Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANTAR AGAMA DAN MEDIA

NAMA : RISA MARLINA


NIM : 180602103

PRODI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULKTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmat dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, dengan judul
“ PENGANTAR AGAMA DAN MEDIA ”.
Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk
memahami makna dari Identitas Nasional di Indonesia. Saya sadar
materi dari makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun
dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi. Saya berharap
semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang
beridentitas nasional, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

Mataram, 11 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Isi
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
A. Relasi Antara Agama dan Media..............................................................4
B. Peran Media Bagi Agama...........................................................................5
BAB III....................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................9
A. Kesimpulan..................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membahas tentang agama tidak lepas dari peran media masa.
Media cetak, dalam hal ini koran berperan penting dalam pembentukan
opini publik. Pasca turunnya Soeharto sebagai presiden Republik
Indonesia ke-2, Awal mula era reformasi, media masa pun tumbuh pesat
dengan fokus liputan yang beragam. Tak hanya menyorot isu-isu politik,
ekonomi, dan budaya, media masa juga menyentuh persoalan sensitif umat
manusia yakni agama.
Adalah benar bahwa soal agama adalah soal yang paling rumit
diperbincangkan. Pembahasannya perlu banyak pendekatan yang menyoal
beragam polemiknya di media masa. Hal ini dikarenakan bahwa soal
agama adalah soal keyakinan masing-masing individu. Meski demikian,
penulis ingin memberi hal berbeda dalam melihat polemik agama di
kompas dan republika, berikut penyajian masing-masingnya, dengan
segala visi, misi, dan ideologi.
Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita temui pertikaian antar
manusia terjadi lantaran menyangkut soal keyakinan, agama atau ajaran
seseorang atau kelompok. Sebut misalnya kasus Ahmadiyah. Pada Juni
2008 silam, ratusan demonstran Aliansi Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (AKBB) yang mendukung dan melindungi jemaat
Ahmadiyah dari perlakuan diskriminatif. Kasus Inul Daratista, seorang
penyanyi yang mendapat julukan si ratu ngebor sempat menuai pro-kontra
di berbagai media masa karena goyangannya yang dianggap melanggar
moralitas agama dan keyakinan kelompok tertentu.
Patut disayangkan bahwa agama yang bertujuan menuntun
umatnya ke jalan damai, justru pada faktanya menimbulkan beragam
konflik karena masalah perbedaan dalam penafsirannya. Seperti yang
dituliskan Muhammad In’am Esha bahwa agama sesuai tujuannya

1
diturunkan adalah untuk memberikan tuntutan kepada manusia agar tidak
terjebak pada hal-hal terjadinya perpecahan, pertikaian, ataupun
permusuhan. Namun tidak jarang berbagai konflik yang terjadi dalam
masyarakat justru muncul karena masalah agama.
Agama pada dasarnya mengarahkan manusia pada kebaikan,
mengajarkan manusia pada kelembutan hati, jiwa, dan pikiran. Namun,
bagi sekelompok orang tertentu, agama dijadikan alat untuk menyakiti dan
menganiaya sesama atas nama agama dan Tuhannya, atau dalam Islam
sering kita kenal sebagai Jihad, sehingga tidak jarang agama terlihat
seperti hantu yang menakutkan. Padahal, begitu banyak ayat Al-Quran
atau Al- Hadits yang anti terhadap kekerasan.
Awal bulan 2015 lalu, masyarakat dunia digemparkan dengan
pemberitaan mengenai penyerangan kantor majalah satire Charlie Hebdo,
tak terkecuali di Indonesia. Hanya karena menggunakan karikatur Nabi
Muhammad sebagai cover tabloidnya, kantor Charlie Hebdo diserang
kelompok bersenjata hingga menewaskan 12 orang, empat di antaranya
adalah karikaturis. Media massa sebagai golongan pemberi pesan,
mengemas beritanya dalam beragam macam sudut pendekatan. Namun
penulis mengangkat dua media cetak yang masing-masing memiliki profil
dan analisis yang berbeda terkait pemberitaan kasus tersebut dalam
penyajian beritanya. Dengan berbagai macam judul yang ditampilkan
koran Kompas mengenai pemberitaan kasus tersebut, tentu tidak luput dari
ideologi, visi, dan misi media itu sendiri. Pembaca Kompas yang pada
umumnya berasal dari kalangan terdidik tentu memiliki pandangan
berbeda atas pemberitaan ini. Koran Kompas memiliki gaya bahasa yang
berbeda dengan style bahasa yang tidak “meledak-ledak”. Lain dengan
koran Republika. Media ini memiliki gaya bahasa dan penyajian berita
yang cenderung islami—latar belakang pendiri media ini adalah Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang awalnya digunakan untuk
peningkatan kualitas iman, hidup, kerja, karya, dan pikir.

2
Dari kedua media cetak tersebut, perlu perbandingan dan studi
lebih dalam terkait kasus penyerangan majalah satire Charlie Hebdo yang
mereka sajikan. Mengapa? Karena latar belakang media cetak
mempengaruhi dalam pembentukan sebuah berita. Sebagaimana yang
telah disebutkan penulis di awal bahwa masing-masing media memiliki
visi, misi serta target pembacanya. Tentang kebebasan berekspresi dan
cenderung pada aksi terorisme sering kali dipakai dalam berita yang
disajikan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa relasi antara agama dan media?
b. Apa peran media dalam agama?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Relasi Antara Agama dan Media


Media baru (internet) dengan media sosial sebagai turunannya
memiliki relasi yang kuat dengan agama. Informasi yang disalurkan
melalui media tidak hanya dalam bidang sosial budaya, ekonomi dan
politik. Justru, saat ini sangat mudah untuk menemukan sebaran berita
yang terkait dengan agama. Media menjadi ruang publik yang sangat
bebas untuk mendefinisikan berbagai ajaran keagamaan. Sebagai contoh
adalah banyaknya media online yang menggunakan pendekatan agama
Islam. Media ini memang hadir dengan berbagai karakter dan berbagai
bentuk. Mengutip pendapat David Morgan14 media dalam perspektif
media dan agama dapat dipahami baik secara terfokus dan spesifik atau
dengan menggunakan cara yang lebih luas dan diskursif. Artinya,
memahami perbedaan tersebut menjadi penting dalam membuat definisi
tentang perkembangan studi media dan agama. Sehingga, agama
memerlukan media (wasilah) untuk dapat disebarkan pada masyarakat.

Namun, penyebaran itu memunculkan kasus baru bahwa sesuatu


yang direpresentasikan oleh media adalah bukan realitas sebenarnya.
Media Islam contohnya, tidak selalu mewakili atau merepresentasikan
nilai Islam yang sebenarnya. Media tersebut terkadang hadir hanya
mewakili kelompok tertentu dan tidak dapat menjadi rujukan nilai Islam
yang shohih (terpercaya). Media menyalurkan pesan yang berisi tentang
nilai-nilai Islam, namun representasi maknanya menjadi bias. Sesuatu
yang direpresentasikan oleh media adalah realitas yang dikonstruksi
seolah fakta. Sehingga, khalayak memahami pesan-pesan agama dengan
cara yang berbeda. Otoritas keagamaan menjadi sangat bebas mengarah
pada bentuk yang libertarian. Agama (sebagai contoh agama Islam),

4
memiliki ajaran yang sudah tetap, dengan makna yang universal. Ada
sejumlah pranata (model) untuk menafsirkan ajaran agama Islam. Hal ini
dilakukan agar Islam tidak dipahami dengan cara yang salah, sehingga
ajaran Islam tidak berubah sepanjang zaman. Menafsirkan ayat Al-Quran
atau hadits harus melalui proses yang penuh kehati-hatian dan tidak
boleh sembarangan. Sehingga, ajaran Islam tidak mengalami distorsi
pemaknaan. Kehadiran media baru memunculkan beberapa masalah bagi
penyebaran informasi agama Islam. Media baru merupakan realitas yang
tidak mengenal batas wilayah dan batas waktu. Sehingga, sesuatu yang
disebarkan oleh media baru tidak selamanya sesuai dengan fakta di dunia
nyata. Agama dalam media menjadi sesuatu yang bisa saja terdistorsi.

