Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

RETINOBLASTOMA

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinoblastoma adalah tumor atau kanker pada masa anak-anak yang jarang
terjadi tetapi dapat fatal (Sidarta Ilyas, 2003). Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir
tahun ketiga, walaupun jarang dilaporkan kasus-kasus yang timbul pada segala usia.
Sekitar 10% tumor bersifat herediter. Gangguan ini merupakan tumor ganas intraokuler
yang terjadi pada anak-anak terutama pada usia di bawah 5 tahun dan sebagian besar
didiagnosis pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Retinoblastoma dapat terjadi pada satu
mata (unilateral) ataupun pada kedua mata (bilateral) dan biasanya berkembang pada usia
1 tahun atau 2 tahun. Retinoblastoma dapat menyerang laki-laki dan perempuan.
Retinoblastoma terhitung hampir mendekati 11% dari seluruh kanker yang terjadi
pada usia 1 tahun, namun 3% kanker terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Perbandingan penderita retinoblastoma kira-kira 1:18.000 dan 250-300 kasus baru
terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. 70% kasus Retinoblastoma menyerang satu
mata (unilateral) dan 30% kasus Retinoblastoma menyerang dua mata (bilateral). 90%
pasien Retinoblastoma tidak mempunyai riwayat keluarga Retinoblastoma, hanya 10%
pasien Retinoblastoma yang mempunyai keluarga yang menderita Retinoblastoma.
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai perkembangannya cukup lanjut
sehingga menimbulkan leukokoria, strabismus, atau peradangan. Semua anak dengan
strabismus atau peradangan harus diperiksa untuk mencari adanya Retinoblastoma. Pada
stadium-stadium awal, tumor biasanya terlihat hanya apabila dicari, misalnya pada anak
yang memiliki riwayat keluarga positif atau pada kasus-kasus dimana mata yang lain
telah terkena.
Sembilan puluh persen anak dengan Retinoblastoma dapat bertahan hidup dengan
kombinasi antara medikasi, radioterapi, atau prosedur laser. Anak-anak yang menderita

1
Retinoblastoma tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi kanker yang lain, untuk itu
diperlukan pemeriksaan rutin oleh ahli mata dan onkologi anak.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan askep klien dengan retinoblastoma.

Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi retinoblastoma.
b. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus retinoblastoma.
c. Menyebutkan manifestasi klinis retinoblastoma.
d. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada retinoblastoma.
e. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan retinoblastoma.
f. Mengetahui komplikasi dari retinoblastoma.
g. Mengetahui prognosis klien dengan retinoblastoma.
h. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan retinoblastoma.
1.3 Rumusan Masalah
a. Apa definisi retinoblastoma?
b. Apa etiologi/ faktor pencetus retinoblastoma?
c. Apa saja manifestasi klinis retinoblastoma?
d. Apa saja pemeriksaan diagnostik klien dengan retinoblastoma?
e. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan retinoblastoma?
f. Apa komplikasi dari retinoblastoma?
g. Bagaimana prognosis dari klien dengan retinoblastoma?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan retinoblastoma?
1.4 Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang retinoblastoma.
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan retinoblastoma.
c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan retinoblastoma.

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior
berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat macula lutea (bintik kuning) kira-kira 1-2 mm yang berperan penting untuk tajam
penglihatan. Di tengah macula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek
fovea. Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan
eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah
papil saraf optik.

Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun dalam
10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang merupakan
reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron :

1. Sel bipolar
2. Sel ganglion
3. Sel horizontal
4. Sel amakrin
Karena lapisan saraf pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel ganglia yang
disebut muller. Tonjolan-tonjolan dari sel-sel ini membentuk membrane pembatas dalam di
permukaan dalam retina dan membrane pembatas luar di lapisan reseptor.

Retina berbatasan dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan :

1. Lapisan fotoreseptor
Merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping,
dan sel kerucut.

3
2. Membran limitan eksterna
Merupakan membran ilusi.

3. Lapisan nukleus
Merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan sel batang.

4. Lapisan pleksiform luar


Merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel
bipolar dan sel horizontal.

