, obstruksi usus


- Pada anak: intususepsi, diverticulitis Meckel, gastroenteritis akut, limfadenitis
mesenterika
- Pada dewasa: pielonefritis, ureterolithiasis, colitis, diverticulitis, pankreatitis,
koletistitis
- Pada perempuan usia subur: penyakit radang panggul (PRP), abses tubo-ovarium,
ruptur kista ovarium atau torsio ovarium, kehamilan ektopik

TATA LAKSANA

Tatalaksana definitif dari kasus apendisitis akut ialah melalui pembedahan yakni dengan
mereseksi apendiks. Prosedur ini disebut dengan apendektomi. Secara garis besar terdapat dua
macam teknik apendektomi yakni apendektomi bedah terbuka dan laparotomi.7

OPEN APPENDECTOMY

Apendektomi bedah terbuka (open appendectomy) merupakan teknik bedah yang paling sering
dilakukan dan merupakan teknik bedah tertua dalam menatalaksana kasus apendisitis. Pada
apendektomi bedah terbuka reseksi apendiks dilakukan dengan cara melakukan mengeluarkan
apendiks dan dari rongga abdomen melalui insisi dinding abdomen. 7

Apendektomi bedah terbuka dilakukan di bawah anestesi general dengan posisi terlentang.
Pada kasus non-perforasi, biasanya dilakukan insisi di kuadran kanan bawah di titik McBurney
(1/3 distal SIAS – umbilicus). Terdapat beberapa macam bentuk insisi, di antaranya insisi
McBurney yang berbentuk oblik dan insisi Rocky-Davis yang berbentuk transversal. Insisi
awal yang telah dibuat dapat saja diperluas atau dibuat kembali insisi baru pada lokasi berbeda
di dinding abdomen jika terdapat indikasi yang mengarahkan diperlukannya tindakan-tindakan
tersebut. 7

Setelah dinding abdomen hingga mesenterium berhasil diinsisi sehingga kolon dan sekum
terlihat, maka dilakukan pencarian apendiks. Apendiks dicari dengan menyusuri pertemuan
ketiga tenia coli (tenia libera, tenia mesocolica, tenia omentalis) yang mana pangkal apendiks

14
berada pertemuan ketiga tenia ini. Setelah pangkal apendiks berhasil diidentifikasi, selanjutnya
dilakukan reseksi apendiks dan jaringan mesoapendiks sekitar dan diteruskan dengan ligasi
pangkal dari apendiks.7

Gambar 5: Open Appendictomy6

LAPAROSCOPIC APPENDECTOMY

Laparoskopi merupakan teknik bedah minimal invasif yang dilakukan dengan bantuan kamera
video serta beberapa instrumen tipis lainnya. Pembedahan dilakukan dengan cara memasukkan
alat-alat bedah yang memiliki kamera video serta dapat dikendalikan secara tidak langsung
melalui insisi kecil pada dinding abdomen pasien. Ahli bedah kemudian melakukan reseksi,
ligasi dan pekerjaan lainnya dengan cara mengendalikan alat tersebut dan melihatnya melalui
layar. Laparoskopi banyak dilakukan untuk berbagai pembedahan organ-organ intraabdomen
termasuk di antaranya apendektomi. 7

Pada apendektomi laparoskopik persiapan dilakukan mirip dengan persiapan pasien yang
dilakukan pada apendektomi bedah terbuka. Dibuat tiga insisi pada dinding abdomen untuk
memasukkan alat-alat laparoskopik tempat-tempat insisi tersebut antara lain periumbilikal,
suprapubic, dan kuadran kiri bawah abdomen. Apendektomi laparoskopik memiliki
keuntungan dibandingkan dengan apendektomi bedah terbuka antara lain insidens infeksi luka
operasi, nyeri paska operasi, lama waktu inap, dan panjang area insisi yang kesemuanya lebih
sedikit dibandingkan dengan apendektomi bedah terbuka.7

15
Gambar 6: Laparoscopic Appendictomy6

KOMPLIKASI

Operasi apendektomi memiliki beberapa komplikasi di antaranya adalah 7,8:

• Ileus post-operasi
• Sepsis
• Infeksi luka operasi
• Abses intraabdomen
• Apendisitis ulangan akibat reseksi yang tidak komplit

16
BAB III
DISKUSI
Informasi pertama yang didapatkan pada pasien ini adalah pasien merupakan seorang wanita
berusia 54 tahun dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang memberat sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit. Pada anamnesis lebih lanjut pasien mendeskripsikan bahwa
nyeri perut terasa seperti ditusuk-tusuk dan datang hilang timbul. Nyeri dirasa memberat jika
tubuh terutama area perut bergerak-gerak dan nyeri terasa sedikit mereda ketika pasien
berbaring terlentang dan tenang.