Agama yang berada di media bukan merupakan hakikat agama


yang sebenarnya. Perdebatan seperti ini akan terus muncul seiring
dengan perkembangan media baru. Media memerlukan agama sebagai
bagian dari komoditas ekonomi. Agama merupakan praktik
pengembangan pada Tuhan Yang Esa dan bukan berasal dari produk
budaya. Media baru (internet) membawa cara-cara baru dalam praktik
beragama. Agama bagi sebagian orang hanya ditentukan oleh hasil
budaya melalui media. Artinya, ketika media baru memiliki relasi dengan
praktik agama yang dilakukan oleh khalayak. Jika praktik agama hanya
dihasilkan dari hasil produk budaya media, maka agama tersebut menjadi
kurang sakral. Praktik agama seperti ini biasanya lebih mengarah pada
bentuk pluralisme agama.1

B. Peran Media Bagi Agama


Dalam era modernisasi ini sudah banyak kemajuan dalam
pembangunan negara kitaini. Begitu juga dalam penyampaian informasi
dan berita yang begitu cepat, meski informasi itu berasal dari pelosok
paling jauh dari ibu kota. Belakangan ini media pertelevisian dan media
sosial di Indonesia disibukkan dengan pemberitaan seputar penistaan
1
David Morgan, Key Word In Relegion, Media and Culture (New York dan London:
Roudledge, 2008), page 111(skripsi relasi dan agama Sunryanto/2016)

5
agama, diskriminasi kaum minoritas dan hal-hal sejenis yang
menyangkut intoleransi dalam beragama. Padahal seyogyanya agama
adalah suatu pengajaran yang dapat membuat sikap dan perilaku manusia
dapat berubah lebih baik dalam menapaki jalan hidup mengikuti perintah
dari yang kuasa atau Tuhan dan ajaran yang diyakini. Agama diharapkan
menjadi tuntunan tidak hanya sekedar dalam keyakinan hati namun juga
pedoman dalam berhubungan dengan orang lain sebagai makhluk sosial.
Hal inilah yang membuat timbulnya keanekaragaman agama didunia ini.
Di Indonesia dikenal ada 5 agama yang diakui, yaitu; Islam, Kristen
Hindu, Budha dan Konghucu. Terdapat di dalam setiap agama-agama
tersebut berbagai macam aliran. Aliran - aliran inilah yang sering kali
menimbulkan pro dan kontra bagi masyarakat. Timbulnya pro dan kontra
tak lepas dari pengajaran dan doktrinasi dari orang-orang yang dianggap
pintar atau orang - orang yang dianggap suci dalam aliran -aliran
tersebut. Karena berbedanya ajaran-ajaran, larangan-larangan, dan
perintah-perintah dari berbagai macam aliran agama itu, membuat
pengikut-pengikut dari agama-agama yang ada saling berdebat untuk
membuktikan mana yang benar dan mana salah. Hal ini dapat
menimbulkan kesalahpahaman antar umat beragama, karena akan timbul
diskriminasi yang pada akhirnya memunculkan kekerasan antara satu
aliran/agama dengan aliran/agama lainnya.

Hal ini juga yang membuat kelompok – kelompok minoritas merasa


terancam dalam menjalankan ajaran atau ibadah mereka karena merasa
tidak leluasa apalagi apabila mendapatkan ancaman dari kelompok -
kelompok mayoritas. Kelompok-kelompok mayoritas beranggapan
keyakinan mereka yang paling benar dan yang diyakini kelompok -
kelompok minoritas adalah salah.2 Akibatnya banyak kekerasan dan
diskriminasi antar umat beragama di Indonesia. Dalam catatan POLRI

2
Stef Korasy Rumagit, Kekerasan dan Diskriminasi antar Umat Beragama di Indonesia. Dalam Lex
Administratum, Vol.I/No.2/Jan-Mrt/2013. 56

6
sepanjang tahun 2016 terdapat 25 kasus lebih intoleransi umat
beragama.3Ini membuat Indonesia dianggap tidak aman untuk
melaksanakan rutinitas-rutinitas dan ritual – ritual keagamaan bagi kaum
minoritas. Hal ini pun membuat publik Indonesia dianggap tidak aman
bagi negara-negara internasional. Seperti pendapat dari Hendarmin
Ranadireksa yang mengatakan bahwa hak asasi manusia pada hakekatnya
adalah seperangkat ketentuan - ketentuan atau aturan-aturan untuk
melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan,
dan/atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Artinya ada
batasan yang dibuat oleh pemerintah agar hak warga negara yang paling
hakiki terlindung dari ke sewenang-wenang kekuasaan.4 Selain fanatisme
agama dan keyakinan yang berlebihan, pemberitaan media terhadap
kasus-kasus kekerasan dan diskriminasi agama juga ikut menyumbang
polemik intoleransi agama. Media turut serta membangun kesadaran
masyarakat mengenai isu yang sedang berkembang di negara mereka
tinggal serta memiliki peran sentral dalam menyaring informasi dan
membentuk opini masyarakat.

Di era digital seperti sekarang ini, semua informasi, berita, foto dan
video dapat diakses dengan mudah di genggaman tangan melalui
handphone. Bahkan ulasan – ulasan yang belum jelas kebenarannya dapat
masuk secara massive ke dalam ruang – ruang privasi masyarakat melalui
pesan berantai dan media sosial. Media mampu menjadi penggerak opini
masyarakat terhadap isu–isu intoleransi agama. Apalagi apabila media tidak
lagi mengindahkan kode etik jurnalis dalam pemberitaannya dan hanya
mementingkan rating penonton. Atau yang lebih parah lagi menggunakan
media untuk membentuk opini masyarakat agar mudah tersulut kekerasan
dalam intoleransi demi kepentingan beberapa pihak.
3
http://news.liputan6.com/read/2819492/polri-prihatin-kita-tangani-25-kasus-
intoleransi-pada-2016

4
Http://ahmaddinifaizarosyadi.blogspot.co.id/2016/12/rule-of-low-danhak-asasi-
manusia.html

7
8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama yang berada di media bukan merupakan hakikat agama yang sebenarnya.
Perdebatan seperti ini akan terus muncul seiring dengan perkembangan media
baru. Media memerlukan agama sebagai bagian dari komoditas ekonomi. Agama
merupakan praktik pengembangan pada Tuhan Yang Esa dan bukan berasal dari
produk budaya. Media baru (internet) membawa cara-cara baru dalam praktik
beragama. Agama bagi sebagian orang hanya ditentukan oleh hasil budaya
melalui media. Artinya, ketika media baru memiliki relasi dengan praktik agama
yang dilakukan oleh khalayak. Jika praktik agama hanya dihasilkan dari hasil
produk budaya media, maka agama tersebut menjadi kurang sakral.
Agama diharapkan menjadi tuntunan tidak hanya sekedar dalam keyakinan hati
namun juga pedoman dalam berhubungan dengan orang lain sebagai makhluk
sosial. Hal inilah yang membuat timbulnya keanekaragaman agama didunia ini.
Di Indonesia dikenal ada 5 agama yang diakui, yaitu; Islam, Kristen Hindu,
Budha dan Konghucu.

9
DAFTAR PUSTAKA

David Morgan, Key Word In Relegion, Media and Culture (New York dan
London: Roudledge, 2008), page 111(skripsi relasi dan agama
Sunryanto/2016)
Stef Korasy Rumagit, Kekerasan dan Diskriminasi antar Umat Beragama di
Indonesia. Dalam Lex Administratum, Vol.I/No.2/Jan-Mrt/2013. 56
http://news.liputan6.com/read/2819492/polri-prihatin-kita-tangani-25-kasus-
intoleransi-pada-2016
Http://ahmaddinifaizarosyadi.blogspot.co.id/2016/12/rule-of-low-danhak-asasi-
manusia.html

10

Anda mungkin juga menyukai