5. Lapisan nukleus dalam


Merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller. Lapisan ini mendapat
metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiform dalam


Merupakan lapisan aseluler merupakan tempat sinaps sel tripolar, sel amakrin dengan sel
ganglion.

7. Lapisan sel ganglion


Merupakan lapisan badan sel daripada neuron kedua.

8. Lapisan serabut saraf


Merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-
lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

9. Membran limitan interna


Merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Warna retina biasanya jingga, kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan
merah pada hyperemia.

4
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina seperti: tajam
penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pendangan. Pemeriksaan objektif adalah :

- Elektroretino-gram (ERG)
- Elektro-okulogram (EOG)
- Visual Evoked Respons (VER)
 Fungsi retina
Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang dikirim ke
otak. Bagian sentral retina atau daerah macula mengandung lebih banyak fotoreseptor
kerucut daripada bagian perifer retina.

- Sel kerucut (cones), yang berjumlah 7 dan paling banyak di region fovea, berfungsi untuk
sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan penglihatan warna.
- Sel batang (rods), untuk sensasi yang samar-samar pada waktu malam atau cahaya
remang. Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut rhodopsin.

2.2. Definisi

Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak (Donna L. Wong, 1996). 40%
penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediter. Retinoblastoma merupakan tumor
yang bersifat autosomal dominan dan merupakan tumor embrional. Sebagian besar
penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada usia kurang dari 5 tahun, sedang
bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.

Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik).


Retinoblastoma eksofitik timbul dari lapisan inti luar, dapat terlihat seperti ablasio retina
yang solid, tumbuh menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina.
Retinoblastoma endofitik timbul dari lapisan inti dalam serabut saraf dan lapisan ganglion
retina, tumbuh ke dalam vitreous. Tumor dapat meluas lewat infiltrasi vena-vena pada
daerah tersebut disertai metastasis hematogen ke tulang dan sumsum tulang. Kedua jenis
secara bertahap akhirnya mengisi mata dan melalui saraf optikus ke otak dan di sepanjang

5
saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sklera ke jaringan orbita lainnya. Secara
mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel yang kecil, tersusun rapat,
bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Kelainan-
kelainan degeneratif sering dijumpai dengan disertai nekrosis.

Retinoblastoma dapat terjadi pada satu mata (unilateral) ataupun pada kedua mata
(bilateral) dan biasanya berkembang pada usia 1 tahun atau 2 tahun. Retinoblastoma
dapat menyerang laki-laki dan perempuan.

Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk yang regresi terutama pada anak-
anak. Pada saat terakhir ini terlihat kenaikan jumlah anak menderita retinoblastoma di
Indonesia. Kenaikan insiden tumor ini mungkin sekali akibat sudah meningkatnya
penerangan akan tumor pada anak, sehingga para orang tua penderita lebih cepat
memeriksakan mata anaknya.

2.3. Klasifikasi dan Stadium


1. Golongan I
Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil.
Terdapat pada atau dibelakang ekuator
Prognosis sangat baik
2. Golongan II
Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil
Prognosis baik
3. Golongan III
Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
Prognosis meragukan
4. Golongan IV
Tumor multiple sampai ora serata
Prognosis tidak baik
5. Golongan V
Setengah retina terkena benih di badan kaca
Prognosis buruk

6
Terdapat tiga stadium dalam retinoblastoma :
• Stadium tenang
Pupil lebar, dipupil tampak refleks kuning yang disebut “automatic cats eye”.
• Stadium glaukoma
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokular meninggi.
• Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus kemudian
dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya.

2.4 Etiologi

Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu alel dominan
protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14 yang berfungsi sebagai protektif
keganasan dan sering hilang pada beberapa tumor manusia dan berpotensi mengandung
gen supresor tumor (TSG). Bisa karena mutasi atau diturunkan. Mutasi terjadi akibat
perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat timbul karena kesalahan
replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan
kepada turunan sel tersebut. Sejumlah factor, termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet,
dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel
somatic dan kemudian ditentukan kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.

