Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM KARDIOVASKULER

STEMI

NAMA : FITRIANI

NIM : 2004003

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROFESI NERS
MAKASSAR
2021
BAB 1 PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Infark Miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi
secara tiba –tiba.Keadaan ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang diikuti dengan
proses pembentukan trombus oleh trombosit (Hastuti dkk, 2013).ST Elevasi Miokard
Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi
aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
yang ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada
pemeriksaan EKG (Doengos, 2003).Berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO) pada tahun 2008, infark miokard merupakan penyebab kematian utama di dunia.
Terhitung sebanyak 7,25 juta (12,8%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh
dunia. Menurut data statistik National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) 2007 –2010, prevalensi infark miokard lebih banyak diderita laki –laki
dibandingkan perempuan. Kejadian ini mulai meningkat pada laki –laki saat berusia ≥ 45
tahun dan perempuan ≥55 tahun(Hastuti dkk, 2013).Penyakit infark miokard juga
merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Laporan Riskesdas tahun 2007
memperlihatkan bahwa penyakit infarkmiokard termasuk 10 penyebab kematian
terbanyak dengan proporsi kematian sebesar 5,1%.Menurut data Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) tahun2010, penyakit infark miokard menduduki peringkat 10besar Penyakit
Tidak Menular (PTM) yang menyebabkan rawat jalan (1.88%) dan rawat inap(2,29%)
rumah sakit di Indonesia(Hastuti dkk, 2013).Berdasarkan data yang didapatkan dari
ruangan ICCU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes, angka kejadian STEMI di RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes di Ruang ICCU dari bulan januari sampai juni sebanyak 44 kasus,
dengan laki-laki sebanyak 35 kasus dan perempuan sebanyak 9 kasus. Penatalaksanaan
Infark Miokard Akut Elevasi ST dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk
diagnosis dan perawatan. Diagnosis kerjainfark miokard harus dibuat berdasarkan
riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih, yang tidak membaik
dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat penyakit jantung dan penjalaran nyeri ke
leher, rahang bawah, atau lengan kanan memperkuat dugaan ini

Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan STEMI.
Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interpretasi
EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit saat pasien tiba untuk mendukung
keberhasilan tata laksana (PERKI,2018).Tatalaksana pasien di ruangan ICCU adalah
pembatasan aktifitas pasien selama 12 jam pertama, pasien harus puasa atau hanya
minum dalam 4-12 jam karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,
istirahat ditempat tidur dan efek menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri
sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi komo di
samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan obat pencahar secara rutin seperti
laxadine syrup 1-2 sendok teh (Farissa, 2012).Penanganan STEMI farmakologi pada
prinsipnya ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif dan mencegah
berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau kematian mendadak.
Pasien diberikan terapianti-iskemik seperti nitrat, penyekat, antagonis kalsium, morfin,
terapi antitrombotik, aspirin/asam asetil salisilat (ASA), terapi antikoagulan seperti
heparin. Adapun penanganan STEMI non-farmakologi yaitu dengan tindakan
revaskularisasi, rehabilitasi medik, modifikasi faktor risiko.Peran perawat dalam
pelayanan di ruangan ICCU ada 3 yaitu independent (mandiri), dependent, serta
interdependen. Peran perawat sebagai independen dimana perawat dapat melakukan
perannya secara mandiri. Peran perawat sebagai dependen dimana perawat melakukan
tindakan berdasarkan instruksi dari dokter ketika dokter tidak ada di tempat. Peran
perawat kolaborasi yaitu tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim
perawatan atau tim kesehatan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. ANATOMI FISIOLOGI
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga
dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.  
Jantung terdiri dari otot jantung, (miokardium) yang berperan penting dalam
sirkulasi darah, miokardium mempunyai ketebalan yang bervariasi, paling tebal pada
ventrikel kiri, lebih tipis pada ventrikel kanan,  dan paling tipis pada atrium.
Atrium dan ventrikel dilapisi oleh suatu lapisan tipis, licin dan mengkilat yang
disebut endokardium, yang terdiri dari selapis sel, endotelia yang berkesinambungan,
dengan katup jantung dan dengan lapisan endotel pembuluh darah.
Perikardium melapisi jantung dan akar pembuluh darah besar dan mempunyai dua
lapisan.Lapisan luar atau pericardium fibrosa, tertanam kokoh pada diafragma. Pada
selubung luar pembuluh darah besar, dan pada permukaan posterior sternum, dengan
demikian jantung dipertahan kan posisinya di dalam rongga dada. Lapisan luar juga
mencegah terjadinya peregangan jantung yang berlebihan (overdistensi).Lapisan dalam
atau pericardium serosa.Melapisi pericardium fibrosa dan mengalami invaginasi pada
permukaan jantung.
Sisi kiri jantung memompa darah ke sirkulasi sistemik, yang menjangkau seluruh
sel tubuh, kecuali sel – sel yang berperan dalam pertukaran gas di paru, sisi kanan
jantung memompa darah ke sirkulasi paru (pulmonalis), yang mengalir hanya ke paru
untuk mendapat oksigen.
Jantung merupakan sebuah organ yang sangat berperan pentin untuk menunjang
kehidupan manusia. Jantung bekerja memompakan darah ke seluruh tubuh dan bahkan
ke organ jantung itu sendiri. System inilah yang disebut dengan system koroner
jantung. Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi maupun oksigen untuk menjalankan
fungsinya sehari-hari, jantung dibantu oleh pembuluh darah-pembuluh darah yang
memperdarahi jantung. Pembuluh darah ini disebut dengan pembuluh darah koroner.
a. Arteri koroner jantung
Pembuluh darah arteri jantung atau arteri koroner jantung dibagi menjadi dua
bagian yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Arteri-arteri koroner ini
merupakan percabangan langsung dari aorta dan arteri ini terletak diatas sulkus
koroner.
1) Arteri koroner kiri jantung memperdarahi bagian belakang jantung. Arteri
koroner kiri jantung bercabang lagi menjadi bebedapa arteri, diantaranya
adalah :
a) Cabang dari arteri koroner kiri yang pertama adalah arteri
interventrikuler adalah cabang dari arteri koroner kiri jantung yang
menyuplai darah ke bagian anterior (depan) ventrikel kanan dan ventrikel
kiri serta membentuk satu cabang lagi yang disebut dengan arteri
marginalis kiri yang khusus menyuplai darah ke ventrikel kiri.
b) Cabang arteri koroner kiri yang kedua adalah arteri sirkumfleksa yang
menyuplai darah ke bagian atrium kiri dan ventrikel kiri. Dibagian
posterior, arteri sirkumfleksa kemudian menyatu dengan arteri koroner
kanan jantung.
2) Arteri koroner kanan jantung pada umumnya memperdarahi bagian depan
jantung. Arteri ini juga memiliki cabang-cabang yang menyuplai darah ke
masing-masing tempat. Berikut adalah cabang-cabang arteri koroner kanan.
a) Cabang pertama arteri koroner kanan jantung adalah arteri interventrikuler
posterior yang menyuplai darah untuk kedua dinding ventrikel baik
ventrikel kanan maupun ventrikel kiri.
b) Cabang dari arteri koroner kanan yang kedua adalah arteri marginalis
kanan yang menyuplai darah untuk atrium kanan dan ventrikel kanan.
Arteri-arteri koroner jantung ini berperan untuk mengalirkan darah dari
jantung dan untuk jantung itu sendiri. Selain pembuluh darha arteri yang
berfungsi sebagai penyalur darah dari jantung, jantung juga
memiliki pembuluh darah vena yang disebut dengan vena koroner jantung.
b. Vena koroner jantung
Vena koroner jantung berfungsi membawa darah yang berasal dari otot-otot
jantung atau miokardium yang tidak mengandung oksigen dan kemudian dibawa
menuju sinus koroner jantung dan selanjutnya akan bermuara langsung di atrium
kanan.
Darah yang mengalir didalam pembuluh darah koroner akan berjalan pada saat
jantung berdilatasi atau berelaksasi karena pada saat inilah jantung mengecil dan
pembuluh darah tidak tertekan oleh kontraksi otot-otot jantung.
Pada tubuh manusia ada beragam sekali sirkulasi koroner yang dapat terjadi.
Sebagian orang memiliki sirkulasi koroner seimbang dan ada juga yang memiliki
sirkulasi koroner dominan seperti sirkulasi koroner kanan atau kiri. Berikut adalah
perjalanan system koroner jantung mulai dari jantung dan kembali ke jantung.
Darah yang berasal dari ventrikel kiri di salurkan ke aorta, setelah itu di aorta
ascenden terdapat percabangan (arteri koroner) dan darah akan mengalir ke arteri
koroner, selanjutnya darah akan disalurkan ke masing-masing cabang arteri koroner
dan di distribusikan ke otot-otot jantung tujuan, setelah darah sudah digunakan otot-
otot jantung selanjutnya akan dialirkan ke pembuluh darah vena koroner dan setelah
itu dialirkan ke sinus koroner jantung dan dan selanjutnya akan masuk kembali ke
atrium kanan jantung
2. PENGERTIAN

