Laporan Resmi 4 FarToks. Rafika Primadona.1041911117
Laporan Resmi 4 FarToks. Rafika Primadona.1041911117
3. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan
untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emotional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu
gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan dijaringan seperti
peradangan, rematik, encok dan kejang otot. (Tjay,2007)
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung syaraf bebas yang tersebar di kulit, otot,
tulang dan sendi. Implus nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jalur yaitu jalur
nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamate dan jalur nyeri lambat dengan
neurotransmiternya substansi P. (Guyton & Hall,1997;Ganong,2003)
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindugi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di
jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan
oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.
Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini
rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat
benyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus
impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls diraakan sebagai
nyeri. (Tjay dan Rahardja, 2007)
Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Meskipun nyeri
berguna untuk tubuh, namun dalam kondisi tertentu nyeri dapat menimbulkan ketidak
nyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang merasakan sensasi nyeri ini. Sensasi nyeri
yang terjadi mendorong individu yang bersangkutan untuk mencari pengobatan, antara lain
dengan mengonsumsi obat-obat penghilang rasa nyeri (analgetika). Analgetika adalah obat
yang digunakan untuk menghambat atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. (Kee,19994)
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan
hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP)
melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri sari serabut Aδ bermielin halus bergaris
tengah 2 – 5 μm, dengan kecepatan hantaran 6 – 30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut
C tak bermielin dengan diameter 0,4 – 1,2 μm, dengan kecepatan hantara 0,5 – 2 m/detik.
Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan “Nyeri cepat” dan menghasilkan persepsi nyeri
yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan “nyeri lambat” dan
menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak. Pusat nyeri terletak
di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus spinotalamus lateral dan
impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus posteromida ventral dan
posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks
otak.
Analgetika adalah obat atau senyawa yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit
atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dua proses,
yakni penerimaan rangsangan sakit dibagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dari
individu terhadap perangsang ini. (Anief,2000)
Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat
yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain
misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai
pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgetik ternyata memiliki efek
antipiretik dan efek antiinflamasi. (Anonim, 2010)
Asam salisilat, parasetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai sedang, tetapi
nyeri yang hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu analgetik narkotik. Efek antipiretik
menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan
sifat antiinflamasi berguna untuk mengobati radang sendi (artritis reumatoid) termasuk
pirai/gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada daerah sendi terjadi pembengkakan dan
timbul rasa nyeri. (Anonim, 2010)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda dengan
NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek saping yang paling umum dari golongan obat ini adalah
gangguan lambung usus, kerusahan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di
kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan
dosis besar. (Anchy, 2011)
Analgesik opiod merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan
rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai risiko besar terhadap
ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya
dibenarkan untuk pengobatan insidentil pada nyeri hebay (trauma hebat, patah tulang, nyeri
infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal). Tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan
penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik
diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaa. Fentanil dan
alfentanil umumnya digunakan sebagai pramedikasi dalam pembedahan karena dapat
memperkuat anestesi umum sehingga mengurangi timbulnya kesadaran selama anestesi.