2.5 Manifestasi Klinis


a. Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.
Seperti mata kucing. Reflek visualisasi yang berulang dari tumor. Ketika tumor
tumbuh di belakang retina. Reflek putih mungkin terlihat ketika tumor masih cukup
kecil. Observasi terbaik adalah ketika cahaya terang bersinar ke arah anak ketika anak
melihat ke depan. Ketika tumor tumbuh di perifer retina, harus dipertimbangkan
pembesaran ukurannya sebelum cahaya berhenti untuk menghasilkan reflek mata
kucing.

7
b. Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling (strabismus), mata merah atau
terdapatnya warna iris yang tidak normal.
Strabismus terjadi karena fiksasi yang jelek dari daya penglihatan mata yang tidak
sama. Terutama jika tumor tumbuh di makula, area ketajaman cahaya pandang mata.
c. Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, didalam bilik mata
depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
d. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas didalam bola mata.
e. Bila terjadi nekrosis tumor, akan tejadi gejala pandangan berat.
f. Tajam penglihatan sangat menurun.
g. Nyeri
h. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca
terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah
diatasnya.
i. Kebutaan
Biasanya berupa tanda yang terlambat, tapi kebutaan seringkali tidak jelas terdeteksi
kecuali orang tua mengamati sikap/tindakan anak yang menunjukkan tanda kehilangan
daya penglihatan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


a. Ultrasonografi dan tomografi computer dilakukan terutama untuk pasien dengan
metastase keluar misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
b. Elektroretino-gram(ERG), berguna untuk menilai luas kerusakan pada retina.
c. Elektro-okulogram (EOG)

8
d. Visual Evoked Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan
rangsang yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan
rangsangan/penglihatan pada seseorang.

2.7 Penatalaksanaan

Semua tujuan terapi adalah untuk merusak tumor dan mempertahankan hidup.
Terapi primer retinoblastoma unilateral biasanya enukleasi, kendatipun pada kasus-kasus
tertentu, alternatif seperti kriotrapi (kemoterapi), fotokoagulan atau radiasi dapat
dipertimbangkan.

a. Bila tumor masih terbatas intraokuler, pengobatan dini mempunyai prognosis


yang baik, tergantung dari letak, besar dan tebal.
b. Pada tumor yang masih intraokuler dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi
laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan
visus.
c. Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreous dan visus nol,
dilakukan enukleasi, yaitu pengangkatan bola mata dan dapat dilakukan
pemasangan bola mata buatan.
d. Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas di rongga orbita,
dilakukan kombinasi eksentrasi yaitu pengangkatan bola mata beserta palpebra.
Serta dapat dilakukan radioterapi, dan kemoterapi.
e. Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20-90% pasien retinoblastoma
bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma.

Jika satu mata yang terserang, pengobatan bergantung pada kalsifikasi tumor:
 Golongan I dan II dengan pengobatan local (radiasi, cryotherapy, fotokoagulasi
laser). Kadang-kadang digabung dengan kemoterapi.
 Jika tumor besar (golongan IV dan V) mata harus dienukleasi segera. Mata tidak
terkena dilakukan radiasi sinar X dan kemoterapi.

2.8 Komplikasi
9
Dalam penanganan kanker, gejala umum harus diketahui. Misalnya saja untuk
kanker mata (retinoblastoma), akan muncul bintik putih (seperti pada mata kucing), dan
bola mata tampak lebih besar, mata menonjol, pendarahan pada mata secara spontan,
hingga mata mendadak juling. Ini bisa dialami pada usia anak di bawah empat tahun.
Gejala lain seperti pembengkakan hati, limfa, dan kelenjar getah bening. Penderita akan
mengalami juga penurunan kesadaran, gangguan keseimbangan, kejang, kelumpuhan
anggota gerak hingga otak.

2.9 Prognosis

Prognosis retinoblastoma terkait langsung dengan ukuran dan perluasan tumor.


Kebanyakan tumor yang terbatas pada mata dapat disembuhkan. Prognosis buruk apabila
terjadi perluasan ke orbita/saraf mata.

Tumor mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler. Prognosis
sangat buruk bila sudah tersebar ekstra okuler pada saat pemeriksaan pertama. Tumor
dapat masuk ke dalam otak melalui saraf optic yang terkena infiltrasi sel tumor.

