Laporan Resmi 10 FarToks - Rafika Primadona.1041911117.K

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


PERCOBAAN 10
UJI KETOKSIKAN AKUT

Nama : Rafika Primadona


NIM : 1041911117
Kelompok :K
Sub. Kelompok : Kelompok 2
Tanggal Praktikum : 25 Mei 2021

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIFAR “YAYASAN PHARMASI SEMARANG”
SEMARANG

2021
A. TUJUAN

Mengidentifikasi bahan kimia yang toksik dan memperoleh informasi tentang bahaya
terhadap manusia bila terpajan. Uji toksisitas akut digunakan untuk menetapkan nilai LD50
suatu zat.

B. DASAR TEORI

Uji ketoksikan akut merupakan pengujian untuk mendeteksi gejala ketoksikan yang
mungkin muncul pada manusia dalam waktu singkat setelah pemberian suatu sediaan uji
secara oral dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 14 hari.
Prinsip uji toksisitas akut secara oral yaitu sediaan uji pada beberapa tingkatan dosis tertentu
diberikan kepada beberapa kelompok uji dengan satu dosis perkelompok dan selanjutnya
dilakukan pengamatan gejala ketoksikan atau adanya kematiaan. Kemudiaan hasil uji
toksisitas menggunakan hewan uji hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya toksisitas
relatif bila terjadi pemaparan pada manusia. (BPOM RI,2014)

Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan atau menunjukkan secara kasar
median lethal dose (LD50). LD50 ditetapkan sebagai tanda statistik pada pemberian suatu
bahan sebagai dosis tunggal yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji. Jumlah
kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek toksik suatu bahan (kimia) pada
sekelompok hewan uji. Jika dalam hal ini hewan uji dipandang sebagai subjek, respon berupa
kematian tersebut merupakan suatu respon diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon
yaitu ada atau tidak ada kematian. Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan
secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat
mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan percobaan setelah
perlakuan (Katzung, 1986).

Nilai LD50 merupakan dosis yang menimbulkan efek mematikan pada 50% hewan uji,
dengan kesimpulan bahwa semakin besar LD50 dari suatu obat maka semakin aman obat
tersebut. Selain itu, nilai LD50 dapat mengklasifikasikan potensi suatu zat berdasarkan
toksisitas relatifnya, memberikan informasi tentang mekanisme ketoksikan yang terjadi,
mengevaluasi efek keracunan yang tidak disengaja pada hewan uji, faktor-faktor yang
mempengaruhi ketoksikan serta perubahan fisik yang mempengaruhi bioavailibilitas. Adapun
nilai LD50 digunakan sebagai tolak ukur kuantitatif dalam uji toksisitas akut. (Hodyson,2010)
Penggolongan potensi ketoksikan akut menurut kriteria Loomis, (Loomis,1978):

No
Potensi Ketoksikan Akut Harga LD-50
.

1 Sangat tinggi < 1 mg/Kg BB

2 Tinggi 1 - 50 mg/Kg BB

3 Sedang 50 - 500 mg/Kg BB

4 Sedikit toksik 500 – 5000 mg/Kg BB

5 Hampir tidak toksik 5 – 15 g/Kg BB

6 Relatif tidak berbahaya > 15 g/Kg BB

Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan akut
dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan percobaan. Data
yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa kisaran
dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis.Bahan racun adalah semua
bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan/kesakitan pada makhluk hidup. Sebagai
akibat darikerusakan tersebut ialah adanya gangguan pada struktur anatomi dan fisiologik
dari jaringan yang menderita, bahkan dapat menimbulkan kematian. Semua bahan kimia
mungkin akan beracun bila diberikan berlebihan atau rute pemberian yang tidak lazim
(Anonim, 1999).
C. ALAT DAN BAHAN

a). Alat:

1. Jarum suntik oral


2. Beaker glass
3. Labu takar
4. Batang pengaduk
5. Timbangan Ohaus
6. Kapas
b). Bahan:

1. Desaminotyrosine (DAT)
2. Larutan garam 0,9%
3. Vehicle (etanol 1,0%)
4. Aquadest
5. Hewan Uji : Tikus

D. KEMA KERJA

Disiapkan tikus putih betina dipuasakan semalaman (8 jam) dengan air


minum ad libitum. Lalu ditimbang keesokan hari nya.

