Anda di halaman 1dari 35

DEMOKRASI INDONESIA

Nama:
Kamila Rizka Dinova
211030590093

Kelas:
Ksmp003

Kesehatan Masyarakat
STIkes Widya Dharma Hudasa 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan karunianya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah kami yang
berjudul “Demokrasi di Indonesia”.

Selain itu, kami pun mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang
tulisannya kami kutip sebagai bahan rujukan. Tak lupa juga kami ucapkan maaf
yang sebesar-besarnya, jika ada kata dan pembahasan yang keliru dari kami. Kami
berharap kritik dan saran Anda. Semoga makalah kami ini dapat menjadi pelajaran
dan menambah wawasan Anda dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman kita semua tentang demokrasi di Indonesia. Kami sadar dalam
penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Akan tetapi kami yakin
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 6
2.1 Demokrasi dan Implementasinya ............................................................................... 6
2.2 Arti dan Perkembangan Demokrasi ........................................................................... 7
2.3 Bentuk-bentuk Demokrasi ....................................................................................... 13
2.3.1 Demokrasi Perwakilan Liberal ............................................................................... 14
2.3.2Demokrasi Satu Partai dan Komunisme ................................................................. 15
2.4 Demokrasi di Indonesia............................................................................................ 16
2.4.1 Perkembangan Demokrasi di Indonesia ................................................................. 16
2.4.2 Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945 ........................................................... 17
2.4.3 Demokrasi Pasca Reformasi .................................................................................. 18
Struktur Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 ................................................ 20
3.1 Simpulan .................................................................................................................. 30
3.2 Saran ......................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun,


dari semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai
saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa
kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan
diberlakukannya sistem demokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah
menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan
pendapat dan aspirasinya masing-masing.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan


suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan
oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan
keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum.

Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan


adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa


Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia.
Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di
Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan
karunia Tuhan yang patut kita syukuri.

1.2 Rumusan Masalah

 Apa yang dimaksud dengan demokrasi ?


 Bagaimana perkembangan demokrasi?
 Apasajakah bentuk-bentuk demokrasi ?
 Bagaimana perkembangan serta pelaksanaan demokrasi di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari


pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

 Untuk mengetahui maksud dan perkembangan demokrasi


 Untuk mengetahui bentuk-bentuk demokrasi
 Untuk mengetahui dan memahami perkembangan serta pelaksanaan demokrasi di
Indonesia
 Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
 Sebagai sarana atau media pembelajaran bagi mahasiswa pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi dan Implementasinya

Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan :

1. Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang
fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an
yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan Timur, sementara di negara-
negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam
porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama negara demokrasi).
2. Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi
peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya
tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1995: 1).

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi


juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti:

1. Sistem presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi
dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
2. Sistem parlementer yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang
hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala negara, sebab
kepala negaranya bisa diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol
kedaulatan dan persatuan dan;
3. Sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari
parlemen. Di beberapa negara ada yang menggunakan sistem campuran antara
presidensial dengan parlementer, yang antara lain dapat dilihat dari sistem
ketatanegaraan di Perancis atau di Indonesia berdasar UUD 1945.

Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir
sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar, penyelenggaraan negara
ternyata memberikan implikasi yang berbeda, di antara pemakai-pemakainya bagi
peranan negara.

2.2 Arti dan Perkembangan Demokrasi

Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani. “demos” berarti
rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat
berkuasa” (government of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah
demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi diberbagai negara di dunia,
memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruh
oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.

Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang


menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri
jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang
diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat
kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama.

Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada


tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai
kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakasanaan negara, karena kebijaksanaan
tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi
adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau
jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganiasasian negara yang
dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada
ditangan rakyat.

Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis
adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960: 70).

Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada
posisi sentral “rakyat berkuasa” (government or role by the people) tetapi dalam
praktiknya oleh Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau
mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketaktentuan mengenai
lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai
keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi
(Budiardjo, 1982: 50). Hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama-sama
menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama.
Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau
aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi
peranan maupun peranan rakyat.