Keluhan utama pada pasien ini mengantarkan pada diagnosis banding berupa gangguan-
gangguan organ intraabdomen terutama yang berada di area perut kanan bawah, di antara
diagnosis banding tersebut adalah apendisitis akut, batu saluran kemih, pielonefritis, dan
peritonitis.

Pasien menceritakan perjalanan penyakitnya, tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien
merasa nyeri ulu hati disertai rasa mual dan muntah serta demam yang naik-turun. Namun
semenjak 1 hari SMRS, keluhan memberat di perut bagian kanan bawah. Keluhan BAB cair,
bercampur darah/hitam atau sembelit disangkal. Keluhan BAK nyeri, BAK darah, berpasir
dan frekuensi BAK yang meningkat disangkal.

Pasien tidak memiliki riwayat menjalani tindakan operasi. Riwayat penyakit diabetes,
hipertensi, penyakit kolesterol, penyakit jantung dan paru kesemuanya disangkal. Pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum dan status generalis didapatkan hasil secara umum baik
tidak ditemukan adanya abnormalitas. Pada pemeriksaan fisik abdomen di dapatkan hasil
berupa nyeri tekan dan nyeri lepas positif pada titik McBurney. Palpasi pada lokasi nyeri tidak
dirasakan adanya massa. Palpasi abdomen tidak dirasakan adanya defans muskular. Tanda
obturator dan Rovsing tidak didapati pada pasien. Nyeri ketok CVA dan nyeri tekan suprapubis
disangkal.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, kecurigaan pasien mengalami apendisitis akut diperkuat
karena adanya nyeri di titik McBurney, mual, muntah, demam, nyeri tekan dan lepas di RLQ
(+), nyeri ketok CVA (-).

17
Selanjutnya, dari hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukositsosis (19.200) dan
pemeriksaan USG didapatakan gambaran lesi bentuk tubular diameter +/- 1,25 cm non
compressible, yang mengindikasikan adanya peradangan pada apendiks

Penegakan diagnosis apendisitis akut juga dapat menggunakan sistem skoring Alvarado yang
meliputi beberapa informasi yang telah didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksan penunjang. Hasil scoring Alvarado pada pasien ini adalah:

Feature Point Pada pasien


Migrating pain 1 1
Anorexia 1 1
Nausea 1 1
Tenderness in RLQ 2 2
Rebound pain 1 1
Elevated temperature (>36,3 C) 1 1
Leukocytosis 2 2
Shift to the left 1 0
Total 9

Skor sembilan pada scoring Alvarado menunjukan indikasi untuk dilakukannya pembedahan
untuk menangani apendisitis akut yang dialami.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Standring S. Large intestine. In: Gray’s anatomy. 40th ed. 2008. London: Elsevier, p;
1137-62.
2. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. The Abdominal Viscera: appendix. In: Moore’s
Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. 2014. Philadelphia: Lippincott & Wilkins, p 247-
50.
3. Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ. 2206; 333:530-4.
doi:10.1136/bmj.38940.664363.ae
4. Pusat Data Dan Informasi Kesehatan. 2012. Buletin Jendela Data & Informasi
Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. Gearhart SL, Silen W. Acute appendisitis and peritonitis. In: Longo DL, Fauci AS,
editors. Harrison’s gastroenterology and hepatology. 2010. New York: McGraw-Hill,
p:222-6.
6. Maulik P. Radiopedia: Acute appendicitis [Internet]. Radiopaedia. [Disitasi 5 Maret
2020]. Tersedia di: https://radiopaedia.org/cases/acute-appendicitis-8?lang=us
7. Liang MK, Andersson RE, Jaffe BM, Berger DH. The appendix. In: Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE, editors. Schwartz’s
principles of surgery 10th ed. 2015. New York: McGraw-Hill, p; 1241-59.
8. Jeo WS, Wibisono E. Apendisitis. Kapita Selekta Kedokteran. 2014. Jakarta: Media
Aesculapius, p: 213-5.

19

Anda mungkin juga menyukai