Anda di halaman 1dari 9

ESSAI

HAKIKAT MANUSIA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat ilmu
Semester I

Dosen Pengampu:
Dr. Sutikno, M.Si, M.fil.l
Oleh:
Azkiyatul Bariroh

PROGRAM STUDI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTISAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
JANUARI 2021
A. PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk ciptaan Alloh yang paling sempurna, karena


manusia dibekali dengan berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk lain,
yaitu nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan akal
(sifat keistimewaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat manusia memiliki
kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jika manusia dapat mengatur ketiganya
dan dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh sang Robb.
Dalam Al qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Alloh swt telah berfiman
yang artinya kurang lebih demikian; “Aku (Alloh swt) tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir tersebut
terlihat jelas bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh swt.
Namun, banyak dari golongan manusia yang tidak dapat melakukan sebagaimana
yang diharapkan oleh sang pencipta (Alloh SWT), malah manusia berbuat
sebaliknya dan mengingkari apa yang telah dikaruniakan. Itu karena manusia
belum memahami betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat
dari segi agama islam.
Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang apapun.
Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan.
Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat
mengembangkan ilmu tersebut.
Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan
pemikiran mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada
kebijakansanaan dalam melihat suatu problem. Dengan kata lain, filsafat selalu
mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut.
Dalam makalah ini, penulis mencoba membahas sedikit tentang hakekat
manusia dilihat dari segi filsafat (menyeluruh) dan bagaimana hubungan manusia
dengan ketenangan jiwa.

1
B. PERSPEKTIF FILOSOFIS

IDEALISME idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan


bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa
dan ruh. Istilah idealisme diambil dari kata idea, yakni seseuatu yang hadir
dalam jiwa. Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh
karena itu, tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi
bergantung kepada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak
menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh
idealisme.Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau
aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas ruh-ruh (sukma)
atau jiwa, ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu. Aliran ini
merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah
pemikiran manusia.

Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran


yang murni dari Plato, yang menyatakan bahwa alam idea itu merupakan
kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang
inihanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu. Aristoteles
memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan
alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-
benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat
dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sama
sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang
disepakati oleh semua alat pikir adalah dasar idelaisme ini. Pada zaman
Aufklarung para filsuf yang mengakui aliran serbadua, seperti Descartes
dan Spinoza, yang mengenal dua pokok yang bersifat keruhanian dan
kebendaan maupun keduanya, mengakui bahwa unsur keruhanian lebih
penting daripada kebendaan.

Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan


kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun

2
mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak zaman
idealisme pada masa abad ke-18 dan 19, yaitu saat Jerman sedag
memilikipengaruh besar di Eropa.Tokoh-tokoh aliran ini adalah : Plato
(477-347), B. Spinoza (1632-1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley
(1685-1753), Immanuel Kant(1724-1881 M), J. Fichte (1762-1814 M),
F.Schelling (1755-1854 M), dan G. Hegel (1770-1831 M).

C. PEMBAHASAN

Dalam pandangan Fakhruddin al-Razi, manusia adalah makhluk


ciptaan Allah yang unik.Keunikannya ada pada karakteristiknya yang
khas. Manusia memang beda dengan makhlukciptaan Allah yang lain.
Bagi Fakhruddin al-Razi, manusia adalah makhluk yang memiliki akal dan
hikmah serta tabiat dan nafsu. Ini membedakan manusia bukan hanya
denganbinatang dan tumbuhan, tapi juga dengan malaikat. Dalam kajian
psikologi Barat,perbandingan manusia dengan malaikat dan setan tentunya
tidak ditemukan.Menurut al-Razi, malaikat hanya memiliki akal dan
hikmah, tanpa tabiat dan hawa nafsu.Karena itu, malaikat selalu ber-tasbih,
ber-tahmid dan melakukan taqdis. (QS 16:50; 66:6:21:21). Malaikat juga
tidak akan mengingkari perintah Allah Ta’ala karena memang
tidakmemiliki hawa nafsu. Sebaliknya, binatang dan tumbuh-tumbuhan
memiliki tabiat dan nafsu,namun tidak memiliki akal serta hikmah.
Berbeda dengan malaikat, binatang dantumbuh-tumbuhan, manusia
memiliki kesemua karakteristik tersebut, yaitu akal, hikmah tabiat dan
hawa nafsu. Karakteristik berbeda menyebabkan sifat juga berbeda.

Bagi al-Razi, malaikat selalumemiliki kesempurnaan karena tidak


punya hawa nafsu dan tabiat. Sebaliknya, binatangselalu memiliki
kekurangan karena tidak punya akal dan hikmah. Nah, manusia ada
diantara keduanya. Manusia memiliki akal dan hikmah, tapi manusia juga
punya hawa nafsudan tabiat. Karena ke-empat karakteristik tersebut, maka
manusia memiliki sifat kekurangandan kelebihan. Jika manusia

3
menggunakan akal dan hikmah untuk mengatur hawa nafsudan tabiatnya,
maka manusia akan memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk
ciptaanAllah lainnya. Dengan menggunakan akal — dan hikmah yang
bersumber dari ajaranagama — untuk menundukkan hawa nafsu dan
tabiatnya, maka manusia akan menjadikhalifah Allah di bumi, sekaligus
akan menjadi makhluk yang paling mulia. Sebaliknya, jikatabiat dan hawa
nafsu yang menguasai diri dan akalnya, maka ia akan lebih hina
daribinatang, yang memang tidak punya akal dan hikmah. Jiwa
ManusiaMenurut Fakhruddin al-Razi, jiwa manusia memiliki beberapa
tingkatan. Tingkatan tertinggiadalah tingkat yang menghadap ke alam ilahi
(al-sabiqun, al-muqarrabun). Tingkatan inidapat diraih hanya jika manusia
mau melakukan praktek spiritual (al-riyadiyah al-ruhaniah)dengan
istiqamah. Tingkatan berikutnya adalah tingkatan pertengahan (ashabal-
maymanah, al-muqtasidun).