Pemakaian demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah


melahirkan fiksi-yuridis bahwa negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fiksi-
yuridis inilah telah terjadi tolak-tarik kepentingan, atau kontrol, tolak-tarik mana yang
kemudian menunjukkan aspel lain yakni tolak-tarik antara negara-masyarakat karena
kemudian negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah konsep
tentang negara organis (Mahasin, 1984: 2).

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan
hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4
sebelum masehi sampai abad 6 masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaanya,
demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat
dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung
dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota
dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000 orang
dalam satu negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk
warga negara yang resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk.
Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-
anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiardjo, 1982: 54).

Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat
ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropah Barat dan Benua Eropah
memasuki abad Pertengahan (600-1400). Masyarakat abad Pertengahan ini dicirikan
oleh struktur sosial yang feodal, kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh Paus
dan Pejabat-pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan
kekuasaan di antara para bangsawan. Dengan demikian, masyarakat Abad Pertengahan
terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama,
sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu,
ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan itu,
yakni lahirnya dokumen Magna Charta (Piagam Besar), sesuatu piagam yang berisi
semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di Inggris bahwa Raja
mengakui dan menjamin beberapa hak dan previleges bahwasannya sebagai imbalan
untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, dapat
dikatakan sebagai lahirnya suatu tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, sebab
dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar: pertama, kekuasaan Raja
harusdibatasi;kedua, hak asasi manusia lebih penting dari pada kedaulatan Raja
(Ramdlonnaning, 1983: 9).

Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan
budaya Yunani kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran
yang dimulai di Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan
16. Masa Renaissance adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada
dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai
dengan yang dipikirkan, karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak
bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau membatasi dengan
ikatan-ikatan. Hal itu di samping mempunyai segi positif yang cemerlang dan gemilang
karena telah mengantarkan dunia pada kehidupan yang lebih modern dan mendorong
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga memberi sisi negatifnya
sendiri, sebab dengan adanya pemikiran untuk lepas dari semua ikatan (dan orang tak
mungkin hidup tanpa ikatan-ikatan) berkembanglah sifat-sifat buruk dan asosial seperti
ke bencian, iri hati, atau cemburu yang dapat meracuni penghidupan yang
mengakibatkan terjadinya perjuangan sengit di setiap lapangan, dengan saling bersiasat,
membujuk, menipu, atau melakukan apa saja diinginkan kendati melalui cara yang
tercela secara moral.

Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali


“demokrasi” yang dahulu tenggelam dalam abad Pertengahan adalah terjadinya
Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi di Eropah Barat pada abad ke-16 yang
pada mulanya menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja
Katolik tetapi kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme. Reformasi
dimulai pada pintu gereja Wittenberg (31 Oktober 1517), yang kemudian segera
memancing terjadinya serangan terhadap gereja. Luther mempunyai ajaran tentang
pengampunan dengan kepercayaan saja sebagai pengganti upacara-upacara, pekerjaan
baik dan perantaraan gereja, serta mendesak supaya membaca kitab suci yang ternyata
telah memberikan pertanggungjawaban lebih besar kepada perseorangan untuk
keselamatan sendiri. Ajaran yang kemudian disambut dimana-mana itu telah menyulut
api pemberontakan secara cepat dan meluas di jerman dan sekitarnya, sengketa dengan
gereja dan kaisar berjalan lama dan getir yang tidak terselesaikan dengan
diselenggarakannya. muktamar-muktamar di Speyer (1526, 1529) dan di Augsburg
(1530) Berakhirnya Reformasi ditandai dengan terjadinya perdamaian Westphalia
(1648) yang ternyata mampu menciptakan keseimbangan setelah kelelahan akibat
perang yang berlangsung selama 30 tahun. Namun, Protestanisme yang lahir dari
Reformasi itu tidak hilang dengan selesainya Reformasi, tetapi tetap menjadi kekuatan
dasar di dunia Barat sampai sekarang (Shadily, 1977: 937).

Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropah


masuk ke dalam Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong
mereka untuk memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk
mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) semata-mata yang pada gilirannya
kebebasan berpikir menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik. Dari sini
timbullah gagasan tentang hak-hak politik rakyat yang tidak boleh diselewengkan oleh
raja, serta timbul kecaman-kecaman terhadap raja yang pada waktu rezim memerintah
dengan kekuasaan tak terbatas dalam gagasan politik dan bentuk monarki-monarki
absolut. Gagasan-gagasan politik dan kecaman terhadap absolutisme monarki itu telah
pula didukung oleh golongan menengah (midleclass) yang waktu itu mulai berpengaruh
karena kedudukan ekonomi dan mutu pendidikan golongan ini relatif baik (Budiardjo,
1982: 55).

Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme monarki didasarkan pada teori


rasionalistis sebagai “sosial-contract” (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya
menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural) yang
mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal yang mempermasalahkan
berlakunya hukum alam (naturallaw) bagi semua orang dalam bidang politik telah
melahirkan pendapat umum bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasarkan pada
suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Raja diberi kekuasaan untuk
menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana yang memungkinkan rakyat
menikmati hak-hak alamnya dengan aman, sedangkan rakyat akan mentaati
pemerintahan raja, asal hak-hak alamnya juga terjamin (Budiardjo, 1982: 56).

Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak


pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat alam suatu asas yang
disebut demokrasi (pemerintah rakyat). Dua filsuf besar yaitu John Locke dan
Montesquieu, masing-masing dari lnggris dan Perancis telah memberikan sumbangan
yang besar dagi gagasan pemerintahan demokrasi ini. John Locke (1632- 1704)
mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan
hak memiliki (live, liberal, property); sedangkan Montesquieu (1689-1955)
mengemukakan sistem pokok yang menurutnya dapat menjamin hak-hak politik
tersebut melalui “Trias Politika”-nya, yakni suatu sistem pemisahan kekusaan dalam
negara ke dalam kekuasaan legislatis, eksekutif dan yudikatif yang masing-masing
harus dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsip nya semua
kekuasaan itu tak boleh dipegang hanya seorang saja.
Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan inilah
terlihat munculnya kembali ide pemerintahan (demokrasi). Tetapi dalam
kemunculannya sampai saat ini demokrasi telah melahirkan dua konsep demokrasi yang
berkaitan dengan peranan negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi
konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya
senantiasa dikaitkan dengan konsep negara hukum (Mahfud, 1999;20).

2.3 Bentuk-bentuk Demokrasi

Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yang pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).

Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan.


Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam
suatu negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan sistem
presidensial (sistem ini menekankan petingnya pemilihan presiden secara langsung,
sehingga Presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat (Amerika
dan Indonesia), atau sistem parlementer (sistem ini menerapkan model hubungan yang
menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. kepala eksekutif (head of
government) adalah berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala negara
(head of state) adalah berada pada seorang ratu (Inggris) atau ada pula yang berada pada
seorang presiden (India).

Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami di atas terdapat beberapa sistem


demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.
2.3.1 Demokrasi Perwakilan Liberal

Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia
adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi
ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.

Pemikiran tentang negara demokrasi sebagaimana dikembangkan oleh Nobbes,


Locke dan Rousseau bahwa negara terbentuk karena adanya perbenturan kepentingan
hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dalam suatu natural state. Akibatnya
terjadilah penindasan di antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu individu-individu
dalam satu masyarakat itu membentuk suatu persekutuan hidup bersama yang disebut
negara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan dan hak individu dalam
kehidupan masyarakat negara. Atas dasar kepentingan ini dalam kenyataannya
muncullah kekuasaan yang kadangkala menjurus ke arah otoriterianisme.

Berdasarkan kenyataan yang dilematis tersebut, maka muncullah pemikiran ke


arah kehidupan demokrasi perwakilan liberal, dan hal inilah yang sering dikenal dengan
demokrat-demokrat liberal. lndividu dalam suatu negara dalam partisipasinya
disalurkannya melalui wakil-wakil yang dipilih melalui proses demokrasi.

Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu
pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara
kekuasaan memaksa dan kebebasan. Namun demikian perlu disadari bahwa dalam
prinsip demokrasi ini apapun yang dikembangkan melalui kelembagaan negara
senantiasa merupakan suatu manifestasi perlindungan serta jaminan atas kebebasan
individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan kebebasan secara
individual baik di dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan
kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini adalah
berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya
individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam.
Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai kehidupan negara, bahkan berbagai
kebijakan dalam negara sangat ditentukan oleh kekuasaan kapital. Hal ini sesuai dengan
analisis P. L. Berger bahwa dalam era global dewasa ini dengan semangat pasar bebas
yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapitalislah yang berkuasa.
Kapitalime telah menjadi fenomena global dan dapat mengubah masyarakat diseluruh
dunia baik dalam bidang sosial, politik maupun kebudayaan (Berger, 1988).