(Anonim, 2010)
o Alat
1. Jarum oral
2. Bekker glass
3. Stop watch
4. Penangas air
5. Termometer
o Bahan
1. Suspensi CMC Na
2. Bahan obat : Ibuprofen, Na diklofenak, Asam mefenamat, Metilprednisolon,
dan Deksamethasone
o Hewan uji : tikus putih jantan
D). SKEMA KERJA
Setiap tikus ekornya dicelupkan di penangas dengan suhu air 50ºC dan dicatat
waktunya berapa lama menjentikkan ekornya
Dilakukan 3x
3 tikus diberikan obat dan 1 tikus diberikan suspensi CMC Na sebagai kontrol
Bila tikus tidak menjentikkan ekornya selama 10 detik langsung diangkat dari penangas
Keterangan :
Kelompok G = Ibuprofen Kelompok J = Asam mefenamat
Kelompok H = Na diklofenak Kelompok K = Parasetamol
Kelompok I = Metilprednisolon Kelompok L = Deksamethasone
Kelompok Kontrol
Pemberian Kontrol CMC Na 0.5%
Wakt Respon
u awal Bobot
(detik) t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180 Tikus
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
Tikus
I 5.23 5.97 7.63 2.85 3.17 5.77 8.29 4.12 230
III 4.15 2.83 2.72 1.70 2.04 2.08 3.09 4.03 210
Kelompok Uji
Pemberian Metilprednisolon 8mg/50kgbb manusia
Wakt
u Respon
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180 Bobot
awal
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) Tikus
(detik)
Tikus
I 1.39 7.61 3.37 2.28 10.46 6.00 2.85 3.09 195
III 3.53 2.61 4.81 2.81 10.04 6.66 5.73 1.97 210
Kelompok Uji
Pemberian Na Diklofenak 50mg/50kgbb manusia
Wakt
u Respon
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180 Bobot
awal
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) Tikus
(detik)
Tikus
I 4.03 4.83 4.23 7.00 7.00 7.50 10.48 4.65 210
III 7.15 4.26 5.18 5.90 5.10 8.80 4.36 3.84 200
Kelompok Uji
Pemberian Asam Mefenamat 500mg/50kgbb manusia
Wakt
u Respon
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180 Bobot
awal
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) Tikus
(detik)
Tikus
I 4.80 5.365 5.95 4.41 3.34 6.10 2.30 2.85 200
Kelompok Uji
Pemberian Ibuprofen 200mg/ 50 kgbb manusia
Wakt
u Respon
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180 Bobot
awal
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) Tikus
(detik)
Tikus
I 4.79 4.94 5.42 7.42 7.54 10.30 4.75 3.55 220
III 2.26 5.10 6.13 7.40 7.75 5.30 5.20 4.65 210
Kelompok Uji
Pemberian Parasetamol 500mg/50kgbb manusia
Wakt
u Respon
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180 Bobot
awal
(detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) (detik) Tikus
(detik)
Tikus
I 4.57 2.89 5.3 4.61 4.71 4.51 4.71 4.15 230
III 3.69 2.23 2.65 1.96 2.42 2.76 2.51 3.12 220
F). PERHITUNGAN
a) Metil Prednison
70 kg
Dosis untuk manusia 70 kg = × 8 mg = 11,2 mg
50 kg
BB hewan uji 195 gram
195 gram
Dosis = × 11,2 mg × 0,018 = 0,2 mg
200 gram
BB hewan uji 200 gram
200 gram
Dosis = × 11,2 mg × 0,018 = 0,2 mg
200 gram
BB hewan uji 210 gram
210 gram
Dosis = × 11,2 mg × 0,018 = 0,2 mg
200 gra m
b) Na. Diklofenak 50mg/kgBB manusia
70 kg
Dosis untuk manusia 70 kg = × 50 mg = 70 mg
50 kg
BB hewan uji 210 gram
210 gram
Dosis = × 70 mg × 0,018 = 1,3 mg
200 gram
BB hewan uji 220 gram
220 gram
Dosis = × 70 mg × 0,018 = 1,3 mg
200 gram
BB hewan uji 200 gram
200 gram
Dosis = × 70 mg × 0,018 = 1,2 mg
200 gram
c) Asam Mefenamat 500mg/50kgBB manusia
70 kg
Dosis untuk manusia 70 kg = × 500 mg = 700 mg
50 kg
BB hewan uji 200 gram
200 g ram
Dosis = × 700 mg × 0,018 = 12,6 mg
200 gram
BB hewan uji 210 gram
210 gram
Dosis = × 700 mg × 0,018 = 13,2 mg
200 gram
BB hewan uji 230 gram
230 gram
Dosis = × 700 mg × 0,018 = 14,5 mg
200 gram
d) Ibuprofen 200mg/50kgBB manusia
70 kg
Dosis untuk manusia 70 kg = × 200 mg = 280 mg
50 kg
BB hewan uji 220 gram
220 gram
Dosis = × 280 mg × 0,018 = 5,5 mg
200 gram
BB hewan uji 210 gram
210 gram
Dosis = × 280 mg × 0,018 = 5,2 mg
200 gram
BB hewan uji 210 gram
210 gram
Dosis = × 280 mg × 0,018 = 5,2 mg
200 gram
e) Parasetamol 500mg/50kgBB manusia
70 kg
Dosis untuk manusia 70 kg = × 500 mg = 700 mg
50 kg
BB hewan uji 230 gram
230 gram
Dosis = × 700 mg × 0,018 = 14,5 mg
200 gram
BB hewan uji 200 gram
200 gram
Dosis = × 700 mg × 0,018 = 12,6 mg
200 gram
BB hewan uji 220 gram
220 gram
Dosis = × 700 mg × 0,018 = 13,8 mg
200 gram
i. Cstok Metilprednisolon
dosis terbesa r 0,2mg
Cstok = 1 = 1 = 0,08 mg/ml
×Vmax × 5 ml
2 2
ii. Cstok Na. Diklofenak
dosis terbesar 1,3mg
Cstok = 1 = 1 = 0,52 mg/ml
×Vmax × 5 ml
2 2
iii. Cstok Asam Mefenamat
dosis terbesar 14,5 mg
Cstok = 1 = 1 = 5,8 mg/ml
×Vmax × 5 ml
2 2
iv. Cstok ibuprofen
dosis terbesar 5,5mg
Cstok = 1 = 1 = 2,2 mg/ml
×Vmax × 5 ml
2 2
v. Cstok Parasetamol
dosis terbesar 14,5 mg
Cstok = 1 = 1 = 5,8 mg/ml
×Vmax × 5 ml
2 2
a. Metilprednisolon
= 25 ml × Cstok
= 25 ml × 0,08 mg/ml= 2 mg
b. Na. Diklofenak
= 25 ml × Cstok
= 25 ml × 0,52 mg/ml= 13 mg
c. Asam Mefenamat
= 25 ml × Cstok
= 25 ml × 5,8 mg/ml= 145 mg
d. Ibuprofen
= 25 ml × Cstok
= 25 ml × 2,2 mg/ml= 55 mg
e. Parasetamol
= 25 ml × Cstok
= 25 ml × 5,8mg/ml= 145 mg
I. Metilprednisolon
BB hewan uji 195 gram
dosis 0,2mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 0,08 mg/ml
BB hewan uji 200 gram
dosis 0,2mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 0,08 mg/ml
BB hewan uji 210 gram
dosis 0,2mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 0,08 mg/ml
II. Na. Diklofenak
BB hewan uji 210 gram
dosis 1,3 mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 0,52 mg/ml
BB hewan uji 220 gram
dosis 1,3 mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 0,52 mg/ml
BB hewan uji 200 gram
dosis 1,2 mg
Vp = = = 2,3 ml
Cstok 0,52 mg/ml
III. Asam Mefenamat
BB hewan uji 200 gram
dosis 12,6 mg
Vp = = = 2,2 ml
Cstok 5,8 mg/ml
BB hewan uji 210 gram
dosis 13,2 mg
Vp = = = 2,3 ml
Cstok 5,8 mg/ml
BB hewan uji 230 gram
dosis 14,5 mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 5,8 mg/ml
IV. Ibuprofen
BB hewan uji 220 gram
dosis 5,5 mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 2,2mg/ml
BB hewan uji 210 gram
dosis 5,2 mg
Vp = = = 2,4 ml
Cstok 2,2mg/ml
BB hewan uji 210 gram
dosis 5,2 mg
Vp = = = 2,4 ml
Cstok 2,2mg/ml
V. Parasetamol
BB hewan uji 230 gram
dosis 14,5 mg
Vp = = = 2,5 ml
Cstok 5,8 mg/ml
BB hewan uji 200 gram
dosis 12,6 mg
Vp = = = 2,2 ml
Cstok 5,8 mg/ml
BB hewan uji 220 gram
dosis 13,8 mg
Vp = = = 2,4 ml
Cstok 5,8 mg/ml
G). PERTANYAAN
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni
pada 44º-45ºC. Rasa nyeri terjadi ketika rangsangan mekanik, kimiawi, atau fisik melampaui
nilai ambang nyeri sehingga memicu pelepasan mediator-mediator nyeri, seperti histamine,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Mediator nyeri ini nantinya akan merangsang
reseptor nyeri pada ujung-ujung syaraf bebas di kulit, mukosa, serta jaringan lain dan
menimbulkan kerusakan jaringan seperti reaksi peradangan, kejang-kejang dan demam (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Nyeri I
Nyeri permukaan Kulit Contoh:
Nyeri II Susukan jarum cubitan
Nyeri Somatik
tukang sendi Kejang otot,
sakit kepala
2). Sebutkan golongan obat-obat analgesik beserta mekanismenya dan cantumkan sitasi!
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis tertentu dapat meringankan atau
menekan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan potensi kerja, analgetik
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu analgetik narkotik dan analgetik non narkotik
(Mutschler, 1991).
Analgetik berkhasiat kuat dan bekerja pada susunan saraf pusat yang sering disebut
analgetik kelompok opiate. Mekanisme kerjanya telah diketahui bahwa analgetik narkotik
bekerja secara kuat dengan cara menstimulasi reseptor sistem penghambat nyeri endogen.
Obat-obat analgetik narkotik biasanya digunakan untuk mengatasi nyeri hebat yang tidak
dapat diatasi dengan pemberian analgetik lemah, seperti rasa sakit akibat kecelakaan , pasca
operasi dan nyeri karena tumor atau kanker. Pengobatan dengan menggunakan anlgetik
narkotik ini harus diberikan pada dosis serendah mungkin dan dalam waktu sesingkat
mungkin, karena penggunaan jangka panjang obat ini akan menyebabkan ketergantungan
psikis, fisik dan toleransi (Mutschler, 1991).
Analgetik perifer terdiri dari obat-obatan yang tidak bersifat narotik dan tidak bekerja
sentral. Obat-obatan golongan ini mampu meringankan atau menurunkan kesadaran, juga
tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretik dan antiradang.
Oleh karena itu, obat ini tidak hanya digunakan sebagai anti nyeri, melainkan juga pada
gangguan demam dan peradangan seperti rematik dan encok. Obat ini banyak digunakan
pada nyeri ringan sampai sedang yang penyebabnya beraneka ragam misalnya nyeri kepala,
gigi, otot atau sendi, perut, nyeri haid, dan nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma).
Pada nyeri lebih berat seperti pembedahan atau fraktur (patah tulang), kerjanya kurang efektif
(Tjay dan Rahardja 2007).
H). PEMBAHASAN
Parasetamol
Parasetamol merupakan antipiretik yang sangat terkenal karena daya
antipiretiknya yang kuat. Segala usia dapat mengkonsumsi obat ini dimana
parasetamol bekerja cepat pada hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh melalui
vasodilatasi pembuluh kapiler dan peningkatan produksi keringat. Obat ini tersedia
dalam berbagai sediaan farmasi diantaranya tablet, sirup, tablet kunyah, dan
sebagainya sehingga banyak orang yang memilih parasetamol sebagai antipiretik
untuk mengatasi demam.
• Na Diklofenak
Na Diklofenak kurang begitu familiar digunakan sebagai antipiretik,
meskipun obat ini juga dapat menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Na Diklofenak
utamanya bekerja sebagai antiinflamasi dimana manifestasi inflamasi salah satunya
adalah demam sehingga obat ini dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan
demam.
Metilprednisolon
Sama seperti Na Diklofenak, metilprednisolon umumnya digunakan sebagai
antiinflamasi dengan efek terapi yang luas. Metil prednisolon dapat mengatasi segala
macam gejala inflamasi, termasuk demam yang sering timbul saat terjadi radang
atau pembengkakan.
Ibuprofen
Ibuprofen merupakan analgetis sekaligus antipiretik dimana bekerja dengan
merangsang terjadinya pelebaran pembuluh kapiler. Ibuprofen efektif digunakan
sebagai antipiretik dengan onset yang cepat yakni sekitar 15 menit. Obat dipasaran
dengan kandungan ibuprofen sudah banyak diedarkan dan cocok digunakan untuk
mengatasi demam pada anak yang umumnya timbul akibat adanya infeksi pada
tubuh.
Asam Mefenamat
Asam mefenamat merupakan golongan NSAID derivat antranilat yang
memiliki daya antiradang sedang. Plasma t½nya 2-4 jam. Banyak sekali digunakan
sebagai obat antinyeri dan antirema walaupun dapat menimbulkan gangguan
lambung usus, terutama dyspepsia dan diare pada orang-orang yang sensitif. Asam
mefenamat tidak banyak digunakan sebagai antipiretik karena efektivitasnya lebih
baik sebagai antiradang. Asam mefenamat bersifat asam sehingga harus diminum
setelah makan untuk mencegah terjadinya iritasi lambung akibat penggunaannya.
Deksamethasone
Deksamethasone merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang
mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Pemberian deksamethasone akan menekan
pembentukan bradikinin dan juga pelepasan neuropeptide dari ujung-ujung saraf, hal
tersebut dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami
inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh deksamethasone akan
menghasilkan efek analgesia melalui penghambatan sistesis enzim siklooksigenase
di jaringan perifer tubuh. Deksamethasone juga menekan mediator inflamasi seperti
interleukin.
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri
terjadi karena adanya rangsangan kimiawi, fisik, maupun mekanis menyebabkan terjadinya
kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu (mediator
nyeri). Kemudian rangsangan diteruskan atau disalurkan ke pusat nyeri di korteks serebri
oleh syaraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan thalamus.
Untuk perlakuannya hewan uji tikus diberi rangsangan nyeri dengan cara memasukkan
ekor hewan uji ke dalam air panas yang bersuhu 50 o C. Rasa nyeri pada hewan uji tikus
ditandai dengan menjentikkan ekornya tidak lebih dari 10 detik ketika dimasukkan ke dalam
air panas. Setelah pemberian rangsangan nyeri hewan uji tikus langsung diberikan obat
analgesik secara peroral. Sebelum pemberian obat, dilakukan pengamatan terhadap waktu
penjentikan ekor tikus dari penangas air dengan suhu 50 0C yang dilakukan sebanyak tiga kali
dengan selang dua menit dengan catatan pengamatan pertama diabaikan dan hasil dari dua
pengamatan terakhir di cari reratanya kemudian dicatat sebagai respon normal masing-
masing tikus terhadap stimulus nyeri. Selanjutnya dilakukan pemberian obat dalam bentuk
suspensi pada tikus berdasarkan masing-masing kelompok, kelompok kontrol tikus hanya
diberikan larutan CMC Na 0,5%, karena suspensi yang digunakan menggunakan CMC Na
0,5%. Obat diberikan dalam bentuk suspensi karena obat-obat yang digunakan tidak larut
dalam air, sehingga dibuat dalam sediaan suspensi.Obat diberikan terlebih dahulu karena
absorbsi obat secara peroral lebih lama karena harus malalui saluran gastrointestinal.
Berdasarkan diagram yang didapatkan sesuai dengan data yang didapat selama percobaan
maka besarnya daya analgesik obat dari yang terbesar yaitu Metilprednisolon, Asam
Mefenamat, selanjutnya Na Diklofenak, diikuti Ibuprofen. Sedangkan untuk obat yang lain
tidak diikut sertakan dikarenakan data yang didapat minus sehingga tidak dapat diuji secara
statistika. Secara teoritis urutan analgesik dari besarnya dayanya adalah Na. Diklofenak,
Ibuprofen, Asam mefenamat, Parasetamol, Metilprednisolon dan Deksametason tidak dapat
memberikan daya analgesik, karena golongan antiinflamasi kortikosteroid yang kuat.
I). KESIMPULAN
-Nyeri (algesia) merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan.
-Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri terjadi
karena adanya rangsangan kimiawi, fisik, maupun mekanis menyebabkan terjadinya
kerusakan pada jaringan sehingga mediator nyeri dilepaskan untuk menimbulkan rasa sakit
(nyeri) diseluruh tubuh.
-Metode yang digunakan adalah metode jentik ekor, dengan memberi rangsangan panas pada
ekor tikus. Masing –masing ekor tikus dicelupkan dalam air panas (50 0C) kemudian dicatat
berapa lama waktu respon dari tikus menjentikkan ekornya.
- Dari kelima obat yang digunakan untuk percobaan analgetika ini, urutan yang menunjukan
aktivitas dari anlagetika yang paling baik yaitu Metilprednisolon, Asam Mefenamat
kemudian Na diklofenak diikuti Ibuprofen.
J). DAFTAR PUSTAKA
1) Anief, M. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
2) Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
3) Guyton, A.C & Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
4) J, Mary, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widia Medika.
5) Joel G. Hardman.2003. Dasar farmakologi Terapi Vol 1 ed. 10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
6) Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
7) Kee, Evelyn R. Hayes. 1994. Farmakologi. Jakarta: EGC
8) Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat edisi 5, Bandung: Institut Teknologi
Bandung.