Prognosis juga bergantung pada ketepatan dan kecepatan tindakan. Apabila klien
datang dengan stadium dini maka penanganan juga dapat dilakukan sedini mungkin.
Prognosis buruk apabila klien datang dengan stadium lanjut.

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

10
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
Retinoblastoma unilateral dan bilateral paling banyak pada kelompok usia 0 – 5 tahun
sebanyak 40.6% dan 46.9%. Laki-laki lebih banyak dari perempuan pada yang unilateral
(34.4 : 12.5%) dan bilateral (34.4% : 18.7%).
2. Keluhan utama
Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, demam, kurang nafsu makan,
gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada luka post op, serta
perawatan dan pengobatan lanjutan dari tindakan operasi.
Umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah dan sakit 31.3%, leukokoria 28.1%,
strabismus 21.9% dan proptosis 18.8%.
3. Riwayat kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa berupa bintik putih pada mata tepatnya
pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan kemungkinan memakan
makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain misal: pernapasan.
 Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan
Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata.
Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum
meminta pertolongan.

5. Penyakit mata sebelumnya

11
Kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat
meenerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan penderita. Seperti
glaukoma yang mengakibatkana TIO meningkat.

6. Penyakit lain yang sedang diderita


Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula
memperburuk keadaan klien.

7. Riwayat psikologi
a. Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien :
cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.
b. Mekanisme koping.

8. Pemeriksaan khusus mata


a. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat
merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun.

b. Pemeriksaan gerakan bola mata


Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak
saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV dan VI maka akan menyebabkan
mata juling.

c. Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal


Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea, bilik
mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma didapatkan :

- Leukokoria
Yaitu reflek pupil yang berwarna putih.

- Hipopion
Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.

12
- Hifema
Yaitu terdapatnya darah pada pembuluh darah, biasanya terjadi karena trauma.

- Uveitis
d. Pemeriksaan pupil
Leukokoria (reflek pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang
paling sering ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.

e. Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papi saraf optik, dan retina.
Pada retinoblastoma ditemukan refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang
banyak dalam badan kaca.

f. Pemeriksaan tekanan bola mata


Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkat.

3.2 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


1. Data objektif : Gangguan penerimaan Gangguan persepsi
 Ketajaman penglihatan sensori pada lapisan sensori penglihatan
menurun fotoreseptor
 Strabismus ↓
 Mata merah Ketajaman penglihatan
 Bola mata membesar menurun
 Tekanan bola mata ↓
meningkat Gangguan persepsi sensori
 Leukokoria penglihatan

2. Data objektif : Peningkatan massa Resiko tinggi cedera


 Adanya massa tumor ↓
 Tajam penglihatan menurun Penekanan syaraf optik
 Tekanan bola mata ↓
meningkat Keterbatasan lapang
 Leukokoria pandang

Resiko tinggi cedera

13
3. Data subjektif : Kompresi/dekstruksi Gangguan rasa
 Mengeluh nyeri jaringan saraf nyaman : nyeri
 Mengeluh sakit kepala ↓
Data objektif : Sakit kepala
 Aktivitas kurang ↓
 Ekspresi meringis Nyeri
 Sering menangis ↓
Sering menangis

Aktifitas kurang

Gangguan rasa nyaman

4. Data subjektif : Insisi jaringan Resiko infeksi


 Klien mengeluh badan ↓
panas Ada perlukaan
Data objektif : ↓
 RR > 22 Resiko infeksi
 Suhu > 37,5

5. Data subjektif : Lingkungan dan kebiasaan Cemas


 Takut asing
Data objektif : ↓
 Gelisah Takut berpisah dengan
 Sering menangis orang tua

Sering menangis

Cemas
6. Data subjektif : Perubahan penampilan Gangguan citra diri
 Klien mengeluh malu setelah operasi
 Klien mengeluh takut ↓
Data objektif : Malu
 Rasa percaya diri berkurang ↓
 Menutup diri Gangguan citra diri

7. Data objektif : Kesulitan pemahaman/ Perubahan


 Berontak pengertian/ kepribadian dan
 Menangis mempersepsikan sakit prilaku
 Kehilangan control ↓
 Agresif Pengingkaran/denial
 Marah ↓
Agresif, marah

Perubahan kepribadian dan
perilaku

14
8. Data objektif : Diagnosa kebutaan anak Perubahan proses
 Keluarga sering bertanya ↓ keluarga
 Keluarga nampak murung Keluarga nampak gelisah
 Keluarga nampak gelisah ↓
 Pertanyaan/ pernyataan Pertanyaan/ pernyataan
keluarga salah konsepsi keluarga salah konsepsi

Perubahan proses keluarga

9. Data objektif : Kurangnya informasi Kurangnya


 Tidak akurat mengikuti mengenai penyakit anaknya pengetahuan keluarga
instruksi ↓
 Keluarga Nampak murung Keluarga murung
 Keluarga gelisah ↓
 Pertanyaan/ pernyataan Keluarga gelisah
keluarga salah konsepsi ↓
Pertanyaan/ pernyataan
keluarga salah konsepsi

Tidak akurat mengikuti
instruksi

Kurangnya pengetahuan
keluarga

10. Data objektif : Pembatasan aktivitas Risiko keterlambatan


 Kurang percaya diri ↓ perkembangan
 Ngompol Fungsi motorik terganggu
 Regresi ↓
 Suka mengisap jari Kurang percaya diri

Risiko keterlambatan
perkembangan

11. Data subjektif : Efek samping kemoterapi Kekurangan volume


 Klien mengeluh mual dan ↓ cairan
muntah Mual/muntah/diare
 Klien mengeluh diare ↓
Data objektif : Dehidrasi
 Turgor kulit buruk ↓
 Ubun-ubun cekung Kekurangan volume cairan
 Mukosa bibir kering

15
12. Data subjektif : Insisi jaringan Nyeri
 Klien mengeluh nyeri ↓
Ada perlukaan
Data objektif : ↓
 Klien merintih dan Merintih/menangis
menangis ↓
Nyeri

3.3 Diagnosa keperawatan


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan retinoblastoma antara lain :
1. Gangguan persepsi sensori.
2. Risiko tinggi cedera.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri
4. Cemas.
5. Perubahan kepribadian dan perilaku.
6. Risiko keterlambatan perkembangan.
7. Perubahan proses keluarga.
8. Kurangnya pengetahuan keluarga.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penatalaksanaan kemoterapi :


1. Cemas
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan citra diri.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penatalaksanaan pembedahan :


Pre operasi :
1. Cemas
2. Kurangnya pengetahuan keluarga.

16
Post operasi :
1. Nyeri.
2. Risiko infeksi.
3. Gangguan citra diri.

Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori dari organ penerima.
2. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai prosedur operasi.
3. Nyeri berhubungan dengan perlukaan akibat insisi jaringan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
5. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi.
6. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas
dalam proses hospitalisasi.

3.4 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori dari organ penerima.
Tujuan: Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam program pengobatan
2. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap pengobatan
3. Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi:
1. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakan satu atau kedua mata yang terlibat.
R/ kebutuhan individu dan pilihan intervensi sangat bervariasi sebab kehilangan
penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada
laju yang berbeda.
2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
R/ memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, dan menurunkan cemas.
3. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan.

17
R/ memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan
untuk pertolongan bila diperlukan.
4. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan kehilangan
penglihatan.
R/ sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan
atau mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun
kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki, kehilangan lebih lanjut
dapat dicegah.
5. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan,
contoh, atur perabot/ permainan, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan
malam.
R/ menurunkan bahaya keamanan,sehubungan dengan perubahan lapang pandang/
kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
6. Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi : enukleasi
R/ pengangkatan bola mata, dilakukan apabila tumor sudah mencapai seluruh vitreous
dan visus nol, dilakukan untuk mencegah tumor bermetastasis lebih jauh.
7. Siapkan pelaksanaan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik.
R/ dilakukan apabila tumor masih intraokuler, untuk mencegah pertumbuhan tumor
akan mempertahankan visus.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai prosedur operasi.


Tujuan: kecemasan teratasi.
Kriteria hasil:
1. Tampak rileks dan melaporkan cemas menurun sampai tingkat dapat teratasi
2. Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
3. klien mendiskusikan rasa cemasnya.
Intervensi:
1. Observasi tingkat ansietas.
R/ factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri dan potensial
siklus ansietas.

18
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan dengan keluarga prosedur,
manfaat dan dampak operasi.
R/ menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/ harapan yang akan
datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tantang
pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
R/ memberikan kesempatan kepada pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi
salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Beri penjelasan dan support pada klien pada saat setiap melakukan tindakan.
R/ mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.

3. Nyeri berhubungan dengan perlukaan akibat insisi jaringan.


Tujuan: nyeri teratasi.
Kriteria hasil:
1. Menunjukkan/melaporkan hilangnya nyeri maksimal
2. Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktifitas/tidur/istirahat
dengan maksimal
3. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi
untuk situasi individu.
Intervensi:
1. Tentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala
0-10) dan tindakan penghilangan yang digunakan.
R/ Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan
intervensi.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktivitas hiburan.
R/ meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.
3. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan imaginasi), tertawa, music, dan sentuhan terapeutik.
R/ memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa
kontrol.

19
4. Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter.
R/ rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk kontrol nyeri. Terutama
dengan nyeri kronis, pasien/orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam
manajemen nyeri di rumah.
5. Berikan analgesic sesuai indikasi (misalnya: morfin, metadon).
R/ nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individual berbeda.
Saat perubahan penyakit/pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan
diperlukan.
6. Evaluasi/sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, kemoterapi, bioterapi, ajarkan
pasien/orang terdekat apa yang diharapkan.
R/ Ketidaknyamanan rentang luas adalah umum (misalnya nyeri insisi, sakit kepala)
tergantung pada prosedur/agen yang digunakan.
7. Evaluasi penglihatan nyeri/kontrol nilai aturan pengobatan bila perlu.
R/ bertujuan untuk mengontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada
AKS.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan dan
sesudah pembedahan.
Kriteria hasil : RR normal (16-22)
Temperature normal (37-37,5oC)
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan ruanganyang bersih dan bebas dari kontaminasi lingkungan
luar.
R/ Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infeksius.
2. Jaga area kesterilan luka operasi.
R/ Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
R/ Melindungi klien dari sumber-sumber infeksi dan mencegah infeksi silang.
4. Lakukan teknik aseptic dan disinfeksi secara tepat dalam merawat luka.
R/ Mencegah kontaminasi pathogen.

20
5. Kolaborasi pemberian antibiotic.
R/ Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

5. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi.


Tujuan : tidak terjadi gangguan citra diri.
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan situasi diri.
Memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negative.
Intervensi :
1. Gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya.
R/ meningkatkan keterbukaan klien.
2. Dukung sosialisasi dengan orang-orang di sekitar klien.
R/ Meningkatkan harga diri klien.
3. Anjurkan untuk memakai kacamata hitam.
R/ menutupi kekurangan dan meningkatkan citra diri klien.
4. Berikan umpan balik positif terhadap perasaan anak.
R/ Umpan balik dapat membuat klien berusaha lebih keras lagi mengatasi
masalahnya.

6. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas dalam


proses hospitalisasi.
Tujuan : tidak terjadi keterlambatan perkembangan.
Kriteria Hasil : 1. Nyaman dalam proses hospitalisasi
2. Tidak terjadi regresi
3. Tidak ngompol
Intervensi :

1. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak


R/ Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
2. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
R/ Mengorientasikan situasi rumah sakit.

21
3. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
R/ upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan

4. Berikan kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam
perencanaan kegiatan.
R/ keluarga dapat membantu proses perawatan selama hospitalisasi
5. Buat jadwal untuk prosedur terapi dan latihan.
R/ Menurunkan tingkat kejenuhan selama hospitalisasi.
6. Lakukan pendekatan melalui metode permainan.
R/ Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan
konflik dalam dirinya yang tidak disadari.

22
23

Anda mungkin juga menyukai