2.3.2 Demokrasi Satu Partai dan Komunisme

Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di negara-negara komunis


seperti, Rusia, China, Vietnam dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi
liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat,
dan akhirnya kapitalisiah yang menguasai negara.

Dalam hubungan ini Marx mengembangkan pemikiran sistem demokrasi


“commune structure” (struktur persekutuan). Menurut sistem demokrasi ini masyarakat
tersusun atas komunitas-komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil ini
mengatur urusan mereka sendiri, yang akan memilih wakil-wakil untuk unit-unit
administratif yang besar misalnya distrik atau kota. Unit-unit administratif yang lebih
besar ini kemudian akan memilih calon-calon administratif yang lebih besar lagi yang
sering diistilahkan dengan delegasi nasional (Marx, 1970: 67). Susunan ini sering
dikenal dengan struktur “piramida” dari “demokrasi delegatif”. Semua delegasi bisa
ditarik kembali, diikat oleh perintah-perintah dari distrik pemilihan mereka dan
diorganisasikan dalam suatu “piramida” komite-komite yang dipilih secara langsung.
Oleh karena itu menurut komunis, negara post kapitalis tidak akan melahirkan
kemiripan apapun dengan suatu rezim liberal, yakni rezim parlementer. Semua
perwakilan atau agen negara akan dimasukkan ke dalam lingkungan seperangkat
institusi-institusi tunggal yang bertanggung jawab secara langsung.

Menurut pandangan kaum Marxis-Leninis, sistem demokrasi delegatif harus


dilengkapi, pada prinsipnya dengan suatu sistem y ang terpisah tetapi sama pada tingkat
partai komunis. Transisi menuju sosialisme dan komunisme memerlukan
kepemimpinan yang profesional, dari kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin,
1947).

Berdasarkan teori serta praktek demokrasi sebagaimana dijelaskan di atas maka


pengertian demokrasi secara filosofis menjadi semakin luas, artinya masing-masing
paham mendasarkan pengertian bahwa kekuasaan di tangan rakyat.

2.4 Demokrasi di Indonesia

2.4.1 Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:

1. Periode 1945-1959, masa demokrasi perlementer yang menonjolkan peranan parlemen


serta partai-partai.
2. Periode 1959-1965, masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari
demokrasi rakyat.
3. Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
4. Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada
kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar
lembaga negara, antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.

2.4.2 Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945

1. Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966)


2. Bidang Politik dan Konstitusional : Demokrasi Indonesia seperti yang dimaksud dalam
Undang-undang Dasar 1945 berarti menegakkan kembali asas-asas negara hukum di
mana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak-hak asasi manusia
baik dalam aspek kolektif maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan
penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara Institusional. Dalam rangka ini
perlu diusahakan supaya lembaga-lembaga dan tata kerja Orde Baru dilepaskan dari
ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan.
3. Bidang Ekonomi : Demokrasi ekonomi sesuai dengan asas-asas yang menjiwai
ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam UUD 1945 yang pada hakikatnya berarti
kehidupan yang layak bagi semua warganegara yang antara lain mencakup:
4. pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara.
5. koperasi
6. pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya.
7. peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.
8. Munas III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966) Asas negara hukum Pancasila
mengandung prinsip:
9. Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, hukum, sasial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
10. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu
kekuasaan/kekuatan lain apa pun.
11. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian
hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan
dan aman dalam melaksanakannya.
12. Simposium hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967) : Apa pun predikat yang akan diberikan
kepada demokrasi kita, maka demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggungjawab,
artinya demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggungjawab terhadap Tuhan dan sesama
kita. Persoalan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun
mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan
yang wajar di antara tiga hal :
13. adanya Pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan,
14. adanya kebebasan yang sebesar-besarnya,
15. perlunya untuk membina suatu “rapidly expanding economy” (pengembangan ekonomi
secara cepat).