Myocardial infark merupakan nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak


adekuatnya pasokan dara akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini
sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroneryang
kemudian diikuti dengan terjadinya trombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang sumabatn akut ini juga dapat disebabkan oleh spasme
arteri koroner, emboli atau vaskulitis (Muttaqin, 2009)

Myocardial Infark dibagi 2, yaitu STEMI dan NSTEMI. ST Elevasi Miokard


Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh
banyak faktor ditandai dengan keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG. Sedangkan NSTEMI Disebabkan oleh suplai
oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner, yang ditandai dengan keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung tetapi tanpa ST elevasi pada pemeriksaan EKG.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).

3. KLASIFIKASI
1. Infark anterior

Adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead V3 - V4 disebut infark anterior.


Infark anterior terjadi bila adanya oklusi pada left anterior desending (LAD). LAD
mensuplai darah ke dinding anterior ventrikel kiri dan 2/3 area septum
intraventrikular anterior. Komplikasi dari STEMI anterior adalah disfungsi ventrikel
kiri yang berat yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan shock
kardiogenik. Oklusi LAD juga dapat menyebabkan AV block akibat infark pada
septum intraventrikular. Sinus tachycardia merupakan tanda yang umum dijumpai
akibat respon neurohormonal symphatetic untuk mengurangi cardiac output atau
tekanan darah (Underhill, 2005, Libby, 2008).

2. Infark inferior dan posterior

Infark inferior dan posterior diakibatkan oleh oklusi right coronary artery
(RCA) pada 80-90% pasien sedangkan 1020% pasien diakibatkan oleh oklusi arteri
left circumflex (LCX). Pada infark inferior dijumpai adanya perubahan EKG ST
elevasi pada lead II, III, aVF sedangkan infark posterior dijumpai adanya ST segmen
depresi di V1 - V4 (Underhill, 2005; Libby, 2008).

3. Infark lateral

Infark miokardial lateral terjadi bila dijumpai adanya perubahan ST elevasi pada
EKG di lead I, aVL, V5, V6. Infark ini diakibatkan oleh cabang-cabang arteri yang
mensuplai darah pada dinding lateral ventrikel kiri yaitu cabang left circumflex
(LCx), diagonal LAD dan cabang terminal dari right coronary artery (RCA). Karena
LCx mensuplai AV junction, bundle his, dan anterior dan posterior muscle papillary
pada 10% populasi, oklusi arteri ini berkaitan dengan abnormalitas konduksi jantung
atau insufisiensi katup mitral yang berkaitan dengan dysfungsi muscle papillary
(Underhill, 2005; Libby, 2008; Lily, 2008).
4. Infark ventrikel kanan

Infark ventrikel kanan biasa terjadi pada infark inferior dengan trias
karakteristik yaitu hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis dengan tanda
kusmaul’s, serta area paru bersih. Infark inferior di diagnosis bila dijumpai elevasi
segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan V3R dan V4R serta adanya abnormalitas
gerakan dinding ventrikel kanan. Penatalaksanaan dilakukan dengan volume loading
untuk mempertahankan PCWP 1820 mmHg, menghindari penggunaan nitrat serta
pemberian dobutamin untuk mengatasi hipotensi (Underhill, 2005, Lewis, 2004,
Libby, 2008).

4. ETIOLOGI

Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner
serta memicu STEMI yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko modifiable
dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan
faktor risiko yang nonmodifiable merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat
dikontrol (Smeltzer, 2002).

Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable)
yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola
tingkah laku.

1) Merokok

Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida


yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari pada
oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang. Asam
nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan
konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu.
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan
kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.

2) Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan
penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien
tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi
yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3) Kolesterol darah tinggi

Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki hubungan


yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut
dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran darah.
Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (low
density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein).
Peningkatan kolestreol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan
meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan
kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati,
mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi (Price, 1995).

4) Hiperglikemia

Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang


lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat
menyebabkan pembentukan thrombus.

5) Pola perilaku

Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut berperan
dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman telah
mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah laku tipe A
dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam kepribadian tipe A
adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif, dan
merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih
dipertanyakan apakah stres memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat
serangan.

5. PATOFISIOLOGI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium disebut infark transmural.namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

6. TANDA DAN GEJALA

1. nyeri dada terasa sesak

2. nyeri di salah satu lengan,punggung, leher atau rahang

3. kesulitan bernafas

4. cemas

5. mual

6. muncul keringat dingin

7. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK

1) EKG

Menunjukkna peningkatan gelombang S – T, iskemia berarti ; penurunan atau datarnya


gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.

2) Enzim jantung dan iso enzim

CPK –MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung) meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam
12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali
normal. AST ( aspartat amonitransfarase) meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi
dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.

3) Elektrolit

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi


kontraktilitas.

4) Sel darah putih


Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM sehubungan
dengan proses inflamasi.

5) Kecepatan sedimentasi

Meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan iflamasi.

6) Kimia

Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis.

7) GDA/oksimetri nadi

Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

8) Kolesteron atau trigelisarida serum

Kolesteron meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM.

9) Foto dada

Normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.

10) Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup/dinding ventrikuler dan


konfigurasi atau fungsi kutub.

11) Pemeriksaan pencitraan nuklir

Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status miokardia, contoh lokasi /
luasnya IM akut atau sebelumnya. Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area
nekrostik.

12) Pencitraan darah jantung / MUGA

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional, fraksi
ejeksi (aliran darah).

13) Angiografi coroner

Menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan


sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).

14) Digital substraction angiography (DSA


Teknik yang digunakan untuk menggambarkan status penanaman arteri dan untuk
mendeteksi penyakit arteri perifer.

15) Nuclear magnetic esomance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah , serambi jantung atau katup ventrikel, lesi
ventrikel, pembentukan plak, area nekrosis / infark, dan bekuan darah.

16) Tes stress olahraga

Menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.

8. PENATALAKSANAAN

1) Pemberian Oksigen

Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat
gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama. Pemberian oksigen harus diberikan bersama dengan terapi medis
untuk mengurangi nyeri secara maksimal (Antman et al, 2004).

2) Nitrogliserin

Nitogliserin (NTG) sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain untuk mengurangi nyeri
dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload
dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang dicurigai mengalami infark ventrikel kanan
(Antman, 2004; Opie & Gersh, 2005).

3) Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2 - 4 mg
dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang dengan interval 5 - 15 menit. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriol melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri (Antman, 2004, Opie & Gersh, 2005).

4) Aspirin

Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 162 mg - 325 mg di ruang emergensi
dengan daily dose 75 162 mg.

5) Beta blocker

Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil. Jika tidak ada
kontraindikasi, pasien diberi beta‐blocker kardioselektif misalnya metoprolol atau
atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar dari
rumah sakit. Kontraindikasi terapi beta‐blocker adalah: hipotensi dengan tekanan darah
sistolik <100 mmHg, bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart block, riwayat penyakit
saluran nafas yang reversible, Beta‐blocker harus dititrasi sampai dosis maksimum yang
dapat ditoleransi. (Antman, 2004; Black & Hawk, 2005; Libby, 2008)

6) ACE Inhibitor

ACE inhibitor mulai diberikan dalam 24‐48 jam pasca‐MI pada pasien yang telah
stabil, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan afterload
ventrikel kiri karena inhibisi. sistem renin‐angiotensin, menurunkan dilasi ventrikel. ACE
inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi yang
dapat ditoleransi. Kontraindikasinya hipotensi, gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal
bilateral, dan alergi ACE inhibitor. Elektrolit serum, fungsi ginjal dan tekanan darah
harus dicek sebelum mulai terapi dan setelah 2 minggu (Opie & Gersh, 2005; Libby,
2008).

7) Terapi penurunan kadar lipid

Manfaat HMG Co‐A reductase inhibitor (statin) selain berfungsi sebagai penurun
kolesterol juga mempunyai efek pleiotropic yang dapat berperan sebagai anti inflamasi,
anti trombolitik. Target penurunan LDL < 100 mg/dl, sedangkan pada pasien dengan
risiko tinggi, DM, penyakit jantung koroner, target penurunan LDL kolesterol adalah <
70 mg/dl (Opie & Gersh, 2005;Sukandar et al, 2008; Libby, 2008)

8) Anti koagulan

LMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin karena untuk


membatasi perluasan thrombosis koroner. Studi ESSENCE menunjukkan enoxaparin
1mg/kg 2 kali/hari lebih baik daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin lebih
tinggi, tetapi mempunyai aktivitas anti‐faktor Xa lebih besar, tidak memerlukan monitor
terus menerus, dan dapat diberikan dengan mudah sehingga menjadi pilihan terapi yang
cukup popular. Enoxaparin diberikan terus sampai pasien bebas dari angina atau paling
sedikit selama 24 jam, durasi terapi yang dianjurkan adalah 2‐8 hari (Sukandar et al,
2008; Libby, 2008).
9) Terapi reperfusi

Terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary intervention (PCI) primer


ataupun dengan terapi fibrinolisi.

9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a) Status kesehatan saat ini

Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan perasaan lemah

b) Riwayat penyakit sekarang (PQRST)

Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.

Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat
keluhan nyeri seperti tertekan.

Region, radiation, relief : lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.

Severity (scale) of pain : klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien
akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala
nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).

Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi)
nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul
pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala
yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.

c) Riwayat kesehatan terdahulu

Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan
alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.

d) Riwayat keluarga

Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk
penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
e) Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual
olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.

f) Sirkulasi

Gejala: riwayat Infark Miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM. Tanda:

1. TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri

2. Nadi dapat normal: penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.

3. Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan


kontraktilitas atau komplian ventrikel.

4. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar

5. Friksi : dicurigai perikarditis.

6. Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.

7. Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.

8. Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

g) Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun

h) Makanan/cairan. Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu


hati/terbakar. Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan.

i) Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri.

j) Neurosensori. Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat) Tanda: perubahan mental dan kelemahan

k) Pernapasan. Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk


produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis Tanda:
peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih atau krekels,
wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
l) Interaksi social. Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi) Tanda: kesulitan istirahat dengan
tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga

Pengkajian fisik Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal
berikut:

1. Tingkat kesadaran

2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)

3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya oksigen
ke dalam miokard

4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung

5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan, perhatian
tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan miokard infark,
menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel

6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume

7. Warna dan suhu kulit

8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-tanda gagal
ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)

9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika merupakan


potensial komplikasi yang fatal

10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya tanda dini
syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis iskemia

b. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan Hiperventilasi

c. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi


d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akut


11. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan lokasi,karakteristik, derajat dan lokasi
dengan agen selama 3x24 jam dengan durasi, frekuensi, nyeri, serta
pecedera
fisiologis Kriteria Hasil kualitas,intensitas membantu
iskemia nyeri menentukan
- Keluhan Nyeri
2. Ajarkan teknik non penyebab dan efek
Menurun
farma kologi untuk nyeri.
- Meringis menurun
mengurangi nyeri. 2. Suplay oksigen ke
- Sikap protektif
menurun 3. Kalaborsi jaringan kurang
pemberian obat akan
analgetik menyebabkan
4. Kontrol lingkungan nyeri
yang dapat 3. Untuk mengurangi
memperberat rasa rasa nyeri’
nyeri (mis: suhu, 4. Menghilangkan
ruangan, nyeri dan
pencahayaan, menurunkan
kebisingan) respon inflama
5. Tingkatkan
istirahat

2. Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1.mengidentifikasi 1. Kecepatan dan


n pola nafas keperawatan selama 3x24 pasien perlunya upaya mungkin
yang jam dengan pemasangan alat jalan meningkat karena
berhubungan
dengan Kriteria Hasil : nafas buatan nyeri., demam,
hiperfentilasi dan penurunan
-Dispnea menurun volume sirkulasi

-penggunaan otot bantu 2.Monitor respirasi 2. Sianosis


napas dan status O2 menunjukkan
kondisi hipoksia
-kedalaman napas 3.Posisikan pasien
atau komplikasi
membaik untuk
paru
memaksimalkan
3. Merangsang
ventilasi
fungsi pernafasan/
4.Keluarkan sekret ekspansi paru.
dengan batuk atau 4. Meningkatkan
suction pengiriman
oksigen ke paru
untuk kebutuhan
sirkulasi.

3 Penurunan Setelah dilakukan tindakan 1. Takikardia dapat


curah jantung keperawatan selama 3x24 terjadi saat
berhubungan 1. Monitor TD, nadi,
jam dengan jantung berupaya
dengan suhu, dan RR
perubahan untuk
frekuensi 2. monitor jumlah dan meningkatkan
jantung Kriteria Hasil irama jantung curahnya bersepon
-kekuatan nadi perifer terhadap demam,
meningkat 3. Anjurkan untuk
menurunkan stress hipoksia dan
-tekanan darah membaik asidosis karena
4. monitor adanyan
-takikardia membaik iskemia
perubahan tekanan
2. Mengetahui fungsi
darah
struktural jantung
3. Menurunkan
beban kerja
jantung dan
memaksimalkan
curah jantung
4. Meningkatkan
ketersediaan
oksigen dan obat
untuk
meningkatkan
kotrantilitas
4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1.kolaborasi dengan 1. Mempengaruhi
aktivitas keperawatan selama 3x24 tenaga Rehabilitasi pilihan
berhubungan
dengan jam dengan Medik dalam intervensi/bantuan
ketidakseimba
Kriteria Hasil merencanakan 2. Manifestasi
ngan antara
suplai dan program terapi yang kardiopulmunal
kebutuhan - Berpartisipasi
tepat dari upaya jantung
oksigen dalam aktivitas
2. Bantu untuk dan paru untuk
fisik tanpa
mengidentifikasi membawa jumlah
disertai
aktivitas yang mampu oksigen adekuat
peningkatan
dilakukan ke jaringan
tekanan darah,
3. Bantu untuk 3. Membantu jika
nadi dan RR
memilih aktivitas perlu. Harga diri
- mampu
konsisten yang sesuai ditingkatkan bila
melakukan
dengan kemampuan pasien melakukan
aktivitas sehari-
fisik,psikologis, dan sesuatu sendiri.
hari.
social 4. Meningkatkan
- Energy
4.Anjurkan keluarga istirahat untuk
psikomotor
untuk memberi menurunkan
- Level kelemahan
penguatan positif atas kebutuhan oksigen
partisipasi dalam tubuh dan
aktivitas. menurunkan
regangan jantung
dan paru
DAFTAR PUSTAKA

NANDA NIC-NOC.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Edisi


revisi jilid 1 januari 2015

Alwi,I., 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W., et al, ed. Buku
Ajar ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 1741-1756

Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper,
D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill 1449-1450.

Aru W, Sudoyo. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.

Black, J. M., & Hawk, J. H. 2005. Medical surgical nursing clinical management for positive
outcomes (7th Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Libby P. 2008. Molecular Basis of The Acute Coronary Syndromes. Circulation. 91:2844-2850.

Lily Ismudiati Rilantono, 2008. Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Muttaqin, A. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskuler.


Jakarta: Salemba Medika.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi, vol.1, ed.6. EGC: Jakarta.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah, vol. 2. EGC: Jakarta.

Thygesen, K., et al. 2012. The Writing Group on behalf of the Joint ESC/ACCF/AHA/WHF
Task Force for the Universal Definition of Myocardial Infarction. European Heart
Journal, 33: 2551-2567.

Anda mungkin juga menyukai