Nama:
Kamila Rizka Dinova
211030590093
Kelas:
Ksmp003
Kesehatan Masyarakat
STIkes Widya Dharma Hudasa 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan karunianya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah kami yang
berjudul “Demokrasi di Indonesia”.
Selain itu, kami pun mengucapkan terimakasih kepada para penulis yang
tulisannya kami kutip sebagai bahan rujukan. Tak lupa juga kami ucapkan maaf
yang sebesar-besarnya, jika ada kata dan pembahasan yang keliru dari kami. Kami
berharap kritik dan saran Anda. Semoga makalah kami ini dapat menjadi pelajaran
dan menambah wawasan Anda dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman kita semua tentang demokrasi di Indonesia. Kami sadar dalam
penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Akan tetapi kami yakin
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan :
1. Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang
fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an
yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan Timur, sementara di negara-
negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam
porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama negara demokrasi).
2. Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi
peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya
tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1995: 1).
1. Sistem presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi
dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
2. Sistem parlementer yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang
hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala negara, sebab
kepala negaranya bisa diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol
kedaulatan dan persatuan dan;
3. Sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari
parlemen. Di beberapa negara ada yang menggunakan sistem campuran antara
presidensial dengan parlementer, yang antara lain dapat dilihat dari sistem
ketatanegaraan di Perancis atau di Indonesia berdasar UUD 1945.
Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir
sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar, penyelenggaraan negara
ternyata memberikan implikasi yang berbeda, di antara pemakai-pemakainya bagi
peranan negara.
Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani. “demos” berarti
rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat
berkuasa” (government of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah
demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi diberbagai negara di dunia,
memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruh
oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.
Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis
adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960: 70).
Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada
posisi sentral “rakyat berkuasa” (government or role by the people) tetapi dalam
praktiknya oleh Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau
mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketaktentuan mengenai
lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai
keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi
(Budiardjo, 1982: 50). Hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama-sama
menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama.
Ketidaksamaan tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau
aparatur demokrasi, tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi
peranan maupun peranan rakyat.
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan
hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4
sebelum masehi sampai abad 6 masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaanya,
demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat
dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung
dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota
dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000 orang
dalam satu negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk
warga negara yang resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk.
Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-
anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiardjo, 1982: 54).
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat
ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropah Barat dan Benua Eropah
memasuki abad Pertengahan (600-1400). Masyarakat abad Pertengahan ini dicirikan
oleh struktur sosial yang feodal, kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh Paus
dan Pejabat-pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan
kekuasaan di antara para bangsawan. Dengan demikian, masyarakat Abad Pertengahan
terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama,
sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu,
ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan itu,
yakni lahirnya dokumen Magna Charta (Piagam Besar), sesuatu piagam yang berisi
semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di Inggris bahwa Raja
mengakui dan menjamin beberapa hak dan previleges bahwasannya sebagai imbalan
untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, dapat
dikatakan sebagai lahirnya suatu tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, sebab
dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar: pertama, kekuasaan Raja
harusdibatasi;kedua, hak asasi manusia lebih penting dari pada kedaulatan Raja
(Ramdlonnaning, 1983: 9).
Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan
budaya Yunani kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran
yang dimulai di Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan
16. Masa Renaissance adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada
dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai
dengan yang dipikirkan, karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak
bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau membatasi dengan
ikatan-ikatan. Hal itu di samping mempunyai segi positif yang cemerlang dan gemilang
karena telah mengantarkan dunia pada kehidupan yang lebih modern dan mendorong
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga memberi sisi negatifnya
sendiri, sebab dengan adanya pemikiran untuk lepas dari semua ikatan (dan orang tak
mungkin hidup tanpa ikatan-ikatan) berkembanglah sifat-sifat buruk dan asosial seperti
ke bencian, iri hati, atau cemburu yang dapat meracuni penghidupan yang
mengakibatkan terjadinya perjuangan sengit di setiap lapangan, dengan saling bersiasat,
membujuk, menipu, atau melakukan apa saja diinginkan kendati melalui cara yang
tercela secara moral.
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yang pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia
adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi
ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu
pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara
kekuasaan memaksa dan kebebasan. Namun demikian perlu disadari bahwa dalam
prinsip demokrasi ini apapun yang dikembangkan melalui kelembagaan negara
senantiasa merupakan suatu manifestasi perlindungan serta jaminan atas kebebasan
individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan kebebasan secara
individual baik di dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan
kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini adalah
berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya
individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam.
Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai kehidupan negara, bahkan berbagai
kebijakan dalam negara sangat ditentukan oleh kekuasaan kapital. Hal ini sesuai dengan
analisis P. L. Berger bahwa dalam era global dewasa ini dengan semangat pasar bebas
yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapitalislah yang berkuasa.
Kapitalime telah menjadi fenomena global dan dapat mengubah masyarakat diseluruh
dunia baik dalam bidang sosial, politik maupun kebudayaan (Berger, 1988).
Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia mengklaim menjadi penganut setia
paham demokrasi. Namun demikian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh
Amos J. Peaslee bahwa dalam Kenyataannya demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia
secara berbeda-beda dari satu negara ke negara lain. Setiap negara dan orang
menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-masing, bahkan negara
komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai negara demokrasi.
Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Prinsip demokrasi
tesebut secara eksplisit juga dijabarkan dalam pasal UUD 1945 hasil Amandemen
dengan mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan negara secara
langsung, yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih presiden dan wakil
presiden Pasal 6A ayat (1).
Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal
mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-citanya. Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan
filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu filsafat Pancasila, dan inilah dasar filsafat
demokrasi Indonesia.
Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta
keberanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal Ika “.
Baik Supra Struktur Politik maupun Infra Struktur Politik yang terdapat dalam
sistem ketatanegaraan masing-masing saling mempengaruhi serta mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain. Dalam sistem Demokrasi, mekanisme
interaksi antara Supra Struktur Politik dapat dilihat didalam proses penentuan
kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik, maka kebijaksanaan atau
keputusan politik itu merupakan masukan (input) dari Infra Struktur, kemudian
dijabarkan sedemikian rupa oleh Supra Struktur Politik.
Keikutsertaan rakyat yang terumuskan dalam UUD 1945 oleh para pendiri negara
tercantumkan bahwa “kedaulatan di tangan rakyat” yang termuat dalam pasal I ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 (Thaib, 1994: 99, 100).
Konsep Kekuasaan
Konsep kekuasan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945
sebagai berikut:
Kekuasaan Ekskutif, didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945)
Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal5) ayat
l. pasal 19 dan pasa122 C UUD 1945)
Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasa124 ayat(l) UUD
1945)
Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD
1945 pasal 20 Ayat (1)”…DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden
selaku penguasa ekskutif.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konsultatif, yang dalam
UUD lama didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (pasal 16 UUD
1945). Dengan lain perkataan UUD 1945 hasil amandemen telah menghapuskan Dewan
Pertimbangan Agung, karena hal ini berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan
negara l;’\ fungsinya tidak jelas.
Mekanisme pendelegasian kekuasaan yang demikian ini dalam khasanah ilmu hukum
tatanegara dan ilmu politik dikenal dengan istilah ‘Distribution of power’ yang
merupakan unsur mutlak dari negara demokrasi.
3. Pembatasan Kekuasaan
Pembatasan kekuasaan menurut konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui proses atau
mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai berikut:
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan ditangan rakyat…”. Kedaulatan politik rakyat
dilaksanakan lewat pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.
“Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan melakukan perubahan terhadap
UUD, melantik Presiden dan wakil Presiden, serta melakukan impeachment terhadap
presiden jikalau melanggar konstitusi
Pasal 20 A ayat (1) memuat ” Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi pengawasan,
yang berarti melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dijalankan
oleh Presiden dalam jangka waktu 5 tahun”.
Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (rangkaian
kegiatan 5 tahunan sebagai realisasi periodesasi kekuasaan).
Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran ke III, yaitu “..Oleh karena itu sistem
negara yang terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan
berdasar atas permusyawaratan/Perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat
masyarakat Indonesia.
Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya
pasal 7B ayat (7).
Pasal 1 ayat (2), ” Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-
Undang dasar”. Dalam penjelasan terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan
bahwa, rakyat memiliki kekuasaan tertinggi namun dilaksanakan dan didistribusikan
berdasarkan UUD. Berbeda dengan UUD lama sebelum dilakukan amandemen, MPR
yang memiliki kekuasaan tertinggi sebagai penjelmaan kekuasaan rakyat. Maka
menurut UUD hasil amandemen MPR kekuasaannya menjadi terbatas, yaitu meliputi
Presiden dan Wakil Presiden dan memberhentikan presiden sesuai dengan masa
jabatannya atau jikalau melanggar UUD.
Pasal 2 ayat (1), : Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka
menurut UUD 1945 hasil amandemen MPR hanya dipilih melalui Pemilu.
Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat,
disebut:”…kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota
Majelis Permusyawatan Rakyat. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa mengawasi
tindakan-tindakan Presiden…”.
” Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.
Berdasarkan ketentuan sebagaimana termuat dalam UUD 1945 tersebut diatas, maka
konsep partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaran dan
kemasyarakatan dan partisipasi itu terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia
(Thaib, 1994: 100-112).
Demokrasi Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 beserta
penjelasannya mengandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur
sentral, oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus ditunjang oleh adanya
orientasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni rasionalisasi hukum dan perundang-
undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan yaitu tuntunan dan
kehendak yang berkembang dalam masyarakat.
Selain itu realisasi demokrasi Indonesia sangat ditentukan oleh otentisitas tafsir
pasal-pasal UUD 1945. Atas musyawarah untuk mufakat yang oleh pendiri negara
diistilahkan dengan asas kebersamaan kekeluargaan, bukan disalahtafsirkan sebagai
“praktek nepotisme” sebagaimana dilakukan oleh pemerintahan sebelum era reformasi.
Kata kunci asas kekeluargaan adalah kedaulatan rakyat. Jadi sumber norma, sumber
nilai demokrasi Indonesia adalah kerakyatan sebagai dasar filosofinya.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan :Hampir semua negara di dunia
ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental dan demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi
ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda.
Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani. “demos” berarti
rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat
berkuasa” (government of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah
demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat.
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan
hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4
sebelum masehi sampai abad 6 masehi.
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat
ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropah Barat dan Benua Eropah
memasuki abad Pertengahan (600-1400).
Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan
budaya Yunani kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran
yang dimulai di Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan
16. Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi”
yang dahulu tenggelam dalam abad Pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni
revolusi agama yang terjadi di Eropah Barat pada abad ke-16 yang pada mulanya
menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja Katolik tetapi
kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme. Dua kejadian (Renaissance
dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropah masuk ke dalam Aufklarung (Abad
Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran
dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal
(rasio) semata-mata yang pada gilirannya kebebasan berpikir menelorkan lahirnya
pikiran tentang kebebasan politik.
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yang pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan.Prinsip demokrasi perwakilan liberal didasarkan pada suatu
filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh
karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental
dalam pelaksanaan demokrasi. Demokrasi satu partai lazimnya dilaksanakan di negara-
negara komunis seperti, Rusia, China, Vietnam dan lainnya.
Setiap negara dan orang menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-
masing, bahkan negara komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai
negara demokrasi.
Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu
kedaulatan rakyat. Dengan lain perkataan kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara
adalah di tangan rakyat. Kekuasaan dalam Negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat
dan untuk rakyat.
Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya
kebebasan dan persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta
keberanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal Ika “.
Dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, kita akan selalu
menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen
pendukung tegaknya demokrasi.
Akan tetapi, dewasa ini tidak sedikit para anggota parlemen yang “melupakan”
rakyatnya ketika mereka telah duduk enak di kursi “empuk”. Mereka sibuk dengan
urusan pribadi mereka masing-masing, mengutamakan kepentingan golongan, dan
berpikir bagaimana caranya mengembalikan modal mereka ketika kampanye.
Fenomena ini sudah tidak aneh lagi bagi bangsa Indonesia. Para elite politik saat ini,
sudah tidak lagi pada bingkai kesatuan, akan tetapi berada pada bingkai kekuasaan yang
melingkarinya. Seperti misalnya, adanya sengketa hasil pemilu, black campaign ketika
kampanye dan sebagainya, yang penting bisa mendapatkan kekuasaan. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika pun telah luntur dalam dirinya.
Untuk itu, diharapkan agar masyarakat ikut mengontrol jalannya pemerintahan agar
menuju Indonesia yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
https://thynaituthya.wordpress.com/2013/11/23/makalah-pkn-tentang-demokrasi-
indonesia/
https://iniwebhamdan.wordpress.com/2012/06/05/pengertian-demokrasi-indonesia/