2.4.3 Demokrasi Pasca Reformasi

Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia mengklaim menjadi penganut setia
paham demokrasi. Namun demikian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh
Amos J. Peaslee bahwa dalam Kenyataannya demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia
secara berbeda-beda dari satu negara ke negara lain. Setiap negara dan orang
menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-masing, bahkan negara
komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai negara demokrasi.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka perlu diambil suatu pengertian


esensial tentang demokrasi yang diterapkan di dalam suatu negara termasuk di negara
Indonesia. Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan
pada suatu kedaulatan rakyat. Dengan lain perkataan kekuasaan tertinggi dalam suatu
Negara adalah di tangan rakyat. Kakuasaan dalam Negara itu dikelola oleh rakyat, dari
rakyat dan untuk rakyat (Asshiddiqie, 2005: 141).

Berdasarkan esensi pengertian tersebut maka hakikat kekuasaan di tangan rakyat


adalah menyangkut baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Oleh karena
itu kekuasaan pemerintahan negara di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal:
pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people); kedua, pemerintahan oleh
rakyat (government by people); ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for
people).

Prinsip pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat tersebut bagi Negara


Indonesia terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang berbunyi:
“…………. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Pembukaan UUD 1945 dalam ilmu hukum memiliki kedudukan sebagai


“staatsfundamentalnorm”, oleh karena itu merupakan sumber hukum positif dalam
negara Republik Indonesia. Maka prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia selain
tercantum dalam Pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat negara Pancasila sila
keempat yaitu kerakyatan. yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 145. Makna
pengertian “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”
dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu didasarkan pada
moral kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Prinsip demokrasi
tesebut secara eksplisit juga dijabarkan dalam pasal UUD 1945 hasil Amandemen
dengan mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan negara secara
langsung, yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih presiden dan wakil
presiden Pasal 6A ayat (1).

Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia juga diwujudkan


dalam penentuan kekuasaan negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang
kekuasaan eksekutif Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, legislatif Pasal 19 sampai dengan
Pasal 22, dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.

Struktur Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945

1. Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar


1945 Hasil Amandemmen 2002

Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal
mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-citanya. Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan
filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu filsafat Pancasila, dan inilah dasar filsafat
demokrasi Indonesia.
Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta
keberanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal Ika “.

Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat adalah


sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara.
Rakyat merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial, oleh karena itu dalam pengertian demokrasi kebebasan individu harus
diletakkan dalam kerangka tujuan bersama, bukan bersifat liberal yang hanya
mendasarkan pada kebebasan individu saja dan juga bukan demokrasi klass. Kebebasan
individu yang diletakkan demi tujuan kesejahteraan bersama inilah yang menurut istilah
pendiri negara disebut sebagai asas kebersamaan, asas kekeluargaan akan tetapi `bukan
nepotisme’.

Secara umum didalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung


unsur-unsur yang paling penting dan mendasar yaitu :

1. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.


2. Tingkat persamaan tertentu diantara warganegara.
3. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warganegara.
4. Suatu sistem perwakilan
5. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut maka demokrasi mengandung ciri yang


merupakan patokan yaitu setiap sistem demokrasi adalah ide bahwa warganegara
seharusnya terlibat dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan
politik, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan melalui wakil pilihan
mereka. ciri lain yang tidak boleh diabaikan adalah adanya keterlibatan atau partisipasi
warganegara baik langsung maupun tidak langsung didalam proses pemerintahan
negara.

Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem


demokrasi, kita akan selalu menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra
Struktur Politik sebagai komponen pendukung tegaknya demokrasi. Dengan
menggunakan konsep Montequieu maka Supra Struktur Politik meliputi lembaga
Legislatif, Lembaga Ekskutif dan Lembaga Yudikatif. Untuk negara-negara tertentu
masih ditemukan lembaga-lembaga negara yang lain, misalnya negara Indonesia
dibawah sistem Undang-Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga negara atau alat-alat
perlengkapan negara adalah:

 Majelis Permusyawaratan Rakyat


 Dewan Perwakilan Rakyat
 Presiden
 Mahkamah Agung
 Badan Pemeriksa Keuangan
Adapun infra struktur politik suatu negara terdiri atas lima komponen sebagai
berikut:
 Partai Politik
 Golongan (yang tidak berdasarkan pemilu)
 Golongan Penekan
 Alat Komunikasi Politik
 Tokoh-Tokoh Politik

Baik Supra Struktur Politik maupun Infra Struktur Politik yang terdapat dalam
sistem ketatanegaraan masing-masing saling mempengaruhi serta mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain. Dalam sistem Demokrasi, mekanisme
interaksi antara Supra Struktur Politik dapat dilihat didalam proses penentuan
kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik, maka kebijaksanaan atau
keputusan politik itu merupakan masukan (input) dari Infra Struktur, kemudian
dijabarkan sedemikian rupa oleh Supra Struktur Politik.

Dengan demikian dalam sistem demokrasi proses pembuatan kebijaksanaan atau


keputusan politik merupakan keseimbangan dinamis antara prakarsa pemerintah dan
partisipasi aktif rakyat atau warga negara.

Keikutsertaan rakyat yang terumuskan dalam UUD 1945 oleh para pendiri negara
tercantumkan bahwa “kedaulatan di tangan rakyat” yang termuat dalam pasal I ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 (Thaib, 1994: 99, 100).

2. Penjabaran Demokrasi menurut WD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan


Indonesia Pasca Amandemen 2002

Berdasarkan ciri-ciri sistem demokrasi tersebut maka penjabaran demokrasi


dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi
sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 sebagai ” Staatsfundamentalnorm” yaitu
“…Suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…” (ayat 2),
selanjutnya didalam penjelasan UUD 1945 tentang sistem pemerintahan Negara angka
Romawi III dejelaskan “Kedaulatan Rakyat…”

Rumusan kedaulatan di tangan rakyat menunjakkan bahwa kedudukan rakyatlah


yang tertinggi dan paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan negara
dan sebagai tujuan kekuasaan negara. Oleh karena itu “rakyat” adalah merupakan
paradigma sentral kekuasaan negara. Adapun rincian struktural ketentuan-ketentuan
yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut:

 Konsep Kekuasaan

Konsep kekuasan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut:

1. Kekuasaan di Tangan Rakyat

 Pembukaan UUD Alinea IV“……Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan


Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat……… “
 Pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945” Negara yang berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan ” (pokok pikiran III)
 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1) ” Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik “. Kemudian penjelasan terhadap pasal ini UUD 1945
menyebutkan ” Menetapkan bentuk kesatuan dan Repubiik mengandung isi Pokok
Pikiran Kedaulatan rakyat”.
 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2)” kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam negara Republik


Indonesia pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tertinggi adalah ditangan
rakyat dan realisasinyadiatur dalam Undang-Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan
amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Pembagian Kekuasaan

Sebagaimana dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan


dilakukan menurut Undang-lindang Dasar, oleh karena itu pembagian kekuasaan
menurut demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:

 Kekuasaan Ekskutif, didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945)
 Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal5) ayat
l. pasal 19 dan pasa122 C UUD 1945)
 Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasa124 ayat(l) UUD
1945)
 Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD
1945 pasal 20 Ayat (1)”…DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden
selaku penguasa ekskutif.
 Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konsultatif, yang dalam
UUD lama didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (pasal 16 UUD
1945). Dengan lain perkataan UUD 1945 hasil amandemen telah menghapuskan Dewan
Pertimbangan Agung, karena hal ini berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan
negara l;’\ fungsinya tidak jelas.

Mekanisme pendelegasian kekuasaan yang demikian ini dalam khasanah ilmu hukum
tatanegara dan ilmu politik dikenal dengan istilah ‘Distribution of power’ yang
merupakan unsur mutlak dari negara demokrasi.
3. Pembatasan Kekuasaan

Pembatasan kekuasaan menurut konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui proses atau
mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai berikut:

 Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan ditangan rakyat…”. Kedaulatan politik rakyat
dilaksanakan lewat pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.
 “Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan melakukan perubahan terhadap
UUD, melantik Presiden dan wakil Presiden, serta melakukan impeachment terhadap
presiden jikalau melanggar konstitusi
 Pasal 20 A ayat (1) memuat ” Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi pengawasan,
yang berarti melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dijalankan
oleh Presiden dalam jangka waktu 5 tahun”.
 Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (rangkaian
kegiatan 5 tahunan sebagai realisasi periodesasi kekuasaan).

Dalam pembatasan kekuasaan menurut konsep mekanisme 5 tahunan kekuasaan


sebagaimana tersebut diatas, menurut UUD 1945 mencakup antara lain: periode
kekuasaan, pengawasan kekuasaan dan pertanggung jawaban kekuasaan.

 Konsep Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :

 Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran ke III, yaitu “..Oleh karena itu sistem
negara yang terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan
berdasar atas permusyawaratan/Perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat
masyarakat Indonesia.
 Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya
pasal 7B ayat (7).

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas mengandung pokok pikiran bahwa konsep


pengambilan keputusan yang dianut dalam hukum tata negara Indonesia adalah
berdasarkan:

 Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asasnya, artinya segala


keputusan yang diambil sejauh mungkin diusahakan dengan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
 Namun demikian jikalau mufakat itu tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan
keputusan itu melalui suara terbanyak.
 Konsep Pengawasan

Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut:

 Pasal 1 ayat (2), ” Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-
Undang dasar”. Dalam penjelasan terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan
bahwa, rakyat memiliki kekuasaan tertinggi namun dilaksanakan dan didistribusikan
berdasarkan UUD. Berbeda dengan UUD lama sebelum dilakukan amandemen, MPR
yang memiliki kekuasaan tertinggi sebagai penjelmaan kekuasaan rakyat. Maka
menurut UUD hasil amandemen MPR kekuasaannya menjadi terbatas, yaitu meliputi
Presiden dan Wakil Presiden dan memberhentikan presiden sesuai dengan masa
jabatannya atau jikalau melanggar UUD.
 Pasal 2 ayat (1), : Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka
menurut UUD 1945 hasil amandemen MPR hanya dipilih melalui Pemilu.
 Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat,
disebut:”…kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota
Majelis Permusyawatan Rakyat. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa mengawasi
tindakan-tindakan Presiden…”.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka konsep pengawasan menurut demokrasi


Indonesia sebagai tercantum UUD 1945 pada dasarnya adalah sebagai berikut:

 Dilakukan oleh seluruh warga negara. Karena kekuasaan di dalam sistem


ketatanegaraan Indonesia adalah di tangan rakyat.
 Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada pada DPR.
 Konsep Partisipasi

Konsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :

 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

“Segala Warganegara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan


wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”.

 Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan


tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

 Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

” Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana termuat dalam UUD 1945 tersebut diatas, maka
konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaran dan
kemasyarakatan dan partisipasi itu terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia
(Thaib, 1994: 100-112).
Demokrasi Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 beserta
penjelasannya mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur
sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya
orientasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni rasionalisasi hukum dan perundang-
undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan yaitu tuntunan dan
kehendak yang berkembang dalam masyarakat.

Selain itu realisasi demokrasi Indonesia sangat ditentukan oleh otentisitas tafsir
pasal-pasal UUD 1945. Atas musyawarah untuk mufakat yang oleh pendiri negara
diistilahkan dengan asas kebersamaan kekeluargaan, bukan disalahtafsirkan sebagai
“praktek nepotisme” sebagaimana dilakukan oleh pemerintahan sebelum era reformasi.
Kata kunci asas kekeluargaan adalah kedaulatan rakyat. Jadi sumber norma, sumber
nilai demokrasi Indonesia adalah kerakyatan sebagai dasar filosofinya.

Sistem demokrasi Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 yang


hanya memuat dasar-dasarnya saja memungkinkan untuk senantiasa dilakukan
reformasi sesuai dengan perkembangan aspirasi rakyat, karena rakyat adalah sebagai
pendukung kekuasaan negara. Misalnya pada zaman Orde Lama kita menganut multi
partai, kemudian Orde Baru menganut sistem dua partai dan satu golongan karya, dan
era reformasi dewasa ini dikembangkan kembalimulti partai yang benar-benar
memberikan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul yangsesuai dengan Undang-
undang.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan :Hampir semua negara di dunia
ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental dan demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi
ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda.

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan,


demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti: sistem presidensial,
sistem parlementer, sistem referendum

Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani. “demos” berarti
rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat
berkuasa” (government of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah
demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat.

Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak


dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu
pengorganiasasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan
rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. Sistem politik demokratis adalah
sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas
oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960: 70).

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan
hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4
sebelum masehi sampai abad 6 masehi.

Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat
ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropah Barat dan Benua Eropah
memasuki abad Pertengahan (600-1400).

Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan
budaya Yunani kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran
yang dimulai di Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan
16. Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi”
yang dahulu tenggelam dalam abad Pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni
revolusi agama yang terjadi di Eropah Barat pada abad ke-16 yang pada mulanya
menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja Katolik tetapi
kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme. Dua kejadian (Renaissance
dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropah masuk ke dalam Aufklarung (Abad
Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran
dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal
(rasio) semata-mata yang pada gilirannya kebebasan berpikir menelorkan lahirnya
pikiran tentang kebebasan politik.

Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yang pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan.Prinsip demokrasi perwakilan liberal didasarkan pada suatu
filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh
karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental
dalam pelaksanaan demokrasi. Demokrasi satu partai lazimnya dilaksanakan di negara-
negara komunis seperti, Rusia, China, Vietnam dan lainnya.

Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:

 Periode 1945-1959, masa demokrasi perlementer yang menonjolkan peranan parlemen


serta partai-partai.
 Periode 1959-1965, masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari
demokrasi rakyat.
 Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
 Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada
kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar
lembaga negara, antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945

 Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966)


 Munas III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966)
 Simposium hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967)

Setiap negara dan orang menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-
masing, bahkan negara komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai
negara demokrasi.
Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu
kedaulatan rakyat. Dengan lain perkataan kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara
adalah di tangan rakyat. Kekuasaan dalam Negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat
dan untuk rakyat.

Berdasarkan esensi pengertian tersebut maka hakikat kekuasaan di tangan rakyat


adalah menyangkut baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Oleh karena
itu kekuasaan pemerintahan negara di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal:
pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people); kedua, pemerintahan oleh
rakyat (government by people); ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for
people).

Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta
keberanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal Ika “.

Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat adalah


sebagai asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara.

Dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, kita akan selalu
menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen
pendukung tegaknya demokrasi.

Dapat disimpulkan bahwa dalam negara Republik Indonesia pemegang


kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tertinggi adalah ditangan rakyat dan realisasinya
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan amandemen
kekuasaan tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.2 Saran

Di Indonesia demokrasi bukan hanya sebagai sistem pemerintahan namun kini


telah menjadi salah satu sistem politik. Salah satu pemilu yang krusial atau penting
dalam katatanegaraan Indonesia adalah pemilu untuk memilih wakil rakyat yang akan
duduk dalam parlemen, yang biasa kita kenal dengan sebutan Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD dan DPRD. Setelah terpilih menjadi anggota parlemen, para
konstituen tersebut pada hakikatnya adalah bekerja untuk rakyat secara menyeluruh.
Itulah yang dinamakan dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Akan tetapi, dewasa ini tidak sedikit para anggota parlemen yang “melupakan”
rakyatnya ketika mereka telah duduk enak di kursi “empuk”. Mereka sibuk dengan
urusan pribadi mereka masing-masing, mengutamakan kepentingan golongan, dan
berpikir bagaimana caranya mengembalikan modal mereka ketika kampanye.
Fenomena ini sudah tidak aneh lagi bagi bangsa Indonesia. Para elite politik saat ini,
sudah tidak lagi pada bingkai kesatuan, akan tetapi berada pada bingkai kekuasaan yang
melingkarinya. Seperti misalnya, adanya sengketa hasil pemilu, black campaign ketika
kampanye dan sebagainya, yang penting bisa mendapatkan kekuasaan. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika pun telah luntur dalam dirinya.

Untuk itu, diharapkan agar masyarakat ikut mengontrol jalannya pemerintahan agar
menuju Indonesia yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

https://thynaituthya.wordpress.com/2013/11/23/makalah-pkn-tentang-demokrasi-
indonesia/

https://iniwebhamdan.wordpress.com/2012/06/05/pengertian-demokrasi-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai