Anda di halaman 1dari 33

Tugas Teknologi Sediaan Solid

Dosen Pengampu:

Rahmat Widiyanto S.Si., M. Farm., Apt

Disusun Oleh Kelompok 1

Emma Marlina 03422119098

Fitri Nur Azizah 03422119122

Gabriella 03422119128

Helsa Novanti 03422119134

Muhammad Luffi 03422119182

Nida Ulayya Maghfiroh 03422119202

Reg 2 19 G

SEKOLAH TINGGI ILMU

IKIFA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah teknologi sediaan solid. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 09 April 2021

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Evaluasi dan Ketentuan


1. Tablet Hisap..........................................................................................................3
2. Tablet Bukal..........................................................................................................6
3. Tablet Sublingual..................................................................................................8
4. Tablet Salut Gula...................................................................................................10
5. Tablet Salut Film...................................................................................................14
6. Suppositoria...........................................................................................................17
B. Uji Disolusi
1. Alat Disolusi..........................................................................................................23
2. Prosedur Uji Disolusi............................................................................................24
3. Penerimaan Disolusi..............................................................................................26

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tablet merupakan sediaan padat dan mengandung bahan obat, dapat dengan bahan
tambahan atau tanpa menambahkan bahan penolong/eksipien, namun pada topic ini akan
disampaikan juga definisi menurut beberapa sumber, yaitu:

1. Tablet adalah sedian padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan. (Anief. M 1996).
2. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang di
gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok. (FI III 1997).
3. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. (FI IV 1995).
4. Tablet dapat di definisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu
atau lebih zat aktif dengan atau tanpa eksperimen (yang meningkatkan mutu
sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan
disintegrasi, dan sifat anti lekat dan di buat dengan cara mengempa campuran
serbuk dalam mesin tablet. (Charles S.2010).

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat
ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan
suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut
sebelum diserap ke dalam tubuh. Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia
harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang
relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau
tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang
ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak
turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau
kompleksasi.

1
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui evaluasi atau pengujian dan ketentuaan:
 Tablet Hisap
 Tablet Bukal
 Tablet Sublingual
 Tablet Salut Gula
 Tablet Salut Film
 Suppositoria
2. Dapat mengetahui syarat di terimanya uji disolusi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Evaluasi dan Ketentuan


1. Tablet Hisap
Tablet hisap adalah bentuk sediaan obat tablet yang diberi penambahan rasa
untuk diisap (dikulum) dan didiamkan (ditahan) di dalam mulut atau faring.
Sediaan ini dapat mengandung vitamin, antibiotik, antiseptik, anestetik lokal,
antihistamin, dekongestan (obat hidung tersumbat, kortikosteroid, astringen,
analgesik, aromatik, demulsen (pereda radang atau iritasi-penyejuk), atau
kombinasi ingredien-ingredien tersebut. Pengobatan gejala-gejala pada orofaring
dengan menggunakan tablet isap dimaksudkan untuk meringankan kesakitan
yang biasa disebabkan oleh infeksi lokal dan kadang-kadang oleh alergi atau
pengeringan mukosa mulut dan pernafasan mulut. Dari sudut pembuatan, ada
dua bentuk sediaan tablet hisap farmasetik, yaitu:
 Sediaan yang dibuat dengan cara mencetak massa lembab nya dan
kemudian mengeringkan massa tersebut menjadi massa lunak yang disebut
gula-gula hisap.
 Sediaan tablet kempa biasa yang keras dan lunak.

Bentuk tablet hisap beragam dan bentuk yang paling umum adalah datar, bulat,
oktagonal (segi delapan) dan bikonveks. Selain itu, ada yang berbetuk batang
(bacili), yaitu batang pendek atau silinder dan tablet hisap lunak yang disebut
pastiles, terdiri atas zat aktif dalam dasar gelatin, gliserogeltin, atau dasar
akuosa, sukrosa dan air

 Waktu Hancur
Suatu sediaan tablet yang diberikan peroral, agar dapat diabsorbsi maka
tablet tersebut harus terlarut (terdisolusi) atau terdispersi dalam bentuk
molekular. Tahap pertama untuk tablet agar dapat terdisolusi segera adalah
tablet harus hancur (Sulaiman, 2007). Tablet yang akan diuji (sebanyak 6
tablet) dimasukkan dalam tiap tube, ditutup dengan penutup dan dinaik-
turunkan ke ranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37ºC. Dalam
monografi yang lain disebutkan mediumnya merupakan simulasi larutan
gastrik (gastric fluid). Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang

3
paling terakhir hancur. Pernyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut
adalah kurang dari 15 menit.
 Kekerasan
Uji kekuatan tablet yang mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan,
yang diukur dengan memberikan tekanan pada tablet (Sulaiman,2007). Uji
kekerasan Kekerasan menggambarkan kekuatan tablet untuk menahan
tekanan pada saat proses produksi, pengemasan, dan pengangkutan. Prinsip
pengukurannya adalah memberikan tekanan pada tablet sampai tablet retak
atau pecah, kekuatan minimum untuk tablet adalah sebesar 4 kg/cm3. Alat
yang digunakan pada uji kekerasan adalah hardness tester. (Ansel,
1989:255). Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui
kekerasannya, agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan
tablet ini erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet dan waktu
hancur tablet. Alat yang digunakan untuk pengukuran kekerasan tablet
adalah Hardness tester.
 Freabilitas
Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan
permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan
abrasi pada permukaan tablet. Kerapuhan dapat dievaluasi dengan
menggunakan friabilator. Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet,
terlebih dahulu dibebas debukan dan ditimbang. Tablet tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar sebanyak 100 putaran (4
menit). Tablet tersebut selanjutnya ditimbang kembali, dan dihitung
prosentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet
dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1 % (Sulaiman, 2007).
 Syarat-syarat Tablet
 Memenuhi keseragaman ukuran
Diameter tablet tidak boleh lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3
tebal tablet.
 Memenuhi keseragaman bobot dan keseragaman kandungan (FI ed.IV)
 Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut (FI.ed.III): Ditimbang
20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya. Jika ditimbang satu per satu,
tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata
lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom " A "dan tidak boleh
4
ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata rata
lebih dari harga dalam kolom " B ". Jika perlu dapat diulang dengan 10
tablet dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang
lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom " A "
maupun kolom " B ".