Untuk mencapai tingkat kedua ini, diperlukan ilmu akhlak(‘ilm al-


akhlaq). Tingkatan paling rendah adalah jiwa manusia yang sibuk
mencarikesenangan kehidupan duniawi, (ashab al-shimal, al-
dhalimun).Fakhruddin al-Razi juga menyatakan bahwa ada tiga jenis jiwa
manusia. Pertama, al-Nafsal-Mutmainnah (al-Fajr, 89: 27), yaitu jiwa yang
tenang, jiwa yang penuh dengan kehidupanspiritualitas dan kedekatan
dengan Tuhan. Kedua adalah al-Nafs al-lawwamah (al-Qiyamah75: 2).
Ketiga adalah al-Nafs al-Ammarah bi al-su’ (Yusuf, 12: 53), adalah jiwa
yang selalumengarahkan manusia kepada keburukan.Fakhruddin al-Razi
membedakan jiwa dengan tubuh. Menurutnya, jiwa bukanlah
strukturlahiriah yang bisa dilihat secara inderawi (Ghayr al-bunyah al-
zahirah al-mahshushah).Fakhruddin al-Razi membuktikan pendapatnya
dengan akal dan wahyu. Adapun bukti akalsebagai berikut. Pertama, jiwa
adalah satu.

Oleh sebab itu, jiwa berbeda dengan tubuh dan bagian-bagiannya.


Bahwa jiwa adalah satu, dapat dibuktikan secara spontan dan intuitif

4
(apriori) dan bisa juga dengan bukti empiris (a posteriori). Spontan, karena
ketika seorangmengatakan “aku/saya”, maka “aku/saya” merujuk kepada
satu esensi (zat) yang khusus,dan tidak banyak.Jiwa bisa juga dibuktikan
secara empiris, yang berbeda dengan tubuh dan bagian-bagiantubuh: (a)
Jiwa bukanlah himpunan bagian-bagian tubuh karena penglihatan tidak
menghimpun seluruh kerja tubuh. (b) Jiwa juga tidak identik dengan
bagian dari tubuhkarena tidak ada dari bagian tubuh yang meliputi semua
kerja tubuh. (c) Jika kita melihatsesuatu, kita mengetahuinya, setelah itu
menyukainya ataupun membencinya,mendekatinya ataupun menjauhinya.
Jika penglihatan adalah sesuatu, dan pengetahuanadalah sesuatu yang lain,
maka yang melihat tidak akan mengetahui. Padahal, ketika saya melihat,
saya mengetahui. Jadi, esensi dari penglihatan dan pengetahuan adalah
satu. (d)Semua bagian tubuh adalah alat untuk jiwa.

Jiwa melihat dengan mata, berfikir dengan otak, berbuat dengan


hati, merasa dengan kulit, dan seterusnya. Lalu, apa ”jiwa” itu?
Fakhruddin al-Razi menggambarkan hakikat jiwa sebagai substansi yang
berbeda dengan tubuh. Jiwa juga terpisah secara esensial dengan tubuh.
Namun jiwa terhubungkan dengan tubuh dengan hubungan kerja dan
administrasi (dzat al-nafs jawharmughayir laha mufariq ‘anha bi al-dhat
muta’alliq biha tasarruf wa al-tadbir).

5
D. PENUTUP

Raga manusia termasuk kedalam derajat terendah, sementara ruh


manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi. Hikmah yang terkandung
dalam hal ini ialah bahwa manusia mesti mengemban beban amanat
pengetahuan tentang Allah. Karena itu mereka harus mempunyai kekuatan
dalam kedua dunia ini untuk mencapai kesempurnaan. Sebab tidak
sesuatupun di dunia ini yang memiliki kekuatan yang mampu mengemban
beban amanat. Mereka mempunyai kekuatan ini melalui esensi sifat-
sifatnya (sifat-sifat ruhnya), bukan melalui raganya.Karena ruh manusia
berkaitan dengan derajat tertinggi dari yang tinggi, tidak satupun di dunia
ruh yang menyamai kekuatannya, entah itu malaikat maupun setan
sekalipun atau segala sesuatu lainnya.

Demikian pula, jiwa manusia berkaitan dengan derajat yang paling


rendah, sehingga tidak sesuatupun di dunia jiwa bisa mempunyai
kekuatannya, entah itu hewan dan binatang buas atau yang lainnya. Ketika
mengaduk dan mengolah tanah, semua sifat hewan dan binatang buas,
semua sifat setan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati
diaktualisasikan. Hanya saja, tanah itu dipilih untuk mengejawantahkan
sifat "dua tangan-Ku". Karena masing-masing sifat tercela ini hanyalah
sekedar kulit luarnya saja, di dalam setiap sifat itu ada mutiara dan
permata berupa sifat illahi.

6
7
8

Anda mungkin juga menyukai