Tikus diberikan dosis berbeda Desaminotyrosine (DAT) secara gavage


(10 mL / kg BB) dan dimasukkan ke dalam kandang metabolik selama
48 jam dengan akses bebas makanan dan air.

Untuk pemberian obat, larutan stok DAT disiapkan dengan etanol dan
diencerkan dengan larutan garam 0,9% ke konsentrasi yang dibutuhkan
untuk segera digunakan.

Tikus kontrol diberikan dengan vehicle saja (10 mL / kg berat badan


garam yang mengandung etanol 1,0%).

Selama 30 menit pertama setelah pemberian, hewan diamati setidaknya


satu kali, secara teratur selama 24 jam pertama (dengan perhatian khusus
selama 4 jam pertama).

Kemudian diamati setiap hari selama 14 hari.


E. DATA PENGAMATAN

Tikus betina dipuasakan semalaman (8 jam) dengan air minum ad libitum. Setelah
ditimbang keesokan harinya, tikus diberikan dosis berbeda Desaminotyrosine (DAT) secara
gavage (10 mL / kg BB) dan dimasukkan ke dalam kandang metabolik selama 48 jam dengan
akses bebas makanan dan air. Untuk pemberian obat, larutan stok DAT disiapkan dengan
etanol dan diencerkan dengan larutan garam 0,9% ke konsentrasi yang dibutuhkan untuk
segera digunakan. Tikus kontrol diberikan dengan vehicle saja (10 mL / kg berat badan
garam yang mengandung etanol 1,0%). Selama 30 menit pertama setelah pemberian, hewan
diamati setidaknya satu kali, secara teratur selama 24 jam pertama (dengan perhatian khusus
selama 4 jam pertama), dan kemudian diamati setiap hari selama 14 hari.

Keterangan : Protokol Up and Down (OECD) 425 untuk pengujian bahan kimia.

Uji Pendahuluan

Berdasarkan prosedur percobaan,

1. Hewan pertama diberi dosis 2000 mg / kg DAT pada uji batas dan tidak mati. 4 tikus
tambahan diuji dengan dosis yang sama, dan kelima tikus tersebut selamat.

2. Dosis uji batas dinaikkan menjadi 5000 mg / kg, hewan uji pertama mati dalam 24 jam,
sehingga sesuai dengan kriteria penghentian.

Kelompok/Dosis BB Hewan Hasil


Uji
2000 mg/KgBB 220 g Hewan uji hidup
5000 mg/KgBB 220 g Hewan uji mati

Uji Utama

Dosis mematikan untuk DAT yang tersedia, 175 mg / kg dipilih sebagai dosis awal, dan dosis
berikutnya adalah 550, 1750, dan 5000 mg / kg.

Jika hewan mati atau tampak sekarat, hewan berikutnya menerima dosis yang lebih rendah.
Jika hewan tersebut bertahan hidup, hewan berikutnya menerima dosis yang lebih tinggi.
Toksisitas oral akut dipelajari selama 48 jam. Gejala klinis diamati setiap jam dalam enam
jam pertama setelah pemberian DAT.
Berikut data hasil percobaan ketoksikan akut dari DAT :

F. HASIL DATA PENGAMATAN

Hasil Uji Utama

N Dosis Hasil
o (mg/KgBB)
1 175 mg/kgBB Hewan uji hidup
2 550 mg/kgBB Hewan uji hidup
3 1750 mg/kgBB Hewan uji hidup
4 5000 mg/kgBB Hewan uji mati
5 1750 mg/kgBB Hewan uji hidup
6 5000 mg/kgBB Hewan uji hampir
mati
7 1750 mg/kgBB Hewan uji hidup
8 5000 mg/kgBB Hewan uji hampir
mati
Kriteria Penggolongan Sediaan Uji

Tingkat LD50 oral Klasifikasi


toksisitas (pada tikus)

1 < 1 mg/kgBB Sangat toksik

2 1-50 mg/kgBB Toksik


3 50-500 mg/kgBB Toksik sedang

4 500-5000 mg/kgBB Toksik ringan

5 5-15 g/kgBB Praktis tidak toksik

6 > 15 g/kgBB Relatif tidak membahayakan

Sumber: Hodge dan Sterner dalam BPOM, 2014

Keterangan:

Menurut tabel GHS (Globally Harmonised Classification System For


Chemical Substances and Mixtures) DAT menempati tingkat toksisitas 4
termasuk klasifikasi Toksik ringan dengan kisaran LD50 DAT (500-5000
mg/kg BB).

G. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan uji ketoksikan akut, yang merupakan pengujian untuk
mendeteksi gejala ketoksikan yang mungkin muncul pada manusia dalam waktu singkat
setelah pemberian suatu sediaan uji secara oral dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang
diberikan dalam waktu 14 hari. Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk
menentukan potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang
timbul pada hewan percobaan. Data yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data
kuantitatif yang berupa kisaran dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala
klinis.

Pada percobaan ini membutuhkan alat-alat, yaitu: jarum suntik oral, beaker glass, labu
takar, batang pengaduk, timbangan ohaus dan kapas. Selanjutnya bahan yang digunakan pada
percobaan ini meliputi: desaminotyrosine (DAT), larutan garam 0,9%, vehicle (etanol 1,0%),
aquadest dan hewan uji yang digunakan dalah tikus putih. Deaminotyrosine (DAT) juga
dikenal sebagai asam kloretat atau 3- (4 hydroxyphenyl) -propionic acid (p-hydroxy-
phenylpropionic acid). Rumus kimianya adalah C9H10O3 dan massa molekul relatifnya
adalah 166,17. Ini larut dalam pelarut polar seperti etanol atau air panas, tetapi tidak larut
dalam pelarut nonpolar seperti benzena atau dietil eter.

DAT adalah perantara farmasi untuk sintesis banyak obat, sehingga telah banyak
digunakan di bidang farmasi. Misalnya, DAT bisa digunakan untuk sintesis obat antiulcer
cetrimonate hydrochloride dan esmolol antagonis reseptor β selektif. Beberapa penelitian
telah melaporkan bahwa DAT dapat memfungsikan beberapa molekul seperti etilen glikol
untuk pembuatan bahan makromolekul dengan aktivitas biologis. Selain digunakan sebagai
perantara dalam sintesis obat, akumulasi penelitian telah menunjukkan bahwa DAT
merupakan asam fenolat yang penting metabolit mikroba flavonoid.

Percobaan kali ini menggunakan metode Fixed Dose yang terdiri dari uji pendahuluan
dan uji utama. Uji pendahuluan menggunakan masing-masing 1 hewan uji dengan pemberian
dosis sebanyak 8 kali secara berturut-turut adalah 175 mg/kgBB; 550 mg/kgBB; 1750
mg/kgBB; 5000 mg/kgBB; 1750 mg/kgBB; 5000 mg/kgBB; 1750 mg/kgBB dan 5000
mg/kgBB. Pada data uji toksisitas DAT secara peroral pada tikus didapatkan hasil pada dosis
175 mg/kgBB; 550 mg/kgBB dan 1750 mg/kgBB tidak ada gejala toksik jangka pendek (48
jam) atau jangka panjang (14 hari) yang jelas, pada dosis 5000mg/kgBB tikus tidak mati
namun tikus mengalami gejala ketoksikan dan mengalami kematian tertunda, namun
pemberian DAT dengan dosis 5000 mg/kgBB pada pemberian keempat didapatkan hasil
bahwa terdapat tikus yang mati. Karena terjadi kematian pada uji pendahuluan, maka
dilanjutkan dengan uji utama yg dilakukan selama 48 jam. Sebanyak 8 tikus diuji di
pengujian utama dan didapatkan hasil berupa hematuria muncul serta asupan makanan atau
air kembali normal. Setelah 1 hari, gejala keracunan berangsur-angsur hilang. Berdasarkan
hal tersebut dapat diketahui LD50 DAT pada tikus adalah sebesar 3129 mg/kgBB.
Berdasarkan penggolongan sediaan uji (Hodge dan Sterner, 1995) seperti tabel 4, DAT
masuk dalam kategori toksik ringan (tingkat ketoksikan 4) dengan rentang LD50 oral pada
tikus yaitu 500-5000 mg.

Uji ketoksikan akut pada praktikum ini menggunakan metode Protokol Up and Down
(OECD)425. Dosis awal dipilih berdasarkan uji pendahuluan sebagai dosis yang dapat
menimbulkan gejala toksisitas ringan tetapi tidak menimbulkan efek toksik yang berat atau
kematian. Prosedur ini dilanjutkan hingga mencapai dosis yang menimbulkan efek toksik
atau ditemukan tidak lebih dari 1 kematian, atau tidak tampak efek toksik hingga dosis yang
tertinggi atau adanya kematian pada dosis yang lebih rendah. Kriteria hewan uji meliputi:
hewan sehat dan dewasa dengan jenis kelamin yang sama, umumnya digunakan tikus betina
karena sedikit lebih sensitif dibandingkan tikus jantan, setiap hewan harus berumur 8-12
minggu dengan variasi berat badan tidak boleh melebihi 20% dari rata-rata berat badan dan
dipuaskan selama 14-18 jam sebelum diberi perlakuan. Perlakuan yang digunakan meliputi
uji pendahuluan dan uji utama. Tujuan dari uji pendahuluan adalah mencari dosis awal yang
sesuai untuk uji utama dengan 1 ekor hewan uji. Berdasarkan OECD dosis awal pada uji
pendahuluan dapat dipilih yaitu 2000mg/KgBB dan 5000 mg/KgBB. Hasil uji pendahuluan
hewan uji yang diberikan DAT secara p.o, sesuai dengan Vp masing-masing tikus dengan
dosis 2000 mg/KgBB tidak ditemukan adanya bukti toksisitas maupun kematian tikus
(Hewan uji hidup/tidak ada gejala toksik), sedangkan dosis 5000 mg/KgBB hewan uji
mengalami kematian.Uji utama digunakan untuk melakukan uji yang sebenarnya, bertujuan
untuk mengetahui kisaran nilai LD50 suatu senyawa dengan 5 ekor hewan uji untuk tiap
tingkatan dosis uji. Kelima ekor hewan tersebut terdiri atas 1 ekor hewan dari uji
pendahuluan dan 4 ekor hewan tambahan. Setelah dilakukan pengamatan secara intensif
setiap 30 menit selama 4 jam pertama, setiap 4 jam selama 24 jam dan sehari sekali selama
14 hari Hasil praktikum pada dosis 1750 mg/KgBB menunjukkan bahwa 5 hewan uji hidup
atau ada gejala toksisitas, hal ini bisa dikategorikan dalam kelompok B sesuai OECD “ lebih
dari 1 menunjukkan gejala toksisitas dan tidak ada kematian” berarti DAT dosis 1750
mg/KgBB masuk kategori 4. Sedangkan pada dosis 5000 mg/KgBB kelima hewan uji
mengalami kematian, maka dapat dikategorikan masuk kelompok A sesuai OECD ”lebih dari
2 mati”, berarti DAT dosis 5000 mg/KgBB masuk kategori 4. Sehingga data praktikum
toksisitas DAT sesuai dengan teori menurut safety data sheet menyatakan bahwa toksisitas
DAT masuk dalam kategori 4 (Toksik ringan). Berdasarkan tabel GHS yang tercantum dalam
(OECD, 2001) kategori 4 memiliki kisaran nilai LD50 (500– 5000mg/kgBB).

H. KESIMPULAN

1). Ketoksikan akut adalah pengujian untuk mendeteksi gejala ketoksikan yang mungkin
muncul pada manusia dalam waktu singkat setelah pemberian suatu sediaan uji secara oral
dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 14 hari. Atau dapat
diartikan juga sebagai derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat
(biasanya 24 jam) setelah pemberiannya dalam dosis tunggal.

2). Berdasarkan tabel GSH (Globally Harmonised Classification System For Chemical
Substances and Mixtures) yang tercantum dalam OECD (2001) nilai kisaran LD50 DAT
(500–5000mg/kgBB) dan menempati tingkat toksisitas/kategori 4 (Toksik ringan).

I. DAFTAR PUSTAKA
1) Anonym.1999.Farnakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta : Depkes RI
2) BPOM  RI.2014.Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Peraturan Kepala Badan.
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Indonesia.
3) Katzung,B,G. 1986. Farmakologi Dasar dan Klinik . Jakarta : Salemba Medika
4) Loomis, TA. 1978. Essential of toxicology.3 rd ed. Phisadelphia : Leae Febiger
5) Olson, James. 1999. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: EGC
6) Syarif, dkk. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI
7) Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). 2001.OECD
Guidelines for Testing of Chemicals. Test No. 423: Acute OralToxcity—Acute Toxic
Class Method. Paris: OECD, 1-14.

Anda mungkin juga menyukai