Bobot rata- Penyimpangan bobot rata-rata dalam %


A B
rata tablet
< 25mg 15 30
26 – 150 mg 10 20
151 – 300 mg 7,5 15
> 300 mg 5 10

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup
mewakili keseragaman kandungan. Keragaman bobot bukan
merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat
aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan
tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat
aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet.
(FI.ed. IV).
 Memenuhi Waktu Hancur
 Alat
tabung gelas panjang 80 mm sampai 100 mm, diameter dalam
lebih kurang 28 mm, diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung
bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat, lubang sesuai dengan
pengayak nomor 4, berbentuk keranjang. Keranjang disisipkan
searah di tengah- tengah tabung kaca, diameter 45 mm,
dicelupkan ke dalam air bersuhu antara 36º - 38º sebanyak lebih
kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang 15 cm sehingga dapat
dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan pada kawat kasa
pada posisi tertinggi tepat di atas permukaan air dan kedudukan
terrendah, mulut keranjang tepat di bawah permukaan air.

5
 Cara bekerja nya
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang
secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika
tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali
fragmen berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain,
waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet
tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak
lebih dari 60 menit menit untuk tablet bersalut gula dan
bersalut selaput. Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi
pengujian menggunakan tablet satu per satu, kemudian ulangi
lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan
pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas.
 Memenuhi waktu larut
Sebelumnya tablet harus diuji mengenai kekerasan tablet
dengan alat Hardness tester dan juga kerapuhan tablet dengan
alat Friability tester.
 Mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi syarat.
 Mengandung zat aktif yang homogen dan stabil.

2. Tablet Bukal
Tablet bukal adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet
diantara pipi dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui
mukosa mulut (Syamsuni, 2006). Tablet ini umumnya berbentuk kecil, pipih,
dan oval yang dimaksudkan untuk pemberian pada daerah bukal atau bawah
lidah yang melarut atau tererosi perlahan, oleh karena itu, diformulasi dan
dikopresi dengan tekanan yang cukup untuk menghasilkan tablet yang keras
(Rudnic and Schwartz, 1990). Tablet buccal dan hendaklah diracik dengan
bahan pengisi yang lunak, yang tidak merangsang keluarnya air liur. Ini
mengurangi bagian obat yang tertelan dan lolos dari penyeraapan oleh selaput
lender mulut. Di samping itu, tablet ini hendaklah dirancang untuk tidak
pecah, tetapi larut secara lambat, biasanya dalam jangka waktu 15-30 menit,
agar penyerapan berlangsung dengan baik (Lachman, dkk, 2008).
 Persyaratan pembuatan tablet bukal

6
 Sifat dan kualitas
Ciri – ciri fisik tablet sublingual dan bukal adalah datar atau oval, dan
keras. Bentuk tersebut ditentukan oleh punch dan die yang digunakan
untuk mengkompresi (menekan) tablet. Untuk menghasilkan tablet
yang datar, maka punch-nya jangan terlalu cembung. Adapun ketebalan
tablet dipengaruhi oleh jumlah obat yang dapat diisikan ke dalam
cetakan dan tekanan yang diberikan pada saat dilakukan kompresi
(Ansel, 1989).
 Berat tablet
Berat tablet ditentukan oleh jumlah bahan yang diisikan ke dalam
cetakan yang akan ditekan. Volume bahan (granul) harus disesuaikan
dengan beberapa tablet yang telah lebih dulu dicetak supaya tercapai
berat tablet yang diharapkan. Penyesuaian diperlukan, karena formula
tablet tergantung pada berat tablet yang akan dibuat. Sebagai contoh,
jika tablet harus mengandung 10 mg bahan obat dan bila yang akan
diproduksi 10.000 tablet, maka diperlukan 100 gr dari obat tersebut
dalam formula. Setelah penambahan bahan tambahan, formulanya
mungkin meningkat menjadi 1000 gr. Ini berarti tiap tablet beratnya
menjadi 100 mg dengan bahan obat yang terkandung 10 mg. Jadi, obat
yang diisi ke dalam cetakan harus disesuaikan supaya dapat
menampung volume granul yang beratnya 100 mg (Ansel, 1989).
 Kekerasan Tablet
Tablet bukal sengaja dibuat keras. Hal ini dimaksudkan agar obat yang
disisipkan di pipi larut perlahan – lahan. Dalam proses kompresi,
besarnya tekanan yang biasa digunakan adalah lebih kecil dari 3000
dan lebih besar dari 40.000 pound. Jadi, untuk membuat tablet bukal
yang keras tekanan yang dibutuhkan juga besar. Pada saat ini banyak
alat yang bisa digunakan sebagai tester pengukur kekerasan tablet,
diantaranya Pfizer tablet hardness tester, HT500 Hardness Tester, dan
Friabilator. Pfizer tablet hardness tester (Ansel, 1989).
 Daya Hancur Tablet
Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian daya hancur secara
resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus. Alat ini terdiri
dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 pipa gelas yang ujungnya
7
terbuka, diikat secara vertikal di atas latarbelakang dari kawat stainless
yang berupa ayakan dengan ukuran mesh nomor 10. Selama waktu
pengujian, tablet diletakkan pada pipa terbuka dalam keranjang tadi,
dengan memakai mesin, keranjang diturun-naikkan dalam cairan
pencelup dengan frekuensi 29 – 32 kali turun – naik per menit. Layar
kawat dipertahankan selalu berada di bawah permukaan cairan. Untuk
tablet bukal dan sublingual, meggunakan air (cairan pencelup) yang
dijaga pada temperatur 37ºC, kecuali bila ditentukan ada cairan lain
dalam masing – masing monogramnya. Tablet bukal harus melebur
dalam waktu 4 jam (Ansel, 1989).
3. Tablet Sublingual
Tablet sublingual adalah tablet yang digunakan dengan cara diletakkan di
bawah lidah sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut,
diberikan secara oral, atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat
(Syamsuni, 2006). Tablet ini umumnya berbentuk kecil, pipih, dan oval yang
dimaksudkan untuk pemberian pada daerah bawah lidah yang melarut atau
tererosi perlahan, oleh karena itu, diformulasi dan dikopresi dengan tekanan
yang cukup untuk menghasilkan tablet yang keras (Rudnic and Schwartz,
1990). Setelah obat dilepaskan dari tablet, bahan aktif diabsorpsi tanpa
melewati saluran gastrointestinal. Ini rute yang menguntungkan untuk obat
yang bisa dihancurkan oleh saluran gastrointestinal. Pemberiannya hanya
terbatas pada gliseril trinitrat dan hormon-hormon steroid (Parrot, 1980). Jenis
tablet ini dimaksudkan untuk diserap langsung oleh selaput lender mulut.
Obat-obatan yang diberikan dengan cara ini dimaksudkan agar memberikan
efek sistemik, dan karena itu harus dapat diserap dengan baik oleh selaput
lendir mulut. Tablet sublingual hendaklah diracik dengan bahan pengisi yang
lunak, yang tidak merangsang keluarnya air liur. Ini mengurangi bagian obat
yang tertelan dan lolos dari penyeraapan oleh selaput lender mulut. Di
samping itu, tablet ini hendaklah dirancang untuk tidak pecah, tetapi larut
secara lambat, biasanya dalam jangka waktu 15-30 menit, agar penyerapan
berlangsung dengan baik (Lachman, dkk, 2008).
 Persyaratan Pembuatan Tablet Sublingual
 Sifat dan Kualitas

8
Ciri – ciri fisik tablet sublingual adalah datar atau oval, dan keras.
Bentuk tersebut ditentukan oleh punch dan die yang digunakan untuk
mengkompresi (menekan) tablet. Untuk menghasilkan tablet yang
datar, maka punch-nya jangan terlalu cembung. Adapun ketebalan
tablet dipengaruhi oleh jumlah obat yang dapat diisikan ke dalam
cetakan dan tekanan yang diberikan pada saat dilakukan kompresi
(Ansel, 1989).
 Berat Tablet
Berat tablet ditentukan oleh jumlah bahan yang diisikan ke dalam
cetakan yang akan ditekan. Volume bahan (granul) harus disesuaikan
dengan beberapa tablet yang telah lebih dulu dicetak supaya tercapai
berat tablet yang diharapkan. Penyesuaian diperlukan, karena formula
tablet tergantung pada berat tablet yang akan dibuat. Sebagai contoh,
jika tablet harus mengandung 10 mg bahan obat dan bila yang akan
diproduksi 10.000 tablet, maka diperlukan 100 gr dari obat tersebut
dalam formula. Setelah penambahan bahan tambahan, formulanya
mungkin meningkat menjadi 1000 gr. Ini berarti tiap tablet beratnya
menjadi 100 mg dengan bahan obat yang terkandung 10 mg. Jadi,
obat yang diisi ke dalam cetakan harus disesuaikan supaya dapat
menampung volume granul yang beratnya 100 mg (Ansel, 1989).
 Kekerasan Tablet
Pada saat ini banyak alat yang bisa digunakan sebagai tester pengukur
kekerasan tablet, diantaranya Pfizer tablet hardness tester, HT500
Hardness Tester, dan Friabilator. Pfizer tablet hardness tester (Ansel,
1989).
 Daya Hancur Tablet
Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian daya hancur secara
resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus. Alat ini
terdiri dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 pipa gelas yang
ujungnya terbuka, diikat secara vertikal di atas latarbelakang dari
kawat stainless yang berupa ayakan dengan ukuran mesh nomor 10.
Selama waktu pengujian, tablet diletakkan pada pipa terbuka dalam
keranjang tadi, dengan memakai mesin, keranjang diturun-naikkan
dalam cairan pencelup dengan frekuensi 29 – 32 kali turun – naik per
9
menit. Layar kawat dipertahankan selalu berada di bawah permukaan
cairan. Untuk tablet sublingual, meggunakan air (cairan pencelup)
yang dijaga pada temperatur 37ºC, kecuali bila ditentukan ada cairan
lain dalam masing – masing monogramnya. Tablet sublingual harus
melebur biasanya 30 menit (Ansel, 1989).

4. Tablet Salut Gula


Tablet kempa konvensional yang di salut dengan beberapa lapisan tipis
larutan gula berwarna atau tidak berwarna secara berturut-turut. Tablet salut
adalah suatu tablet yang disalut dengan satu atau lebih lapisan dari campuran
beberapa bahan, misalnya damar alam atau sintetik, gom, gelatin, gula, poliol,
malam, pewarna yang diizinkan, kadang –kadang ditambahkan bahan perasa
(flavoring).

 Prinsip Penyalutan Tablet


 Untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat.
 Untuk memberikan perlindungan fisik atau kimia pada obat.
 Untuk mengendalikan pelepasan obat dari tablet.
 Untuk melindungi obat dari suasana asam lambung, dengan menyalutnya
dengan salut enterik tahan asam.
 Untuk menggabungkan obat lain atau membantu formula dalam
penyalutan untuk menghindari tidak tercampurnya obat secara kimia,
atau untuk menjamin terselenggaranya pelepasan obat secara berurutan.
 Untuk memperbaiki penampilan obat dengan menggunakan warna
khusus.
 Mengurangi debu sehingga meminimalkan kontaminasi silang.

10
 Meningkatkan mutu penampilan tablet dengan penggunaan warna
khusus dan logo.
 Komponen Utama Penyalutan Tablet
Tablet salut terdiri atas tablet inti dan proses penyalutan
 Sifat-sifat Tablet Inti
o Tablet harus tahan terhadap abrasi atau gumpil, agar mampu
menahan benturan sesama tablet atau benturan tablet dengan dinding
panci karena dalam proses penyalutan tablet-tablet bergulir di dalam
panci atau berhamburan di dalam aliran udara dari suatu penyalut
suspensi udara ketika proses penyalutan berlangsung.
o Tablet harus memiliki permukaan yang halus.
o Bentuk fisik tablet idealnya bulat yang memungkinkan tablet
tersebut bergulir bebas di dalam panci penyalut, dengan kontak
sekecil mungkin antara sesama tablet.
o Permukaan tablet yang hidrofobik sukar disalut dengan penyalut
yang bahan dasarnya air, karena penyalut tersebut tidak membasahi
permukaan tablet. Walaupun demikian, susunan formulasi penyalut
dapat disesuaikan dengan penambahan surfaktan yang tepat untuk
mengurangi tegangan permukaan dari campuran penyalut, dan untuk
memperbaiki adhesi bahan penyalut.
 Proses Penyalutan
Prinsip penyalutan tablet adalah pemakaian suatu campuran penyalut
pada sejumlah tablet yang bergerak dengan menggunakan udara panas
untuk mempermudah penguapan pelarut. Tolak ukur penyalutan antara
lain:
o Kapasitas Udara
Menggambarkan jumlah air atau pelarut yang dapat dihilangkan
selama proses penyalutan, yang tergantung pada jumlah aliran udara
melalui tumpukan tablet, temperatur udara, dan jumlah air yang
terkandung dalam udara masuk.
o Komposisi Penyalut
Penyalut mengandung bahan yang akan dilekatkan ke permukaan
tablet, dan juga mengandung pelarut yang bertindak sebagai

11
pembawa bahan-bahan tersebut. Pelarut ini harus dihilangkan
selama proses penyalutan.
o Luas permukaan tablet.
o Efisiensi peralatan.
 Proses Dasar Penyalutan Gula
o Seal Coating (Penyalutan lapisan penutup)
Untuk mencegah penyusupan air ke dalam inti tablet, perlu
diberikan suatu lapisan penutup. Contoh Formula larutan lapisan
penutup (Sealant): Selulosa asetat ftalat, Zein, asam oleat, propilen
glikol, propilen glikol 4000, metilen klorida, alkohol.
o Sub Coating (Pelapisan dasar)
Digunakan untuk membulatkan tepi tablet dan meningkatkan ukuran
tablet. Tahap pelapisan dasar ini terdiri dari pemakaian larutan
pengikat yang lekat, diikuti dengan penaburan bubuk pelapis dasar
secara bergantian, disusul oleh pengeringan. Contoh formula larutan
pelapis dasar: gelatin, akasia, gula, sirup jagung, sirup, air.
o Syrup Coating (Smoothing/Color)
Tujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet
yang disebabkan oleh tahap pelapisan dasar, dan untuk memberikan
warna yang diinginkan bagi tablet. Pelapisan dengan sirup biasanya
terdiri dari tiga fase dasar: sirup kasar, sirup kental, sirup biasa.
o Polishing (Pengkilapan)
Tablet dapat dikilapkan di dalam panci penyalut standar yang bersih,
atau di dalam panci pengkilap berlapis kanvas dengan memakai
bubuk lilin (lilin lebah atau karnauba) secara hati-hati ataupun
dengan memakai larutan yang hangat dari lilinlilin ini di dalam
pelarut yang mudah menguap dan sesuai. Contoh formula larutan
pengkilap: wax carnauba yellow, beeswax white, wax parrafin,
naphtha
 Bahan Dasar Penyalutan Gula
o Pengisi: kalsium karbonat, talkum, titanium dioksida.
o Pewarna: yang larut dalam air sepereti besi oksida, titanium
dioksida.

12
o Pembentuk salut selaput: gom arab, gelatin. Senyawa selulosa.
o Antiadhesi: talkum
o Penambah rasa
o Surfaktan: sebagasi bahan pembasah dan pembantu dispersi.
 Masalah Dalam Tablet Salut Gula
o Erosi pada tablet inti
Tablet inti harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan
tekanan yang dialami selama proses penyalutan. Perhatian khusus
diberikan terutama pada sifat fisik tablet inti yaitu tentang
kekerasan, kerenyahan dan laminasi.
o Salut sumbing
Jika penanganan salah dalam proses penyalutan, misalnya
penambahan yang berlebih bahan pengisi dan pigmen (pewarna)
yang tidak larut dapat menyebabkan tablet yang disalut menjadi
sumbing, karena meningkatkan kerapuhan dalam proses salut gula.
o Keretakan salut
Keretakan salut dapat terjadi karena tablet inti memuai selama atau
sesudah proses penyalutan, pemuaian ini disebabkan oleh absorpsi
lembab oleh tablet inti, atau terjadi karena akibat relaksasi tekanan
tablet inti setelah mengalami pengempaan. Masalah ini dapat diatasi
dengan penyegelan yang tepat atau memperpanjang waktu antara
pengempaan dan mulainya penyalutan.
o Salut yang tidak kering
Hal ini sering terjadi akibat konsentrasi gula invert yang berlebih,
lebih besar dari 5%. Atau dengan membiarkan sirop gula sukrosa
pada suhu yang ditinggikan dalam kondisi asam pada waktu
tertentu, mungkin juga dengan mencairkan kembali gula yang sudah
mulai mengkristal.
o Tablet salut kembar
Tablet salut yang kembar dapat terjadi karena larutan salutnya
terlalu lengket, terutama jika sudah mulai mengering, maka tablet
yang berdekatan akan menempel satu sama lain.
o Warna yang tidak merata.

13
o Berbunga dan berkeringat.
5. Tablet Salut Film
Tablet kempa konvensional di salut dengan film tipis polimerik
larutan-air di beri warna atau tidak di beri warna yang terdisintegrasi segera
dalam saluran cerna.

 Penyalutan Dengan Lapisan Tipis (Salut Film)


o Metode panci tuang
o Metode panci semprot
o Metrode fluidized bed
 Bahan-bahan yang digunakan dalam penyalutan lapis tipis harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
o Larut dalam pelarut yang digunakan untuk persiapan penyalutan.
o Larut dalam keadaan tertentu yang dimaksud misalnya kelarutan yang
mudah dalam air, lambat larut dalam air, atau kelarutan yang
tergantung pada pH (lapisan enterik).
o Kemampuan untuk menghasilkan produk yang tampak anggun.
o Stabilitas dalam keadaan panas, cahaya, kelembapan, udara dan
substrat yang akan di salut. Sifat-sifat lapisan tipis harus tidak berubah
dengan berlalunya waktu.
o Tidak memiliki warna, rasa, ataupun bau.
o Serasi dengan aditif larutan penyalut pada umumnya.
o Tidak toksis, tidak mempunyai kegiatan farmakologis, dan mudah
dipakai ke partikel atau tablet.
 Komponen Penyalutan dengan Lapisan Tipis
o Pembentuk lapisan tipis

14
 Bahan non enterik; HPMC, MHC, Etil selulosa, HPC, Povidon, Na-
CMC, PEG, Polimer-polimer akrilat (Eudragit®).
 Bahan enterik ; Selulosa asetat ftalat, polimer-polimer akrilat,
HPMC ftalat, PVA ftalat.
o Pelarut
Fungsi: melarutkan atau mendispersikan polimer-polimer dan zat
tambahan lain, serta membawanya ke permukaan substrat. Contoh: air,
etanol, metanol, isopropanol, kloroform, aseton, metiletilketon, dan
metilen klorida.
o pemlastik (Plastisizer)
Suatu bahan pembentuk plastik eksternal dapat berupa cairan yang
tidak mudah menguap, atau polimer lain, yang apabila dicampur
dengan pembentuk lapisan tipis polimer utama, mengubah fleksibilitas,
kekuatan tegangannya, atau sifat adhesi dari lapisan yang dihasilkan.
Contoh minyak jarak, Propilen Glikol, gliserin, PEG 200-400 dengan
berat molekul yang kecil, dan surfaktan-surfaktan seperti tween, span,
ester-ester asam organik.
o Pewarna (Colorants)
Tahap ini bertujuan memberi wama tablet salut sesuai warna yang
dikehendaki. Pewarnaan dapat dilakukan dcngan berbagai cara, antara
lain dengan menggunakan satu macam kadar bahan pewarnana,
Caranya adalah dengan menambahkan terlebih dahulu larutan pewarna
dengan kadar rendah lalu naik dengan kadar tertentu kemudiaan
ditambahkan lagi larutan dengan kadar yang rendah. Pewarna yang
digunakan ada dua golongan: yang larut dan yang tidak larut air.
Pewarnaan dengan zat warna yang tidak larut dalam air akan lebih
cepat dari pada apabila digunakan zat wama yang larut.
o Pemburam (Opaquant-extenders)
Untuk mendapatkan warna-warna yang lebih buram dan meningkatkan
penutupan lapisan tipis. Contoh titanium dioksida, silikat (talk,
aluminium silikat), karbonat (magnesium karbonat), sulfat (kalsium
sulfat), oksida (magnesium oksida), dan hidroksida (aluminium
hidroksida).

15
o Bahan-bahan khusus dalam larutan penyalut
Pemberi aroma dan pemberi rasa manis (untuk menutupi bau yang
tidak disukai atau untuk mendapatkan rasa yang diinginkan), surfaktan
(untuk melarutkan bahan yang tidak dapat bercampur atau yang tidak
dapat larut, atau untuk memudahkan pelarutan penyalut dengan lebih
cepat), antioksidan (untuk kestabilan sistem zat warna terhadap
oksidasi dan perubahan warna), antimikroba (untuk mencegah
tumbuhnya bakteri dalam komposisi penyalut selama pembuatan dan
penyimpanan, dan pada tablet-tablet yang di salut).
 Kerusakan yang terjadi pada salut film
o Perlekatan dan penggumpalan
Keadaan lapisan tipis terlalu basah atau terlalu lengket menyebabkan
tablet melekat satu dengan yang lainnya, atau melekat pada panci
penyalut. Solusi: jumlah cairan yang digunakan dikurangi, sehingga
dapat mempercepat atau meningkatkan temperatur udara pengering dan
volume udara.
o Kekerasan
Terjadi apabila larutan penyalut digunakan dengan penyemprotan.
o Efek kulit jeruk
Penyebaran larutan penyalut yang tidak seimbang sebelum pengeringan
menyebabkan suatu lekukan-lekukan seperti” kulit jeruk” pada
penyalut. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran dihalangi oleh
pengeringan yang terlalu cepat atau oleh viskositas larutan yang tinggi.
Solusi: Mengencerkan larutan dengan larutan tambahan.
o Kekaburan logo (Bridging)
Hal ini terjadi akibat adanya tekanan internal yang cukup tinggi dari
bahan penyalut, sehingga salut terpisah dari substrat dalam daerah logo,
salut selaput membebaskan tekanan yang ada didalamnya.
o Variasi warna
Masalah ini terjadi karena komposisi salut yang bahan pewarna atau
pemburam yang terdispersi, maka harus dilakukan pengadukan terus
menerus supaya tidak terjadi pengendapan.
o Pelepuhan

16
Jika tablet salut dalam proses memerlukan pengringan lanjutan,
penguapan pelarut yang terlalu cepat dari tablet inti dan efek suhu
terlalu tinggi pada kekuatan, elastisitas dan adhesi salut selaput, maka
akan terjadi pelepuhan. Hal ini dapat dicegah dengan pemanasan suhu
rendah.
o Keretakan
Keretakan merupakan cacat salut selaput yang paling umum terjadi.
Tablet salut bisa jadi retak dikarenakan adanya tekanan internal
melebihi kekuatan tegangan salut (terjadi di dalam salut ketika
dikeringkan).
6. Suppositoria
Menurut Farmakope Indonesia suppositoria adalah suatu bentuk
sediaan padat yang umumnya dimaksudkan untuk dimasukkan melalui lubang
atau celah pada tubuh. Suppositoria setelah dimasukkan ke dalam lubang
tubuh ia akan melebur, melunak atau melarut, dan memberikan efek lokal atau
sistemik. Kata suppositoria sendiri berasal dari bahasa latin supponere, sup
artinya: di bawah dan ponere artinya: ditempatkan. Berarti, supponere
mempunyai arti “untuk ditempatkan di bawah”. Oleh karena itu, suppositoria
digunakan untuk ditempatkan di bagian bawah tubuh seperti di rektum.
Bentuk dan ukuran suppositoria harus didisain sedemikian rupa, sehingga
suppositoria dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah
yang dimasukkan tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pasien, dan juga
harus dapat bertahan dalam waktu tertentu. Selanjutnya, bagaimana bentuk
dari sediaan suppositoria dan ovula ini? Berikut ini akan dijelaskan macam-
macam sediaan supposittoria.  Teknologi Sediaan Solid 179
 Rektal Suppositoria rectal/rektum (anus). Penggunaan suppositoria ini
dimasukkan ke dalam anus dengan menggunakan tangan. Berbentuk
seperti peluru, dengan panjang + 32 mm (1,5 inci). Mempunyai berat
untuk orang dewasa = 3 g dan anak = 2 g jika menggunakan lemak coklat
(Theobroma oil) sebagai basis. Bentuk suppositoria yang seperti peluru ini
memberi keuntungan. Bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup
dubur, maka suppos akan tertarik masuk dengan sendirinya.

17
 Vaginal Suppositoria = Ovula = Pessary. Penggunaan suppositoria ini
dimasukkan ke dalam vagina dengan menggunakan

bantuan alat. Menurut Farmakope Indonesia III, ovula merupakan suatu


sediaan padat yang digunakan melalui vagina. Bentuk Ovula pada
umumnya berbentuk telur, dapat melarut, melunak, dan meleleh pada suhu
tubuh. Jadi, ovula berbentuk seperti telur atau bola lonjong atau kerucut
dengan berat 3 – 6g. Namun demikian, berat ovula umumnya 5g jika
menggunakan lemak coklat sebagai basis. Akan tetapi, berat ovula dapat
beragam tergantung pada basis dan produk industri.

 Urethral Suppositoria = Bacilla = Bougies. Jenissuppositoria ini cara


penggunaannya dimasukkan ke dalam urethra (saluran kemih) pada pria
dan wanita. Suppositoria jenis yang ini berbentuk batang-batang seperti
pensil dengan ukuran:  Untuk laki-laki: panjang + 140 mm, diameter =
3,6 mm, dan berat = 4 gram  Untuk perempuan: panjang + 70 mm,
diameter = 1,5 – 3 mm, dan berat = 2 gram. Sekedar informasi untuk Anda
bahwa pemakaian suppositoria uretral sekarang ini sudah jarang
digunakan.

18
 Tujuan Pengobatan dengan Menggunakan Sediaan Suppositoria
o Tujuan untuk efek secara lokal Saat suppositoria dimasukkan, maka
basis suppositoria akan meleleh, melunak atau melarut, dan
menyebarkan bahan obat ke jaringan-jaringan di daerah tempat
dimasukkannya. Tujuan pemberian ini agar bahan obat tersebut dapat
dimaksudkan untuk efek kerja lokal di tempat tersebut atau dapat juga
dimaksudkan agar diabsorpsi untuk mendapatkan efek sistemik. Jenis-
jenis suppositoria yang berefek lokal adalah sebagai berikut.
 Suppositoria rektal Suppositoria ini paling sering digunakan untuk
menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rasa gatal, dan radang
sehubungan dengan wasir (hemoroid) atau lewat rektal lainnya. Saudara
mahasiswa, yang termasuk jenis suppositoria rektal ini dapat berupa:
o Suppositoria antiwasir. Suppositoria jenis ini biasanya mengandung
sejumlah bahan obat. Diantaranya adalah anaestetik lokal,
vasokonstriktor, astringen, analgesik, pelunak, dan pelindung.
o Suppositoria laksatif. Suppositoria jenis ini biasanya suppositoria
gliserin yang berefek laksasi (pencahar) karena iritasi lokal dari
membran mukosa, karena dengan efek dehidrasi gliserin pada
membran tersebut.
 Suppositoria vaginal Suppositoria jenis ini dimaksudkan untuk memberi
efek lokal dan terutama berfungsi sebagai:
o Kontrasepsi. Yang termasuk jenis ini misalnya: obat nonoksinol-9
o antiseptik pada kebersihan wanita dan sebagai zat untuk menghambat
atau mematikan penyebab penyakit akibat jamur ataupun bakteri.
Biasanya mengandung trikomonosida untuk mengobati vaginitis yang
disebabkan oleh mikroorganisma Trichomonas vaginalis dan Cadida
albicans.
o antiinfeksi/biotik untuk mikroorganisma lainnya. c. Suppositoria
uretral Suppositoria ini digunakan dengan tujuan sebagai antibakteri
dan anestetik lokal untuk pengujian uretral.
 Tujuan untuk efek secara sistemik Saudara mahasiswa, pemberian
suppositoria dimaksudkan untuk memberi efek sistemik. Saat

19
penggunaannya, biasanya diberikan melalui membran mukosa rektal dan
vagina. Mengapa demikian? Ya karena suppositoria mampu
mengabsorpsi dari kebanyakan obat yang lain. Namun demikian,
pemberian suppositoria melalui rektal ini lebih sering digunakan sebagai
tempat absorpsi sistemik. Pemberian suppositoria melalui vagina jarang
digunakan untuk tujuan sistemik. Absorpsi melalui rektal untuk efek
sistemik mempunyai kelebihan dibandingkan peroral yaitu:
o Obat yang rusak atau inaktivasi oleh pH dan aktivitas enzim pada
lambung atau usus tidak perlu terpapar pada enzim destruktif tersebut.
o Obat yang mengiritasi mukosa dapat diberikan tanpa menyebabkan
iritasi.
o Obat tidak melewati liver setelah absorpsi melalui rektum, sehingga
tidak dirusak dalam sirkulasi portal (yaitu obat melintasi sirkulasi
portal setelah pemberian melalui oral dan terabsorpsi).
o Rute melalui rektal cukup nyaman untuk pemberian obat pada pasien
yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat.
o Rute melalui rektal merupakan rute yang efektif untuk pasien yang
mudah muntah. Bahan obat yang digunakan melalui suppositoria rektal
untuk mendapatkan efek sistemik antara lain:
 sebagai obat asma, yaitu: aminofillin dan teofilin
 sebagai obat antiemetik, mual, dan penenang, yaitu: proklorperazin
dan klorpromazin
 sebagai hipnotik-sedatif, yaitu: kloralhidrat
 sebagai antispasmodik dan analgesik, yaitu: belladonna dan opium
 sebagai antimigrain, yaitu: ergotamin tartrat
 sebagai analgetik narkotik, yaitu: oksimorfon
 sebagai antipiretik dan analgesik, yaitu: aspirin
 sebagai analgetik antiinflamasi dan antipiretik non steroid, yaitu:
indometasin
 sebagai penghilang mual dan muntah, yaitu: ondansetron
 BASIS SEDIAAN SUPPOSITORIA DAN OVULA
o Oleum cacao (Theobroma oil) atau lemak coklat meleleh dengan cepat
pada suhu tubuh, tetapi karena basis tidak bercampur dengan cairan

20
tubuh, obat larut lemak cenderung bertahan dalam oleum cacao dan
kecil kecendrungannya untuk masuk ke dalam cairan tubuh.
Sebaliknya, obat yang larut air dalam basis lemak coklat biasanya
menghasilkan pelepasan yang baik
o Obat yang larut lemak lebih mudah terlepas dari basis gelatin
tergliserinasi atau polietilenglikol, karena keduanya larut perlahan
dalam cairan tubuh.
o Pada pemulihan iritasi atau imflamasi misal pada pengobatan gangguan
rektal, oleum cacao merupakan basis yang sangat baik karena memiliki
sifat pelembut atau melunakkan dan daya kerjanya menyebar.

Menurut Farmakope Indonesia suppositoria yang sudah dicetak dapat


dilakukan evaluasi sebagai berikut:
 SECARA FISIKA
o Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan
suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh
sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap
(37ºC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran meleleh
mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk
basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh
sempurna dari supositoria adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP.
Supositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan,
dan waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna atau
menyebar dalam air sekitarnya diukur.
o Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal Sebuah
batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas supositoria sampai
penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan
pada berbagai temperatur dari 35,5 sampai 37ºC sebagai suatu
pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga diukur sebagai
kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air dengan elemen

21
pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan
panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,1ºC.
o Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan
atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut
terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang
diuji ditempatkan. Air pada 37ºC dipompa melalui dinding rangkap
ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang
kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain
dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan.
Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada
interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana
suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan
karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik
hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang
beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan
(gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni;
produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam
penggunaan untuk pasien.
o Uji disolusi Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam
gelas piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk
mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium, digunakan
keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan ruang
sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis
atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk
menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang
paling baru dengan manic-manik gelas.
o Uji keseragaman bobot Timbang suppos satu persatu dan hitung rata-
ratanya. Hitung persen kelebihan masingmasing suppos terhadap bobot
rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih
dari ±5%.
 SECARA KIMIA

22
o Penetapan kadar Penetapan kadar sediaan suppositoria dapat dilakukan
dengan mencari kadar zat aktif yang terkandung dalam sediaan
suppositoria. Metoda yang digunakan diantaranya misalnya dengan
metoda volumetri, spektrofotometri dan sebagainya.
o Identifikasi pada sediaan supoositoria ini adalah bertujuan untuk
mengetahui senyawasenyawa yang terkandung dalam sediaan. Paling
umum adalah identifikasi dengan analisa kualitatif dengan reaksi
warna.
7. Definisi Disolusi dan Disolusi obat 
 Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat
masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Dalam sistem
biologik pelarutan obat dalam media aqueous merupakan suatu
bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Laju pelarutan
obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk
sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna
sering mengendalikan laju absorpsi sistemik obat. Dalam penentuan
kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam
proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik sediaan,
proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke
dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan
deagregasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang
mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.
 Prosedur Pengujian 
Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi
(seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam
wadah. Alat dirangkai dan suhu media disolusi diatur pada 37ºC.
Satu tablet dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam
ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan
kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval
waktu yang ditetapkan, diambil cuplikan pada daerah pertengahan
antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang
berputar atau dayung dan tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah
untuk analisis kimia. Tablet harus memenuhi syarat seperti yang

23
terdapat dalam monografi (Ditjen POM, 1995).
 Kriteria Penerimaan 
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), Persyaratan
dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga
tahap. Pada tahap 1 (S1) digunakan 6 tablet. Bila pada tahap ini
tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya
yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini digunakan 6 tablet tambahan.
Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi
ke tahap 3 (S3).

 Alat yang digunakan untuk uji disolusi sediaan obat


Alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi IV:
o Alat uji disolusi tipe keranjang (baske)

Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau
bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang
digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup
sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian
sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5
selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam

24
tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat
alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau
getaran'signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat
pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan
pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah
disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm
hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas
nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk
mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang
logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak < dari 2
mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus
dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan
digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran
yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan
o Alat uji disolusi tipe dayung (paddle)

Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik
dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halt1s tanpa goyangan
yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan

25
batang rata. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar
wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang
logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut
inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum
dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti
gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah
mengapungnya sediaan.
Alat uji pelepasan obat (USP 29, NF 24):
 Alat uji pelepasan obat berupa keranjang (basket)
 Alat uji pelepasan obat berupa dayung (paddle)
 Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating cylinder

 Alat uji pelepasan obat berupa flow through cell

 Alat uji pelepasan obat berupa paddle over disk

 Alat uji pelepasan obat berupa silinder (cylinder)

26
 Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating holder

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tablet merupakan sediaan padat yang sangat praktis penggunaannya,
dalam formulasi perlu penambahan bahan eksipien sesuai kebutuhan
dan karakteristik bahan aktif obat
2. Dalam formulasi sediaan tablet, selain bahan aktif juga dibutuhkan
eksipien/bahan tambahan, karena zat aktif tidak memiliki semua sifat
yang baik untuk langsung dibuat tablet.
3. Bahan tambahan bukan merupakan bahan aktif, namun secara langsung
atau tidak langsung akan berpengaruh pada kualitas/mutu tablet yang
dihasilkan. Pemilihan bahan tambahan harus disesuaikan dengan sifat
kimia-fisika dari bahan obat, serta dengan tujuan yg ingin dicapai.
4. Tablet dapat digolongan berdasarkan cara pembuatan yaitu kempa dan
cetak, cara pemakaian obat oral dan non oral sesuai kebutuhan dan
lokasi kerjanya obat.
5. Disamping itu obat tertentu perlu dilakukan penyalutan sesuai sifat dan
karakteristik bahan aktif yang digunakan.
6. Macam macam tablet salut, ada salut gula, selaput, film, enterik dan
lain lain.
7. Komponen yang terdapat dalam salut tablet.
8. Tahapan yang perlu diperhatikan dalam salut tablet.
9. Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau
serbuk) masuk ke dalam fase larutan, seperti air. Intinya ketika obat
melarut partikel-partikel padat memisah dan molekul demi molekul
bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan
tersebut.
10. Factor yang mempengaruhi disolusi obat
o Faktor-faktor yang terkait pada sifat fisiko kimia obat
o Faktor-faktor yang terkait pada formulasi obat
o Faktor-faktor yang terkait dengan bentuk sediaan
o Faktor-faktor yang terkait pada alat uji disolusi

28
o Faktor-faktor yang terkait pada parameter uji disolusi
11. Alat-alat yang digunakan dalam uji disolusi:
o Alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi IV:
 Alat uji disolusi tipe keranjang (basket)
 Alat uji disolusi tipe dayung (paddle)
o Alat uji pelepasan obat (USP 29, NF 24):
 Alat uji pelepasan obat berupa keranjang (basket)
 Alat uji pelepasan obat berupa dayung (paddle)
 Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating cylinder
 Alat uji pelepasan obat berupa flow through cell
 Alat uji pelepasan obat berupa paddle over disk
 Alat uji pelepasan obat berupa silinder (cylinder)
 Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating holder

29
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/397145815/Makalah-Uji-Disolusi

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Teknologi-
Sediaan-Solid.pdf
https://id.scribd.com/doc/55418658/MAKLAH-DISOLUSI
https://id.scribd.com/document/326090153/Makalah-Tablet-Hisap
https://baixardoc.com/documents/makalah-tablet-bukal-atau-sub-lingual-
5dbc95de7c4fd

30

Anda mungkin juga menyukai