Anda di halaman 1dari 8

Agroindustri

Pada kegiatan agroindustri, penyimpanan produk biji-bijian secara baik dapat menjaga
mutu dalam proses pengolahan selanjutnya
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan
baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.
[1]
 Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981)
[2]
 yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman)
atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup
pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi,
penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan
produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan
baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan
pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh
konsumen.[3] Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan
(interelasi) produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan,
pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian.[4] Dari pandangan para
pakar sosial ekonomi, agroindustri (pengolahan hasil pertanian) merupakan bagian dari
lima subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan
sarana produksi dan peralatan. usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan
pembinaan.[5] Agroindustri dengan demikian mencakup Industri Pengolahan
Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan
Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP).
Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sebagai berikut:

1. IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah


bahan pangan kaya karbohidrat, palawija dan tanaman hortikultura.
2. IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh, karet, kelapa, kelapa
sawit, tembakau, cengkih, kakao, vanili, kayu manis dan lain-lain.
3. IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan dan non kayu
seperti damar, rotan, tengkawang dan hasil ikutan lainnya.
4. IPHP Perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan dan
hasil laut segar, pengalengan dan pengolahan, serta hasil
samping ikan dan laut.
5. IPHP Peternakan, mencakup pengolahan daging segar, susu, kulit, dan hasil
samping lainnya.
Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi menjadi dua kegiatan sebagai
berikut:

1. IPMP Budidaya Pertanian, yang


mencakup alat dan mesin pengolahan lahan (cangkul, bajak, traktor dan lain
sebagainya).
2. IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan berbagai
komoditas pertanian, misalnya mesin perontok gabah, mesin penggilingan padi,
mesin pengering dan lain sebagainya.
Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai berikut:

1. IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan, pengemasan serta


penyimpanan baik bahan baku maupun produk hasil industri
pengolahan pertanian.
2. IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengawasan mutu
serta evaluasi dan penilaian proyek.
3. IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan
penggunaan komputer serta alat komunikasi modern lainya.
Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan sebuah
sektor ekonomi yang meliputi semua perusahaan, agen dan institusi yang menyediakan
segala kebutuhan pertanian dan mengambil komoditas dari pertanian untuk diolah dan
didistribusikan kepada konsumen.[6] Nilai strategis agroindustri terletak pada posisinya
sebagai jembatan yang menghubungkan antar sektor pertanian pada kegiatan hulu dan
sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan pengembangan agroindustri secara cepat
dan baik dapat meningkatkan, jumlah tenaga kerja, pendapatan petani,
volume ekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai tukar produk
hasil pertanian dan penyediaan bahan baku industri.[3]

Daftar isi

 1Penerapan teknologi untuk agroindustri


o 1.1Contoh penerapan teknologi untuk produk agroindustri
 2Pengembangan agroindustri
 3Rujukan
Penerapan teknologi untuk agroindustri[sunting | sunting sumber]

proses pengolahan lanjut pada kegiatan agroindustri


Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah kemampuan
mengolah produk yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar
komoditas pertanian yang diekspor merupakan bahan mentah dengan indeks retensi
pengolahan sebesar 71-75%. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29%
produk pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentu saja
memperkecil nilai tambah yang diperoleh dari ekspor produk pertanian, sehingga
pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan agroindustri di era global
ini. Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi agroindustri produk pertanian begitu
beragam dan sangat luas mencakup teknologi pascapanen dan teknologi proses. Untuk
memudahkan, secara garis besar teknologi pascapanen digolongkan berdasarkan
tahapannya yaitu, tahap atau tahap sebelum pengolahan, tahap pengolahan dan tahap
pengolahan lanjut.[6] Perlakuan pascapanen tahap awal meliputi,
pembersihan, pengeringan, sortasi dan pengeringan berdasarkan mutu,
pengemasan, transport dan penyimpanan, pemotongan/pengirisan, penghilangan biji,
pengupasan dan lainnya. Perlakuan pascapanen tahap pengolahan antara
lain, fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah, distilasi dan sebagainya.
Sedangkan contoh perlakuan pascapanen tahap lanjut dapat digolongkan ke dalam
teknologi proses untuk agroindustri, yaitu penerapan pengubahan
(kimiawi, biokimiawi, fisik) pada hasil pertanian menjadi produk dengan
nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti,

1. Kakao ; lemak kakao,bubuk kakao, produk coklat.


2. Kopi ; Kopi bakar, produk-produk kopi, minuman, kafeina.
3. Teh ; Produk-produk teh, minuman kesehatan.
4. Ekstrak/oleoresin ; produk-produk dalam bentuk bubuk atau enkapsulasi.
5. Minyak atsiri ; produk-produk aromaterapi, isolat dan turunan kimia.
Produk-produk yang dihasilkan ada yang dapat digunakan secara langsung dari sejak
tahap awal, seperti rempah-rempah, sari buah dan lainnya, serta ada pula yang menjadi
bahan baku untuk industri lainya, seperti industri makanan, kimia dan farmasi.
Contoh penerapan teknologi untuk produk
agroindustri[sunting | sunting sumber]
Bahan Dasar Teknologi yang Diterapkan Produk

Padi Pengeringan, penggilingan Beras

Sortasi, pemarutan, ekstraksi, pengayakan,


Ubi kayu Tapioka
pengeringan

Pengeringan, pengempaan, hidrolisis,


Buah Kelapa penyabunan, pemucatan (bleaching), Minyak goreng
penghilangan bau (deodorisasi)

Pemerasan, evaporasi, penjernihan (karbonisasi,


Tebu Gula pasir
sulfitasi), kristalisasi

Daun teh Pelayuan, fermentesi, pengeringan teh hitam

Daun nilam Penyulingan (distilasi) Minyak nilam

Penggumpalan (koagulan), pengepresan,


Getah karet Karet sit asap (RSS)
pembentukan, pengasapan

Minyak
Netralisasi, esterifikasi Oleokimia (ester)
nabati

Minyak nilam Isolasi, ekstraksi, pemurnian Isolat

Pemarutan, likuifaksi, sakarifikasi isomerasi,


Ubi kayu Gula cair fruktosa
pemisahan (kromatografi)

Onggok Fermentasi, klasifikasi, asidifikasi, kristalisasi Asam sitrat


MSG (monosodium
Tetes tebu Fermentasi, penggaraman, kristalisasi
glutamat)

Fermentasi, pengeringan, penggilingan,


Biji kakao Cokelat
pengempaan, formulasi

Pengeringan, penggilingan,
Kulit udang penghilangan protein, penghilangan mineral, Khitin, Khitosan
destilasi

Rumput laut Pengeringan, penggilingan, ekstraksi, pemurnian Karagenan

Penghancuran, pemasakan
Kayu Pulp
dengan soda atau sulfat, termomekanis

Penghancuran (beating), penghalusan (refining),


Pulp Kertas
penambahan bahan pengisi

Pengembangan agroindustri[sunting | sunting sumber]

Pabrik pembuatan biodisel jarak pagar sebagai pengembangan produk agroindustri non
pangan
Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk
pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah
aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain mengalami kemunduran
atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit usaha yang
beroperasi. Kelompok agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang
berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok
agroindustri ini dapat berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada
bahan baku dan bahan tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar.
Sementara kelompok agroindustri yang tetap dapat bertahan pada masa krisis
adalah industri mi, pengolahan susu dan industri tembakau yang disebabkan oleh
peningkatan permintaan di dalam negeri dan sifat industri yang padat karya. [3] Kelompok
agroindustri yang mengalami penurunan adalah industri pakan ternak dan minuman
ringan. Penurunan industri pakan ternak disebabkan ketergantungan impor bahan
baku (bungkil kedelai, tepung ikan dan obat-obatan). Sementara penurunan pada
industri makanan ringan lebih disebabkan oleh penurunan daya
beli masyarakat sebagai akibat krisis ekonomi. Berdasarkan data
perkembangan ekspor tiga tahun setelah krisis moneter 1998-2000, terdapat beberapa
kecenderungan komoditas mengalami pertumbuhan yang positif antara lain, minyak
sawit dan turunannya, karet alam, hasil laut, bahan penyegar
seperti kakao, kopi dan teh, holtikultura serta makanan ringan/kering.[7] Berdasarkan
potensi yang dimiliki, beberapa komoditas dan produk agroindustri yang dapat
dikembangkan pada masa mendatang antara lain, produk berbasis pati,
hasil hutan non kayu, kelapa dan turunannya, minyak atsiri dan flavor alami,
bahan polimer non karet serta hasil laut non ikan.[8] Dengan demikian, agroindustri
merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui
pemanfaatan dan penerapan teknologi, memperluas lapangan pekerjaan serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. [9] Pada kenyataannya, perkembangan
nilai ekspor agroindustri masih relatif lambat dibandingkan dengan subsektor industri
lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: [3]

1. Kurang cepatnya pertumbuhan sektor pertanian sebagai unsur utama dalam


menunjang agroindustri, di pihak lain juga disebabkan oleh kurangnya
pertumbuhan sektor industri yang mendorong sektor pertanian.
2. Pemasaran produk agroindustri lebih dititik beratkan pada pemenuhan pasar
dalam negeri. Produk-produk agroindustri yang diekspor umumnya
berupa bahan mentah atau semi olah.
3. Kurangnya penelitian yang mengkaji secara mendalam dan menyeluruh berbagai
aspek yang terkait dengan agroindustri secara terpadu, mulai dari
produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran serta sarana dan prasarana,
seperti penyediaan bibit, pengujian dan pengembangan mutu, transportasi dan
kelengkapan kelembagaan.
4. Kurangnya minat para investor untuk menanamkan modal pada bidang
agroindustri.
Tantangan dan harapan bagi pengembangan agroindustri di Indonesia adalah
bagaimana meningkatkan keunggulan komparatif produk pertanian secara kompetitif
menjadi produk unggulan yang mampu bersaing di pasar dunia. Dalam
lingkup perdagangan, pengolahan hasil pertanian menjadi produk agroindustri
ditunjukkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Pengolahan produk
dapat meningkatkan nilai mutu suatu produk sehingga nilai jualnya tinggi dengan
meraup keuntungan yang tinggi pula. Semakin tinggi nilai produk olahan, diharapkan
devisa yang diterima oleh negara juga meningkat serta keuntungan yang diperoleh oleh
para pelaku agoindustri juga relatif tinggi. Untuk dapat terus mendorong kemajuan
agroindustri di Indonesia antara lain diperlukan: [6]

1. Kebijakan-kebijakan serta insentif yang mendukung pengembangan agroindustri.


2. Langkah-langkah yang praktis dan nyata dalam memberdayakan para petani,
penerapan teknologi tepat guna serta kemampuan untuk memcahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
3. Perhatian yang lebih besar pada penelitian dan pembangunan teknologi
pascapanen yang tepat serta pengalihan teknologi tersebut kepada sasaran
pengguna.
4. Alur informasi yang terbuka dan memadai.
5. Kerjasama dan sinergitas antara perguruan tinggi, lembaga
penelitian, petani dan industri.
Pembangunan dan pengembangan agroindustri secara tepat dengan dukungan
sumberdaya lain dan menjadi strategi arah kebijakan pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan keberhasilan negara, berdasarkan tolok ukur sebagai berikut: [3]

1. Menghasilkan produk agroindustri yang berdaya saing dan memiliki nilai tambah
dengan ciri-ciri berkualitas tinggi.
2. Meningkatkan perolehan devisa dan kontribusi terhadap produk domestik
bruto (PDB) nasional.
3. Menyediakan lapangan kerja yang sangat diperlukan dalam mengatasi
ledakan penggangguran.
4. Meningkatkan kesejahteraan para pelaku agroindustri baik di kegiatan hulu,
utama
maupun hilir khususnya petani, perkebunan, peternakan, perikanan dan nelayan
.
5. Memelihara mutu dan daya dukung lingkungan sehingga pembangunan
agroindustri dapat berlangsung secara berkelanjutan.
6. Mengarahkan kebijakan ekonomi makro untuk memihak kepada sektor pemasok
agroindustri.

Rujukan[sunting | sunting sumber]
1. ^ Anonim. 1983. Simposium nasional Agroindustri I, Jurusan Teknologi
industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
2. ^ Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. The Johns Hopkins
University Prss. London
3. ^ Lompat ke:a b c d e [Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I. 2009. Pengantar
Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Bogor.]
4. ^ Dominguez, P.G. and Adriono, L.S, 1994. BIMP-EAGA Agroindustrial
Cooperation: a proposed frame work and plant of action. USM.
5. ^ Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Jakarta.
Jakarta.
6. ^ Lompat ke:a b c Soewono, L. 2005. Pemanfaatan Teknologi Pascapanen
dalam Pengembangan Agroindustri. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Inovatif Pascapanen untuk Pengambangan Industri Berbasis Pertanian. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
7. ^ Anonim. 2000. Perkembangan Ekspor Produk Industri Kimia, Hutan dan
Agro. Direktorat Jendral Industri Kimia, Hutan dan Agro. Depperindag. Jakarta
8. ^ Mangunwidjaja, D. 1993. Pengembangan Teknologi Proses Untuk
Agroindustri. Makalah pada Forum Teknologi, Dikti, Depdikbud, 12 November.
Bogor.
9. ^ Apriyantono, A. 2005. Sambutan Mentri Pertanian Republik Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk
Pengambangan Industri Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai