Sri Wahyuningsih - 20201221110 - Manajemen - Hukum Penyelesaian Sengketa
Sri Wahyuningsih - 20201221110 - Manajemen - Hukum Penyelesaian Sengketa
NIM : 20201221110
Prodi : Manajemen
1. Pengertian "LITIGASI" itu apa? Apakah hanya sebatas proses membawa suatu sengketa
ke meja peradilan saja, atau bagaimana? Apakah proses seperti "Mediasi", "Arbitrase",
dan "Konsiliasi" bisa dikatakan bagian dari "LITIGASI"?
Jawaban :
Tidak ditemukan definisi litigasi secara eksplisit di peraturan perundang-
undangan. Namun, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”) berbunyi :
“Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri”.
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian
Sengketa mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia
bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas,
energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses
litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian
sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif
penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil (hal. 1-2).
Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, S.H., M.H. dalam
bukunya Mediasi di Pengadilan, bahwa selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian
sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan
dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa
(hal. 8)
Dari hal-hal di atas dapat kita ketahui bahwa litigasi itu adalah penyelesaian
sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.
a. Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien)
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan
memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
kliennya.
b. Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses
pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang
lebih harmonis dan kreatif.
c. Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
d. Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para
pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
e. Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai
dengan bidang keahliannya.
Non Litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-
litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Penyelesaian perkara diluar
pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam
penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman disebutkan ” Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian
atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan” . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan
”Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau
penilaian para ahli.”
a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling
memperkenalkan diri;
b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak;
c. menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil
keputusan;
d. membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak;
e. menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak
tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);
f. menyusun jadwal mediasi bersama para pihak;
g. mengisi formulir jadwal mediasi.
h. memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan
dan usulan perdamaian;
i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan
skala prioritas;
j. memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
1. menelusuri dan menggali kepentingan para pihak;
2. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan
3. bekerja sama mencapai penyelesaian;
k. membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian;
l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat
dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara;
m. menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan
kepada hakim pemeriksa perkara;
n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya
Sehingga dapat diketahui bahwa peran mediator lebih condong kepada membantu
merumuskan kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa dengan posisi
netral dan tidak mengambil keputusan tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Setelah dikeluarkannya kesepakatan perdamaian,
mediator kemudian mengajukannya agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian kepada
hakim pemeriksa perkara.
7. Gambarkan dan jelaskan bagaimana proses pelaksanaan putusan arbitrase seusai dengan
UU No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa!
Jawaban :
Pasal 1 Angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS, dijelaskan
bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan
umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 , pada prinsipnya
mekanisme penyelesaian sengketa dengan arbitrase adalah melalui tiga tahapan, yaitu :
tahap persiapan atau pra pemeriksaan, tahap pemeriksaan atau penentuan, dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap untuk mempersiapkan segala sesuatunya guna
siding pemeriksaan perkara. Tahap persiapan antara lain meliputi :
• Persetujuan Arbitrase dalam dokumen tertulis
• Penunjukan Arbiter
• Pengajuan surat tuntutan oleh termohon
• Jawaban surat tuntutan oleh termohon
• Perintah Arbiter agar para pihak menghadap siding Arbitrase
Tahap kedua adalah tahap pemeriksaan, yaitu tahap mengenai jalannya siding
pemeriksaan perkara, mulai dari awal pemeriksaan perkaranya, proses pembuktian,
sampai dijatuhkannya putusan oleh Arbiter.
Selanjutnya adalah tahap pelaksaan sebagai tahap terakhir, yaitu tahap untuk
merealisasi putusan Arbiter yang bersifat final dan mengikat. Pelaksanaan putusan dapat
dilakukan secara sukarela maupun dengan paksa melalui eksekusi oleh Pengadilan
Negeri.
Adapun mekanisme Arbitrase menurut UU No. 30 Tahun 1999 adalah sebagai
berikut:
a. Permohonan Arbitrase dilakukan dalam bentuk tertulis dengan cara
menyampaikan surat tuntutan kepada Arbiter atau majelis Arbitrase yang
memuat identitas para pihak, uraian singkat tentang sengketa yang disertai
dengan lampiran bukti-bukti dan isi tuntutan yang jelas. Kemudian surat
tuntutan dan surat permohonan tersebut disampaikan kepada termohon yang
disertai perintah untuk memberikan tanggapan dan jawaban dalam waktu 14
hari sejak diterimanya tuntutan oleh termohon, selanjutnya diteruskan kepada
pemohon. Bersamaan dengan itu, Arbiter atau ketua majelis Arbitrase
memerintahkan kepada para pihak untuk menghadap di muka sidang Arbitrase
dalam waktu 14 hari terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah tersebut.
b. Pemeriksaan sengketa Arbitrase harus dilakukan secara tertulis, kecuali
disetujuai oleh para pihak maka pemeriksaan dapat dilakukan secara lisan.
Semua pemeriksaan sengketa oleh Arbiter atau majelis Arbitrase dilakukan
secara tertutup. Jumlah Arbiter harus ganjil, penunjukan 2 Arbiter dilakukan
oleh para pihak yang memiliki wewenang untuk memilih dan menunjuk
Arbiter yang ketiga yang nantinya bertindak sebagai ketua majelis Arbitrase.
Arbiter yang telah menerima penunjukan tersebut tidak dapat menarik diri,
kecuali atas persetujuan para pihak.
c. Dalam sidang pertama diusahakan perdamaian, bila dicapai kesepakatan maka
Arbiter atau majelis Arbitrase membuat suatu akata perdamaian yang sifatnya
final dan mengikat para pihak dan memerintahkan untuk memenuhi ketentuan
perdamaian tersebut. Jika usaha perdamaian tidak berhasil, maka pemeriksaan
terhadap pokok sengketa akan dilanjutkan. Pemeriksaan atas sengketa harus
diselesaikan dalam waktu 180 hari sejak Arbiter atau majelis Arbitrase
terbentuk. Jangka waktu ini dapat diperpanjang dnegan persetujuan para pihak
apabila diperlukan.
d. Atas perintah Arbiter atau majelis Arbitrase atau atas permintaan para pihak
dapat dipanggil seorang atau lebih saksi atau saksi ahli untuk didengar
kesaksiannya yang sebelumnya disumpah. Saksi atau saksi ahli tersebut dapat
memberikan keterangan tertulis atau didengar keterangannya dimuka sidang
Arbitrase yang dihadiri oleh para pihak atau kkuasanya.
e. Putusan Arbiter atau majelis Arbitrase diambil berdasarkan ketentuan hukum
atau berdasarkan keadilan dan kepatutan, Putusan tersebut harus diucapkan
dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup. Putusan
Arbitrase bersifat final, mempunyai kekeuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak. Selanjutnya putusan tersebut didaftarkan kepada kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat.
Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dapat juga dilakukan dengan
menggunakan Lembaga Arbitrase nasional atau internasioanl berdasarkan
kesepakatan para pihak, yang dilakukan menurut peraturan dan acara dari
lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain.